Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Senyawa organik terlibat dalam tiap segi kehidupan, dan banyak manfaatnya
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ada diantaranya yang berwujud bahan
makanan, bahan sandang, obat-obatan, kosmetik, dan berbagai jenis plastik.
Bahkan dalamtubuhpun banyak terdapat sejumlah senyawa organik dengan fungsi
yang beragam pula.Senyawa organik hanya mewakili satu jenis senyawa kimia,
yaitu yangmengandung satu atom karbon atau lebih. Kimia organik barangkali
lebih baik didefinisikan sebagai kimia senyawa yang mengandung karbon.
Meskipun penggolongan seperti ini agak terbatas, fakta menunjukkan bahwa
senyawa yang mengandung atom karbonlah yang banyak terdapat di muka bumi
ini. Fakta ini adalah akibat dari kemampuan atom karbon membentuk ikatan
dengan atom karbon lain. Jika sifat khas ini dibarengi dengan kemampuan atom
karbon membentuk empat ikatan dalam ruang tiga dimensi, maka berbagai
susunan atom dapat terjadi. Saat ini jutaan senyawa organik telah ditentukan
cirinya, dan setiap tahun puluhan ribu zat baru ditambahkan ke dalam daftar ini,
baik sebagai hasil penemuan di alam, ataupun sebagaihasil pembuatan di
laboratorium. Aspek-aspek dasar dalam reaksi senyawa organik antara lain:
a. Pemutusan ikatan
Proses pemutusan ikatan terjadi dengan dua cara, yaitu:
1. Pemutusan homolisis, yaitu pemutusan ikatan dimana masing-masing atom
membawaelektron dalam jumlah yang sama (simetris), sehingga membentuk
radikal. Radikal bebas bersifat sementara dan sangat reaktif, sehingga cepat
bergabung membentuk molekul kembali. Pemutusan homolisis terjadi karena
adanya energi panas atau cahaya Contoh Cl2 dapat digambarkan Cl Cl, atau Cl :
Cl, pemutusan homolisis dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Pemutusan heterolisis, yaitu pemutusan terjadi apabila hanya salah satu atom
yang membawa elektron, sedangkan atom yang lain tidak membawa elektron
(asimetris). Atom yang membawa sepasang elektron akan bermuatan negatif,
sedangkan atom yang tidak membawa elektron bermuatan positif. Pemutusan
heterolisis molekul AB dapat terjadi dalam dua cara, yaitu:
a. Jika elektronegativitas A lebih besar dari B, pemutusan heterolisis dapat
digambarkan:

b. Jika elektronegativitas B lebih besar dari A, pemutusan heterolisis dapat


digambarkan sebagai berikut:

b. Karbonium (karbokation) dan karbanion (karboanion)


Pemutusan heterolisis ikatan C-X senyawa karbon dapat terjadi dengan
dua cara:
1. Apabila elektronegativitas X lebih besar dari C, maka akan terjadi
karbonium (struktur dimana atom C memiliki muatan formal +1, hal ini berarti
atom C memiliki orbital kosong) R adalah atom hidrogen, gugus alkil atau fenil,
sedangkan X adalahunsur halogen (Cl, Br, I).

2. Apabila elektronegativitas X lebih kecil dari C, maka akan terjadikarbanion


( struktur dimana atom C memiliki muatan formal 1, hal ini berarti atom C
memiliki orbital isi dua)

Nukleofil dan elektrofil Pada proses heterolisis akan terjadi nukleofil dan
elektrofil.
a. Nukleofil adalah spesies (atom / ion/ molekul) yang kaya elektron, sehingga dia
tidak suka akan elektron tetapi suka akan nukleus (inti yang kekurangan
elektron).

b. Elektrofil adalah spesies (atom / ion / molekul) yang kekurangan elektron,


sehingga ia suka akan elektron.

Menurut konsep asam basa Lewis nukleofil adalah suatu basa, sedangkan
elektrofil adalah suatu asam. Reaksi senyawa karbon pada dasarnya adalah reaksi
antara suatu nukleofil dengan suatu elektrofil .
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme dari reaksi SN1 dan SN2 ?
2. Apa perbedaan SN1 dan SN2 ?
3. Bagaimana kinetika reaksi SN1 dan SN2 ?
4. Bagaimana mekanisme dari reaksi substitusi elektrofilik ?
3. Tujuan
1. Mengetahui mekanisme dari reaksi SN1 dan SN2
2. Mengetahui perbedaan SN1 dan SN2
3. Mengetahui kinetika reaksi SN1 dan SN2
4. Mengetahui mekanisme dari reaksi substitusi elektrofilik ?

BAB II
PEMBAHASAN
1. REAKSI SUBSTITUSI

Substitusi bermakna penggantian suatu gugus atau atom oleh gugus atau atom
lain. Reaksi substitusi atau disebut reaksi pertukaran gugus fungsi terjadi saat
atom atau gugus atom dari suatu senyawa karbon digantikan oleh atom atau gugus
atom lain dari senyawa yang lain. Secara umum mekanismenya:

Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial. Karbon
ini bisa rentan terhadap (susceptible; mudah diserang oleh) serangan oleh anion
dan spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron menyendiri (unshared)
dalam kulit luarnya. Dalam suatu reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut
gugus pergi (leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat
digeser dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion Halida merupakan gugus
pergi yang baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat
seperti misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik. Spesi (spesies) yang
menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil
(nucleophile, pecinta nukleus), sering dilambangkan dengan Nu-. Umumnya,
sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat positif ; jadi
sebuah nukleofil adalah suatu basa Lewis. Nukleofil adalah suatu spesi yang kaya
elektron dan bereaksi dengan suatu elektrofil. Kebanyakan nukleofil adalah anion,
namun beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O, CH3OH dan
CH3NH2 dapat

juga

bertindak

sebagai

nukleofil.

Molekul

netral

ini

memiliki pasangan elektron menyendiri, yang dapat digunakan untuk membentuk


ikatan sigma.
Lawan nukleofil ialah elektrofil (pecinta elektron) sering dilambangkan dengan
E+. Suatu elektrofil ialah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif, jadi
suatu elektrofil ialah suatu asam Lewis seperti H+ atau ZnCl2.
2. REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK
a. Reaksi Substitusi Nukleofilik
Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3
yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh

nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus


mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk
ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan.
Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:

Contoh masing-masing reaksi adalah:

(Allinger dalam Firdaus. 2001)


1. Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik
Mekanisme Reaksi substitusi nukleofilik dapat terjadi dalam 2 cara, yaitu
reaksi substitusi nuleofilik orde pertama (SN1) dan reaksi substitusi
nuleofilik orde dua (SN2). Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik,
sedangkan arti 1 orde ke-1 dan 2 adalah orde ke-2. Reaksi substitusi
dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti struktur substrat, struktur dan
reaktifitas nukleofil, serta konsentrasi nukleofil maupun pelarut.

1.1 Reaksi SN2


Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai
berikut:

Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C-X. Pada keadaan transisi, nukleofil
dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada
saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil
memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan
karbon. Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil
dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme
reaksi.
Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi,
maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita
mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)2-butanol.Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C-Br. Pada saat
substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah
terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini
OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat
apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus
tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk
urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R
meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi
SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >>
tersier. (Prasojo. 2004)

Contoh Mekanisme SN2 :

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi SN2

Kekuatan relatif nukleofil : nukleofil yang bermuatan negatif lebih kuat


dari nukleofil netral.
Metanol akan bereaksi dengan metil iodida. Demikian pula halnya dengan
natrium eoksida. Mana yang reaksinya lebih cepat?

Efek Sterik pada nukleofil : nukleofil dengan struktur yang lebih meruah
akan terintangi ketika membentuk ikatan tunggal.

Gugus pergi yang baik : gugus pergi yang baik penting untuk reaksi S N1
maupun SN2.

Kinetika Reaksi SN2:


V=k2[RX] [Y-]
orde kedua bergantung pada substrat dan pereaksi
Profil Energi

1.2 Reaksi SN1


Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan
antarakarbon dengan gugus pergi putus.

Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion
karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan
nukleofil membentuk produk

Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan
sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat.
Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap
penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan
hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada a
gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai
hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masingmasing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya, reaksi
(S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.

Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik


planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan
belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik X
yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepatReaksi substrat R jika R
merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini
sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o > 2o >> 1o. (Prasojo. 2004)
Contoh mekanisme SN1 :

Reaksi SN1 berlangsung dalam dua tahap, pembentukan karbokation yang


dilanjutkan oleh reaksi antara nukleofil dan karbokation.
Kinetika Reaksi SN1 :
V=k[RX]

orde pertama dan bergantung pada substrat

Profil energi

Pada tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap pembentukan ion,
sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi
halida sekunder yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat

10

mengubah mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya,


mekanisme reaksi halida sekunder dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah
dari SN2 menjadi SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air
(relatif tidak-polar) menjadi 50% aseton-50% air (lebih polar, dan pelarut pengion yanglebih baik). Kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi
yang dilalui oleh reaksi oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme
SN2 yang terjadi.
Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu
nukleofil adalah kuat atau lemah.
1. Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik
daripada molekul netralnya. Jadi

2. Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung
merupakan nukleofil yang lebih kuat daripada unsur yang berada dalam periode di
atasnya yang segolongan. Jadi

3. Pada periode yang sama, unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan
nukleofil lebih lemah (karena ia lebih kuat memegang elektron). Jadi

Karena C dan N N: ,berada dalam periode yang sama, tidak mengherankan


jika pada ion -:C yang bereaksi adalah karbon, karena sifat nukleofilnya lebih
kuat.
2. Perbandingan Mekanisme SN1 dan SN2

11

Tabel berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan


mebandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan
struktur nukleofil.
Tabel : Perbandingan reaksi SN2 dengan SN1 SN2 SN1

3. Penataan Ulang Karbokation


Penataan ulang karbokation dapat berlangsung melalui pergeseran hidrida maupun
pergeseran metil untuk dapat memperoleh karbokation yang relatif lebih stabil,
sehingga produk yang diperoleh dapat berupa suatu produk campuran.

12

(Fessenden . 1992)
b. Reaksi Substitusi Elektrofilik
Substitusi elektrofilik merupakan kebalikan dari substitusi nukleofilik
dimana atom atau molekul yang melepas, atau elektrofilnya mempunyai
kerapatan elektron yang rendah sehingga bermuatan positif. Biasanya
elektrofil ini adalah atom karbon dari gugus karbonil, karboaktion sulfur
atau kation nitronium. Reaksi ini berlangsung pada hidrokarbon
aroamatik saja, sehingga disebut substitusi aromatik elektrofilik.
Serangan elektrofil akan menciptakan kompleksyang disebut sebagai

kompleks, sebuah fase transisi dimana sistem aroamtiknya

hilang.Lalu, gugus lepas (biasanya proton), akan terpisah dan sifat


kearomatikannya kembali.
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Aromatik

13

(McMurry dalam Afrida. 2012)


BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penulisan dapat dismpulkan bahwa mekanisme reaksi
substitusi nukleofilik dapat terjadi dalam 2 cara, yaitu reaksi substitusi
nuleofilik orde pertama (SN1) dan reaksi substitusi nuleofilik orde dua
(SN2). Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1
orde ke-1 dan 2 adalah orde ke-2. Sementara itu reaksi substitusi
elektrofilik berlangsung pada hidrokarbon aroamatik saja, sehingga
disebut substitusi elektrofilik aromatik. Reaksi substitusi dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti struktur substrat, struktur dan reaktifitas nukleofil,
serta konsentrasi nukleofil maupun pelarut. Selain itu SN1 dan SN2
memiliki perbedaan dari segi struktur halida, nukleofil dan pelarutnya.
2. Saran
Sebelum mempelajari mekanisme reaksi SN1 dan SN2 diharapkan agar
memahami dasar-dasar dalam mereaksikan senyawa dengan metode
substitusi dan juga memahami resnansi pada senyawa aroamtik, sehingga
tidak kesulitan dalam memahami mekanisme reaksi SN1, SN2 dan reaksi
substitusi elektrofilik aromatik.

14

DAFTAR PUSTAKA
Allinger dalam Firdaus. 2001. Alkil Halida : F.MIPA UNHAS. Makassar
Fessenden . 1992. Kimia Organik. (Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka).
Edisi ketiga : Erlangga .Jakarta
Prasojo, Stefanus Layli. 2004. Kimia Organik I. Jilid 1. Yogyakarta
McMurry dalam Afrida. 2012. Kimia Organik III : Universitas Jambi. Jambi
Frederick ,Arnold. 2001. Inorganik Chemistry. Academic Press. ISBN 0-12352651-5

15

Anda mungkin juga menyukai