MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Ridwan Joharmawan
oleh
M. Asbihani (150331603707)
dirinya dengan orang lain dan lingkungan fisik di sekitarnya. Bahkan bukan hanya
membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya.
b) Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya
sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus
atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang yang membelenggu dirinya. Kemampuan
menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan dengan waktu.
Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan
bereksistensi. Karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada
manusia terdapat unsur kebebasan.
d) Moral
Jika kata hati diartiakan sebagai bentuk pengertian yang menertai perbuatan, maka yang
dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri.
Moral juga biasa disebut sebagai etika. Etika biasanya dibedakan dari etiket. Jika etika
menunjuk pada perbuatanyang baik atau buruk, maka etiket hanya berhubungan dengan
soal sopan santun. Karena moralberkaitan erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal
ini berkaitan erat dengan nilai-nilai, maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai
kemanusiaan.
diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan,
sehingga sanksi apa pun yang dituntutkan, diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
(seorang pakar pendidikan dari Belanda) yang mengatakan bahwa setiap orang memiliki
individualitas (M.J. Lavengeld, 1995: 54). Bahkan dua anak yang berasal dari satu telur
pun, yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan satu
dari yang lain, hanya serupa tetapi tidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada
sifat-sifat fisik maupun rohaninya.
2) Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata M.J. Lavengeld (M.J.
Lavengeld, 1955: 54). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada
hakikatnya di dalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Bahkan
menurut Lavengeld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu dipandang
sebagai kunci sukses pergaulan.
3) Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas
jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya mengandung kejahatan terselubung.
Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi
kebaikan yang lebih. Dalam bahas ailmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket dan etika. Kedua hal tersebut biasanya
dikaitkan dengan persoalan hak dan kewajiban.
4) Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau dengan
perantaraan alat indrnya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai
hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dab mendekatkan diri kepada
kekuatan tersebutdiciptakanlah mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama maka manusia melai menganutnya. Beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan
tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat
dikatakan bahwa agama menjadi sasaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati
agama melalui proses pendidikan agama.
Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud dimensi dan
arahnya.
a) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan yang baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini pengembangan dimensi keberagamaan
menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang lain.
Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiganya
mendapat pelayanan yang berimbang.
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertikal ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan
tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja Umar. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta.