Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI

PADA RUSUNAWA MRANGGEN (GEMAWANG 3)

Studi Kasus Penghuni Rusunawa Mranggen, Yogyakarta Tahun 2014

Nama : Muhammad Hidayatullah


NIM

: 13/359788/PEK/18867

Dosen : Ary Setyaningrum, M.Ec. Dev, MAPPI (Cert.)

ABSTRAKSI
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat selain pangan dan
pakaian, di mana kebutuhan rumah setiap tahunnya sekitar 700 ribu unit. Tingginya
permintaan rumah layak huni, terutama bagi kalangan berpenghasilan menengah ke bawah
merupakan dampak bertambahnya jumlah penduduk terutama di daerah perkotaan.
Dalam kerangka pemenuhan rumah layak huni, pemerintah membangun rumah susun
sederhana sewa (Rusunawa), rumah susun sederhana milik (Rusunami) dan pembangunan
rumah swadaya yang merupakan realisasi dari Keppres No. 22/2006 tentang Program
nasional Rumah Susun 1.000 Tower
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) merupakan salah satu
wujud program penanganan kawasan permukiman kumuh di perkotaan dengan pendekatan
peremajaan kota atau urban renewal. Urban Renewal yang dimaksud adalah upaya
perawatan kembali suatu wilayah dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama
dengan unsur-unsur baru dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas dan kualitas
lingkungan sehingga kawasan tersebut memberikan konstribusi yang lebih baik bagi kota
secara keseluruhan.(UU No 24 / Tahun 1992)
Pembangunan Rusunawa pada dasarnya merupakan suatu stimulus bagi kelompok
masyarakat yang memerlukan, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah akan tempat
tinggal. Karena itu pemerintah daerah dan kelompok masyarakat selanjutnya harus mampu
untuk mengelola dan mengembangkannya lebih lanjut. Selain diperuntukkan untuk
perbaikan kawasan permukiman di perkotaan, pembangunan Rusunawa juga sesuai untuk
hunian di kota-kota besar mengingat keterbatasan lahan. Dengan konsep bangunan vertikal,
maka diharapkan lahan untuk ruang terbuka hijau dan daerah resapan air jumlahnya akan
bertambah sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Sedangkan kebijakan Pemerintah
sendiri, menekankan bahwa untuk kota-kota besar pembangunan hunian harus didorong
menjadi bangunan vertikal, bukan lagi landed house. (DR. Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE.
Menteri Pekerjaan Umum RI)

1.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Kota Yogyakarta yang berkedudukan sebagai ibukota provinsi DIY dan
merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota, di samping 4 daerah
tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak di tengahtengah provinsi DIY, dengan batas-batas wilayah di sebelah Utara dan Selatan adalah
Kabupaten Sleman, di sebelah Timur dan Barat adalah Kabupaten Bantul dan
Sleman.
Kondisi permukiman di Kota Yogyakarta umumnya berwujud perkampungan
yang berfungsi tidak sekedar tempat tinggal, namun juga tempat produksi dan
berkarya serta berinteraksi. Keterbatasan lahan kota tidak cukup memberikan ruang
bagi upaya pemenuhan permukiman layak huni yang terjangkau. Pilihan alternatif
pengembangan permukiman secara vertikal merupakan salah satu upaya penambahan
unit rumah yang kondusif terhadap tataruang kota serta pembangunan dan
pengelolaan prasarana dasar yang efisien.
Banyaknya jumlah lembaga pendidikan dan daya tarik pariwisata, menjadikan
tingginya arus urbanisasi menuju kota Yogyakarta dan sekitarnya, sehingga
menyebabkan tumbuhnya wilayah-wilayah slum yang kumuh dan padat penghuni.
Kabupaten Sleman yang bertetangga dengan kota Yogyakarta, secara langsung
terkena dampak dari tingkat kepadatan penduduk kota Yogyakarta. Oleh karena itu
saat ini Pemerintah mulai menggerakkan program perbaikan pemukiman kumuh,
prasarana dan sarana permukiman serta pengurangan kemiskinan, dengan cara
melakukan pembangunan Rusunawa.
Peningkatan jumlah penduduk perkotaan juga akan mendorong munculnya
beragam aktivitas perkotaan. Untuk mewadahi dan menunjang beragam aktivitas
yang muncul tersebut maka diperlukan lahan yang mencukupi, khususnya bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Selain alasan tersebut di atas, pembangunan Rusunawa di kabuaten Sleman
adalah juga sebuah upaya untuk memanfaatkan potensi-potensi yang telah ada.
Seperti adanya Tanah Kas Desa yang berada di permukiman perkotaan belum
dimanfaatkan secara maksimal, banyaknya Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) yang belum memiliki Rumah sendiri, dan besarnya animo Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk mandiri dengan tinggal di rumah yang sehat.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Pembangunan Rusunawa Mranggen adalah salah satu solusi dalam penyediaan
permukiman layak huni bagi masyarakat umum yang berpenghasilan rendah di
bawah Rp2.500.000,00 per bulannya, khususnya bagi masyarakat sekitar Sleman dan
kota Yogyakarta umumnya. Rusunawa Mranggen mampu membantu masyarakat
dalam menyediakan hunian yang layak dengan harga sewa yang murah dengan
dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial untuk menuju kehidupan masyarakat
yang sehat, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman pada Pasal 5 Ayat 1 yang
berbunyi: Setiap warga Negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau
menikmati dan/atau memiliki rumah rumah yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi dan teratur.
Harga murah dan fasilitas yang lengkap tersebut menarik animo tinggi dari
masyarakat untuk bertempat tinggal di Rusunawa Mranggen. Namun sebagai variabel
ekonomi yang bersinggungan langsung dengan hajat hidup masyarakat, maka
diperlukan sebuah hunian yang layak dan sehat untuk ditempati sebagai aset untuk
meningkatkan daya saing dalam mendatangkan pemasukan bagi daerah.

1.3

TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah di atas, maka tujuan dan
kegunaan dari identifikasi penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh efektivitas dan efisiensi pada pembangunan
Rusunawa Mranggen.
2. Analisis ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Elemen Properti
yang diampu oleh Ibu Ary Setyaningrum, M.Ec.Dev., MAPPI (Cert.)
dengan tujuan agar mahasiswa terjun langsung dan memahami properti
perumahan sebagai salah satu solusi dalam penyediaan permukiman
layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pada daerah
perkotaan

2.

TELAAH PUSTAKA

2.1.

DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat
(1), bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga telah menegaskan bahwa
rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka peningkatan
dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
2. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Pasal 28 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
3. Peraturan Bupati Sleman Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Rusunawa
4. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Organisasi
perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman.
5. Peraturan Bupati Sleman Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Uraian Tugas, Fungsi
dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan.
6. Peraturan Bupati Sleman Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Rumah
Susun Sederhana Sewa.

2.2.

PENGERTIAN
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Prasarana adalah

kelengkapan

dasar

fisik

lingkungan

hunian

yang

memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat,
aman, dan nyaman.
Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan
ekonomi.

Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan


hunian.
Dalam pembangunan dan penyediaan perumahan, pertimbangan terhadap jenis
rumah merupakan bagian yang harus dipertimbangkan oleh para pelaku
pembangunan perumahan. Berbagai jenis rumah dibangun sebagai penyesuaian
terhadap preferensi konsumen yang membutuhkannya. Berdasarkan karakteristiknya,
jenis rumah dapat dikelompokkan berdasarkan jenis bahan bangunannya yaitu rumah
bukan permanen, rumah semi permanen, dan rumah permanen, berdasarkan
bentuknya yaitu rumah tunggal, rumah deret, rumah maisonet, dan rumah susun
(apartemen), dan berdasarkan status kepemilikannya yaitu rumah milik sendiri,
rumah kontrak dan rumah dinas.

2.3.

RUMAH SUSUN
Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan manusia akan ruang akan
semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya populasi dan meningkatnya
aktifitas bisnis dalam masyarakat. Kebutuhan ruang ini seringkali tidak seimbang
dengan penambahan ruang yang ada. Hal ini menyebabkan perubahan strategi dalam
pengembangan dan pembangunan wilayah, yang semula lebih cenderung
berkembang secara horizontal sekarang sudah mulai berubah menuju kecenderungan
kearah vertikal. (Wahyu Hidayati dan Budi Harjanto, 2013).
Pembangunan rumah susun pada dasarnya adalah merupakan respon terhadap
kebutuhan rumah bagi masyarakat. Dimana rumah susun menjadi alternatif pilihan
untuk penyediaan hunian karena merupakan pilihan yang ideal bagi kota-kota besar
yang ada di Indonesia secara umum.
Berdasarkan Undang-undang No. 16 Tahun 1985, pasal 1 ayat 1 tentang
Rumah Susun, pengertian rumah susun sendiri adalah bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama.
Adapun pengertian secara yuridis, rumah susun merupakan bangunan gedung
bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak
bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara mandiri
ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan.

Sedangkan pengertian dari Rumah Susun Sederhana Sewa yang selanjutnya


disebut Rusunawa adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta
dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya
sebagai hunian.

2.4.

EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI


Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari
beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran
keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh
jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan,
maka cara tersebut adalah benar atau efektif.
Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang
benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaianpenilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima.
Sebagai contoh untuk menyelesaikan sebuah tugas, cara A membutuhkan waktu 1
jam sedang cara B membutuhkan waktu 2 jam, maka cara A lebih efisien dari cara B.
Dengan kata lain tugas tersebut dapat selesai menggunakan cara dengan benar atau
efisiensi.
Efektifitas adalah melakukan tugas yang benar sedangkan efisiensi adalah
melakukan tugas dengan benar. Penyelesaian yang efektif belum tentu efisien begitu
juga sebaliknya. Yang efektif bisa saja membutuhkan sumber daya yang sangat besar
sedangkan yang efisien barangkali memakan waktu yang lama. Sehingga sebisa
mungkin efektivitas dan efisiensi bisa mencapai tingkat optimum untuk keduaduanya.

3.

ANALISIS

3.1

INSTRUMEN ANALISIS
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
variable penelitian yang diamati. Validitas dan reliabilitas suatu instrument di suatu
tempat berbeda dengan di tempat lain dikarenakan gejala sosial ekonomi yang cepat
berubah dan sulit dicari kesamaannya.
Instrumen penelitian yang dipergunakan adalah metode observasi dan
pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber yang dapat
dipercaya memberikan data yang benar / valid.

3.2

ANALISIS DATA SEKUNDER


3.2.1. Lokasi
Pada tahun 2009 dibangun Rusunawa Mranggen atau merupakan proyek ketiga
dari pembangunan Rusunawa Gemawang dengan beralamat di Mranggen Kidul,
RT.06/RW.027, Kutu Tegal, Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta dengan posisi
koordinat di 745'20"S dan 11022'1"E.

3.2.2. Sumber Pendanaan


Sedangkan sumber pendanaan berasal dari APBD tahun 2009 dari Pemerintah
Kabupaten Sleman dengan PAGU Rp399.500.000,00 dan HPS Rp399.443.000,00.
Rusunawa Mranggen dikelola oleh UPT Rusunawa (Unit Pelaksana Teknis
Rusunawa) dibawah binaan DPUP (Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan)
Kabupaten Sleman.

3.2.3. Jumlah Unit


Rusunawa Mranggen mempunyai 96 unit yang terpisah oleh 2 blok, yaitu blok
A dan blok B digabungkan dalam sebuah bangunan berbentuk tower / vertikal
berbentuk twin blok, di mana setiap unitnya mempunyai luas 24m.

3.2.4. Tarif Sewa


Setiap ruangan dengan luas 24m dengan dinding batako diplester, lantai
keramik, terdiri dari satu kamar tidur, satu kamar mandi dan satu dapur. Tingkat
hunian saat ini 100%, bahkan hingga saat ini masih terdapat antrian panjang
masyarakat yang mendaftar untuk menghuni Rusunawa Mranggen.

Hunian ini disewakan kepada penduduk Kabupaten Sleman yang belum


memiliki rumah tinggal serta memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Kabupaten. Lama sewa selama 3 tahun, perpanjangan waktu satu periode sewa.
Setelah itu diharapkan penyewa sudah dapat memiliki rumah sendiri, sehingga
memberi kesempatan kepada anggota masyarakat lainnya untuk mendapatkan tempat
tinggal sementara, yang layak huni sampai mereka dapat memperoleh rumah tinggal
sendiri, demikian seterusnya. Hunian ini tidak bisa diperjual-belikan oleh siapapun,
karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembangunan rusunawa

oleh

Pemerintah.
Tarif sewa perbulannya sebagai berikut ;
Lantai Hunian / Ruang Usaha
Lantai V
Lantai IV
Lantai III
Lantai II
Lantai I
Ruang Usaha Tipe 24

Harga Sewa per Bulan


Rp161.000
Rp176.000
Rp201.000
Rp236.000
Rp161.000
Rp310.000

3.2.5. Persyaratan Sewa


SyaratSyarat Pengajuan Sewa untuk Rusunawa Mranggen :
1. Foto Copy KTP / KIPEM Sleman Pemohon
2. Foto Copy Kartu Keluarga ( KK ) Pemohon
3. Foto Copy Surat Nikah Pemohon
4. Formulir pendaftaran
5. Data Pemohon dan Kependudukan
6. Surat Keterangan Belum mempunyai Rumah dan Mempunyai penghasilan
tetap diketahui Lurah Desa
7. Penghasilan perbulan maximum Rp. 2.500.000,-

3.2.6. Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Prasarana dan Sarana


Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang disediakan Rusunawa Mranggen untuk
menjamin kenyamanan penghuninya adalah :
1.

Musholla laki-laki

2.

Musholla perempuan

3.

Penjagaan keamanan / security.

4.

Lobby
8

5.

Taman dalam

6.

Taman luar

7.

Ruang olahraga

8.

Ruang usaha

9.

Lahan parkir

10. Cafetaria
11. Sarana air bersih
12. Drainase
13. Listrik
14. Instalasi pemadam kebakaran

4.

PEMBAHASAN
Sejatinya, rusunawa itu dibangun untuk mereka yang berasal dari golongan
menengah ke bawah. Hanya praktiknya, banyak warga yang berasal dari kalangan
ekonomi mampu juga menempati Rusunawa Mranggen. Selain itu praktik percaloan
untuk mendapatkan kaveling rusunawa juga terjadi. Selain itu tidak semua unit
dihuni secara tetap, ada beberapa unit yang pada hari-hari tertentu ditinggalkan oleh
penghuninya secara rutin. Hal ini mengindikasikan bahwa Rusunawa Mranggen
belum tepat sasaran. Faktanya masih banyak di luar sana masyarakat dari golongan
ekonomi lemah tidak menempati tempat tinggal yang layak. Padahal Pemerintah
Kabupaten Sleman telah menyediakan subsidi khusus bagi mereka yang benar-benar
tidak mampu membayar penuh.
Kendati demikian, perawatan fasilitas di Rusunawa Mranggen terlaksana
dengan baik, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan para penghuni. Hal ini
menjadikan daya tarik bagi penghuni baru dan membuat betah penghuni sebelumnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan keluarga akan
meningkatkan permintaan Rusunawa Mranggen. Pendapatan merupakan salah satu
unsur penting dalam menganalisis permintaan rumah. Hubungan positif antara
pendapatan keluarga dengan permintaan Rusunawa Mranggen juga ditunjukkan
dengan hasil observasi kepada penghuni yang menjelaskan bahwa penghuni
Rusunawa Mranggen rata-rata akan segera mencari tempat tinggal baru apabila
mereka mengalami kenaikan pendapatan.
Menurut Agus Prawoto (2003), pendapatan merupakan salah satu unsur
penting dalam menganalisis permintaan rumah. Hubungan positif antara pendapatan
9

keluarga dengan permintaan Rusunawa Mranggen juga ditunjukkan dengan rata-rata


pendapatan keluarga para penghuni Rusunawa Mranggen sekitar Rp. 2.000.000,00
perbulan.
Pembangunan Rusunawa Mranggen sendiri memicu kegiatan ekonomi di
sekitar rusunawa tersebut. Lingkungan sekitar menjadi ramai dan bagi sebagian
penghuni

memanfaatkannya

untuk

membuka

usaha

secara

terbatas

tanpa

membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.


Semakin tinggi tingkat hunian dan semakin tinggi kegiatan perekonomian di
sekitar lingkungan Rusunawa Mranggen, akan menaikkan pendapatan daerah
Kabupaten Sleman. Di mana ujung pangkal dari semua kegiatan tersebut adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5.

PENUTUP
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional.

Adanya

pertumbuhan

ekonomi

merupakan

indikasi

keberhasilan

pembangunan ekonomi.
Rusunawa adalah unit-unit hunian strata title yang tergabung pada satu
bangunan yang didirikan sebagai solusi Pemerintah dalam menyediakan perumahan
yang layak bagi masyarakat menengah ke bawah.
Rusunawa menjadi perumahan yang ramai akan membawa dampak positif
bagi pertumbuhan ekonomi di lingkungan sekitar. Selain itu angka pengangguran di
menjadi berkurang dan dapat membantu masyarakat dalam mendapatkan sarana
hunian yang layak.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Wahyu dan Harjanto, Budi. 2013. Konsep Dasar Penilaian Properti.
Yogyakarta: BPFE
Prawoto, Agus. 2003. Teori dan Praktek Penilaian Properti. Yogyakarta: BPFE

10

LAMPIRAN

Rusunawa Mranggen tampak depan

Rusunawa Mranggen tampak samping

11

Kamar tidur

Halaman depan

Musholla

Teras depan

View halaman depan

Sarana olahraga

12

Lobby & security

Air bersih

Peta lokasi

Ruang usaha

Instalasi pemadam kebakaran

Ruang tamu

13

Anda mungkin juga menyukai