Anda di halaman 1dari 11

LATAR BELAKANG

Malaysia kian hari kian rajin mengklaim kebudayaan yang bukan


miliknya. Rasa Sayange yang nyata-nyata merupakan lagu daerah asal
Maluku, kemudian yang menghebohkan Reog Ponorogo yang telah
dipentaskan dalam pentas kebudayaan bertaraf internasional dan telah
mendongkrak popukaritasnya di mata dunia sebagai negara yang mampu
melestarikan dan mengeksplorasi budayanya, menyusul lagu-lagu daerah
seperti Soleram, Injit-injit Semut, Anak Kambing Saya, tak ketinggalan taritarian seperti Tari Piring, Tari Kuda Lumping, serta yang paling baru adalah
Tari Pendet yang digunakan sebagai ikon dalam iklan pariwisata Malaysia.
Melihat kasus di atas dapat terlihat sikap Malaysia yang seolah
arogan dan sangat rendah serta sikap Pemerintahan Indonesia yang seolah
diam seribu bahasa melihat budaya kebanggaannya diklaim negara tetangga
yang memang telah dikenal sebagai negara pencari masalah oleh rakyat
Indoneasia. Mengapa Pemerintah Malaysia seringkali melakukan klaim
terhadap kebudayaan Indonesia? Mengapa Pemerintah Indonesia yang
memiliki rakyat dengan nasionalisme tinggi seolah takut dengan negara
persemakmuran Inggris tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pokok
permasalahan yang menarik untuk dibahas lebih dalam.
Malaysia yang secara historis terbukti merupakan negara serumpun
melayu dengan Indonesia yang perbedaannya nyaris sangat tipis
membuatnya mencari identitas bangsanya sendiri. Malaysia memang tengah
dilanda krisis identitas dikarenakan tidak adanya perbedaan yang signifikan
dengan budaya asli Indonesia. Fakta mengungkapkan dari 40 orang
mahasiswa asal Malaysia yang sedang menempuh studi di Indonesia
mengaku hanya sedikit dari mereka yag mengenal sejarahnya. Selain itu
anggapan ini semakin diperkuat dengan pernyataan salah satu pejabat tinggi
Malaysia yang mengatakan bahwa Malaysia bisa saja menggunakan semua
budaya yang dimiliki Indonesia untuk mempromosikan negaranya dengan
alasan kedekatan budaya dan sejarahnya. Padahal implementasinya tidak
semudah itu untuk saat ini apalagi mengenai perihal penggunaan budaya
suatu bangsa untuk mempromosiakan bangsa lain yang bukan pemiliknya.
Malaysia sebagai negara yang juga menjadi salah satu daerah tujuan wisata
yang mengusung tema kebudayaan tradisional khas negaranya
mengharuskannya untuk memiliki kekayaan budaya tradisional yang
beragam dan menarik untuk dijual kepada turis mancanegara yang
berkunjung ke sana. Selain itu sebuah fakta menarik mengungkapkan bahwa
Malaysia adalah salah satu negara transit bagi turis-turis asing yang hendak
mengunjungi Indonesia terutama Bali. Hal ini membuat Malaysia berusaha
untuk mempertahankan para turis asing agar menetap lebih lama di sana.
Salah satu caranya adalah dengan menyuguhkan pertunjukan budayabudaya yang membuat para turis tertarik dan betah untuk menikmati
bahkan mempelajari budaya tersebut. Sehingga tak jarang mereka suguhkan
pula budaya-budaya Indonesia yang memang memiliki nilai seni tinggi untuk
kancah internasional.

Dengan mudahnya melakukan hal tersebut karena merasa memiliki jasa


yang besar terhadap Indonesia. Salah satu contoh riilnya adalah TKI yang
banyak dipekerjakan di sana. Malaysia sesungguhnya menganggap
Indonesia sebagai negara besar yang memiliki banyak potensi dan
keunggulan. Malaysia menjadikan tokoh agama Indonesia seperti Ulama
besar Indonesia menjadi salah satu tokoh panutan. Dan fakta menyebutkan
bahwa pejabat-pejabat tinggi yang kini menjabat di Pemerintahan Malaysia
merupakan keturunan Indonesia yang telah terjadi selama puluhan bahkan
mungkin ratusan tahun yang lalu. Namun kembali lagi karena TKI yang
membuat Mslaysia memandang rendah Indonesia sebagai negara di
bawahnya. Karena hal ini pula sehingga membuat Malaysia merasa berada di
tingkat stratifikasi yang lebih tinggi daripada Indonesia dan menjustifikasi
klaim-klaim yang mereka lakukan.
Dari segi Pemerintahan Indonesia yang terkesan menutup mata
terhadap masalah ini, penyebab utamanya adalah karena kebijakan luar
negeri RI terlalu berfokus pada masalah-masalah internasional sehingga
seolah melupakan masalah-masalah dalam negeri Indonesia sendiri.
Pemerintah Indonesia yang mengorientasikan fokusnya pada masalah
kerjasama internasional dengan negara-negara besar seperti Amerika, Cina,
dan Jepang atau ikut ambil andil dalam isu-isu global seperti perubahan iklim
dan human trafficking menjadikan posisi Indonesia lemah dalam hal
diplomasi serumpun. Ini dapat terjadi karena arah kebijakan luar negeri
Indonesia yang menggampangkan diplomasi dengan negara-negara
serumpun. Pemerintah cenderung terus mengedepankan jalan perdamaian
terhadap tetangga yang justru melakukan hal sebaliknya. Akbatnya adalah
martabat Indonesia yang dapat dengan mudah dilecehkan oleh negara
serumpun seperti Malaysia.
Pluralitas yang sangat tinggi dan keadaan geografis Indonesia yang
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia sepertinya membuat
Pemerintahan Indonesia kewalahan jika harus bekerja sendirian dalam
pelestarian budaya. Indonesia memiliki suku bangsa yang sangat beragam
sehingga berimplikasi pada tingkat keanekaragaman kebudayaan yang
sangat tinggi. Dalam hal ini rakyat Indonesia sebagai pemilik sah
kebudayaan yang kaya tersebut sepatutnya ikut menjaga, melestarikan, dan
mengeksplorasi kebudayaan-kebudayaan dalam negeri untuk dapat
berbicara banyak di pentas internasional. Sikap apatis yang telah lama
dijunjung oleh bangsa Indonesia harus segera dihilangkan.
Apresiasi yang kurang dari dalam negeri terhadap seni dan budaya yang
dimiliki bangsa merupakan faktor lain yang membuat klaim-klaim semacam
ini dapat dengan mudah terjadi. Rasa kepemilikan terhadap budaya bangsa,
baru akan mencapai tingkat yang sangat tinggi saat ada budaya bangsa
yang diklaim oleh negara lain. Langkah preventif guna meminimalisasi klaim
dari negara lain tidak pernah dilakukan. Setelah adanya klaim, barulah

secara serentak rakyat Indonesia meneriakkan nasionalisme semu yang


sama sekali tak bisa dibanggakan.
Fakta-fakta di atas sangat menarik untuk lebih diperdalam guna mencari
jalan terang mengenai siapakah aktor yang seharusnya bertanggung jawab
atas konflik yang telah terjadi selama ini. Indonesia yang secara empirik
memiliki budaya tersebut tetapi kurang mengapresiasi budayanya sendiri
mungkin memang harus melepas budayanya. Malaysia yang memang
mengklaim budaya tersebut sudah seharusnya mengakui secara jantan
bahwa budaya tersebut memang bukan budaya asli darinya namun
merupakan sebuah pelestarian budaya yang berusaha mereka lakukan.
Keadaan saat ini hanya akan memicu konflik-konflik baru yang akan
memperburuk hubungan bilateral kedua negara. Dapatkah kedua negara
melakukan hal tersebut?

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan Negara yang kaya akan budaya. Indonesia
memiliki keragaman budaya yang tersebar di pelosok-pelosok nusantara.
Mulai dari kesenian, adat-istiadat hingga makanan melekat mewarnai
keragaman bangsa indonesia. Namun, karena banyaknya budaya yang kita
miliki, justru membuat kita tidak mengetahui apa saja budaya yang
ada Indonesia. Bahkan kita sendiri pun sebagai generasi muda terkadang
melupakan budaya daerah kita. Sangat disayangkan sekali,kita mengaku
orang Indonesia tetapi tak tahu ciri khas bangsanya sendiri. Itu dapat kita
lihat di sekeliling kita,para generasi muda yang sudah tidak tertarik untuk
mempelajari budaya Indonesia lagi, seperti tarian tradisional, sebetulnya kita
jugalah yang tidak mau tahu akan keluhuran budaya kita sendiri.
Ketertarikan budaya yang semakin meluntur disebabkan karena globalisasi.
Membahas era globalisasi, tentu juga akan berpengaruh pada
dinamika budaya di setiap negara. Khususnya di Indonesia, hal ini bisa
dirasakan dan sangat menonjol nampaknya. Begitu bebas budaya yang
masuk dari berbagai arus kehidupa dan berbagai daerah. Pribadi yang
ramah-tamah juga sangat mendukung masuknya berbagai budaya tersebut.

Ditambah lagi generasi muda kita yang terkesan bosan dengan budaya yang
mereka anggap kuno dan membosankan. Sehingga mereka mencoba budaya
baru yang itu. Namun, masuknya budaya dari luar justru sering berimbas
buruk bagi bangsa ini. Misalnya budaya berpakaian, gaya hidup (life style),
segi iptek, maupun adat-istiadat. Semuanya itu berdampak sangat buruk dan
dengan mudah dapat menggeser budaya asli Indonesia..
Kita sebenarnya belum siap menerima era globalisasi. Gaya hidup kita
semakin menjurus ke arah barat yang individual dan liberal. Budaya gotongroyong pun semakin memudar. Dari segi iptek, sebagian besar juga
berdampak buruk bagi kita. Yakni penyalahgunaan teknologi kerap kali
terjadi. Kemudian, belum ada filterisasi budaya yang masuk. Begitu mudah
budaya masuk tanpa ada penyaringan kesesuaian dengan budaya asli kita.
Para generasi muda sekarang lebih tertarik pada dance,dan melupakan
tarian tradisional yang ada di daerah mereka masing-masing. Akibatnya kita
seperti berjalan mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern,
Tetapi sayangnya budaya luhur yang dulu melekat dalam diri, perlahan
semakin menghilang. Parahnya, budaya daerah yang ada dan kita junjung
tinggi justru semakin kita abaikan. Dan akibatnya kita tidak merasakan
bahwa perlahan-lahan budaya kita di ambil oleh bangsa lain,kemudian
bangsa itu mengklaim bahwa itu adalah budayanya.
1.2 Pokok Permasalahan
Pada zaman era presiden soekarno, pengklaiman beberapa
wilayah indonesiayaitu
Sipadan
Ligitan
juga
Blok
Ambalat
oleh Malaysia pernah membuat hubungan antar kedua negara ini menjadi
cukup tegang hingga muncul istilah GanyangMalaysia. Seiring dengan
redanya
isu
tersebut,
muncul
kembali
kasus
yang
membuat
negara indonesia terusik dan teganggu dengan pengklaiman berbagai
kebudayaanindonesia oleh
negara
tetangga Malaysia.
Dahulu
kasus
pengklaiman wilayahindonesia tak cukup menjadikan kedua negara ini
bermasalah dan beritanya hilang seiring berjalannya waktu.
Namun, beberapa waktu yang lalu kembali terdengar mengenai
pengklaiman beberapa kebudayaan asli indonesia oleh Malaysia diantaranya
adalah batik tulis, lagu rasa sayange, angklung, reog ponorogo, di klaim
berasal dari Malaysia. Sungguh mengherankan bukan, dari mulai dari
wilayah, hingga tarian dan lagu khas Indonesia
diklaim sebagai
kebudayaan Malaysia. Apa mungkin Malaysia tidak memiliki kebudayaan,
sehingga dalam berbagai aspek kebudayaan indonesia diklaim sebagai milik
negaranya?
Kasus Reog Ponorogo saat itu mengakibatkan terjadinya berbagai
demonstrasi di Indonesia. Salah satunya yaitu demonstrasi yang dilakukan di
depan kedubes malaysia oleh para warok dan para budayawan reog
ponorogo yang tidak terima dengan pengklaiman Malaysia atas Reog
Ponorogo dengan nama Barongan. Kasus ini cukup menarik perhatian dari
berbagai pihak dan masyarakat, khususnya dari pemerintah kabupaten

Ponorogo yang tidak terima dengan pengklaiman tersebut. Karena


pemerintah kabupaten Ponorogo sebenarnya telah mendaftarkan tarian reog
ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo yang tercatat dengan
nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan disaksikan langsung oleh
Menteri Hukum dan HAM RI.
Konon awal mulanya isu ini, kesenian Reog Ponorogo dibawa oleh TKI
yang bekerja di Malaysia yang sering mengadakan pertunjukan tarian Reog
Ponorogo untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia tetapi polisi
Malaysia memberikan syarat jika reog tetap ingin dimainkan maka namanya
harus diubah menjadi Singa Barongan UMNO.
Kasus lain yang cukup menghebohkan, yaitu diklaimnya Batik Tulis kita
sebagai karya seni yang berasal dari Malaysia. Seni batik ini sudah
diwariskan oleh nenek moyang kita dari mulai kerajaan Majapahit dan hingga
di gunakan sebagai pakaian untuk para Raja di dalam kerajaan. Dan Malaysia
pun mungkin iri dan ingin memiliki batik indonesia untuk diperkenalkan
kepada dunia bahwa Batik merupakan karya seni yang berasal dari Malaysia.
Hingga pada akhirnya pemerintah indonesia menetapkan tanggal 02 oktober
sebagai hari Batik Indonesia..

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tentang Kebudayaan Indonesia
Sudah berapa banyak produk budaya dan kesenian Indonesia yang
diklaim oleh Malaysia. Sebut saja Reog Ponorogo, Jaran kepang, Angklung,

Gamelan, Rendang, Rasa Sayange, dan masih banyak lagi hingga terakhir,
Batik dari Jawa dan Tari Pendet yang jelas-jelas produk budaya local rakyat
Bali ikut pula diklaim. Klaim Malaysia terhadap budaya dan kesenian
Indonesia sudah terjadi sejak awal kemerdekaan Malaysia dan menjadi salah
satu pemicu konflik antara kedua negara serumpun. Kita tidak bisa
menerima pernyataan seorang budayawan Malaysia, yang mengatakan
bahwa klaim yang dilakukan oleh Malaysia merupakan usaha untuk
melindungi khasanah budaya Melayu dari klaim barat. Negara-negara Eropa
memang sangat tertarik dengan eksotika budaya Indonesia. Namun tidak
berarti seni dan budaya Indonesia diklaim menjadi milik Malaysia. Tentu saja
kita tidak setuju dengan pernyataan itu. Batik dan Tari pendet misalnya. Jelas
merupakan produk yang berasal dari Indonesia. Maka pemerintah wajib
melindungi dari klaim negara manapun. Apa bedanya direbut Malaysia atau
negara Eropa?. Untungnya Norman Abdul Halim, produser film dokumenter
Malaysia, meminta maaf atas klaim batik dan tari pendet serta
menghentikan iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Chanel.
Dibidang politik, Indonesia-Malaysia negara serumpun tetangga paling
dekat yang seharusnya saling mendukung dan mengisi kekurangan justru
tidak pernah luput dari konflik. Lihat saja sejak Soekarno menjadi Presiden,
aksi ganyang Malaysia menjadi salah satu bukti sejarah ketidak harmonisan
hubungan kedua negara. Indonesia beranggapan bahwa negara boneka
bentukan Inggris itu adalah sebatas semenanjung Malaya (bekas jajahan
Inggris) tidak meliputi negeri Sabah yang berada di Kalimantan bagian utara.
Sektor Seni dan Budaya menjadi saasaran empuk potensi konflik.
Konflik yang pemicunya dari sektor tersebut muncul karena keragaman
budaya leluhur kedua negara. Mengingat Malaysia adalah negara dengan
budaya luhur melayu, begitupun Indonesia, khususnya di Indonesia bagian
barat. Karena budaya ini dimiliki oleh kedua negara yang berbeda, maka
kebudayaan yang berada di wilayah ini disebut budaya daerah abu-abu ;
gray area. Budaya yang berada di wilayah ini bisa dimiliki oleh kedua belah
pihak, tapi tidak boleh diklaim secara sepihak.
Yang kerap terjadi, khususnya akhir-akhir ini adalah seringanya terjadi
klaim di satu pihak saja. Tidak hanya itu, seringkali juga Malaysia mengklaim
budaya-budaya yang tidak berada di daerah abu-abu atau yang secara
sangat jelas merupakan milik Indonesia, misalnya saja Tari pendet dan Batik
Indonesia. Sangat banyak hal-hal yang menjadi pemicu konflik dalam hal
budaya ini karena jika kita bicara tentang budaya suatu negara, maka secara
tidak langsung kita tengah berbicara tentang identitas negara tersebut yang
jelas berhubungan langsung dengan kedaulatan negara yang bersangkutan.
Klaim Malaysia terhadap Batik dan Tari pendet seharusnya bisa
menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita semua. Sepertinya kita kurang
bersyukur, kita punya begitu banyak kesenian dan tarian yang mempesona,
namun
tak
banyak
dari
kita
yang
mau
mempelajari
dan
melestarikan. Bahkan kita sepertinya bangga kalau seni dan budaya kita
dipelajari dan kemudian ditampilkan/dipertontonkan oleh bangsa lain. Papanpapan penunjuk jalan di Jogja khususnya dan dikota-kota di Jawa pada

umumnya banyak yang dituliskan dalam aksara Jawa, tapi berapa banyak
anak muda sekarang yang bisa membaca dengan huruf Jawa?.
Pemerintah sudah tentu harus bertindak cepat, tegas, namun
juga smart. Berbagai produk kesenian dan budaya kita musti didata dan
didaftarkan hak miliknya agar tak perlu lagi kecolongan di kemudian hari.
Selanjutny kita juga tidak boleh kalah dalam memasarkan Indonesia di luar
negeri. Harapannya, tentu saja agar orang asing lebih tertananm dengan
seni dan budaya kita. Kalau seni dan budaya itu sudah dikenal bangsa asing,
maka sulit bagi bangsa lain untuk mengklaim seni dan budaya tersebut
sebagai miliknya.
Dari kasus tersebut tentu kita sebagai bangsa religi harus selalu
mengambil hikmahnya. Dari kasus pencurian budaya semacam ini ternyata
juga mampu menggugah semangat untuk mempertahannkan seni dan
budaya kita. Sejak batik diklaim negara Malaysia, sekarang banyak instansi
yang mewajibkan penggunaan seragam batik di hari-hari tertentu. Anak
muda pun tak lagi canggung mengenakan batik karena desain dan motifnya
terus berkembang menyesuaikan zaman. Bangsa Indonesia yang di luar
negeri pun kian bersemangat dalam mempromosikan budaya Indonesia
kepada orang asing. Banyak orang Indonesia yang sebelumnya cuek dengan
budaya Indonesia, kini menjadi lebih peduli terhadap nasionalisme dan
identitas bangsa ini. Apa yang ditunjukkan Malaysia seharusnya bukan hanya
membuat rasa nasionalisme kita tersentil. Tapi nasionalisme yang produktif,
seperti digagas mendiang Nurcholish Madjid. Menurut Cak Nur, kita harus
menjadi bangsa yang lebih kompetitif dengan karya-karya nyata yang
mengharumkan bangsa. Menurutnya, SDM kita misalnya, harus terus
dibenahi sehingga setidaknya bisa melebihi Malaysia. Dulu mereka
mengimpor guru, kini kita hanya mampu mengekspor tenaga kasar sehingga
telah terjadi perbudakan di zaman modern. Kita harus marah, tetapi setelah
marah reda, kita harus bekerja keras untuk mengatasi ketertinggalan kita
dari Malaysia.
Batik Indonesia secara resmi telah diakui oleh UNESCO. Batik
dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak Benda
Warisan Manusia (representative list of the intangible cultural heritage of
humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (fourth session of the
intergovernmental committee) tentangWarisan Budaya Tak Benda di Abu
Dhabi. Sedangkan Tari Pendet seperti yang penulis utarakan diatas bahwa
Malaysia telah mengakui Tari Pendit milik bangsa Indonesia. Selanjutnya
bagai mana bangsa Indonesia mampu mempertahankan seni budaya
tersebut?. Dibawah ini akan penulis sampaikan beberapa strategi yang dapat
dipakai sebagai acuan untuk mempertahankan senibudaya adiluhung bangsa
Indonesia.

2.2 Mempertahankan Identitas Budaya Bangsa

UUD 1945 amandemen ke empat, pasal 32 berubah menjadi 2


ayat. Ayat (1) berbunyi: "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia
di tengah peradaban dunia dengan menjamin kekebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya."
Jika ayat (1) ini dirinci, ada 3 potongan makna yang terkandung di
dalamnya. Pertama, "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia.".
Potongan kalimat kedua berbunyi,"di tengah peradaban dunia",
penegasan bahwakebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dan
perdaban dunia. Potongan kalimat ketiga, ".dengan menjamin kebebasan
masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya"
merupakan cerminan pemenuhan kehendak tentang perlunya kebebasan
dalam mengembangkan nilai budaya masing-masing suku bangsa. Ayat (2)
berbunyi, "Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional", ini berarti bahwa masalah bahasa (daerah)
sudah dengan sendirinya merupakan salah satu kekayaan (bagian) dari
kebudayaan bangsa.
Jaminan seperti yang tertuang dalam kedua ayat tersebut sudah
semestinya menjadi kekuatan dan semangat bagi anak bangsa untuk tetap
mau mempelajari, menghayati, mengamalkan, dan mempertahankan seni
budaya bangsa, khususnya pemerintah secara institusional selaku pengambil
kebijakan. Namun demikian, untuk menyelamatkan dan mempertahankan
identitas budaya bangsaa kita memerlukan lebih dari sekadar pernyataan
semata. Bangsa ini memerlukan suatu grand strategy, strategi besar
berdimensi luas dan bervisi jauh ke depan, atas seluruh hajat hidup dan
sumberdaya, termasuk budaya, bahasa dan sejarahnya. Pemerintah
semestinya melakukan inventarisasi, kodifikasi dan selanjutnya publikasi
identitas kebudayaan secara serentak, terorganisir dan menyeluruh.
Faktanya, Indonesia hingga saat ini tidak memiliki data lengkap mengenai
identitas budaya yang tersebar di setiap daerah. Perlindungan hak cipta
terhadap seni budaya juga sangat lemah, sedangkan publikasi multimedia
secara internasional mengenai produk seni budaya masih sangat minim. Dan
yang paling parah Indonesia juga menghadapi persoalan buruknya birokrasi
pendataan hak cipta. Meskipun permohonan pendaftaran hak cipta
mengenai seni budaya sudah disampaikan, belum tentu permohonan
tersebut segera diproses dan dipublikasikan. Sejak 2002 sampai Juni 2009,
misalnya, sudah ada 24.603 permohonan pendaftaran hak cipta bidang seni
yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM). Namun,
hingga saat ini, permohonan yang disetujui belum dipublikasikan. Hal ini juga
terkait dengan belum adanya dasar hukum formal.
Strategi tersebut di atas dapat pula dijabarkan dan dilengkapi dalam
bentuk langkah khusus-konkrit. Strategi yang dimaksud misalnya mendorong
pemanfaatanteknologi informasi
dan
perangkat-perangkatnya
untuk
melakukan pendaftaran dan basis data bersama seluruh khazanah
kebudayaan nasional. Itu dengan melibatkan semua pihak se-nusantara,
serta membiasakan generasi muda menggunakan berbagai fasilitas

teknologi informasi untuk keperluan yang terkait dengan pelestarian dan


apresiasi senibudaya nasional Indonesia. Strategi lainnya dapat berupa
mendorong daya kreasi pengembangan sains dan teknologi yang berinspirasi dari kekayaan yang bersumber pada berbagai aspek kebudayaan
tradisional Indonesia atau warisan budaya bangsa (national heritage) yang
sangat bhinneka bagi kemajuan peradaban dunia, menanamkan nilai-nilai
budaya lokal/nasional yang positif dan konstruktif. Mengingat bangsa
Indonesia adalah bangsa yang terbuka maka strategi tersebut perlu
dilengkapi dengan upaya penyaringan budaya asing yang masuk melalui
aktualisasi budaya.
Salah satu dimensi lain yang tidak bisa diabaikan dalam upaya
mengusung kembali khasanah identitas senibudaya bangsa adalah dunia
pendidikan. Karena ancaman globalisasi yang paling mendasar adalah
globalisasi budaya yang berdampingan dengan globalisasi ekonomi, maka
strategi yang harus diutamakan adalah strategi budaya yang berbasis
penguatan pendidikan. Sumberdaya manusia yang peka terhadap identitas
budaya, serta berdaya saing tiggi juga berwawasan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi, dibangun melalui pendidikan.
Pendidikan, baik formal maupun non-formal adalah bagian dari
kebudayaan dan kebudayaan adalah sistem nilai yang kita hayati. Dalam
pandangan Daoed Joesoef kegiatan pendidikan adalah kegiatan budaya.
Melalui pendidikan yang sudah diperbarui ini, masyarakat dibantu untuk
tidak hanya menjadi sekadar pendukung budaya tetapi lebih-lebih berperan
sebagai pengembang budaya. Dalam hubungannyadengan meneguhkan
identitas kebudayaan, pendidikan merupakan wahana sentral dalam
menerjemahkan gagasan tersebut menjadi kenyataan perilaku yang semakin
menguat dalam masyarakat, terutama pada generasi muda.
Wacana tersebut dalam tahap implementasinya mengharuskan
pendidikan yang diterapkan bersumber dari bentuk kurikulum yang sarat
muatan atau nilai penguatan identitas budaya nasional. Ini berarti kurikulum
yang bermuatan budaya nasional akan sama antara satu daerah yang satu
dengan daerah yang lain, tetapi akan berbeda ketika menyangkut identitas
budaya lokal masing-masing. Selain membagi dan berbagi pengetahuan
mengenai adat istiadat lokal dan nasional, nilai-nilai budaya bersama juga
harus disampaikan dalam proses pendidikan yang berbasis nilai-nilai budaya
lokal dan nasional. Pengetahuan mengenai adat istiadat lokal maupun
nasional dan pemahaman mengenai nilai-nilai bersama sebagai hasil dari
proses pendidikan berbasis nilai-nilai budaya lokal dan nasional akan
membentuk manusia Indonesia yang bangga terhadap tanah airnya. Rasa
kebanggaan ini akan menimbulkan rasa cinta pada tanah airnya yang
kemudian akan mengejawantah dalam perilaku melindungi, menjaga
kedaulatan, kehormatan dan segala apa yang dimiliki oleh negaranya, dalam
hal ini adalah identitas kebudayaan nasional.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian penulis diatas dapat ditarik suatu kesimpulan sederhana
yang mungkin tidak akan dapat diuraikan dengan kalimat yang panjang.
Namun, ada baiknya kita sedikit menyadari bahwa kebijakan konkrit
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas medesak untuk dilakukan agar
bangsa Indonesia tidak terjerembab ke lubang yang sama untuk ke sekian
kalinya, seni dan budaya kita diklaim oleh Malaysia atau bahkan negara lain.
Strategi kebudayaan yang monolitik mesti dipudarkan oleh upaya
pemerintah memfasilitasi serta mengadvokasi setiap hak sosial-budaya yang
dimiliki kebudayaan lokal. Jika ingin menyelamatkan/mempertahankan 'jati
diri bangsa', maka strategi kebudayaan yang usang perlu dibuang,
karenanya, politik kebudayaan perlu direartikulasi dan revitalisasi dalam
nuansa baru yang lebih memberdayakan, bukan menentukan, tidak jatuh
pada logika hasrat materialistik-kapitalistik semata.
Terkait dengan pendidikan, pemerintah hendaknya merancang sebuah
kurikulum yang sarat muatan budaya lokal dan nasional yang diakui dan
dijadikan identitas bangsa. Pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai
pelajaran ekstrakurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah yang
terintegrasi dalam mata pelajaran yang telah ada, mulai dari tingkat
pendidikan yang paling rendah sampai dengan perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Mungkinkah Pariwisata Budaya Indonesia Maju?. Sinar Harapan. 27 Mei


2004.
Dewantara, K.H. Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Majelis Luhur Persatuan
Tamansiswa. 1994.
Husamah. Mengusung Multikulturalisme. Media Indonesia, 12 Juli 2008.
Karim,M.R. Arti Keberadaan Nasionalisme. Analsis CSIS XXV (2). 1996.
Koentjaraningrat
(ed.). Manusia
dan
Kebudayaan
di
Indonesia. Jakarta:
Djambatan. 2002.
Kompas, 31 Agustus 2009.
Mahayana, MS. Akar Melayu: Sistem Sastra dan Konflik Ideologi di Indonesia dan
Malaysia. Magelang: Indonesiatera. 2001.
Rahayu, A. Pariwisata: Konseptualisasi Kebudayaan. Jakarta: Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata. 2006.

Sugiarti, dan Trisakti Handayani. Kajian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar. Malang:
UMM Press. 1999.
Suseno, FM. Filsafat Kebudayaan Politik. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
1992.
Swasono, MFH. Kebudayaan Nasional Indonesia: Penataan Pola Pikir. Bukittinggi:
makalah Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 20 22 Oktober 2003.
Rochaeti, E. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.

Anda mungkin juga menyukai

  • Isbd Revisi
    Isbd Revisi
    Dokumen4 halaman
    Isbd Revisi
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Isbd Revisi
    Isbd Revisi
    Dokumen4 halaman
    Isbd Revisi
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Uts PKN
    Uts PKN
    Dokumen2 halaman
    Uts PKN
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Biofisika
    Biofisika
    Dokumen18 halaman
    Biofisika
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Print Sekarang
    Print Sekarang
    Dokumen2 halaman
    Print Sekarang
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Kerajinan Tangan Dari Botol Bekas
    Kerajinan Tangan Dari Botol Bekas
    Dokumen1 halaman
    Kerajinan Tangan Dari Botol Bekas
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Isbd
    Isbd
    Dokumen14 halaman
    Isbd
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Batang
    Batang
    Dokumen15 halaman
    Batang
    Andre Setiawan
    Belum ada peringkat
  • ISBD
    ISBD
    Dokumen11 halaman
    ISBD
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Agroekoteknologi
    Agroekoteknologi
    Dokumen4 halaman
    Agroekoteknologi
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Hak Dan Kewajiban Warga Negara
    Hak Dan Kewajiban Warga Negara
    Dokumen3 halaman
    Hak Dan Kewajiban Warga Negara
    din
    Belum ada peringkat
  • T.R. Riau
    T.R. Riau
    Dokumen5 halaman
    T.R. Riau
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Agroekoteknologi
    Agroekoteknologi
    Dokumen4 halaman
    Agroekoteknologi
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan: Bab I
    Pendahuluan: Bab I
    Dokumen3 halaman
    Pendahuluan: Bab I
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Gambar Organel Sel
    Gambar Organel Sel
    Dokumen3 halaman
    Gambar Organel Sel
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Jaring An
    Jaring An
    Dokumen11 halaman
    Jaring An
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Aringan Hewan
    Aringan Hewan
    Dokumen5 halaman
    Aringan Hewan
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen18 halaman
    Presentation 1
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan: Bab I
    Pendahuluan: Bab I
    Dokumen3 halaman
    Pendahuluan: Bab I
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Metode Pemisahan Campuran Dengan Distilasi
    Metode Pemisahan Campuran Dengan Distilasi
    Dokumen10 halaman
    Metode Pemisahan Campuran Dengan Distilasi
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Periodik
    Periodik
    Dokumen2 halaman
    Periodik
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Hak Dan Kewajiban Warga Negara
    Hak Dan Kewajiban Warga Negara
    Dokumen3 halaman
    Hak Dan Kewajiban Warga Negara
    din
    Belum ada peringkat
  • Paper
    Paper
    Dokumen3 halaman
    Paper
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Ko Valen
    Ko Valen
    Dokumen11 halaman
    Ko Valen
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Kimia Protein
    Kimia Protein
    Dokumen21 halaman
    Kimia Protein
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Akhir Kekuasaan Jepang Di Indonesia
    Akhir Kekuasaan Jepang Di Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Akhir Kekuasaan Jepang Di Indonesia
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Respirasi Sel
    Respirasi Sel
    Dokumen7 halaman
    Respirasi Sel
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Fermentasi DL
    Fermentasi DL
    Dokumen3 halaman
    Fermentasi DL
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen18 halaman
    Presentation 1
    Nuacha Zterezabiest
    Belum ada peringkat