Anda di halaman 1dari 18

HIPERTENSI PRIMER (ESENSIAL)

Hipertensi
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
Hipertensi Esensial
• Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi
tanpa kelainan dasar patologis yang jelas.
• Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial
Epidemiologi
Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi
penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%)
dibandingkan laki-laki (5,8%).
Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita
hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 sampai 74 tahun,
sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita
hipertensi (Depkes, 2008)
Etiologi
Faktor genetik mempengaruhi:
• kepekaan terhadap natrium,
• kepekaan terhadap stress,
• reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara
lain:
• diet,
• kebiasaan merokok,
• stress emosi,
• obesitas dan lain-lain
Faktor Resiko (Non Modifiable)
• Usia
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian
sekitar di atas usia 65 tahun (Depkes, 2006)
• Gender
pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan
rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
disbanding wanita
tapi setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi pada wanita
meningkat
Faktor Resiko (Modifiable)
• Obesitas
pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan
lebih (overweight) (Depkes, 2006)
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya
normal.
Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan
oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006).
Aktivitas dari saraf simpatis  meningkatkan denyut jantung, menyempitkan
pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
• sakit kepala bagian belakang,
• kaku kuduk,
• sulit tidur,
• gelisah,
• kepala pusing,
• dada berdebar-debar,
• lemas,
• sesak nafas,
• berkeringat dan pusing
Manifestasi Klinis
Akibat komplikasi:
• gangguan penglihatan,
• gangguan kardiovaskular
• kejang
• kelumpuhan dan
• gangguan kesadaran hingga koma
• mual muntah (akibat peningkatan tek. Intrakranial)
Diagnosis
• paling akurat menggunakan sphygmomanometer air raksa.
• dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam posisi duduk dengan
siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung.
• dalam keadaan tenang
• tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat
mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi
kolesterol, alkohol dan sebagainya
Diagnosis
1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita
Derajat hipertensi dan apakah arteri dan organ-organ internal terpengaruh
2) Mengisolasi penyebab spesifiknya
3) Pencarian faktor risiko tambahan
4) Pemeriksaan dasar
kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (electrocardiography) dan rontgen.
5) Tes khusus
a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang
digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat electroencefalografi (EEG),
alat ini menyerupai electrocardiography (ECG atau EKG)
Tatalaksana
1. Pengendalian factor resiko
a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks (hindari stress)
d. Olahraga teratur
e. Berhenti merokok
Tatalaksana
Farmakologis
a. Diuretik
meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida  menurunkan volume
darah dan cairan ekstraseluler  penurunan curah jantung dan tekanan
darah.
Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya
- Thiazide
- Loop Diuretics, Ceiling Diuretics
- Diuretik Hemat Kalium (Amilorid, Triamteren dan Spironolakton)
Tatalaksana
Farmakologis
b. Adrenergik inhibitor
β-Bloker: peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan sodium yang diperantai aldosteron dan retensi air
α-Bloxker (hanya alfa-bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1):
vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi
perifer
Tatalaksana
Farmakologis
c. Vasodilator
bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi
tekanan darah
d. ACE-Inhibitor
menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekusor
angitensin I yang inaktif, yang terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung,
kelenjar adrenal dan otak.
Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam
darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor.
Komplikasi
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati

Anda mungkin juga menyukai