PARTUS PREMATURUS
Oleh:
Pembimbing:
dr. Syahrial Syukur, SpOG
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Persalinan Preterm 2
2.1.1 Definisi 2
2.1.2 Epidemiologi 2
2.1.3 Klasifikasi 3
2.1.4 Etiologi dan patofisiologi 3
2.1.5 Diagnosis 6
2.1.6 Penatalaksanaan 8
2.1.7 Komplikasi 10
2.1.8 Pencegahan 12
BAB III LAPORAN KASUS 13
BAB IV PEMBAHASAN 22
DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Persalinan preterm juga dapat dibagi menurut usia kehamilan, sekitar 5%
persalinan preterm terjadi pada usia kurang dari 28 minggu (extreme prematurity),
sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar
20% pada usia 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia 34-36
minggu (near term)3
Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran di
seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%, di
Afrika terdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%), di Eropa
sebesar 466 per 1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelahiran atau
9,1%, dan di Asia Tenggara 6.097 per 1000 kelahiran(11,1%) 4. Angka kejadian
persalinan prematur di Indonesia pada taun 1983 adalah 18,5% dan pada tahun
1995 menurun menjadi 14,2%. Menurut data terakhir pada tahun 2005 jumlah
persalinan prematur di Indonesia adalah 10%2.
2
Prematuritas dewasa ini menjadi merupakan faktor tersering terkait
morbiditas dan mortalitas bayi. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi –
bayi prematur, gangguan respirasi menyebabkan kematian sebesar 44% pada
bayi usia kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram maka
angka kematian naik menjadi 74%. Karena lunaknya tulang tengkorak serta
immaturitas, bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala. Perdarahan
intrakranial lebih sering terjadi pada bayi prematur dibandikan dengan bayi
aterm2. Setiap tahun sekitar 4 juta bayi meninggal dalam 4 minggu pertama
kehidupan (periode neonatal). Secara global diperkirakan penyebab langsung
kematian neonatal adalah prematuritas (28%), infeksi berat 26%, dan asfiksia
28%.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan menjadi
beberapa, yaitu:
a. Usia kehamilan 32 – 36 minggu disebut persalinan prematur (preterm)
b. Usia kehamilan 28 – 32 minggu disebut persalinan sangat prematur (very
preterm)
c. Usia kehamilan 20 – 27 minggu disebut persalinan ekstrim prematur
(extremely preterm)
3
adalah usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, tubuh pendek, kesenjangan ras dan
etnik, hiperaktivitas selama kehamilan, faktor genetik, penyakit periodontal,
cacat lahir, interval antara kehamilan sebelumnya dan saat ini, serta riwayat
persalinan preterm pada kehamilan sebelumnya6.
4
Gambar 2.1. Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin
5
capnocitophaga, ditemukan di dalam uterus yang berhubungan dengan
persalinan prematur dan korioamnionitis7.
Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi
atau mungkin dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan
bakteria yang ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan
prematur berasal dari vagina. Bakteri dari vagina menyebar secara ascendens
pertama kali ke dalam ruang koriodesidua. Pada beberapa wanita, organisme ini
melewati membran korioamniotik yang intak ke dalam cairan amnion, dan
beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi. Bukti infeksi melalui rute ini
berasal dari penelitian 609 wanita yang fetusnya dilahirkan dengan seksio sesar
sebelum pecah ketuban. Setengah dari 121 wanita dengan kultur membran
positif juga memiliki organisme dalam cairan amnion. Sebagian kecil fetus
memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang positif saat persalinan.
Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon peradangan yang aktif,
ditandai dengan ditemukannya leukosit histologis pada membran dan adanya
konsentrasi interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion.
Tabel 2.2. Etiologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum3
2.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko ini penting dan
dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm. Berikut adalah beberapa
faktor resiko terjadinya persalinan preterm3:
6
1. Faktor resiko mayor :
a. Kehamilan multipel
b. Polihidramniom
c. Anomali uterus
d. Dilatasi serviks > 2cm pada usia kehamilan 32 minggu
e. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester II
f. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
g. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop
electrosurgical excision procedure)
h. Penggunaan cocain dan amphetamine
i. Operasi besar pada abdomen.
2. Faktor resiko minor
a. Perdarahan pervaginam setelah 12 minggu
b. Riwayat pyelonefritis
c. Merokok
d. Riwayat abortus
Pasien tergolong resiko tinggi apabila ditemukan lebih dari satu faktor resiko
mayor atau dua atau lebih fator resiko minor, atau keduanya. Disamping faktor resiko
di atas faktor resiko lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat sosiobiologi (usia ibu,
jumlah anak, obesitas, status sosioekonomi yang rendah, ras, stress lingkungan) dan
komplikasi kehamilan lainnya (infeksi maternal, preeklampsia-eklampsia, plasenta
previa, kehamilan yang diperoleh melalui bantuan medikasi, terlambat atau ridak
melakukan asuhan antenatal3.
2. Gejala Klinis
Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai ancaman persalinan preterm :
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.
b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali dalam 10
menit.
7
c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back pain).
d. Mengeluarkan lendir bercampu darah pervaginam.
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi
pembukaan sedikitnya 2 cm.
f. Selaput amnion sering kali telah pecah.
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika6.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American College of Obstreticians and Gynecologists, adalah sebagai berikut :
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan
perubahan progresif pada serviks.
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
2.1.6 Penatalaksanaan
Manajemen persalinan perterm meliputi7:
1. Tirah baring (bedrest)
2. Hidrasi dan sedasi
3. Pemberian tokolitik
4. Pemberian steroid
5. Pemberian antibiotik
6. Emergency Cerclage
7. Perencanaan persalinan
8
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan
kontraksi premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat
morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi7.
3. Pemberian tokolitik
Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda
persalinan. Berikut adalah alasan pemberian tokolitik pada persalinan
preterm5 :
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru
janin.
c. Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada afsilitas yang lebih lengkap.
d. Optimalisasi personel.
4. Pemberian Steroid
Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian
neonatal dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 — 34
minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.Kontra indikasi :
infeksi sistemik yang berat, (tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason
merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12
mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari
pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabilatidak terdapat
betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2 x 5 mg
intramuskuler per hari selama 2 hari7.
5. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan
karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian
9
klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg
sehari selama 7 hari). atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan
bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu7.
6. Emergency cerclage
Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil
dengan pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara
teknik hal ini sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadi pecah ketuban7.
7. Perencanaan Persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan
mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu
sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive
care unit (NICU).. Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko
obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak
dianjurkan forsep atau episiotomi elektif7.
2.1.7 Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu :
Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyenbuhan luka
episiotomi3.
b. Komplikasi pada bayi :
Tabel 3.3. Komplikasi persalinan preterm pada bayi
Masalah – masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi
sangat rendah
10
Paru – paru Sindroma distress pernafasan, Displasia bronkopulmunore,
kebocoran udara, displasia penyakit jalan nafas reaktif,
bronkopulmuner, asma.
pneumoprematuritas.
11
rendah sementara, defisiensi peningkatan resistensi insulin
kortisol
2.1.8 Pencegahan
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang beruhungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Pencegahan primer
Ditujukan kepada semua wanita, sebelum dan selama kehamilan untuk
mencegah dan mengurangi resiko.
a. Pencegahan primer sebelum pembuahan dan selama kehamilan
- Memberikan pendidikan : kepada semua wanita usia reproduksi diberikan
pendidikan mengenai faktor – faktor resiko persalinan preterm.
- Mengkonsumsi suplemen nutrisi
- Menghentikan konsumsi rokok
- Melakukan asuhna prenatal.
- Melakukan perawatan periodontal3.
b. Pencegahan sekunder
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada wanita
yang diketahui memiliki faktor resiko mengalami persalinan preterm. Bentuk
pencegahan sekunder antara lain, :
- Modifikasi aktivitas ibu (tirah baring, pembatasan aktifitas kerja, tidak
berhubungan seksual selama kehamilan).
- Pemberian sumplemen nutrisi
- Peningkatan perawatanbagi wanita yang beresiko
- Pemberian progesteron3.
BAB III
12
LAPORAN KASUS
Anamnesis:
Seorang pasien wanita usia 35 tahun masuk IGD RSUD Padang Panjang pada tanggal
12 Januari 2021 pukul 05.00 WIB dengan keluhan utama nyeri pinggang menjalar ke
ari-ari sejak 7 jam yang lalu disertai keluar lender bercamour darah sejak 3 jam yang
lalu.
13
HPHT: 25-05-2020 TP: sulit ditentukan
Gerak anak tidak dirasakan sejak awal kehamilan
Riwayat Hamil Muda: Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
ANC: kontrol ke bidan setiap bulann, kontrol ke Sp.OG bulan ke-3 dan ke-6
Riwayat Hamil Tua: Mual (-),muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat Menstruasi: Menarche umur 12 th, siklus haid tidak teratur, lamanya
3-4 hari, banyaknya 3-4x ganti duk/hari, nyeri haid (-)
14
Riwayat Imunisasi : (-)
Riwayat Pendidikan : Tamat SMA
Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)
Pemeriksaan Fisik :
KU : Sedang
Kesadaran : Komposmentis, kooperatif
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65 kg
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 ⁰C
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Leher : Inspeksi: JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorak :
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS ICS V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
15
Auskultasi : bunyi jantung murni reguler, murmur (-)
- Pulmo
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, kiri=kanan
Palpasi : vokal fremitus simetris kiri=kanan
Perkusi : sonor, kiri=kanan
Auskultasi : vesikuler, kiri=kanan, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : lihat status obstetrikus
Genitalia : lihat status obstetrikus
Ekstremitas : Gerakan dalam batas normal, edema -/-, Refleks Fisiologis +/+,
Refleks Patologis -/-
Status Obstetrikus :
Abdomen :
I Tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm, striae gravidarum
(-), linea mediana hiperpigmentasi (+), sikatrik (+) bekas SC tahun
2008
Pa Fundus uteri teraba 2 jari di atas pusat, ballotement (+)
TFU : 17 cm TBA : 620 gram His : (+) 3-4x/45”/kuat
Au DJJ : 180-200x/menit
Genitalia
Inspeksi V/U tenang, PPV (-)
VT Pembukaan 5 cm
Selaput ketuban (-)
Penipisan 100%
USG
Janin hidup tunggal intrauterin, presentasi kepala
Gerak aktifitas janin baik
BPD: 26 minggu
16
AC: 25 minggu
FL: 25 minggu
Diagnosa :
G4P3A0H3 Parturien Preterm 25-26 minggu kala 1 fase aktif + bekas SC 1x
Janin Hidup Tunggal Intra Uterine Presentasi Kepala
Sikap :
- Kontrol KU, VS, His, DJJ
- Pandu persalinan
17
FOLLOW UP
O/ KU Kes TD N R T
Sdg CMC 120/70 mmHg 80 x/m 20 x/m 36,7ºC
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Abdomen : His 3-4x/45’’/kuat, DJJ 180-200x/menit
Genitalia : V/U tenang, PPV (-), VT: pembukaan 4-5 cm, portio medial,
penipisan 80%, selaput ketuban (-) sisa jernih, UUK kanan depan HII-III
A/
– G4P3A0H3 parturien preterm 25-26minggu kala I fase aktif + bekas sc 1x
– Janin Tunggal Hidup Intra Uterine presentasi kepala
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV, his, DJJ
Informed consent
Konsul perinatologi
18
DJJ 80-90x/menit
Gen : I: v/u tenang, PPV (-)
VT: pembukaan 7cm
Selaput ketuban (-), sisa jernih
UUK kanan depan HII-III
A/:
– G4P3A0H3 parturien preterm 25-26minggu kala I fase aktif + bekas
SC 1x
– Janin hidup tunggal intra uterine presentasi kepala
P/:
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV, his, DJJ
Informed consent
19
Sdg CMC 120/70 mmHg 80 x/m 20 x/m 36,7ºC
Mata : CA (-/-) SI (-/-)
Abd : FUT 2 jari dibawah pusat, Kontraksi baik
Gen : I: V/U tenang, PPV (-)
A/: P4A0H3 post partus prematurus spontan
P/: - Perawatan post partum
- Diatab 2x1
- Parasetamol 3x 500mg
- Amoksisilin 3x500mg
- Vit C 3x50mg
- Rencana pulang hari ini
- Edukasi diet TP
- Kontrol puskesmas 1 minggu setelah melahirkan
20
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
kontrol kehamilan usia 3 bulan dan 6 bulan. Pada pasien ini diperkirakan
polihidramnion merupakan faktor resiko terjadinya partus prematurus.
Polihidramnion merupakan keadaan berlebihnya volume cairan amnion pada
massa kehamilan. Sebagian besar penyebab kasus polihidramnion adalah
idiopatik, setelah penyebab lainnya disingkirkan. Defek menelan pada janin
menjadi penyebab utama terjadinya polihidramnion akibat ketidakmampuan
absorbsi cairan amnion.Pada keadaan normal, terdapat keseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan amnion. Penyebab lain keadaan ini pada janin
yaitu infeksi (TORCH), kelainan kromosom, kelainan urogenital dan
neuromuskular.
Prevalensi yang dilaporkan dari kelahiran prematur pada pasien dengan
polihidramnion adalah 11,1-29,4%. Distensi uterus yang berlebihan memainkan
peranan kunci dalam memulai persalinan prematur yang berhubungan dngan
kehamilan multiple, polihidramnion, dan makrosomia. Mekanisme dari distensi
uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan prematur masih belum
jelas. Namun diketahui, peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein
gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi
protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin.
Pada penelitian in vitro, regangan miometrium juga meningkatkan
prostaglandin H synthase 2 (PGHS-2) dan prostaglandin E (PGE). Regangan
otot pada segmen menunjukkan peningkatan produksi IL-8 dan kolagen, yang
pada gilirannya akan memfasilitasi pematangan serviks
23
DAFTAR PUSTAKA
24