Anda di halaman 1dari 37

Bed Side teaching

KARSINOMA OVARIUM

Oleh:
Lina Mala Sofia 1110311012
Annisa Hidayati Priyono 1210313021

Preseptor:
dr. H. Pelsi Sulaini, Sp.OG (K)

BAGIAN KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2016
DAFTAR ISI

Daftar Isi ....................................................................................... 2

Daftar Tabel .. 3

Bab 1. Pendahuluan ................................................................... 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka ............................................................. 6

2.1 Definisi ............................................................................ 6

2.2 Klasifikasi ...................................................................... 6

2.3 Manifestasi Klinis ......................................................... 9

2.4 Staging .......................................................................... 10

2.5 Faktor risiko ................................................................ . 12

2.6 Diagnosis ...................................................................... 15

2.7 Penatalaksanaan .......................................................... 16

2.8 Prognosis ....................................................................... 19

2.9 Pengamatan Lanjut...................................................... 22

Bab 3. Laporan Kasus ................................................................. 23

Bab 4. Diskusi 32

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 34

Daftar Pustaka ............................................................................. 35

2
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Staging kanker ovarium 10

Table 2.2. Indeks keganasan ovarium ... 12

Tabel 2.3 Regimen kemoterapi kanker ovarium ... 19

Tabel 2.4 Angka kelangsungan hidup kanker ovarium tipe


epitelial invasif . 21
Tabel 2.5 Angka kelangsungan hidup kanker ovarium tipe
Germ cell .. 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker ovarium merupakan penyebab kematian tertinggi dari kanker alat


genital perempuan. Di USA sekitar 22.220 kasus baru didiagnosis setiap tahun, dan
sekitar 16.210 kematian terjadi setiap tahun akibat penyakit ini. Kanker ovarium 6%
dari seluruh kanker pada perempuan dan penyakit ini timbul 1 orang pada setiap 68
perempuan. Insidensinya pada wanita dibawah 50 tahun 5,3 per 100.000 dan
1
meningkat menjadi 41,4 per 100.000 pada wanita di atas 50 tahun.
Menurut data Statistics by Country for Ovarian Cancer tahun 2011
mengatakan bahwa insidens kanker ovarium di Indonesia adalah 20.426 kasus dari
238.452.952 populasi. Angka ketahanan hidup pada stadium I sebesar 72,8%,
stadium II 46,3%, stadium III 17,2% dan stadium IV hanya 4,8%. Data di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa AKH 5 tahun kanker ovarium pada stadium Ia sebesar
65% dan pada sta dium IV hanya 3%. 2,3

Penderita dengan usia kurang dari 50 tahun adalah sekitar 40% (secara
keseluruhan), sedangkan untuk penderita dengan usia lebih dari 50 tahun adalah 15%.
The National Cancer Institutes, menyebutkan bahwa angka harapan hidup 5 tahun
penderita kanker ovarium juga tergantung dari derajat diferensiasi sel tumor serta
jenis histopatologinya.4,,5
Pada umumnya kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Tumor
membesar dan menyebar keorgan sekitarnya tanpa keluhan. Itulah sebabnya tumor ini
dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-diam namun mematikan (silen killer).
Kanker ovarium umumnya baru menimbulkan keluhan apabila telah menyebar
kerongga peritoneum, pada keadaan seperti ini tindakan pembedahan dan terapi
adjuvan sering kali tidak menolong. Penderita akan meninggal karena malnutrisi dan
obstruksi usus halus akibat tumor intraperitoneal.1,2
Lima belas sampai dua puluh persen tumor ovarium berasal dari sel germinal

4
dan teratoma matur merupakan kasus terbanyak (60%). Tumor ganas sel germinal
ovarium merupakan 5% dari kanker ovarium dan banyak terjadi pada wanita muda
dan remaja. Diagnosis tumor ganas ini lebih sering dibuat sesudah laparatomi atas
indikasi ditemukannya tumor ovarium. Agar tindakan yang benar tidak terlambat
dilakukan, seharusnya dilakukan pemeriksaan histologik durante operationem (frozen
section atau beku). Pada laparatomi juga tidak boleh dilupakan pembilasan kavum
peritonei untuk diperiksakan tentang ada/tidak adanya sel ganas (sitologi eksfoliatif
cairan ascites atau cairan bilasan kavum peritoneum).1,10

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker ovarium adalah terjadinya pertumbuhan sel-sel tidak lazim (kanker)
pada satu atau dua bagian indung telur.1,6

2.2 Klasifikasi Kanker Ovarium


Klasifikasi kanker ovarium belum ada keseragamannya, namun tidak ada
perbedaan sifat fundamental. Menurut International Federation of Ginecologic and
Obstetrics (FIGO), kanker ovarium di bagi dalam 3 kelompok besar sesuai dengan
jaringan asal tumor dan kemudian masing-masing kelompok terdiri dari berbagai
spesifikasi sesuai dengan histopatologi.7,8

2.2.1 Kanker Berasal dari Epitel Permukaan


Kanker yang berasal dari epitel permukaan merupakan golongan terbanyak
dan sebagian besar 85 % kanker ovarium berasal dari golongan ini. Lebih dari 80%
kanker ovarium epitel ditemukan pada wanita pascamenopause di mana pada usia 62
tahun adalah usia kanker ovarium epitel paling sering ditemui.
Jenis-jenis kanker ovarium epitel permukaan :
1. Karsinoma Serosa9
Karsinoma ini merupakan keganasan epitel ovarium yang tersering
ditemukan. Mudah tersebar di kavum abdomen dan pelvis, irisan penampang tumor
sebagai kistik solid. Tumor jenis ini di bawah mikroskop menurut diferensiasi sel
kanker dibagi menjadi diferensiasi baik (benigna) yang memiliki percabangan papilar
rapat, terlihat mitosis, sel nampak anaplastik berat, terdapat invasi intersisial jelas,
badan psamoma relatif banyak. Pada kanker diferensiasi sedang (borderline) dan
buruk (maligna) memiliki lebih banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada, dan
badan psamoma tidak mudah ditemukan.

6
2. Karsinoma Musinosa9,10
Karsinoma jenis ini lebih jarang ditemukan dibanding karsinoma serosa.
Sebagian besar tumor multilokular, padat dan sebagian kistik, di dalam kista berisi
musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh papila eksofitik, area solid berwarna putih
susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh. Tumor jenis ini di
bawah mikroskop dibagi menjadi tiga gradasi, di mana yang berdiferensiasi baik dan
sedang memiliki struktur grandular jelas, percabangan papila epitel rapat, terdapat
dinding bersama grandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi intersisial. Pada kanker
diferensiasi buruk struktur grandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak,
produksi musin dari sel sangat sedikit.
3. Karsinoma Endometroid
Kira-kira 20% kanker ovarium terdiri dari karsinoma endometroid. Sebagian
besar tumor berbentuk solid dan di sekitarnya dijumpai kista. Arsitek histopatologi
mirip dengan karsinoma endometrium dan sering disertai metaplasia sel skuamosa.
Lebih dari 30 % karsinoma endometroid dijumpai bersama-sama dengan
adenokarsinoma endometrium. Endometroid borderline dan endometroid
adenofibroma jarang dijumpai.
4. Karsinoma Sel Jernih ( Clear Cell Carcinoma )9,10
Tumor ini berasal dari duktus muleri. Pada umumnya berbentuk solid,
sebagian ada juga berbentuk kistik, warna putih kekuning-kuningan. Arsitek
histopatologi terdiri dari kelenjar solid dengan bagian papiler. Sitoplasma sel jernih
dan sering dijumpai hopnail appearance yaitu inti yang terletak di ujung sel epitel
kelenjar atau tubulus.
5. Tumor Brenner
Tumor ini diduga berasal dari folikel. Biasanya solid dan berukuran 5-10 cm
dan hampir bersifat jinak. Tumor ini sering dijumpai insidentil pada waktu dilakukan
histerektomi.
2.2.2 Kanker Berasal dari Sel Germinal Ovarium (Germ Cell )1,9,10
Tumor ini lebih banyak pada wanita umur di bawah 30 tahun. Di antaranya :

7
1. Disgerminoma
Tumor ganas sel germinal yang paling sering ditemukan, ukuran diameter 5-
15 cm, berlobus-lobus, solid, potongan tumor berwarna abu-abu putih sampai abu-
abu cokelat dengan potongan mirip ikan tongkol. Kelompok sel yang satu dengan
yang lain dipisahkan oleh jaringan ikat tipis dengan infiltrasi sel radang limfosit.
Gambaran histopatologi mirip dengan seminoma testis pada laki-laki. Neoplasma ini
sensitif terhadap radiasi. Tumor marker untuk disgerminoma adalah serum Lactic
Dehydrogenase (LDH) dan Placental Alkaline Phosphatase (PLAP).
2. Tumor Sinus endodermal
Berasal dari tumor sakus vitelinus/yock sac dari embrio. Usia rata-rata
penderita tumor sinus endodermal adalah 18 tahun. Berupa jaringan kekuning-
kuningan dengan area perdarahan, nekrosis, degenerasi gelatin dan kistik. Khas untuk
tumor sinus endodermal ini adalah keluhan nyeri perut dan pelvis yang dialami oleh
75% penderita. Tumor marker untuk tomor sinus endodermal adalah alfa fetoprotein
(AFP).
3. Teratoma Immatur
Angka kejadian mendekati tumor sinus endodermal. Massa tumor sangat
besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik, berwarna-warni,
komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum berdiferensiasi umumnya
berupa neuroepitel. Tumor ini mempunyai angka rekurensi dan metastasis tinggi, tapi
tumor rekuren dapat bertransformasi dan immatur ke arah matur, regularitasnya
condong menyerupai pertumbuhan embrio normal. Tumor marker untuk teratoma
immatur adalah alfa fetoprotein (AFP) dan chorionic gonadotropin (HCG).
4. Teratokarsinoma
Sangat ganas, sering disertai sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat
positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis berdarah.
Dibawah mikroskop tampak sel primordial poligonal membentuk lempeng, pita dan

8
sarang, displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus tampak vakuolasi,
intrasel tampak butiran glasial PAS positif.
2.2.3 Kanker Berasal dari Stroma Korda Seks Ovarium (Sex Cord Stromal11,12)
Tumor yang berasal dari sex cord stromal adalah tumor yang tumbuh dari satu
jenis. Kira-kira 10% dari tumor ganas ovarium berasal dari kelompok ini. Pada
penderita tumor sel granulosa, umur muda atau pubertas terdapat keluhan perdarahan
pervagina, pertumbuhan seks sekunder antara lain payudara membesar dengan
kolostrum, pertumbuhan rambut pada ketiak dan pubis yang disebut pubertas
prekoks.
1. Tumor Sel Granulosa-teka
Kira-kira 60% dari tumor ini terjangkit pada wanita post menopause,
selebihnya pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini dikenal juga sebagai feminizing
tumor, memproduksi estrogen. Arsitektur histopatologinya bervariasi yaitu populasi
sel padat. Neoplasma ini dikategorikan low malignant. Pada endometrium sering
dijumpai karsinoma.
2. Androblastoma
Tumor ini memproduksi hormon androgen yang dapat merubah bentuk
penderita menjadi kelaki-lakian atau disebut juga masculinizing tumor. Penyakit ini
jarang dijumpai.
3. Ginandroblatoma
Merupakan peralihan antara tumor sel granulosa dan arrhenoblastoma dan
sangat jarang.
4. Fibroma
Fibroma kadang-kadang sulit dibedakan dengan tekoma. Sering disertai
dengan asites dan hidrotoraks yang dikenal sebagai sindroma Meigh.

2.3 Manifestasi Klinis10,12


Pada umumnya , kanker ovarium pada masa awal berkembang cenderung
tanpa gejala. Inilah yang menyebabkan kanker ini sulit diketahui sejak dini. Lebih
dari 70 % penderita kanker ovarum ditemukan sudah dalam usia stadium lanjut.

9
Biasanya, keluhan utama yang dirasakan oleh penderita kanker ini adalah sakit
dibagian abdominal (perut bawah) yang disertai dengan rasa kembung, sulit buang air
besar, sering buang air kecil dan sakit kepala.
Kalau kanker ovarium ini sudah masuk dalam stadium lanjut, gejalanya pun
bertambah, seperti : Rasa tidak nyaman di bagian perut bawah selama menstruasi
(akibat darah haid yang terlalu deras keluar atau gumpalan darah haid ), rasa kejang
di perut, pendarahan lewat vagina yang tidak normal, serta nyeri di seputar kaki.
Lebih lanjut, perempuan dengan tumor stromal akan mengalami gejala berikut
akibat dari pengaruh hormon estrogen dan progesteron, seperti terjadi pendarahan
padahal sudah menopause, terlalu cepat mendapat menstruasi, payudara cepat
membesar pada remaja, menstruasi terhenti dan adanya pertumbuhan rambut dimuka
dan tubuh.
Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa
tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irreguler dan terfiksir ke
dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan
juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan.

2.4 Staging kanker ovarium


Staging kanker ovarium menurut FIGO tahun 2014 yaitu :16
Tabel 2.1. Staging kanker ovarium

10
Sedangkan Sudaryanto (1989) mengemukakan penggunaan suatu indeks
untuk melakukan diagnosis keganasan ovarium prabedah, dengan 8 variabel yang

11
masing-masing diberi bobot dengan skor dan nilai pisah untuk indeks ini adalah 3.
Skor 3-5 menunjukkan kecurigaan keganasan, sedangkan skor 6 atau lebih dapat
dikatakan ganas.
Table 2.2. Indeks keganasan ovarium

No. Petunjuk Diagnosis Variabel Skor


1 Lamanya a. Lambat (lebih dari 16 bulan atau tak ada 0
pembesaran perut pembesaran)
atau tumor b. Cepat (16 bulan atau kurang) 1
2 a. Baik 0
Keadaan umum b. Kurang/tidak baik 1
3 a. Normal/gemuk 0
Tingkat kekurusan b. Kurus 1
4 a. Kistik homogen 0
Konsistensi tumor b. Solid homogen 1
c. Macam-macam 2
5 a. Rata/licin 0
Permukaan tumor b. Berbenjol/tidak teratur 1
6 a. Bebas 0
Gerakan tumor b. Tak bebas 1
7 a. Tak ada 0
Ascites b. Ada 1
8 a. Rendah (60 mm atau kurang) 0
LED 1 jam b. Tinggi (lebih dari 60 mm) 1

2.5 Faktor Risiko1,11,12


2.5.1 Faktor Genetik
Riwayat keluarga merupakan faktor penting dalam memasukkan apakah
seorang wanita memiliki risiko terkena kanker ovarium. Pada umumnya kanker
ovarium epitel bersifat sporadis, 5-10 % adalah pola herediter atau familial. Risiko
seorang wanita untuk mengidap kanker ovarium adalah sebesar 1,6 %. Angka risiko
pada penderita yang memiliki satu saudara sebesar 5 % dan akan meningkat menjadi
7 % bila memiliki dua saudara yang menderita kanker ovarium.
Menurut American Cancer Society (ACS), sekitar 10 % penderita kanker
ovarium ternyata memiliki anggota keluarga yang terkena penyakit yang sama.

12
Umumnya, pasien yang memiliki sejarah keluarga yang menderita kanker akibat gen
mutasi BRCA1 dan BRCA2 memiliki risiko sangat tinggi menderita kanker ovarium
dan diperkirakan mencapai 50-70 % pasien kanker ovarium. Risiko kejadian kanker
ovarium meningkat sesuai dengan pertambahan usia.
2.5.2 Usia
Kanker ovarium pada umumnya ditemukan pada usia di atas 40 tahun. Angka
kejadian akan meningkat semakin bertambahnya usia.3Angka kejadian kanker
ovarium pada wanita usia di atas 40 tahun sekitar 60% penderita, sedangkan pada
wanita usia lebih muda sekitar 40%.6 Mayoritas kanker ovarium muncul setelah
seorang perempuan melewati masa menopause. Di Amerika Serikat, insiden usia rata-
rata kanker ovarium frekuensi tertinggi berada pada rentang umur 40-44 tahun, di
mana dari 15-16 per 100.000 wanita berusia tersebut merupakan penderita kanker
ovarium.
2.5.3 Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas yang tinggi memiliki risiko
terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu dengan risiko
relatif 0,7.
2.5.4 Faktor Hormonal
Penggunaan hormon eksogen pada terapi gejala yang berhubungan dengan
menopause berhubungan dengan peningkatan risiko kanker ovarium baik dari insiden
maupun tingkat mortalitasnya. Peningkatan risiko secara spesifik terlihat pada wanita
dengan penggunaaan hormon estrogen tanpa disertai progesteron karena peran
progesteron yaitu menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium. Pada
kehamilan, tingginya kadar progesteron akan membantu menurunkan risiko tumor
ganas ovarium.
Hormon lain yang juga mempengaruhi tingginya angka kejadian kanker
ovarium yaitu hormon gonadotropin di mana fungsinya untuk pertumbuhan. Menurut
teori yang melakukan percobaan kepada binatang di mana pada percobaan ini
ditemukan bahwa jika kadar estrogen rendah di sirkulasi perifer maka kadar hormon

13
gonadotropin meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata
berhubungan dengan semakin besarnya tumor ovarium pada binatang percobaan
tersebut.
Penekanan kadar androgen juga dapat mempengaruhi kejadian kanker
ovarium. Hal ini berkaitan dengan teori yang pertama kali dikemukakan oleh Risch
pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam
terbentuknya kanker ovarium karena didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen dan dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium
normal serta sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel. Epitel ovarium yang
selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan
kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidropiandrosteron dan testosterone.
2.5.5 Faktor Reproduksi
Riwayat reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak reproduksi memiliki
dampak terbesar pada penyakit ini. Infertilitas, menarche dini (sebelum usia 12
tahun), memiliki anak setelah usia 30 tahun dan menopause yang terlambat dapat juga
meningkatkan risiko untuk berkembang menjadi kanker ovarium.
Pada kanker ovarium, terdapat hubungan jumlah siklus menstruasi yang
dialami seorang perempuan sepanjang hidupnya, di mana semakin banyak jumlah
siklus menstruasi yang dilewatinya maka semakin tinggi pula risiko perempuan
terkena kanker ovarium.
2.5.6 Pil Kontrasepsi
Kontrasepsi berarti mengurangi kemungkinan atau mencegah konsepsi.
Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang
cukup penting pada wanita saat ini. Pada tahun 2005, megacu kepada United Nation
di mana lebih dari 660 juta wanita yang menikah atau hidup bersama pada usia
produktif (15-49 tahun) menggunakan beberapa metode kontrasepsi dan 450 juta
orang menggunakan kontrasepsi oral dan Intrauterina Devices (IUD).
Penelitian dari Center for Disease Control menemukan penurunan risiko
terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai
pil kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6 . Penelitian ini juga melaporkan bahwa

14
pemakaian pil kontrasepsi selama satu tahun menurunkan risiko sampai 11%,
sedangkan pemakaian pil kontrasepsi sampai lima tahun menurunkan risiko sampai
50%. Penurunan risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya.
2.5.7 Kerusakan sel epitel ovarium ( Incessant Ovulation )
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla tahun 1972, yang
menyatakan bahwa pada saat ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium.
Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum
penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan
akan terganggu dan tidak teratur sehingga dapat menimbulkan proses transformasi
menjadi sel-sel tumor.
2.5.8 Obat-Obat yang Meningkatkan Kesuburan (Fertility Drugs )
Obat-obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan
secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti
follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing hormone
(LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multiple ovulasi. Menurut hipotesis
incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas
akan meningkatkan risiko relatife terjadinya kanker ovarium.
2.5.9 Terapi Hormon Pengganti pada Masa Menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (menopausal
hormon therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risiko
relative 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih,
risiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan estrogen yang
kemudian diikuti dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan
meningkatnya risiko relatife menjadi 1,5. Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan
estrogen saja, secara nyata meningkatkan risiko relatif terkena kanker ovarium.

2.6 Diagnosis 15,16


1. Ultrasonografi (USG)
USG adalah cara pemeriksaan invasif yang lebih murah. Dengan USG dapat

15
secara tegas dibedakan tumor kistik dengan tumor yang padat. Pada tumor dengan
bagian padat (echogenik) persentase keganasan makin meningkat. Sebaliknya, pada
tumor kistik tanpa ekointernal (anechogenic) kemungkinan keganasan menurun.
Pemakaian USG transvaginal (transvaginal color flow doppler) dapat meningkatkan
ketajaman diagnosis karena mampu menjabarkan morfologi tumor ovarium dengan
baik. Pemakaian USG transvaginal color Doppler dapat membedakan tumor ovarium
jinak dengan tumor ovarium ganas.
2. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemakaian CT-Scan untuk diagnosis tumor ovarium juga sangat bermanfaat.
Dengan CT-Scan dapat diketahui ukuran tumor primer, adanya metastasis ke hepar
dan kelenjar getah bening, asites, dan penyebaran ke dinding perut. CT-Scan kurang
disenangi karena (1) risiko radiasi, (2) risiko reaksi alergi terhadap zat kontras, (3)
kurang tegas dalam membedakan tumor kistik dengan tumor padat, dan (4) biaya
mahal.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Jika dibandingkan dengan CT-Scan, MRI tidak lebih baik dalam hal
diagnostic, menggambarkan penjalaran penyakit, dan menentukan lokasi tumor di
abdomen atau pelvis.

2.7 Penatalaksanaan14,16
Penatalaksanaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat
diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah
operasi pengangkatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi
adjuvant seperti kemoterapi, radioterapi (intraperitoneal radiocolloid atau whole
abdominal radiation), imunoterapi/terapi biologi, dan terapi hormon.
2.7.1 Penatalaksanaan operatif kanker ovarium stadium
Pengobatan utama untuk kanker ovarium stadium I adalah operasi yang terdiri
atas histerektomi totalis prabdominalis, salpingooforektomi bilateralis, apendektomi,
dan surgical staging.

16
Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparotomi eksplorasi yang
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan
melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasaan atau
penyebaran kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan menentukan stadium
penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan.
1. Sitologi
Jika pada surgical staging ditemukan cairan peritoneum atau asites, cairan
tersebut harus diambil untuk pemeriksaan sitologi. Sebaliknya, jika cairan peritoneum
atau asites tidak ada, harus dilakukan pembilasan kavum abdomen dan cairan bilasan
tersebut diambil sebagian untuk pemeriksaan sitologi. Penelitian pada kasus-kasus
kanker ovarium stadium IA ditemukan hasil sitologi positif pada 36% kasus,
sedangkan pada kasus-kasus stadium lanjut, sitologi positif ditemukan pada 45%
kasus.
2. Apendektomi
Tindakan apendektomi yang rutin masih controversial. Metastasis ke apendiks
jarang terjadi pada kasus kanker ovarium stadium awal (<4%). Pada kanker ovarium
epithelial jenis musinosum, ditemukan metastasis pada 8% kasus. Oleh karena itu,
apendektomi harus dilakukan secara rutin pada kasus kanker ovarium epithelial jenis
musinosum.
3. Limfadenektomi
Limfadenektomi merupakan suatu tindakan dalam surgical staging. Ada dua
jenis tindakan limfadenektomi, yaitu:
1. Limfadenektomi selektif (sampling lymphadenectomy/selective lymphadenectomy)
yaitu tindakan yang hanya mengangkat kelenjar getah bening yang membesar saja.
2. Limfadenektomi sistematis (systematic lymphadenectomy) yaitu mengangkat
semua kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta.

2.7.2 Penatalaksanaan kanker ovarium stadium lanjut (II, III, IV)


Pendekatan terapi pada stadium lanjut ini mirip dengan penatalaksanaan kasus
stadium I dengan sedikit modifikasi bergantung pada penyebaran metastasis dan

17
keadaan umum penderita. Tindakan operasi pengangkatan tumor primer dan
metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi debulking atau
operasi sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi
adjuvant untuk mencapai kesembuhan.
1. Operasi sitoreduksi
Ada dua teknik operasi sitoreduksi, yaitu :
a. Sitoreduksi konvensional
Sitoreduksi konvensional ini adalah sitoreduksi yang biasa dilakukan, yaitu operasi
yang bertujuan membuang massa tumor sebanyak mungkin dengan menggunakan
alat-alat operasi yang lazim seperti pisau, gunting, dan jarum jahit.
b. Sitoreduksi teknik baru
Sitoreduksi teknik baru sangat berbeda dengan sitoreduksi konvensional yang
memakai pisau, gunting, dan jarum jahit. Dengan teknik baru tersebut dapat
dilakukan sitoreduksi dari massa tumor yang berukuran beberapa milimeter sampai
hilang sama sekali.
2. Kemoterapi
Keganasan ovarium tidak dapat disembuhkan tuntas hanya dengan operasi,
kemoterapi anti kanker merupakan tindakan penting yang tidak boleh absent dalam
prinsip terapi gabungan terhadap kanker ovarium, lebih efektif untuk pasien yang
sudah berhasil menjalani operasi sitoreduksi.

Kemoterapi kombinasi diperlukan untuk stadium I C atau lebih, dengan


kombinasi dasar cisplatin dan taxan sebagai kemoterapi primer. Radioterapi hanya
diberikan pada jenis disgerminoma dan penderita tidak lagi menginginkan anak.
Regimen kemoterapi tergantung jenis histologi tumor.

18
Tabel 2.3 Regimen kemoterapi kanker ovarium

3. Radioterapi
Sebagai pengobatan lanjutan umumnya digunakan pada tingkat klinik T1 dan
T2 (FIGO: tingkat I dan II), yang diberikan kepada panggul saja atau seluruh rongga
perut. Juga radioterapi dapat diberikan kepada penyakit yang tingkatnya agak lanjut,
tetapi akhir-akhir ini banyak diberikan bersama khemoterapi, baik sebelum atau
sesudahnya sebagai adjuvans, radio-sensitizer maupun radio-enhancer. Di banyak
senter, radioterapi dianggap tidak lagi mempunyai tempat dalam penanganan tumor
ganas ovarium. Pada tingkat klinik T3 dan T4 (FIGO: tingkat III dan IV) dilakukan
debulking dilanjutkan dengan khemoterapi. Radiasi untuk membunuh sel-sel tumor
yang tersisa, hanya efektif pada jenis tumor yang peka terhadap sinar (radiosensitif)
seperti disgerminoma dan tumor sel granulosa.

2.8 Prognosis
2.8.1 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Kanker Ovarium
Respon pengobatan terhadap kanker ovarium dapat dievaluasi dalam
hubungannya dengan faktor-faktor prognostic. Faktor-faktor prognostic tersebut
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor histopatologi
Jenis histopatologi

19
Jenis histopatologi tumor sekarang dianggap mempengaruhi prognosis
suatu kanker ovarium. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa
karsinoma ovarium jenis clear cell mempunyai prognosis yang sangat
buruk jika dibandingkan dengan kanker ovarium jenis yang lain.
Diferensiasi tomor
Diferensiasi tumor ternya juga mempengaruhi prognosis. Derajat
keganasan kanker ovarium mempunyai korelasi yang erat dengan derajat
diferensiasi jaringan tumornya. Jika dibandingkan dengan
histopatologinya, derajat diferensiasi suatu tumor sangat mempengaruhi
prognosisnya. Penderita kanker ovarium stadium II dengan derajat
diferensiasi tumor baik, prognosisnya lebih baik daripada karsinoma
ovarium stadium I dengan derajat diferensasi tumor buruk. Demikian juga
kanker ovarium stadium III dengan derajat difensiasi baik, prognosisnya
lebih baik dari kanker ovarium stadium II dengan derajat diferensiasi
buruk.
2. Faktor biologi
Dengan pemeriksaan flow cytometri dapat diketahui bahwa kanker ovarium
umumnya aneuploid. Terdapat pula hubungan antara ploidi dan stadium
sebagai berikut : kanker stadium rendah cenderung diploid, sedangkan kanker
stadium tinggi cenderung aneuploid. Kanker dengan tumor diploid
mempunyai median survival yang lebih panjang dari kanker dengan tumor
aneuploid.
3. Faktor klinis
Faktor-faktor klinis yang mempengaruhi prognosis kanker ovarium adalah
stadium, volume asites, besar tumor di luar ovarium sebelum sitoreduksi,
residu tumor setelah sitoreduksi, umur penderita, tumor yang responsnya
lambat terhadap kemoterapi, dan performance status.

20
Stadium penyakit
Stadium kanker ovarium didasarkan kepada stadium yang ditetapkan oleh
FIGO pada tahun 1987. Penentuan stadium ini didasarkan kepada
penemuan-penemuan waktu melakukan eksplorasi.
Residu tumor
Voleme residu merupakan faktor penting. Batasa residu tumor yang
optimal dan suboptimal bervariasi dari < 5 mm - > 2 cm.

Tabel 2.4 Angka kelangsungan hidup kanker ovarium tipe epitelial invasif

21
Tabel 2.5 Angka kelangsungan hidup kanker ovarium germ cell

2.9 Pengamatan Lanjut16


Pengamatan lanjut (follow up control) pada kanker ovarium adalah sebagai
berikut :
Sampai 1 tahun setelah penanganan, setiap 2 bulan.
Kemudian sampai 3 tahun setelah penanganan, setiap 4 bulan.
Kemudian sampai 5 tahun setelah penanganan, setiap 6 bulan
Seterusnya setiap setahun sekali.

22
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. G
Jenis kelamin : Perempuan
Tangal Lahir :27 08 - 1972
Umur : 44 tahun
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Bercerai

II. DATA DASAR


ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan umur 44 tahun datang ke poliklinik kebidanan RSUP


Dr. M. Djamil tanggal 19 Mei 2015 dengan keluhan perut terasa membesar sejak
1 tahun yang lalu.

Keluhan Utama :
Perut semakin membesar sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Perut semakin membesar sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Awalnya 4


tahun yang lalu perut pasien sudah membesar sebesar bola tenis
hingga sekarang sudah sebesar bola basket. Sehingga mengganggu
aktivitas pasien.
Nyeri perut bawah (+) sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul
Keluar darah dari kemaluan (-)

23
Riwayat keputihan (-)
Riwayat demam (-)
Penurunan berat badan sejak 1 tahun lalu, tetapi pasien lupa
berapa kilogram
Sesak nafas dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Nafas bertambah
sesak bila pasien beraktivitas.
Penurunan nafsu makan disangkal.
BAB dan BAK biasa
HPHT : pasien sudah tidak menstruasi sejak 10 tahun yang lalu
Pasien sebelumnya dikenal dengan Ca Ovarium dan sudah
dilakukan histerektomi pada tahun 2006

Riwayat Menstruasi
Menarche : 11 tahun
Siklus : teratur, 30 hari
Lama : 4-5 hari
Banyak : ganti pembalut 4 5 x/hari
Dismenorrhea : tidak ada

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


1. 1992, laki-laki, tidak ditimbang, spontan pervaginam, cukup bulan,
dukun, hidup
2. 1995, perempuan, 3000kg, spontan pervaginam,cukup bulan, bidan, hidup
Riwayat Pernikahan
Menikah 1x tahun 1991
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, Diabetes Melitus,
Penyakit Jantung, Hati, ginjal sebelumnya.
Pasien dirawat di bagian paru 4 bulan yang lalu, dengan diagnosa
susp. Multiple mass di regio mediastinum + efusi pleura sinistra ec

24
metastasis ca ovarium ke paru
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
penyakit keturunan dan kejiwaan
Tidak ada riwayat keganasan dalam keluarga
Riwayat kebiasaan
Pasien seorang penjual kue kering

Riwayat kontrasepsi : IUD selama 1 tahun

Merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36.5 0C
RR : 20 x/menit

Kulit : Turgor kulit kurang

KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Kepala : Normochephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Septum deviasi (-), massa (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1

25
Gigi dan Mulut : caries dentis (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran kelejer tiroid.
Thoraks
Paru-Paru
Depan Belakang

Inspeksi Kiri Pergerakan dada kiri Pergerakan dada kiri


tertinggal tertinggal
Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Palpasi Kiri Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Kanan Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris

Perkusi Kiri Sonor, pekak Sonor, pekak


Kanan Sonor, pekak Sonor

Auskultasi Kiri Vesikuler, Rh (-), Wh - Vesikuler, Rh (-), Wh -


Kanan Vesikuler, Rh (-), Wh - Vesikuler, Rh (-), Wh -

Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi: Batas kanan : RIC V linea sternalis dextra.

Batas kiri : RIC V, 2 cm lateral linea midklavikula

Sinistra

Batas atas : RIC II linea sternalis sinistra

Auskultasi : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)

26
STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
Inspeksi Perut tampak membuncit, sikatrik (+)

Palpasi Nyeri tekan (-) nyeri lepas (-) Defans muscular (-),
teraba massa setinggi pertengahan pusat dan
processus xipoideus sebesar bola basket, kistik,
immobile, shifting dullness (+)
Perkusi Pekak

Auskultasi BU (+) N

Genitalia

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 06/10/2016 Nilai Rujukan

Darah rutin

Hemoglobin 10,4 13-18 g/dl

Hematokrit 32 37-47 %
Eritrosit 3.200.000 4,3-6,0 juta/L
Leukosit 9400 4800-10800/L
Trombosit 150.000-
378.000
400.000/L

Kimia Klinik

27
GDP 102
GD 2 jam PP
Ur/Cr 17/0,7 10-50/0.6-1.1
SGOT 21 <32
SGPT 9 <31

Total protein 8,6 6,6-8,7

Albumin 4,2 3,8-5,0

Globulin 4,4 1,3-2,7

Marker

Ca 125 225

USG (20/9/2016)
Uterus sulit dinilai

Tampak masa hipo dan hiper ekoik, batas tidak jelas, melebihi layar monitor
sampai pertengahan pusat-prosesus xyphoideus

Adeneksa kiri dan kanan sulit diidentifikasi

Asites (+)

Kesan : tumor intra abdomen

28
29
CT SCAN thorax window paru

tampak gambaran massa dengan densitas hipodens, in homogen,batas


cukup tegas dengan HU : 36-46, di regio posterior-carina (mediastinum
anteroposterior kiri) dan mendorong trakea dan esofagus ke anterior dan
menyempitkan kaliber percabangan main bronkus posterior kiri. Ukuran
massa 5,8cmx9,23 cm. tidak tampak infiltrasi pada bronkus, trakea dan
parenkim paru
tidak tampak peningkatan dan perubahan pattern vaskular disekitar
massa
tampak gambaran efusi pleura sinistra
tampak gambaran massa dengan densitas isodens (Hu 41), batas tegas di
regio posterior jantung (segmen 7), dengan ukuran 3,93 cmx4,31 cm
Cor, aorta ascenden, aorta descenden, trunkus pulmonalis baik
Tidak tampak pembesaran KGB regio paratrakea, sub carina dan perihiller
Os costae intak dengan soft tissue terang

30
Tampak gambaran sub hepatic fluid collection (dengan densitas sama
dengan massa di mediastinum)
Tampak gambaran massa dengan densitas hipodens, in homogen,
lobulated di regio intraabdomen kanan (peritonial atas)
hepar : tidak tampak gambaran nodul patologis
Kesan : multiple mass di regio mediastinum, intraabdomenm subhepatik

V. DIAGNOSIS
Susp. CA Ovarium residif + asites

VI. PENATALAKSANAAN
Dilakukan laparatomi tanggal 26 Oktober 2016.

31
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 44 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djamil pada
tanggal 24 Oktober 2016 pukul 09.27 dengan keluhan utama perut semakin
membesar sejak 1 tahun yang lalu. Perut membesar dapat disebabkan oleh adanya
massa di dalam rongga perut, baik dari organ gastrointestinal, reproduksi maupun
urogenital. Gejala gastrointestinal dan urogenital dapat disingkirkan karena dari
anamnesis didapatkan BAB dan BAK pasien dalam batas normal. Sehingga dicurigai
pasien menderita kelainan di organ reproduksi.
Keluhan organ reproduksi pada wanita dapat berasal dari uterus, serviks dan
ovarium. Pasien sudah tidak menstruasi sejak 10 tahun yang lalu karena sudah
dilakukan histerektomi, sehingga kelainan pada uterus bisa disingkirkan. Keluhan
perut membesar dapat mengarahkan ke kelainan pada kavum abdomen. Setiap organ
dapat menjadi penyebab dari keluhan pasien. Pasien sebelumnya dikenal dengan
riwayat CA ovarium pada tahun 2006, namun hasil histerektomi tidak diperiksa ke
Patologi Anatomi. Sehingga tidak bisa menentukan tingkat keganasan dari Ca
Ovarium tersebut.
Pada pemeriksaan abdomen terlihat perut membuncit, dan terdapat tanda-
tanda asites. Pada genitalia vulva uretra tenang dan tidak ada perdarahan pervaginam.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan RT dengan kesan anus tenang, spingter ani
mengikat kuat, mukosa licin, ampula kosong teraba pool bawah tumor, keras padat.
Dari pemeriksaan USG didapatkan didapatkan Uterus sulit dinilai Tampak masa
hipo dan hiper ekoik, batas tidak jelas, melebihi layar monitor sampai pertengahan
pusat-prosesus xyphoideus Adeneksa kiri dan kanan sulit diidentifikasi. Asites (+)
kesan tumor intra abdomen. Kemudian dilakukan CT Scan thorax window dengan
multiple mass di region mediastinum intraabdomen subhepatik.

Pada keluhan saat ini tidak dilakukan pemeriksaan yang bisa memastikan
darimana sumber keganasan. Dikarenakan pasien mengalami sesak sejak 4 bulan
yang lalu, dilakukan CT Scan Thorax Window dengan didapatkan kesan multiple

32
mass di regio mediastinum, intraabdomen subhepatik namun pemeriksaan ini
masih belum bisa menentukan dari mana sumber keganasan yang dialami pasien.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT Scan Abdomen dengan kontras dan
pemeriksaan PA pada tahun 2006, dapat diketahui sumber keganasan yang dialami
pasien saat ini.
Sebelum dilakukan operasi pasien didiagnosis dengan CA ovarium residif +
asites. Sehingga pasien ini direncanakan tindakan laparotomi untuk memastikan
diagnosis, asal tumor dan pengangkatan tumor. Saat operasi ditemukan tumor yang
berbenjol-benjol sulit diidentifikasi yang bersumber dari mesenterium, sehingga
dilakukan optimal debulking. Didapatkan massa tumor 1000 gram. Selanjutkan
harus dilakukan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk memastikan jenis sel
tumor dan penatalaksanaan selanjutnya.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan hasil operasi
pasien seharusnya post operasi pasien didiagnosis dengan suspek karsinoma
mesenterium.

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Seorang pasien datang dengan keluhan utama perut membesar sejak 1 tahun yang
lalu. Empat bulan yang lalu pasien pernah dirawat di bagian paru dengan susp.
Multiple mass dextra + effusi pleura sinistra. Dilakukan pemeriksaan USG akan
tetapi genitalia interna tidak jelas, karena sudah dilakukan histerektomi pada
tahun 2006.
2. Pada kasus ini diagnosa tidak dapat ditegakkan karena sumber dari keganasan di
absomen belum diketahui dari hasil pemeriksaan USG, dan perlu dilakukan
pemeriksaan CT Scan abdomen dengan kontras.
3. Pasien diketahui memiliki riwayat ca ovarium dan sudah dilakukan histerektomi
pada tahun 2006. Sehingga menyingkirkan kemungkinan keganasan berasal dari
genitalia interna.
4. Pada saat didiagnosis ca ovarium 10 tahun yang lalu, dilakukan histerektomi
tanpa melakukan pemeriksaan PA. pemeriksaan PA diperlukan untuk mengetahui
jenis histopatologi tumor tersebut, sehinga membantu menentukan tatalaksana
selanjutnya secara tuntas dan optimal dan mengetahui prognosis pasien.
5. Telah dilakukan laparatomi pada tanggal 26 Oktober 2016, dan ditemukan adanya
keganasan yang berasal dari mesenterium, bukan dari ovarium. Sehingga
diagnosis pasien bukanlah Ca ovarium residif melainkan ca mesenterium. Hal ini
merupakan kesalahan fatal sejak awal pasien datang, pemeriksaan penunjang
yang kurang lengkap sehingga diagnosis tidak benar. Pasien seharusnya dialihkan
kepada bagian bedah.

5.2 Saran
1. Paramedis seharusnya melakukan anamnesis dengan lengkap dan pemeriksaan
serta penatalaksanaan secara tuntas pada semua pasien.
2. Pasien keganasan seharusnya dilakukan pemeriksaan PA untuk mengetahui jenis

34
histopatologinya, sehingga dapat memberikan terapi secara tepat dan optimal.
3. Pemeriksaan penunjang yang tepat dapat membantu menegakkan diagnosis pasien.
Paramedis seharusnya tidak mengesampingkan riwayat perjalanan penyakit pasien
dan keluhan pasien saat ini, sehingga penegakkan diagnosis dapat dilakukan secara
tepat dan akurat.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Hurteau JA, Williams SJ. Ovarian germ cell tumor. In: Rubin SC, Sutton

GP. Ovarian cancer. 24nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams &


Wilkins, 2014;371-82
2. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, Mathers C,
Rebelo M, Parkin DM, Forman D, Bray, F. GLOBOCAN 2012 Cancer
Incidence and Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11 Lyon.
France. International Agency for Research on Cancer. 2014.
3. Rubin SC, Suton GP. Ovarian Cancer. 2nd Edition. Lippincott William
and Wilkins Publisher. Baltimore 2004;234-36
4. Hoskins WJ et all. Principles and Practice of Gynecologic. Forth Edition.
Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. 2005;35-8
5. Gerhenson DM, McGuire WP, Gore M, Quuin MA, Thomas G.
Gynecologic Cancer Controversies in Management. Elsevier. Churchil
Livingstone. Toronto. 2004;67-9
6. Michael H, Roth LM. Pathological of ovarian germ cell tumors. In:

Rubin SC, Sutton GP. Ovarian cancer. 2nd edition. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins, 2001;31-82

7. Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks gynecology. 13rd


edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2001;1282-1307
8. Benedet JL, Bender H, Joner III H, Ngan HYS, Pecorelli S. Figo staging
classification clinical practice guidlines in the management of
gynecologic cancer. FIGO committee on gycologic oncology. UK:
Elsevier, 2000;73-9
9. Hoskins WJ et all. Principles and Practice of Gynecologic. Forth Edition.
Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. 2005;1366-78
10. Busmar, B. Kanker Ovarium. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Editor: M.F. Azis, Andrijono, dan A.B. Saifuddin. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006;468-257.

36
11. De Jong, W. Tumor Ovarium dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC. 2003:729-730.
12. Nuranna L. Kanker ovarium. Sub Bagian Onkologi Obstetri Ginekologi
FK UI. Jakarta,.2008

13. Disaia PJ, Creasman WT. Clinical gynecology oncology.3 rd edition. St.
Louis Washingtong DC: Mosby Company. 2010;417
14. Kumar V, Cotran RS, and Robbins SL. Robbins Basic Pathology 7th ed.
New York: W.B. Saunders Company. 2003; 265-89
15. Zanetta G, Rota S, Lissoni A, Meni A, Brencatelli G, Buda A.
Ultrasound, physical examination, and CA 125 measurment for detection
of recurrence after concervative surgery fo early borderline ovarian
tumors. Geynecol Oncol. 2001;81:61-66
16. Rubin SC, Suton GP. Ovarian Cancer. 2nd Edition. Lippincott William
and Wilkins Publisher. Baltimore. 2004;54-6
17. Berek JS. Epithelial Ovarian Cancer. In: Berek JS, Hacker NF, eds.
Practical gynecologic oncology. 2d ed. Baltimore: Williams & Wilkins,
June 2000;76-9
18. Havrilesky LJ, Whitehead CM, Rubatt JM. Evaluation of Biomarker
panels for early stage ovarian cancer detection and monitoring for
disease recurrance. Gynecologic Oncology. Elsevir, Vo1 10. No.3.
September 2008;756-89
19. FIGO. Ovarian cancer staging. WHO. 2014

37

Anda mungkin juga menyukai