Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Transisi Epidemiologi tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih yang mendalam kepada bapak Dosen karena atas
bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras kami telah berusaha untuk dapat
memberikan serta mencapai hasil yang semaksimal mungkin dan sesuai dengan
harapan, walaupun di dalam pembuatannya kami menyadari bahwa dalam pembuatan
penulisan ilmiah ini, masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran
kami butuhkan untuk dapat menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarkat pada umumnya dan
bagi kami.

Mataram, 25 September 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang.............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Pengertian Transisi Epedemiologi.....................................................................5
B. Pengertian Transisi Demografi Epidemiologi........................................................5
C. Faktor Penyebab Transisi Epidemiologi..............................................................6
D. Perubahan Penduduk Akibat Transisi Epidemiologi................................................9
E. Cara Pencegahan Terhadap Transisi Epidemiologi...............................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
A. Kesimpulan...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan kita sering mendengar kata Transisi Epidemiologi, atau beban
ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola
kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi
penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular)
justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi
dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.
Indonesia sebagai negara berkembang dekade saat ini dan kedepan diperkirakan akan
berada pada fase ketiga ini yaitu The age of triple health burden. Tiga beban ganda kesehatan.
Kita akan membahas beban ini satu-persatu.
Beban pertama yang dihadapi Indonesia adalah masih tingginya angka kesakitan penyakit
menular klasik. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua Negara
berkembang apalagi negara tersebut berada pada daerah tropis dan sub-tropis. Angka kesakitan
dan kematian relatif cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat menjadi masalahnya. Sebut saja
Tuberkulosis (TB), Kusta, Diare, DBD, Filarisisi, Malaria, Leptospirosis dan masih banyak lagi
teman-temannya. Seolah Indonesia sudah menjadi rumah yang nyaman buat mereka tinggal.
Sudah berpuluh-puluh tahun pemerintah kita mencoba membuat program memberantas bahkan
mengeliminasi penyakit ini namun penyakit ini belum juga bisa pergi dari Indonesia, Sudah
Trilyunan Rupiah dikeluarkan agar mereka mau meninggalkan Indonesia, Malah trend kasusnya
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penyakit menular ini merupakan hasil perpaduan
berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Secara garis besar, biasa kita sebut Segitiga
Epidemiologi (Epidemiological Triangle) yaitu lingkungan, Agent penyebab penyakit, dan
pejamu. Ketidakseimbangan ketiga faktor inilah yang bisa menimbulkan penyakit tersebut.
Beban Kedua yang dihadapi Indonesia adalah tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat Penyakit Tidak Menular (Non-Communicable Disease). Sebut saja Hipertensi, Diabetes
Mellitus, Penyakit Cardiovaskuler (CVD), Ischemic Heart Disese, PPOK, Kanker dan temantemannya. Masalah utamanya adalah angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di
Indonesia sudah lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit menular. pada tahun 1995
kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 41,7 persen dan tahun 2007 meningkat menjadi
59,5 persen, ini yang tercatat di pelayanan kesehatan bagaimana dengan yang tidak tercatat ? Ini
juga menjadi salah satu masalah PTM sekarang ini, pencatatan yang hampir tidak ada sama sekali
di pelayanan kesehatan, sehingga sulit menentukan besaran masalahnya dan menentukan
kebijakan di daerah maupun pusat.
Beban ketiga yang dihadapi Indonesia adalah munculnya penyakit baru (new emerging
Infectious Disease). Sebut saja HIV (1983), SARS (2003), Avian Influenza (2004), H1N1 (2009).
Penyakit ini rata-rata disebabkan oleh virus lama yang berganti baju (baca:bermutasi) itulah yang
menyebabkan tubuh manusia sering tidak mengenalnya dengan cepat. Akibatnya angka kesakitan
dan kematian pada penyakit ini sangat tinggi dan berlangsung sangat cepat.
3

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa itu transisi epidemiologi?


Apa itu transisi demografi epidemiologi?
Apa faktor penyebab transisi epidemiologi?
Bagaimana perubahan yang terjadi pada transisi epidemiologi?
Bagaiman perubahan penduduk akibat transisi epidemiologi?
Bagaimana cara pencegahan terhadap transisi epidemiologi?

C. Tujuan
1.
2.
3.
4.

Agar mahasiswa mengetahui apa itu transisi epidemiologi.


Agar mahasiswa memahami apa itu transisi demografi epidemiolog.
Agar mahasiswa mengetahui apa faktor penyebab transisi epidemiologi.
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi pada transisi
epidemiologi.
5. Agar mahasiswa mengetahui bagaiman perubahan penduduk akibat transisi
epidemiologi.
6. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan terhadap transisi epidemiologi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transisi Epidemiologi.
Transisi Epidemiologi memiliki dua pengertian, menurut Omran (1971):
Statis : Interval waktu yang dimulai dari dominasi penyakit menular dan diakhiri dengan
dominasi penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian.
Dinamis : Proses dinamis pola sehat sakit dari suatu masyarakat berubah sebagai akibat
dari perubahan demografi, sosial ekonomi, teknologi dan politis.
Mekanisme Terjadinya Transisi Epidemiologi :
1. Penurunan fertilitas yang akan mempengaruhi struktur umur.
2. Perubahan faktor risiko yang akan mempengaruhi insiden penyakit.
Berpengaruh pada probabilitas menjadi sakit karena perubahan ini berpengaruh
pada macam-macam tipe risiko biologis, lingkungan, pekerjaan, sosial dan perilaku
yang dikembangkan dengan proses modernisasi.
Hubungan modernisasi dengan risiko kesehatan yaitu terjadi pergeseran dari
dominasi produksi pertanian ke produksi industri yang menyebabkan pergeseran
tempat tinggal dari desa ke kota.
Secara kultural terjadi 2 tranformasi, yaitu perluasan pendidikan dan peningkatan
peran wanita dalam pekerjaan yang dihubungkan dengan modifikasi dinamika keluarga
dan masyarakat. Secara epidemiologi, perubahan ekonomi, sosial, dan kultur yang
dihubungkan dengan modrenisasi mempunyai 2 akibat yang berlawanan, yaitu
sebagian membantu menurunkan insiden penyakit menular dan reproduksi, serta
sebagian lagi menimbulkan peningkatan penyakit tidak menular dan kecelakaan.
3. Perbaikan organisasi dan teknologi pelayanan kesehatan yang berpengaruh pada Crude
Fatality Rate (CFR).
Terjadi perubahan dalam jumlah, distribusi, organisasi dan kualitas pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi transisi epidemiologi dengan tehnik diagnosis dan
terapi yang baik maka CFR dapat diturunkan.
4. Intervensi Pengobatan
Terutama pengaruhnya adalah mengurangi kemungkinan matinya penderita dan
pada penderita penyakit kronis hal ini mutlak meningkatkan angka kesakitan karena
memperpanjang rata-rata lama sakit.
B. Pengertian Transisi Demografi Epidemiologi
Transisi demografi merupakan akibat adanya urbanisasi, industrialisasi,
meningkatnya pendapatan, tingkat pendidikan, teknologi kesehatan dan kedokteran di
masyarakat. Hal ini akan berdampak pada terjadinya transisi epidemiologi yaitu
perubahan pola kematian yaitu akibat infeksi, angka fertilitas total, umur harapan hidup
penduduk dan meningkatnya penyakit tidak menular atau penyakit kronis.
Demografi merupakan istilah yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos yang
berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar atau menulis. Oleh
karena itu, demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk ,
5

terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi. Demografi meliputi studi
ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk, serta bagaimana faktor
faktor ini berubah dari waktu kewaktu. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Archille
Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya yang berjudul elements de statistique
humaine, ou demographie comparree atau elements of human statistics or comparative
demography (dalam Iskandar,1994).
Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan
penduduk :
1. Struktur umur
2. Struktur perkawinan
3. Umur kawin pertama
4. Paritas
5. Disrupsi perkawinan
6. Proporsi yang kawin
C. Faktor Penyebab Transisi Epidemiologi.
Transisi epidemiologi ini disebabkan karena terjadinya perubahan sosial ekonomi,
lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya
hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan
kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM.
Transisi kesehatan terjadi karena adanya transisi demografi dan transisi
epidemiologi (henry,1993). Transisi demografi merupakan akibat adanya urbanisasi,
industrialisasi, meningkatnya pendapatan, tingkat pendidikan, teknologi kesehatan dan
kedokteran di masyarakat. Hal ini akan berdampak pada terjadinya transisi epidemiologi
yaitu perubahan pola kematian yaitu akibat infeksi, angka fertilitas total, umur harapan
hidup penduduk dan meningkatnya penyakit tidak menular atau penyakit kronis.
Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola
kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan
prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit
tidak menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya
hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya
pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.
Transisi epidemiologi dan demografi, juga perkembangan ekonomi
mengakibatkan negara-negara menghadapi peningkatan beban akibat Penyakit Tidak
Menular (PTM). Pada 1999, PTM diperkirakan bertanggung jawab terhadap hampir 60%
kematian di dunia dan 43% dari beban penyakit dunia (WHO, 2000). Diprediksikan pada
tahun 2020 penyakit ini akan mencapai 73% kematian di dunia dan 60 % dari beban
penyakit dunia (WHO, 2002).
Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah
dianggap sebagai penyakit pembunuh nomor satu di Indonesia.
Gangguan jantung dan pembuluh darah seringkali bermula dari hipertensi, atau
tekanan darah tinggi. Selain itu, hipertensi yang merupakan suatu kelainan vaskuler awal,
6

dapat menyebabkan gangguan ginjal, merusak kerja mata, dan menimbulkan kelainan
atau gangguan kerja otak sehingga dapat menghambat pemanfaatan kemampuan
intelegensia secara maksimal.
Hipertensi atau yang disebut the silent killer merupakan salah satu faktor risiko
paling berpengaruh sebagai penyebab penyakit jantung (kardiovaskular). Penderita
penyakit jantung kini mencapai lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Kurang lebih
10-30% penduduk dewasa di hampir semua negara mengalami penyakit hipertensi, dan
sekitar 50-60% penduduk dewasa adalah mayoritas utama yang status kesehatannya akan
menjadi lebih baik bila tekanan darahnya dapat dikontrol.
Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti
dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini meperlihatkan dampak dari ekspansi
penyediaan fasilitas kesehatan publik di tahun 1970 dan 1980, serta dampak dari program
keluarga berencana. Meski demikian masih terdapat tantangan baru sebagai akibat
perubahan sosial dan ekonomi:
1. Pola penyakit yang semakin kompleks, Indonesia saat ini berada pada pertengahan
transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara
penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Kemudian saat ini
penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa
dan Bali. Indonesia juga berada diantara sepuluh negara di dunia dengan penderita
diabetes terbesar. Di saat bersamaan penyakit menular dan bersifat parasit menjadi
penyebab dari sekitar 22 persen kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua
puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal
akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Perubahan yang diiringi
semakin kompleksnya pola penyakit merupakan tantangan terbesar bagi sistem
kesehatan di Indonesia.
2. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan.
Dibanyak propinsi, angka kematian bayi dan anak terlihat lebih buruk dibandingkan
dengan situasi di beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan
akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan
imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam
prosesmelahirkan.
Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun dari keluarga termiskin
mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga terkaya.
Tingginya tingkat terkena penyakit, baik yang disebabkan dari penyakit menular
maupun penyakit tidak menular, telah mengurangi kemampuan orang miskin untuk
menghasilkan pendapatan, dan hal ini berdampak pada lingkaran setan kemiskinan.
3. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasiitas kesehatan publik serta kecenderungan
penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta. Angka penduduk yang
diimunisasi mengalami penurunan semenjak pertengahan 1990, dimana hanya
setengah dari anak-anak di Indonesia yang diimunisasi. Indonesia bahkan telah
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Filiphina dan Bangladesh.
Program kontrol penyakit tuberkulosis (TB) diindikasikan hanya mengurangi kurang
7

dari sepertiga penduduk yang diperkirakan merupakan penderita baru tuberkulosis.


Secara keseluruhan, pengunaan fasiitas kesehatan umum terus menurun dan
semakinbanyak orang Indonesia memiih fasiitas kesehatan yang disediakan oleh pihak
swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta
mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari dua
pertiga fasiitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari
setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50
persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade
yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan kaum miskin cenderung
lebih banyak menggunakan staf kesehatan non-medis, sehingga angka pemanfaatan
rumah sakit oleh kaum miskin masih amat rendah.
4. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang. Pembiayaan kesehatan saat ini lebih
banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang harus
dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80 persen dari total biaya kesehatan
dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi yang dikeluarkan
ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara keseluruhan, total
pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah
negara tetangga (US $ 16 per orang per tahun pada 2001). Hal ini disebabkan oleh
rendahnya pengeluaran pemerintah maupun pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut,
cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan
keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi
kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus
mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar
pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih kurang memanfaatkan
pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Dampaknya, mereka menerima
lebih sedikit subsidi dana pemerintah untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk
yang kaya. Sebanyak 20 persen penduduk termiskin dari total penduduk menerima
kurang dari 10 persen total subsidi kesehatan pemerintah sementara seperlima
penduduk terkaya menikmati lebih dari 40 persen.
5. Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru. Saat ini,
pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasiitas kesehatan.
Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan
meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun 2001.
Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap
kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini akan berdampak juga
pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan
secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang penting.
6. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih
terlokalisir. Diperkirakan sekitar 120. 000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh
HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang
sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas
industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut menyebar lebih
lambat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi penularan
8

virus tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu penduduk yang
tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan
kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih
dalam kasus pecandu obat-obatan.

D. Perubahan Penduduk Akibat Transisi Epidemiologi.


Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan
transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan
man made diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.
WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60%
seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya
adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2006 dalam Rahajeng E &
Tuminah, S., 2009).
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini adalah
hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Dari beberapa penelitian dilaporkan
bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih
besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih
besar terkena serangan jantung (WHO, 2005 & JNC-7, 2003 dalam Rahajeng E &
Tuminah, S., 2009).
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih
berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi),
penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta
penyempitan ventrikel kiri/ bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit
tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain,
diabetes mellitus dan lain-lain (Kearney, et. al, 2002 dalam Sugiharto, A., 2007). Menurut
WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta
penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya.
Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat
(WHO, 2005 dalam Rahajeng E & Tuminah, S., 2009).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 menunjukkan
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 32,2%, sedangkan prevalensi hipertensi
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan riwayat minum obat hanya 7,8% atau
hanya 24,2% dari kasus hipertensi di masyarakat. Berarti 75,8% kasus hipertensi di
Indonesia belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan.
Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan
dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi
seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan
makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola
makan menjurus kesajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan
9

garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor
berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Sugiharto, A., 2007).
Dalam menurunkan dan mengontrol tekanan darah, pendekatan dietetic Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH) sangat direkomendasikan. Karena DASH lebih
menekankan pada diet buah dan sayur kaya serat serta rendah garam. Uji klinis di
Amerika Serikat dan Eropa Utara menunjukkan bahwa mengurangi natrium klorida dapat
menurunkan tekanan darah (Sacks FM, et al, 2001).

E. Cara Pencegahan Terhadap Transisi Epidemiologi


Strategi Pencegahan Penyakit Tidak Menular :
1. Pencegahan Primer (lebih utama dilakukan)
Bertujuan untuk membatasi kasus baru dengan:
a. Strategi populasi, yaitu pendekatan kesehatan masyarakat dengan target populasi
atau masyarakat.
b. Strategi kelompok risiko tinggi, yaitu manajemen klinis terhadap faktor risiko
berupa penyakit dengan pendekatan individual.
2. Pencegahan Sekunder
Bertujuan untuk menemukan kasus sedini mungkin dan memberikan terapi yang
tepat serta membatasi kecacatan. Upaya yang bisa dilakukan dengan melakukan
skrining, meningkatkan pelayanan kesehatan berupa ketersedaian teknologi diagnositik
dan terapi yang semakin canggih dan terjangkau, sehingga banyak kasus yang selamat
(survive) dan kualitas hidup survivor membaik.
3. Pencegahan Tersier
Bertujuan untuk membuat optimal survivor dengan sisa kemampuan yang ada
sehingga kualitas hidupnya menjadi baik melalui kegiatan rehabilitasi, dan dukungan
yang positif dari keluarga survivor.

10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transisi epidemiologi yang dimaksud adalah perubahan distribusi dan faktor-faktor
penyebab terkait yang melahirkan masalah epidemiologi yang baru. keadaan transisi
epidemiologi ini ditandai dengan perubahan pola frekuensi penyakit.
Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan kompleks dalam pola kesehatan
dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi
penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak
menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup,
sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola
risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus,
hipertensi dan lain-lain.
Transisi epidemiologi ini disebabkan karena terjadinya perubahan sosial ekonomi,
lingkungan dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya
hidup tidak sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan
kalori, serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM. WHO
memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60%
seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya
adalah negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2006 dalam Rahajeng E &
Tuminah, S., 2009).

11

DAFTAR PUSTAKA
http://akoepoenya94.blogspot.co.id/2014/06/makalah-transisi-epidemiologi.html
http://www.kompasiana.com/narestok/transisiepidemiologi_550dae2f813311502cb1e5dc
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23503/5/Chapter%20I.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai