Anda di halaman 1dari 30

A.

Pengertian/Definisi
Perdarahan intracerebral atau Intracerebral haemorrhage (ICH) adalah
penyakit yang

sering dengn insiden

dari 11-23 kasus

dari 100,000

pertahun.walaupun ia termasuk 10-15% dari semua strokes,tetapi ia adalah paling


fatal subtype stroke yang

bisa mengakibatkan kematian lebih dari

40%.Perdarahan intracranial dapat diklasifikasikan dari aspek anatomi dan aspek


etiologi.Berdasarkan
perdarahan

dari

anatomi

terdapat

beberapa

perdarahan

parenkim,subarachnoid,subdural,epidural,perdarahan

supra

seperti
dan

infratentorial.Berdasarkan aspek etilogi perdarahan primer atau spontan boleh


dibedakan dengan perdarahan sekunder.Perdarahan primer merupakan perdarahan
spontan yang mana disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri.Perdarahan
sekunder terjadi akibat trauma,tumor, dan akibat pengunaan obat
Intracerebral hemorargic adalah salah satu perdarahan otak bagian dari stroke
hemorargi akibat pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
masa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan oleh hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons, dan serebelum (Muttaqin, 2008).
Intrasecerebral hemoragi adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.
Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009). Intra Cerebral Hematom
adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi dimana
tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak
,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)

Gambar 1. Intracerbral Hemarargi


B. Epidemiologi
Analisis pada 3 tahun dari data mortalitas nasional untuk pasien stroke
intracerebtral oleh ayala dan teman-temannya mengungkapkan eksiden terbesar
dari ICH pada Africa Amerika , Alaska Natives, Asian pacific Islander (API) dan
kumpulan Hispanic ethnic. Juga mengungkapkan bahwa porporsi yang tinggi dari
kematian akibat stroke terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan jenis kelamin, kes
fatality rate untuk strokehemoragik adalah sama

untuk perempuan dan laki-

laki.walaupun begitu, sercara keseluruhan mortalitas stroke lebih tinggi dari


lelaki.
Insidensi di seluruh dunia dari perdarahan intracerebral menunjukan 10-20
kasus dari 100,000 populasi dan termasuk peningkatan umur.Perdarahan
intracerebral lebih banyak terjadi pada lelaki berbanding perempuan terutama
umur lebih 55 tahun dan juga termasuk populasi termasuk orang kulit hitam dan
japan. Pada penelitian selama 20 tahun oleh National Health dan Nutrition
examination survei epidemiologi insiden perdarahan intracerebral diantara orang
kulit Hitam 50/100,000 dua kali lipat insiden pada pada orang kulit putih.Insiden
populasi di Japan 55/100,000 sama dengan orang kulit hitam. Prevelansi
Hipertensi dan pengunaan alcohol yang tinggi pada populasi Japan meningkatkan
insidensi.Hipertensi adalah faktor risiko spontan perdarahan intraserebral
terutama pada pasien yang tidak menggunakan obat hipertensi,pasien umur 55
tahun,anak muda dan perokok.
C. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2001) intraserebral hemorargi merupakan


perdarahan di substansi dalam otak yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu sebagai berikut.
1) Hipertensi
2) Aterosklerosis serebral
3) Malformasi arteri-vena
4) Hemangioblastoma
5) Trauma
6) Akibat dari penyakit tertentu seperti tumor otak
7) Pemakaian medikasi (antikoagulan oral, amfetamin, dan berbagai obat
aditif).
D. Manifestasi Klinik
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati
hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal
dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara
bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tibatiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.

b.
c.
d.
e.

Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.


Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan

gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.


f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
Menurut Batticaca (2008), gejala yang dapat muncul pada intraserebral
hemorargi (parenchymatous hemorrhage) adalah sebagai berikut.
1) Tidak jelas, kecuali nyeri kepala berat karena hipertensi
2) Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah
3) Mual atau muntah pada permulaan serangan
4) Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan
5) Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang
dari setengah jam sampai 2 jam; < 2% terjadi setelah 2 jam- 9 hari)
E. Patofisiologi
Kebanyakan kasus perdarahan intra serebral (PIS) terjadi pada pasien
dengan hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik
pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang
mensuplai ke dalam

basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh

darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina
interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang
dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi
pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari
pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat
disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan
adanya akumulasi protein -amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan
kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini
menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri
menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya

elemen-elemen

kontraktil

disertai

vasokonstriksi

dapat

menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang
subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan

perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara
apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid
angiopathy.
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada
otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.
Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan
meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM. Terapi antikoagulan juga
dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral, terutama pada
pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular
dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai
internationa! normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat
antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada katub
jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5.
Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko
PIS. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya PIS
pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya
F. Pemeriksaan khusus dan penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien stroke hemoragi
menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut.
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

Gambar 15. Hasil Angiografi pada Pasien dengan Stroke Hemorargi


Sumber: Muttaqin (2008)
2) CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi henatoma, adanya


jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan
adanya proses inflamasi.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak.

Gambar 17. Hasil MRI pada Pasien dengan Stroke Hemorargi


Sumber: Muttaqin (2008)
5) USG Doppler.
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7) EKG
Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat
ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
G. Diagnosis Banding pada ICH
Intraserebral hemorargik adalah salah satu bentuk dari stroke gemorargic.
Stroke pada manusia terbagi menjadi dua yaitu stroke nonhemoragi dan stroke

hemoragi. Berikut adalah diagnosis banding dan perbedaan dari kedua jenis stroke
tersebut (Baticaca, 2008).

Gambar 18. Perbedaan antara Stroke hemorargik dengan Stroke Non Hemorargik
Sumber: Baticaca (2008)
Untuk dapat menegakkan diagnosa stroke apakah termasuk stroke
perdarahan ataupun non perdarahan, terdapat algoritma atau cara dimana
memudahkan untuk menegakkan diagnosa awal sebelum dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya yaitu dengan algoritma gajah mada dan sirijaj skor.

Gambar 19. Algoritma Gajah Mada


Interpretasi:
Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, nyeri kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya
maka merupakan stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau
nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflek babinski maka merupakan stroke non hemoragik.

Gambar 20. Sirijaj Score


Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X
sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) (3 X ateroma) 12. Apabila skor
yang didapatkan <1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila
didapatkan skor 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan stroke hemoragi
adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2008).
1) Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran
a) Breathing (pernapasan)
(1) Usahakan jalan napas lancar
(2) Lakukan penghisapan lendir jika sesak
(3) Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk
(4) Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar
b) Blood (tekanan darah)
(1) Usahakan otak mendapat cukup darah

(2) Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut
c) Brain (fungsi otak)
(1) Atasi kejang yang timbul
(2) Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi
d) Bladder (kandung kemih)
(1) Pasang katheter bila terjadi retensi urine
e) Bowel (Pencernaan)
(1) Defekasi lancar
(2) Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde
2) Menempatkan klien pada posisi yan tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif.
3) Pengobatan konservatif
a) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri
b) Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papverin
intraarterial
c) Pemberian

antitrombosit

karena

trombosit

berperan

dalam

pembentukan thrombus dan embolisasi.


d) Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
4) Tindakan pembedahan, tujuannya memperbaiki aliran darah sereberi.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a) Endosterektomi karotis untuk membentuk kembali arteri karotis, yaitu


dengan membuka arteri karotis pada leher
b) Revaskularisasi
c) Evaluasi bekuan darah pada stroke akut
d) Ligase arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2001) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan
aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung
tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia
dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan stroke hemoragi adalah
sebagai berikut (Kowalak, 2011).

1) Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor)


2) Edema serebral
3) Ketidakseimbangan cairan
4) Kerusakan sensorik
5) Infeksi seperti pneumonia
6) Perubahan tingkat kesadaran
7) Aspirasi
8) Kontraktur
9) Emboli paru
10) Kematian

J. Clinical Pathway

K. Asuhan Keperawatan
1) Anamnesis
Usia (kebanyakan terjadi pada usia tua) dan kebanyakan terjadi pada laki-laki.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran dalam hal perubahan didalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.

Pengkajian

pemakaian

obat

antihipertensi,

antilipidemia,

penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan obat


kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
lanjut dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan


fokus pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhankeluhan dari klien.
a) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang
mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan
tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b) B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian
inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak didapatka bunyi napas
tambahan.
c) B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik
yang terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHg.
d) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
e) B4 (bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontenensia urine sementara
kerena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol


motorik dan postural.
f) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawananaro otak
7) Pemeriksaan sistem neurologis
a

Tingkat Kesadaran
(1) Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
- CM sadar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal
-

aktifitas psikomotor gaduh gelisah


SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mau tidur

dirangsang bangun lalu tidur kembali


- KOMA kesadaran yang hilang sama sekali
(2) Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
a Spontan (4)
b Dengan perintah (3)
c Dengan nyeri (2)
d Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
a Berorientasi (5)
b Bicara membingungkan (4)
c Kata-kata tidak tepat (3)
d Suara tidak dapat dimengerti (2)
e Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik )

a
b
c
d
e
f

Dengan perintah (6)


Melokalisasi nyeri (5)
Menarik area yang nyeri (4)
Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
Tidak berespon (1)

8) Pemeriksaan saraf kranial


a) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer
diantara

mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian kebagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus daneksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat devisiasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
9) Sistem motorik
a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Kaji cara berjalan dan keseimbangan (Observasi cara berjalan, kemudahan
berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh kaki)
c) Periksa tonus otot dan kekuatan

Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5


0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
d) Fesikulasi didapatkan pada otot-otot ektremitas.
e) Tonus otot didapatkan meningkat.
f) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot
pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
g) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan kerena hemiparese
dan hemiplegia.
10) Pemeriksaan refleks
a) Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
b) Reflek Fisiologis
(1) Reflek Tendon
(a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. Tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. Respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
(b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,

sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif


maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
(c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit
meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot otot bahu.
(d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
(e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
c) Reflek Patologis
(1) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuatkuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit
ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki.
Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan
jari-jari lain menyebar, kalau normalnya adalah fleksi plantar pada
semua jari kaki.
(2) Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus
hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan
abduksi dari jarijari lainnya.
(3) Cara Gordon
Memencet (mencubit) otot betis
(4) Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut
kebawah (distal)
(5) Cara Gonda

Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya


sekonyong koyong.
d) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala
klien difleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
5

Pemeriksaan penunjang
a) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c) Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan

seperti

aneurisma atau malformasi vaskuler


d) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke
e) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

f) Elektro encephalografi/EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada


gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g) Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
h) Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena
i) Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor

masih

normal

(xantokhrom)

sewaktu

hari-hari

pertama.

Pemeriksaan darah termasuk hematocrit dan hemoglobin mengalami


peningkatan dan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah; masa
protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan dasar
dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat
menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut.
L. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan tahanan
pembuluh darah dan infark serebral
2) Pola nafas tidak efektif b.d medulla oblongata tertekan
3) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
4) Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan fungsi neuromuscular pada
ekstremitas
5) Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan pada hemisfer kiri
6) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan
7) Ketidakseimbangan nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

ketidakmampuan menelan
8) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

b.d

M. Rencana tindakan keperawatan


No
.
1

Diagnosa

Tujuan & Kriteria Hasil

Ketidakefektifan perfusi

NOC:
Tissue Perfusion: Cerebral (NOC: 543b)

jaringan cerebral
berhubungan dengan
Tahanan pembuluh
darah; infark (NANDA:
236)

Circulation Status (NOC: 138b)


Neurological Status (NOC: 376b)

Intervensi
NIC:
Neurologic Monitoring
a. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan

b.
Cardiac Pump Effectiveness (NOC: 115b)
c.
d.
e.
Setelah dilakukan asuhan
selamaketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan
kriteria hasil:
a

Tekanan systole dan diastole dalam

respirasi
f. Monitor status respirasi: level AGD, oksimetri nadi,
kedalaman, pola, laju, dan usaha napas
g. Monitor Intra Cranial Pressure (ICP) dan Cerebral
Perfusion Pressure (CPP)
Monitor refleks kornea
Monitor tonus otot pergerakan
Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
Monitor status cairan
Pertahankan parameter hemodinamik
Tinggikan kepala 0-45o tergantung pada konsisi pasien

h.
i.
<140 mmHg; diastole: <90 mmHg) j.
k.
Tidak ada ortostatikhipertensi
l.
Komunikasi jelas Menunjukkan
m.
konsentrasi dan orientasi (GCS :
dan order medis
E4V5M6)
rentang yang diharapkan (sistol:

reaktifitasnya
Monitor level kesadaran
Monitor level orientasi
Monitor Glasgow Coma Scale
Monitor tanda vital: suhu, tekanan darah, nadi, dan

a. Pupil seimbang dan reaktif

Intracranial Pressure (ICP) Monitoring

b. Bebas dari aktivitas kejang

n. Monitor intake dan output


o. Cek kaku kuduk klien
p. Posisikan klien dengan kepala dan leher pada posisi

c. Tidak mengalami nyeri kepala

normal, menghindari hip fleksi yang ekstrim


q. Sesuaikan kepala di tempat tidur untuk
mengoptimalkan pefusi serebral
r. Batasi perawatan untuk meminimalkan peningkatan
2.

Pola Nafas tidak efektif


b.d medula oblongata
tertekan
Batasan karakteristik:
a. Perubahan
kedalaman
pernafasan
b. Perubahan ekskursi
dada
c. Mengambil posisi
tiga titik
d. Bradipneu
e. Penurunan tekanan
ekspirasi
f. Penurunan ventilasi
semenit

NOC:
a. Respiratory status: Ventilation
b. Respiratory status: Airway patency
c. Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ..pasien
menunjukkan keefektifan pola nafas,
dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dg mudah, tidakada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,

ICP
NIC:
a.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b.
Pasang mayo bila perlu
c.
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d.
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
f.
Berikan bronkodilator
g.
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
h.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
i.
Monitor respirasi dan status O2
j.
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
k.
Pertahankan jalan nafas yang paten

3.

g. Penurunan kapasitas
vital
h. Dispnea
i. Peningkatan diametr
anterior posterior
j. Pernafasan cuping
hidung
k. Ortopnea
l. Fase ekspirasi
memanjang
m. Pernafasan bibir
n. Takipnea
o. Penggunaan otot
aksesorius untuk
bernafas

irama nafas, frekuensi pernafasan


dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang
normal: TD= 100-140/60-90
mmHg; N=60-100x/menit; RR=
16-24x/menit

Nyeri akut berhubungan


tekanan intracranial

NOC:
Pain Control (NOC: 615b)
Pain Level (NOC: 392b)
Comfort Status (NOC: 158b)

(TIK) (NANDA: 440)

Setelah

dengan peningkatan

dilakukan

hasil:

nyeri,

dengan

n.
o.
p.
q.

Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi


Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas

NIC:
Pain Management
a. Lakukan
tinfakan

keperawatan selama . Pasien tidak


mengalami

l.
m.

pengkajian

nyeri

secara

komprehensif

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas dan faktor presipitasi

kriteria b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

a.

Mampu

mengontrol c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan

tehnik d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

nonfarmakologi untuk mengurangi


nyeri, mencari bantuan)
b.

berkurang

bahwa f. Kaji tipe dan sumber nyeri


dengan g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dada,

menggunakan manajemen nyeri


c.

Mampu

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


e. Kurangi faktor presipitasi nyeri

Melaporkan
nyeri

menemukan dukungan

relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

mengenali h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...

nyeri (skala, intensitas, frekuensi i. Tingkatkan istirahat


dan tanda nyeri)
d.

j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

Menyatakan

rasa

nyaman setelah nyeri berkurang


e.

Tanda

vital

dalam

rentang normal (Suhu : 36,5-3,5C;


TD: 100/70-140/90 mmHg; nadi:
60-100

x/menit;

RR:

16-24

x/menit)
f.

Tidak

mengalami

nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi


ketidaknyamanan dari prosedur

4.

gangguan tidur
Gangguan mobilitas fisik NOC:
Joint Movement : Active
berhubungan
dengan
Mobility Level
Kelemahan
Self care : ADLs
neutronsmiter (216)
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan kriteria
hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)

5.

Kerusakan

komunikasi Setelah dilakukan tindakan

NIC:
Exercise therapy : ambulation
a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
teknik ambulasi
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /

verbal b.d penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam,


sirkulasi ke otak
diharapkan klien mampu untuk
berkomunikasi lagi dengan kriteria
hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami
pesan-pesan melalui gambar
c. dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal maupun
nonverbal

memahamkan informasi dari / ke klien


b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
perhatian
c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
komunikasi dengan klien
d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan klien

N. Discharge Planning (NIC: 150)


a.

Kaji kemampuan klien untuk

meninggalkan RS
b.
c.

Kolaborasikan dengan terapis, dokter,


ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan
tingkat pertama (puskesmas atau petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui
keadaan klien

d.

Identifikasi pendidikan kesehatan apa


yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari penyebab peningkatan TIK, kontrol
tekanan darah dengan diet hipertensi dan gaya hidup sehat, hindari benturan pada

kepala, dan mengenali tanda dan gejala timbulnya perdarahan serebral.


e.
Komunikasikan dengan klien tentang
perencanaan pulang
f.
g.

Dokumentasikan perencanaan pulang


Anjurkan klien untuk melakukan
pengontrolan kesehatan secara rutin

DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates of
America: Elsevier.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Intracerebral Hemorrhage,Indication for surgical treatment and surgical treatment and
Surgical Techniques.R.Raichart and S.Frank.Department of surgery,Jena University
Hospital,Friedrich-schiller-University,Erlanger Alle 101,D-07747 Jena Germany.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera
Mata dan Aspek Sosial Kebutaan, Universitas Indonesia, Jakarta
Kowalak, J. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai