Anda di halaman 1dari 24

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai

acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagaisistem


nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah/tujuan bagi yang menyandangnya.
Yang menyandangnya itu di antaranya: (a) bidang politik, (b) bidang ekonomi, (c)
bidang social budaya, (d) bidang ..hukum, (e) bidang kehidupan antar umat
beragama, Memahami asal mula Pancasila.
Kelimanya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok bahasan. Namun demikian agar
sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai oleh paradigma
yang terakhir yaitu paradigma dalam kehidupan kampus.
1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin
lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada
bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir,
kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan
tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka,
acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma,
artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan,
dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia.
Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia
atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara
Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup
manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur
penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga


b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya
peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai
bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan
(sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan
pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral
kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa
Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin
diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk
implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,

agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;


Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan
keputusan;
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan
konsep mempertahankan persatuan;
Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang
adil dan beradab;
Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan
kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik
yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem
dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan
pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik
selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal
yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem
ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang
tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh
karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan
ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem
ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang
berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan
dari nilai-nilai moral kemanusiaan.

Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk


persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan
penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk
pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi
atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyatyang harus mampu mewujudkan perekonomian
nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang
seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat).
Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan
pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha
menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi
Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah
daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan
partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan
memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau
meningkatkan kepastian hukum.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak
dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan
sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu
menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang
menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu
meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan

dirinya dari tingkat homo


menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya
dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya
yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa
persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat,
di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu
secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak
negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan
yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan
keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah
tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan
pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan
nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan
kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI
(Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial
dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai
satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas
persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan
kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilainilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang

membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan


kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem
pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan
pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan
dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah
pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang
dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak
pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan
dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) adanya perlindungan terhadap HAM,
(2) adanya susunan ketatanegaraan
negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan
Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau
merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia

mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat
dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah
oleh MPRsesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUDtermasuk perubahannya, demikian juga UU dan
peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum,
hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat
dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan
perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya,
substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk
kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan
predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional.
Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari
beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih
dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesiakita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan
karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara
peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim,
hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di
Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga
apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka
seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat
beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah).

2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam
dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi
yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam
menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama. Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama (Ronald
Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul
sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang
agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi
kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilainilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan
mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk
membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial
budaya seperti Pela di Maluku, Mapalus di Sulawesi Utara, Rumah Bentang di
Kalimantan Tengah dan Marga di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti
kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia
yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog
Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog
untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan
pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi
manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai
benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.
2. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus

adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak


jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus
memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi,
budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa
yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas
kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai
tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia
merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
Daftar Pustaka
http://www.gudangmateri.com/2010/04/makalah-pancasila-sebagai-paradigma.html
http://www.gudangmateri.com/2010/09/pancasila-sebagai-paradigmapembangunan.html
http://www.gudangmateri.com/2010/09/paradigma-dalam-implementasipancasila.html
http://www.gudangmateri.com/2010/09/pancasila-sebagai-paradigma-reformasi.html
http://www.gudangmateri.com/2010/07/paradigma-dalam-ilmu-pendidikan.html
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/04/pancasila-sebagai-paradigma.html
- Aadesanjaya
http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigmapembangunan/

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan PancasilaDisusun oleh :

1.
Latifah Ardiana ( 6411411022 )2.
Mei Devi Anjarsari ( 6411413046 )3.
Meliana Latifah ( 6411413079 )ROMBEL 96
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGTAHUN 2013

BAB 1PENDAHULUANA. Latar Belakang


Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal
yang paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Membuat rancangan serta rincian yan
gmendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya
dengansebuah suatu negara yang memiliki cita-cita. Di negara berkembang tentunya masih
banyak cita-cita yang belum bisa diraih. Seperti negara Indonesia. Dalam mewujudkan citacita yangtermaktub dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan beberapa hal yang
bisamembangun negara dan juga bangsanya.Pembangunan yang dilakukan sebuah negara
Indonesia tidak hanya melalui sebuahrancangan saja, namun juga telah melewati sebuah
pemikiran yang serius untuk tercapainyanegara sesuai dengan pancasila sebagai dasar negara.
Pembangunan yang tidak semena-mena inimembutuhkan berbagai macam usaha yang serius.
Pembangunan tidak hanya berupa materi saja,namun juga sebuah moral dan spiritual bangsa.
Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskanmengenai pembangunan nasional dan dalam
bidang bidang tertentu yang menyeluruh.
B. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari paradigma2.
Mengetahui pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional3.
Mengetahui pancasila sebagai paradigma reformasi
C. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan paradigma?2.
Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional?3.

Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma reformasi?


BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Paradigma
Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum
sehingga paradigma dinilai sebagai sumber nilai, hukum dan metodologi. Sesuai dengan kedu
dukannya, paaradigma memiliki fungsi yang strategis dalam membangun kerangka berpikir d
an penerapannya sehingga setiap ilmu pengetahuan memiliki sifat, siri dan karakter yang kha
s berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya.Teori memiliki sifat yang sangat dinamis. Artinya
teori yang telah dibangun mapan dandiakui eksitensinya dapat mengalami perubahan sebagai
akibat adanya temuan-temuan baru yangdiperoleh melalui penelitian. Maka para ilmuan
harus bisa mengkaji kembali dasar ontologismdari ilmu tersebut. Oleh karena itu, para ilmuan
social boleh mengkaji kembali paradigma ilmutersebut berdasarkan hakikat manusia. Dalam
kenyataannya manusia bersifat ganda bahkanmultidimensi. Berdasrkan pemikiran tersebut
para ilmuan social mampu mengembangkan paradigm baru yang dibangun atas dasar metode
kualitatif.Dalam kehidupan sehari-hari, paradigm berkembang menjadi terminology
yangmengandung pengertian sebagai : sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber
asas,tolok ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,perubahan, dan
prosestertentu termasuk dalam pembangunan, gerakan, reformasi maupun proses pendidikan.
Dengandemikian paradigm menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam setiap proses
kegiatan.Perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan paradigm tertentu
yangdiyakini kebenarannya.
B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil
yang berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam pembukaan UUD 1945
disebutan bahwa
tujuan negara adalah melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darahIndonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikutmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada
kemerdekaan, perdamaian abadi dan

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


Oleh:
RAHMAN RAMDANI

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA


2012

kata pengantar

Alhamdulillah segala puji kami haturkan kehadirat Allah yang telah memberikan
hidayahNya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan
lancar

makalah ini kami buat selain untuk memenuhi tugas kewarganegaraan makalah ini
juga bertujuan sebagai mata pembelajaran dan sumber pengetahuan yang baru
dalam mata kuliah kewarganegaraan baik bagi kami dan juga bagi para pembaca
semua.

kami sadar makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, tapi kami telah
berusaha untuk memberikan yang terbaik semampu kami. semoga makalah ini
memberikan manfaat sesuai yangf diharapkan.

Bangkalan 20 Mei 2012


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan
apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalantersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang,
kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma
tersebut.

Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu
pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum,
sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter,
arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai
kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.

I.2. Tujuan

Tujuan Pembuatan makalah ini dilaksanakan oleh para mahasiswa yang memiliki
tujuan dan maksud tertentu.
Adapun tujuan kami ialah :

1. Menuntaskan tugas mata kuliah Pancasila


2. Mahasiswa/I dapat mengetahui makna dan hakikat Pembangunan Nasional
berlandaskan Pancasila.
3. Mahasiswa/i dapat memahami tujuan Nasional.
4. Lebih berkompetensi di pelajaran mata kuliah Pancasila.
5. Sebagai sarana yang lebih baik.
6. Melatih diri agar berani mengemukakan hasil pembelajaran.
Demikianlah tujuan tujuan yang igin kami capai dalam pembuatan makalah
Pancasila sebagai Paradigma ini dan semoga semuanya dapat tercapai.

BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
II.1. Pengertian Paradigma

Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan.


Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure
Of Scientific Revolution, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis
yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber
hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat
menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
paradigm sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus
dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan
aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan
tersebut.

II.2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil


kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia
mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan
YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat
dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun
terikat nilai nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai nilai dalam
pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang
adil dan beradab.

Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai


paradigmanya, perlu difahami dasar dan arah peranannya, yaitu :

Aspek ontology
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti
dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu
Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :

Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang


dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui
abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan
eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.

Sebagai produuk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud
karya karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.

2. Aspek Epistemologi,
bahwa pancasila dengan nilainilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode
berpikir.

3. Aspek Askiologi,
dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode
berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara
negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara posiitif
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.

Hubungan antara pancasila dengan ilmu pengetahuan tidak dapat lagi dittempatkan
secara dikhotomi saling bertentangan, pancasila tanpa disertai sikap kritis ilmu
pengetahuan, akan menjadikan pancasila itu sebagai suatu yang refressif dan contra
produktif. Sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa didasari dan diarahkan oleh nilai-nilai
pancasila akan kehilangan arah konstruktifnya dan terdistori mennjadi suatu yang
akan melahirkan akibat-akibat fatal bagi kehidupan manusia.
II.3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam
Pembangunan nasional dirinci diberbagai bidang antara lain politok, ekonomi, social
budaya, pertahanan dan keamanan yang penjabarannya tertuang pada GBHN.
Pembangunan yang sifatnya humanitis dan pragmatis harus mendasarkan pada

hakekat manusia sebagai pelaksana sekaligus tujuan pembangunan, sebagai


pengembangan Poleksosbudhankam, maka pembangunan pada hakekatnya
membangun manusia secara utuh, secara lengkap, meliputi seluruh unsure hakekat
manusia yang monopluralis.

1.
2.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang politik


Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Pancasila sebagai paradIgma pembangunan politik, artinya bahwa nilai-nilai
pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia diimplementasikan sebagai berikut :

Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan

politik, budaya agama dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.


Mendahulukan kepentingan rakyat/demokrasi dalam pengambilan

keputusan.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan perioritas kerakyatan

berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan bangsa.


Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan

pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.


Nilai-nilai kejujuran, toleransi harus bersumber pada nilai-nilai
ketuhanan YME.

1.

Pancasil sebagai paradigm pembangunan bidang ekonomi

Diartikan sebagai pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan


saja, tetapi demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa, didasarkan atas
kekeluargaan seluruh bangsa. Menurut Mubyarto, pengembangan ekonomi tidak
bias dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan, ekonomoi kerakyatan yaitu
ekonomi yang humanistic dengan mendasar pada tujuan demi kesejahteraan rakyat
secara luas.
Tujuan ekonomi untuk memmenuhi kebutuhan manusia agar lebih sejahtera, maka
ekonomi harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, dari monopoli, ekonomi
harus menghindari yang menimbulkan penderitaan manusia dan yang menimbulkan
penindasan manusia satu dengan yang lain.

1.

Pancasila sebagai paradigm pembangunan bidang sosial budaya

Mengandung pengertian bahwa pancasila adalah etos budaya persatuan dalam


masyarakat majemuk. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 45
yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi perioritas,
karena kebudayaan nasional diperlukan sebagai landasan atau media sosial yang
memperkuat persatuan.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas
dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam dari
seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai
bangsa.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial.

1.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang Hankam

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Sistem pembangunan pertahanan dan
keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).

II.4. Pancasila sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum dan Pengembanggan HAM

Produk hukum baik materi maupun penegakkannya semakin jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan. Pancasila merupakan cita-cita hukum,
kerangka berfikir, sumber nilai dan sumber arah penyusunan dan perubahan hukum
positif di Indonesia, sehi Indonesia, sehinggga fungsi pancasila sebagai paradigma
hukum atau berbagai pembaharuan hukum di Indonesia.

Produk hukum dapat berubah dan diubah sesuai perkembangan zaman,


perkembangan iptek dan perkembangan aspirasi rakyat, namun sumber nilai (nilai
nilai Pancasila) harus tetap tidak beru harus tetap tidak berubah.
Pancasila sebagai paradigm pembaharuan hukum merupakan sumber norma dan
sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik menyangkut
aspirasinya, kemajuan peradabannya maupun kemajuan ipteknya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, didalam konsideransinya yang dimaksud HAM ialah seperangkat hak yang
melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Lebih lanjut UU tersebut menegaskan, demi tegaknya hak asasi manusia, maka
semua bentuk pelanggaran HAM yang dapat diilakukan oleh perorangan, kelompok
yang termasuk penguasa Negara dan aparat Negara baik yang disengaja maupun
tidak sengaja harus dihindari.

AKTUALISASI PANCASILA
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif
dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara
lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang
aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke
dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang
kenegaraan lainnya.
Adapun aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebuttidak terkecuali baik warga negara
biasa, aparat penyelenggara negara, penguasanegara, terutama kalangan elit politik
dalam kegiatan politik perlu mawas diri agarmemiliki moral Ketuhanan dan
Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat kami simpulkan bahwa pembangunan yang
didasarkan pada nilai nilai Pancasila diarahkan untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek
kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai