Anda di halaman 1dari 6

BEDAH MINIMAL INVASIF KIAN

BERKEMBANG

Penggunaan bedah minimal invasive mulai menggeser bedah konvesional karena memiiliki banyak
keuntungan.
Teknik bedah minimal invasif di Indonesia berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan
majunya teknologi di bidang kedokteran. Sayang, teknik bedah ini belum banyak dimanfaatkan pasien di Tanah
Air.
Wakil Ketua Perhimpunan Bedah Endo-Laparoskopik Indonesia (PBEI) Barlian Sutedja, Sabtu (31/8) di Jakarta,
mengatakan, ilmu dan pemanfaatan bedah minimal invasive telah berkembang secara revolusioner dan
menyentuh berbagai disiplin ilmu kedokteran, mulai dari bidang urologi, digestif, tulang, obstetri dan
ginekologi, jantung, hingga bedah saraf dan otak.
Penggunaan endo-laparoskopik alias bedah minimal invasive mulai menggeser bedah konvesional karena
memiliki banyak keuntungan. Di luar negeri, hampir seluruh kasus pembedahan di rongga perut telah
menggunakan teknik minimal invasif. Namun, di Indonesia pemanfaatannya masih kurang. ujar Barlian dalam
Simposium
Perspektif
Multi
Disiplin
Bedah
Minimal
Invasif
di
Jakarta.
Simposium dan lokakarya yang telah diadakan kesembilan kali itu mengulas teknik dan perkembangan terbaru
di bidang bedah minimal invasif. Dewasa ini, teknik bedah minimal invasive yang memiliki karakteristik
meminimalkan sayatan dan mengoptimalkan alat endoskopi mulai dimanfaatkan luas untuk melakukan operasi
pengangkatan tumor otak, hydrocephalus (adanya cairan otak berlebih dalam otak), hingga mengatasi sumbatan
hidung.
Menurut Barlian, hampir seluruh ragam operasi bedah minimal invasif saat ini bisa dilakukan di sejumlah rumah
sakit di Indonesia. Namun, belum banyak masyarakat mengetahui sehingga sebagian pasien berobat ke luar
negeri.
Sejumlah rumah sakit sudah bisa melakukan operasi endo-laparoskopik secara multidisiplin dengan alat-alat

cukup lengkap dan sumber daya memadai. Pasien tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri, ujar Ketua Ikatan
Dokter Indonesia Wilayah DKI Jakarta, Tony S. Natakarman.
Barlian mengatakan, ada 1.010 dokter bedah di seluruh Indonesia yang telah mengikuti pelatihan bedah endolaparoskopik. Namun, kurang dari 100 dokter yang rutin mempraktikkan teknik bedah yang memilik
keunggulan cepatnya waktu pemulihan serta berkurangnya nyeri, infeksi, dan risiko komplikasi itu. Permintaan
operasi bedah minimal invasive masih kurang. Apalagi di daerah. Rumah Sakit dan dokter yang bisa melakukan
bedah ini masih terpusat di kota-kota besar. Padahal, alatnya tidak terlalu mahal, terutama jika digunakan
banyak pasien, ujar Barlian yang juga Direktur Rumah Sakit Gading Pluit.
Banyak keuntungan
Menurut Handrianto, ahli bedah syaraf, penggunaan teknik minimal invasif dalam bedah saraf dan otak
memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan yang konvesional. Dengan metode endo-laparoskopik,
bagian dalam otak jadi lebih terlindungi. Eksplorasi ke bagian internal kian mudah. Sebagai contoh, operasi
tumor bisa dilakukan melalui lubang hidung dan mengurang risiko perdarahan, ujarnya.
Menurut Ricky Yue, dokter spesialis teling, hidung, dan tenggorokan (THT), bedah minimal invasif menjadi
pilihan mengatasi keluhan mendengkur apabila gangguan pernapasan itu tidak bisa diatasi dengan obat-obatan.
Teknik ini memiliki presisi sangat tinggi. Keuntungan lain, pasien tidak perlu dibius. Operasi gangguan
pernapasan
dan
mendengkur
meningkatkan
kualitas
hidup
pasien,
tuturnya.

*****
Sebagai dimuat di KOMPAS, 2 SEPTEMBER 2013

caridokter

Cari Berdasarkan Nama


Metrotvnews.com, Nusa Dua: Sekitar 80 persen proses pembedahan
menggunakan teknik bedah klasik kini mulai digantikan oleh teknik bedah
invasif minimal. Sayangnya, akses masyarakat untuk menjangkau fasilitas
ini masih terbatas.
Ketua Perhimpunan Bedah Endo-Laparoskopi Indonesia (PBEI) Errawan
Wiradisuria menjelaskan bahwa teknik bedah yang juga dikenal dengan
laparoskopi ini diminati pasien karena dinilai lebih aman dan
meminimalkan rasa sakit. Pasalnya, pembedahan dilakukan dengan hanya
menyayat sedikit permukaan tubuh untuk menjangkau organ tubuh yang
bermasalah. Dengan begitu, proses pemulihan bisa terjadi lebih cepat.

"Masyarakat sudah banyak yang tahu dengan pembedahan invasif


minimal ini. Bagi orang yang bekerja pada perusahaan, mereka bisa bolos
lebih sedikit," ujar Errawan di sela-sela pembukaan International Congress
of Endoscopic and Laparoscopic Surgeons of Asia (ELSA) 2014 di Nusa
Dua, Bali.
Bedah laparoskopi mulai digunakan di Indonesia sejak 1989. Meski
perkembangannya agak tersendat di awal, ia menyatakan bahwa
penerapan laparoskopi hanya tertinggal 2 sampai 4 tahun dibandingkan
negara-negara lain di Asia. Ketertinggalan itu disebabkan ketergantungan
terhadap penerapan alat-alat berteknologi canggih dalam proses
pembedahan. Indonesia masih harus mengimpor peralatan tersebut
dengan harga mahal. Berdasarkan kondisi tersebut, tidak mengherankan
jika fasilitas tersebut masih terpusat di kota-kota besar di Indonesia.
"Peralatan ini relatif masih mahal. Kita perlu bantuan dari pemerintah
yang belum begitu nyata. Ini penting karena yang kita lakukan sebenarnya
untuk mendukung pasien agar mendapat pelayanan bermutu," terangnya.
Permasalahan lain yang mendasar adalah ketersediaan sumber daya
manusia. Menurut Errawan, terdapat 1.600 dokter bedah endo-laparoskopi
yang tergabung dalam PBEI dan tersebar di seluruh Indonesia, tapi
kemampuan para anggota belum merata. Maka itu, pengurus PBEI
mengintensifkan pelatihan dari Aceh hingga Papua agar kemampuan para
dokter bedah bisa meningkat.
"Kami sering keliling untuk memberi supervisi bagi dokter-dokter bedah di
Indonesia karena tujuan PBEI adalah ingin memajukan dan
mengembangkan kemampuan para dokter supaya dokter bedah Indonesia
setara dan sejajar," cetusnya. (Dinny Mutiah)

Cari Berdasarkan Spesialis


Bedah Minimal Invasif : Operasi Nyaman Tanpa Sayatan Besar
>> Sabtu, Oktober 18, 2014
Pernahkah Anda membayangkan luka operasi perut yang sebelumnya
meninggalkan sayatan panjang sekitar 5-30 cm? Saat ini, luka operasi bisa

dikondisikan menjadi sangat kecil. Teknik ini dikenal sebagai bedah minimal
invasif.

Pernahkah Anda mengalami keluhan nyeri di daerah ulu hati dan sekitar pusar?
Apakah nyeri tersebut makin lama makin terasa hebat dan pindah ke sisi kanan
bawah perut? Hati-hati, gejala tersebut mungkin saja menandakan Anda
terkena radang usus buntu, yang dapat berakibat fatal jika tidak segera
ditangani. Dulu, ketika ada kelainan di rongga perut, maka untuk melihat
kelainan itu harus dilakukan operasi. Istilah medisnya laparotomi. Artinya, untuk
melakukan tindakan operasi, dokter bedah harus membuat luka sayatan di
dinding perut. Lukanya besar, di sisi lain luka paskabedah tersebut
mengakibatkan nyeri berkepanjangan, sehingga pasien harus istirahat dalam
kurun waktu cukup lama.
Proses itu bisa mengakibatkan trauma pada pasien, kata dr. Ferdy Limengka
SpB dokter ahli bedah umum Rumah Sakit Mitra Keluarga (RSMK) Bekasi dan
Bekasi Timur. Lebih dari itu, produktifitas pasien terhambat, sementara luka
paskaoperasi meninggalkan bekas yang tidak bagus. Namun, kemudian
berkembang teknik yang disebut minimally invasive surgery(bedah minimal
invasif). Salah satunya, dikenal dengan laparoskopi, suatu teknik revolusioner
untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi di dalam rongga perut dan rongga
panggul. Dengan teknik ini, luka operasi yang sebelumnya mencapai panjang
30 cm bisa menjadi sangat kecil, cuma 0,5 mm 1 cm saja. Secara definisi,
laparoskopi adalah teknik bedah minimal invasif yang menggunakan gas untuk
insulfasi melalui peritoneumdan alat-alat lain serta insisi minimal dengan acuan
kamera video. Dalam praktiknya, ada tiga - empat perangkat utama yang
disebut trocar semacam pipa dengan klep untuk akses kamera dan alat-alat
lain-- untuk melakukan prosedur bedah laparoskopi. Melalui trocar inilah alatalat seperti kamera, lampu, pisau ultrasonik, gunting, penjepit dan sebagainya
dimasukkan dan digerak-gerakkan di dalam tubuh manusia. Untuk melakukan
prosedur bedah laparoskopi, trocar-trocar tersebut akan dipasang di atas perut.
Trocarpertama di pusar. Trocarkedua, dipasang kira-kira 2-4 cm dari tulang dada
(antara dada dan pusar) selebar 5-10 mm. Trocarketiga dipasang di pertengahan
trocar kedua agak ke sebelah kanan atau persis di bawah tulang iga selebar 2-3

mm hingga paling lebar 5 mm. Bilamana diperlukan, akan dipasang trocar


keempat di sebelah kanan bawah, selebar 5 mm. Trocar pertama merupakan
tempat dimasukkannya kamera yang berfungsi sebagai mata dokter untuk
melihat organ-organ di dalam tubuh melalui gambar yang disalurkan ke layar
monitor. Sedangkan trocar
lainnya merupakan trocar kerja untuk melakukan operasi.

Tak jauh berbeda dengan teknik operasi konvensional (bedah terbuka), pada
prosedur praoperasi laparoskopi pun pasien diharuskan puasa untuk persiapan
prosedur anastesi. Setelah pasien tertidur, langkah pertama ialah membuat
sayatan kecil di bawah lipatan pusar sepanjang 10 mm sebagai jalur bagi jarum
veres untuk memasukkan gas CO2. Suntikan gas CO2 ke dalam tubuh pasien
ditujukan agar perut pasien membesar (menggelembung) dan menciptakan
ruang yang lebih luas, sehingga dokter bisa lebih leluasa melakukan operasi di
dalam rongga perut, timpal dr. Benny Philippi, spesialis bedah digestif RSMK
Kelapa Gading.
Menurutnya, dengan teknik laparoskopi, sayatan dibuat seminimal mungkin,
sementara proses penyembuhan di dalam tubuh dilakukan dengan
menggunakan alat tertentu yang bisa dipantau secara langsung oleh kamera.
Dengan demikian, banyak keuntungan yang diperoleh pasien, antara lain
hospitalisasi yang singkat, nyeri minimal, dan biaya yang sebenarnya menjadi
lebih murah, terangnya.
Yang pasti, ada banyak sekali keuntungan dari teknik laparoskopi. Mulai dari
berkurangnya nyeri akibat luka paskaoperasi hingga sayatan sangat kecil yang
sangat menguntungkan dari sisi kosmetik. Begitu pula dalam meminimalisasi
pendarahan dan risiko infeksi hingga masa penyembuhan yang jauh lebih
singkat dibanding operasi bedah terbuka (konvensional). Memang, biaya yang
dibutuhkan untuk operasi dengan teknik laparoskopi ini memang terkesan lebih
mahal dibandingkan dengan teknik open surgery. Namun dengan
pertimbangan masa perawatan lebih singkat, artinya pasien tidak perlu
membayar biaya perawatan dan pengobatan yang lebih panjang. Bahkan, bisa
segera kembali produktif, ujar dr. Ferdy, seraya menambahkan, sayangnya,

tidak semua ahli bedah dapat menerapkan teknik laparoskopi kepada


pasiennya. Teknik ini, hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah yang sudah
memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan bedah laparoskopi.
Di samping itu, tentu saja teknik laparoskopi juga mempunyai kelemahan. Salah
satunya ialah, trocar yang terlalu halus. Ketika organ operasi sudah terlanjur
bengkak terkena infeksi hebat, atau ada perlengketan misalnya, maka prosedur
laparoskopi tidak bisa dilakukan. Artinya, harus dilakukan open surgery, demi
keselamatan pasien, jelasnya. Selain itu, lanjutnya, laparoskopi juga tidak
mugkin dilakukan terhadap pasien yang memiliki gangguan nafas, seperti asma
atau gangguan jantung. Pasalnya, ketika gas CO2 menyebar di ronga perut,
tekanan gas juga akan mendesak ke rongga paru-paru, sehingga dikhawatirkan
bakal mengganggu pernafasan. Untuk pasien seperti ini, anastesi pun tidak
akan menganjurkan.
Nah, smoga kedepan ada tehnologi kedokteran yang lebih canggih dari bedah
minimal invasif, biar tidak sakit sama sekali :)

Anda mungkin juga menyukai