Pancasila Sebagai Paradigma Dimaksudkan Bahwa Pancasila Sebagai Sistem Nilai Acuan
Pancasila Sebagai Paradigma Dimaksudkan Bahwa Pancasila Sebagai Sistem Nilai Acuan
mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat
dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah
oleh MPRsesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUDtermasuk perubahannya, demikian juga UU dan
peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum,
hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat
dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan
perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya,
substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk
kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan
predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional.
Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari
beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih
dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesiakita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan
karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara
peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim,
hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di
Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga
apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka
seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat
beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam
dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi
yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam
menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama. Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama (Ronald
Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul
sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang
agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi
kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilainilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan
mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk
membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial
budaya seperti Pela di Maluku, Mapalus di Sulawesi Utara, Rumah Bentang di
Kalimantan Tengah dan Marga di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti
kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia
yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog
Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog
untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan
pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi
manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai
benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.
2. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus
1.
Latifah Ardiana ( 6411411022 )2.
Mei Devi Anjarsari ( 6411413046 )3.
Meliana Latifah ( 6411413079 )ROMBEL 96
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGTAHUN 2013
MAKALAH KEWARGANEGARAAN
kata pengantar
Alhamdulillah segala puji kami haturkan kehadirat Allah yang telah memberikan
hidayahNya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan
lancar
makalah ini kami buat selain untuk memenuhi tugas kewarganegaraan makalah ini
juga bertujuan sebagai mata pembelajaran dan sumber pengetahuan yang baru
dalam mata kuliah kewarganegaraan baik bagi kami dan juga bagi para pembaca
semua.
kami sadar makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, tapi kami telah
berusaha untuk memberikan yang terbaik semampu kami. semoga makalah ini
memberikan manfaat sesuai yangf diharapkan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan
apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalantersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang,
kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma
tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu
pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum,
sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter,
arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai
kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.
I.2. Tujuan
Tujuan Pembuatan makalah ini dilaksanakan oleh para mahasiswa yang memiliki
tujuan dan maksud tertentu.
Adapun tujuan kami ialah :
BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
II.1. Pengertian Paradigma
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
paradigm sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus
dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan
aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan
tersebut.
Aspek ontology
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti
dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu
Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :
Sebagai produuk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud
karya karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.
2. Aspek Epistemologi,
bahwa pancasila dengan nilainilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode
berpikir.
3. Aspek Askiologi,
dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode
berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara
negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara posiitif
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Hubungan antara pancasila dengan ilmu pengetahuan tidak dapat lagi dittempatkan
secara dikhotomi saling bertentangan, pancasila tanpa disertai sikap kritis ilmu
pengetahuan, akan menjadikan pancasila itu sebagai suatu yang refressif dan contra
produktif. Sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa didasari dan diarahkan oleh nilai-nilai
pancasila akan kehilangan arah konstruktifnya dan terdistori mennjadi suatu yang
akan melahirkan akibat-akibat fatal bagi kehidupan manusia.
II.3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam
Pembangunan nasional dirinci diberbagai bidang antara lain politok, ekonomi, social
budaya, pertahanan dan keamanan yang penjabarannya tertuang pada GBHN.
Pembangunan yang sifatnya humanitis dan pragmatis harus mendasarkan pada
1.
2.
keputusan.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan perioritas kerakyatan
1.
1.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial.
1.
Produk hukum baik materi maupun penegakkannya semakin jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan. Pancasila merupakan cita-cita hukum,
kerangka berfikir, sumber nilai dan sumber arah penyusunan dan perubahan hukum
positif di Indonesia, sehi Indonesia, sehinggga fungsi pancasila sebagai paradigma
hukum atau berbagai pembaharuan hukum di Indonesia.
AKTUALISASI PANCASILA
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif
dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara
lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang
aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke
dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang
kenegaraan lainnya.
Adapun aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebuttidak terkecuali baik warga negara
biasa, aparat penyelenggara negara, penguasanegara, terutama kalangan elit politik
dalam kegiatan politik perlu mawas diri agarmemiliki moral Ketuhanan dan
Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat kami simpulkan bahwa pembangunan yang
didasarkan pada nilai nilai Pancasila diarahkan untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek
kebutuhan.