Anda di halaman 1dari 9

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Ridwan Joharmawan

oleh
M. Asbihani (150331603707)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
Januari 2016

BAB I LATAR BELAKANG


Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik
untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan
merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Ibarat biji mangga bagaimanapun
wujudnya jika ditanam dengan baik, pasti menjadi pohon mangga dan bukannya menjadi
pohon jambu.
Tugas mendidik hanya dapat dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidik
memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Manusia memiliki cirri
khas yang secara prinsipiil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang membedakannya dari
hewan terbentuk dari kumpulan terpadu (integrated) dari apa yang disebut sifat hakikat
manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh
manusia dan tidak terdapat pada hewan. Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia
akan membentuk peta tentang karakteristik manusia. Peta ini akan menjadi landasan serta
memberikan acuan baginya dalam bersikap, menyusun strategi, metode, dan teknik, serta
memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi
transaksional di dalam interaksi edukatif. Dengan kata lain, dengan menggunakan peta
tersebut sebagai acuan seorang pendidik tidak mudah terkecoh ke dalam bentuk-bentuk
transaksional yang patologis dan berakibat merugikan subjek didik.
Alasan kedua mengapa gambaran yang benar dan jelas tentang manusia itu perlu
dimiliki oleh pendidik adalah karena adanya perkembangan sains dan teknologi yang sangat
pesat dewasa ini, terutama pada masa yang akan dating. Memang banyak yang dapat diraih
bagi kehidupan manusia darinya. Namun, di sisi lain tidak dapat dipungkiri akan adanya
dampak negatif, yang terkadang tanpa disadari sangat merugikan bahkan mungkin
mengancam keutuhan eksistensi manusia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai cirri-ciri karakteristik, yang secara
prinsipiil (jadi bukan hanya gradual) menbedakan antara manusia dengan hewan. Meskipun
antara manusia dan hewan banyak memiliki kemiripan terutapa jika dilihat dari segi
biologisnya.
Wujud sifat manusia antara lain :
a) Kemampuan menyadari diri
Kaum Rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya kemampuan
menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya
memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan

dirinya dengan orang lain dan lingkungan fisik di sekitarnya. Bahkan bukan hanya
membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya.

b) Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya
sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus
atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang yang membelenggu dirinya. Kemampuan
menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan dengan waktu.
Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan
bereksistensi. Karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada
manusia terdapat unsur kebebasan.

c) Pemilihan kata hati


Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati,
dan sebagainya. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yan akan, yang
sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya bagi manusia sebagai
manusia.
Dengan sebutan pelita hati atau hati nurani menunjukkan bahwa hati itu adalah
kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik buruknya
perbuataannya sebagai manusia.
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik atau yang buruk
bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan moral, kata hati merupakan
petunjuk bagi moral (perbuatan).

d) Moral
Jika kata hati diartiakan sebagai bentuk pengertian yang menertai perbuatan, maka yang
dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri.
Moral juga biasa disebut sebagai etika. Etika biasanya dibedakan dari etiket. Jika etika
menunjuk pada perbuatanyang baik atau buruk, maka etiket hanya berhubungan dengan
soal sopan santun. Karena moralberkaitan erat dengan keputusan kata hati, yang dalam hal
ini berkaitan erat dengan nilai-nilai, maka sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai
kemanusiaan.

e) Kemampuan bertanggung jawab


Kesediaan untuk menanggung semua akibat dari perbuatan yang menuntut jawab,
merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Tanggung jawab dapat

diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan,
sehingga sanksi apa pun yang dituntutkan, diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.

f) Rasa kebebasan (kemerdekaan)


Merdeka adalah rasa bebas, tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam
pernyataan ini ada dua hal yang kelihatannya saling bertentangan yaitu rasa bebas dan
sesuai dengan tuntutan kodrat manusia yang berarti ada ikatan.

g) Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak


Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
makhluk sosial. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk
menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak
tersebut. Sebaliknya kewajiban ada oleh karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
Pada dasarnya, hak itu adalah sesuatu yang masih kosong. Artinya meskipun hak tentang
sesuatu itu ada, belum tentu seseorang mengetahuinya. Dan meskipun sudah diketahui,
belum tentu orang mau mempergunakannya. Namun terlepas dari persoalan apakah hak itu
diketahui atau tidak, digunakan atau tidak, dibalik itu tetap ada pihak yang berkewajiban
untuk bersiap sedia memenuhinya.
Pemenuhan hak dan kewajiban berkaitan erat dengan keadilan. Dalam hubungan ini
mungkin dapat dikatakan bahwa keadilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban.
Karena pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban dibatasi oleh situasi dan kondisi, yang
berarti tidak seluruh hak dapat terpenuhi dan tidak semua kewajiban dapat sepenuhnya
dilaksanakan, maka hak asasi manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi-aspirasi,
atau harapan-harapan yang berfungsi untuk memberi arah pada seluruh usaha untuk
menciptakan keadilan.
Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidaklah lahir dengan
sendirinya, tetapi bertumbuh melalui suatu proses. Usaha menumbuh kembangkan rasa
wajib sehingga dihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh melalui pendidikan
disiplin. Disiplin diri menurut Selo SoeMardjan (wawancara TVRI, Desember 1990)
meliputi empat aspek, yaitu :
1) Disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa salah.
2) Disiplin sosial, yang bila dilanggar menimbulkan rasa malu.
3) Disiplin afektif, jika dilanggar menimbulkan rasa gelisah.
4) Disiplin agama, jika dilanggar menimbulkan rasa berdosa.
Keempat macam disiplin tersebut perlu ditanamkan pada peserta didik dengan
disiplin agama sebagai titik tumpu.

h) Kemampuan menghayati kebahagiaan


Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup
yang disebut kebahagiaan ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit
untuk dirasakan. Kebahagiaan merupakan integrasi atau rentetan dari sejumlah kesenangan.
Kebahagiaan itu rupanya tidak terletak apada keadaan nya sendiri secara faktual
ataupun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya tetapi
terletak pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa, dan
mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal yaitu : usaha, normanorma, dan takdir.
Yang dimaksud dengan usaha adalah perjuangan yang terus-menerus untuk mengtasai
masalah hidup. Selanjutnya usaha tersebut harus bertumpu pada norma-norma atau kaidahkaidah. Kemudian takdir, takdir merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dalam proses
terjadinya kebahagiaan.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaaan itu dapat diusahakan
peningkatannya. Ada dua hal yang dapat dikembangkan, yaitu : kemampuan berusaha
dan kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan
demikian pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mencapai
kebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan.
Manusia yang dapat menghayati kebahagiaan adalah pribadi manusia yang menghayati
segenap keadaan dan kemampuannya. Manusia menghayati kebahagiaan apabila jiwanya
bersih dan stabil, jujur, bertanggung jawab, mempunyai pandangan hidup dan keyakinan
hidup yang kukuh dan bertekad untuk merealisasikan dengan cara yang realistis,
demikian pandangan Max Scheler (Drijarkara, 1978: 137-140).
Di samping itu, kepribadian harus serasi dan berimbang. Antara semua aspek
kepribadian terdapat pertimbangan yang selaras. Begitu juga antara kemampuan rohani
dan jasmani, antara cipta, rasa, dan karsa, antara cita-cita dengan kemampuan
mencapainya, antara kemampuan berusaha dengan kesediaan menerima hasilnya. Jiwa
yang bersih stabil dan kepribadian yang selaras membuka kemungkinan bagi terciptanya
susasana hidup penuh kedamaian.

B. Dimensi-dimensi Hakikat Manusia


Dimensi hakikat manusia terbagi menjadi 4 macam, yaitu :
1) Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai orang-seorang, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai
pribadi. (Lysen, Individu dan Masyarakat: 4). Setiap anak manusia yang dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dengan yang lain., atau menjadi dirinya sendiri.
Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi. Demikian kata M.J. Langeveld

(seorang pakar pendidikan dari Belanda) yang mengatakan bahwa setiap orang memiliki
individualitas (M.J. Lavengeld, 1995: 54). Bahkan dua anak yang berasal dari satu telur
pun, yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan satu
dari yang lain, hanya serupa tetapi tidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada
sifat-sifat fisik maupun rohaninya.
2) Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata M.J. Lavengeld (M.J.
Lavengeld, 1955: 54). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada
hakikatnya di dalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Bahkan
menurut Lavengeld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu dipandang
sebagai kunci sukses pergaulan.
3) Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas
jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya mengandung kejahatan terselubung.
Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi
kebaikan yang lebih. Dalam bahas ailmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket dan etika. Kedua hal tersebut biasanya
dikaitkan dengan persoalan hak dan kewajiban.
4) Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum manusia
mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau dengan
perantaraan alat indrnya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai
hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dab mendekatkan diri kepada
kekuatan tersebutdiciptakanlah mitos-mitos.
Kemudian setelah ada agama maka manusia melai menganutnya. Beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan
tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat
dikatakan bahwa agama menjadi sasaran vertikal manusia. Manusia dapat menghayati
agama melalui proses pendidikan agama.

C. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia


Pengembangan dimensi hakikat manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan oelayanan atas perkembangannya.

Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : wujud dimensi dan
arahnya.
a) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan yang baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini pengembangan dimensi keberagamaan
menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang lain.
Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiganya
mendapat pelayanan yang berimbang.

b) Dari arah pengembangannya


Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada
pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan secara
terpadu. Keempat dimensi ini tidak dapat dipisahan satu sama lain.
Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang lazim disebut
pengembangan horizontal membuka peluang terhadap ditingkatkannya hubungan sosial di
antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik yang berarti
memelihara kelestarian lingkungan di samping mengeksploitasinya. Pengembangan
dimensi keindividualan serempak dengan kesosialan berarti membangun terwujudnya
hakikat manusi sebagai makhluk monodualis.
Pengembangan yang sehat dari dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan
pertemuan dimensi keindividualan dan kesosialan. Hal ini menjadi jelas jika terjadi keadaan
yang sebaliknya. Bukankah tidak adanya kesusilaan akan memisahkan hubungan antar
manusia? Pengembangan yang sehat terhadap dimensi keberagamaan akan memberikan
landasan dari arah pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, dan kesusilaan.
Pengembangan domain kognitif, afektif, dan psikomotor di samping keselarasannya
juga perlu diperhatikan arahnya. Yang dimaksud adalah arahpengembangan dari jenjang
yang rendah ke jenjang yang lebih tinggi. Pengembangan ini disebut pengembangan
vertikal. Pengembangan yang berarah vertikal ini penting, demi ketinggian martabat
manusia sebagai makhluk.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan
sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan
berkembang secara selaras. Perkembangan yang dimaksud mencakup yang bersifat horizontal
(yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian
martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh.
2) Pengembangan yang tidak utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertikal ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan
tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

BAB III KESIMPULAN


Sifat hakikat manusia dan semua dimensinya hanya dimiliki oleh manusia dan tidak
terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut membedakan secara prinsipiil dunia hewan
dari dunia manusia
Adanya sifat hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian
rupa sehingga derajatnya lebih tinggi daripada hewan dan sekaligus menguasai hewan.
Wujud sifat hakikat manusia antara lain : kemampuan menyadri diri, kemampuan
bereksistensi, pemilihan kata hati, moral, kemauan bertanggung jawab, rasa kebebasan
(kemerdekaan), kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, serta kemampuan
menghayati kebahagiaan.
Salah satu sifat hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati
kebahagiaan pada manusia.
Dimensi hakikat manusia dibagi menjadi empat, yaitu : Dimensi Keindividualan,
Dimensi Kesosialan, Dimensi Kesusilaan, dan Dimensi Keberagamaan.
Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuhkembangkan melalui pendidikan.
Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan
berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.

DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja Umar. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta.

Anda mungkin juga menyukai