Anda di halaman 1dari 50

"Syakur adalah orang yang bersyukur karena tidak memperolehi ni`mat.

Kemampuan untuk dapat bersyukur karena tidak memperolehi


ni`mat ini merupakan ni`mat terbesar.
ALLAH tidak Memberikan ni`mat, kecuali karena Rahmat dan KaruniaNYA, dan ALLAH hanya Memilih yang terbaik dan paling
tepat bagi hambaNYA. Terhalang nya seorang hamba dari ni`mat, menghantarkan nya pada keselamatan dan pahala yang lebih agung
dan lebih besar.
Seseorang hamba tidak dapat disebut Syakur, kecuali ia telah meneliti ni`mat-ni`mat yang tersembunyi dibalik Karunia yang urung
Diberikan kepada nya. Jika ia menyadari bahwa ini hanya membutuhkan kesabaran yang singkat, sedangkan pahala yang akan ia terima
sangat besar, maka ia akan merasa tenang, senang dan dapat meni`mati Karunia yang terluput dari nya sebagaimana orang benar-benar
mendapat Limpahan Karunia ALLAH.
Wahai ALLAH, Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang selalu memujiMU dalam setiap keadaan, dan Jadikanlah kami orang-orang
yang ucapan dan perbuatan nya benar dan tulus. Jangan Jadikan semangat dan puncak perhatian kami hanya pada dunia yang akan
musnah ini; tempat pemberangkatan dan perpindahan ini, sehingga kami kelak menjumpaiMU dan Kamu Redha kepada kami, wahai
yang Maha Pemurah." - Wasiat dan doa dari kitab "Shalat Para Wali"; himpunan karangan Habib Hasan ibn Shaleh al-Bahr al-Jufri
dengan terjemahan oleh Ustaz Novel Muhammad al-`Aydrus
KARAKTER SEORANG MUSLIM YANG HAKIKI
Al-Quran dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek
kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi
muslim yang dikehendaki oleh Al-Quran dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai
oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt.
Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah
pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek
yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Quran dan sunnah
merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.
Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang
muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan
ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada
Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam
(QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam dawahnya kepada para sahabat di Makkah,
Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan:
shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap
peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik
dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam
hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau
sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran, Allah berfirman yang
artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).
4. Qowiyyul Jismi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim
memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat

dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan
sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: Mumin yang kuat lebih aku cintai daripada mumin yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah
fatonah (cerdas) dan Al-Quran banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang
artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang
muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa
mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Katakanlah: samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
6. Mujahadatul Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim,
karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan
menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam
melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda
yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam)
(HR. Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian
yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Quran dengan menyebut nama waktu seperti wal
fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu,
ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: Lebih baik
kehilangan jam daripada kehilangan waktu. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan
yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya
sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Quran maupun
sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan
dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga
Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat
perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan

diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.


9. Qodirun Alal Kasbi.
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada
seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang
telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh
saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa
depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Quran maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan
yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan
keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan
mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafiun Lighoirihi.
Bermanfaat bagi orang lain (nafiun lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja
manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka
jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus
selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai
seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR.
Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Quran dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada
diri kita masing-masing.
sejak dari asal mulanya Islam, melalui ajaran prinsip-prinsip moral dan berlakunya hukum dalam kenyataan pembaruan masyarakat
merupakan bagian dari inti ajaran Islam. Sungguh, Islam dapat dilukiskan sebagai gerakan pembaruan yang didukung oleh ide
keagamaan dan etis tertentu yang sangat kuat berkenaan dengan Tuhan, manusia, dan alam raya. Di Madinah, begitu keadaan
mengizinkan, Nabi membentuk komunitas negara dengan sebuah konstitusi dan sesuai dengan tuntutan keadaan, perundang-undangan
yang diperlukan pun dibuat untuk komunitas negara itu, baik dalam bentuk ordonasi dari al Quran maupun perintah-perintah Nabi, yang
biasanya melalui musyawarah dengan satu komunitas. Faktor yang paling fundamental dan dinamis dari etika sosial yang diberikan oleh
Islam ialah egalitarianisme semua anggota, tidak peduli warna kulit, ras dan status sosial atau ekonomi nya, adalah partisipan yang sama
dalam komunitas.
Dari pernyataan diatas maka seharusnya Islam sebagai agama bisa melahirkan sebuah kesejahteraan, kedamaian dan kesuksesan
dalam berdikari, sebenarnya ada banyak hal kajian Qurani yang telah kita tinggalkan, hingga ia hanya sebatas wacana yang tidak pernah
membumi. Pernahkah kita menyadari bahwa banyak penelitian hingga akhirnya yang serius untuk menangkap pesan Qurani itu adalah
orang yang nyata-nyata kufur terhadap Tuhan Allah Azza Wajalla. Lihatlah al Quran bagaimana mengingatkan manusia terkait dengan
waktu, perencanaan, profesionalitas, dan membaca, secara filosofis bahwa Tuhan mengajarkan kita banyak hal yang harus kita tangkap
pesannya. Allah menginginkan kita menjadi generasi yang sukses bukan menjadi generasi yang gagal karena itulah wahyu diturunkan
dalam tataran normatif yang harus dikaji secara mendalam agar lebih relevan dan bersaing dengan zaman. Rasulullah mengajarkan
kepada sahabat-sahabat nya sebuah komitmen dan pemikiran yang mendalam tentang Islam, mereka hanya diajari di universitasuniversitas kenabian yang nota benenya pembelajaran itu dilaksanakan hanya dari masjid ke masjid, namun pada akhirnya mereka
mampu menjadi generasi yang unggul, hampir tidak ada para sahabat nabi yang tidak mempunyai kecakapan yang terampil sesuai
dengan kapasitas dan potensi yang di miliki nya, semuanya terasah dan akhirnya bermanfaat bagi manusia lainnya. Ada sahabat yang
memang dikenal sebagai seorang saudagar seperti Abu Bakar, sebagai ilmuwan Ali Bin Abu Thalib, ada yang terkenal karena nalar
kemujtahidannya adalah Abdurrahaman bin Auf, karena kefasihan lidahnya sebagai diplomat, dan mereka yang ahli strategi militer
semuanya terkumpul dalam rumpun sahabat nabi. Mereka semunya terbentuk atas dasar potensi yang mereka miliki dan kemudian sang
Rasul membebaskan dengan pilihan-pilihan hidup mereka dengan inspiras wahyu dan digelorakan semangat nya oleh kanjeng Nabi.
Ada tiga rahasia sukses yang menjadi concern utama pemikiran Islam yang telah diajarkan oleh baginda nabi, pertama
adalah quwatul aqidah, kedua quwatul fikriyah, dan ketiga adalah quwatul ukhuwah, ketika tiga hal yang paling fundamen ini
menyatu dalam kepribadian seseorang maka ia akan menjadi manusia yang paling bermanfaat, melahirkan jiwa-jiwa yang berilmu

pengetahuan, yang mencintai Tuhan dan agama nya serta tidak akan melepaskan diri dari jiwa sosial nya. Dengan akidah yang benar kita
akan mengetahui hak dan kewajiban hidup di bumi ini, dan akan kemana akhir dari pada bumi persinggahan ini karena tidak akan ada
yang abadi kecuali Rabb semesta, melalaui penalaran yang logis dan sistematis akhirnya kita akan mampu menguasai tekhnologi,
mengikut arus modernisasi, globalisasi tanpa tergilas oleh zaman yang terus berputar dan berubah ini, makanya sifat keterbukaan diri itu
harus dibangun untuk menguasai cakrawala pemikiran dan formula yang tepat dalam hal keilmuan, tidak heran kiranya jikalau sang
baginda nabi justru menganjurkan umat Islam di masa nya untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina, itu artinya sebuah pertanda
bahwa kita harus dengan sigap terhadap perkembangan zaman dan keilmuan tanpa membeda-bedakan satu sama lain arti sebuah
kebenaran ilmu, seperti kata Muhammad Iqbal bahwa ketika kita mengambil kebenaran bukan berarti harus mengganti baju dan merubah
warna kulit kita, mengambil sesuatu hal yang bermanfaat dari mereka bukan kemudian juga harus menanggalkan sesuatu yang paling
mulia dari kita, inti nya membuka diri terhadap segala perubahan adalah hal paling mendasar untuk sebuah peradaban dan kemajuan
sebuah individu. Sementara itu silaturrahim yang terbangun dengan baik akan melahirkan suasan psikologis yang damai, nyaman dan
melahirkan kesalehan sosial yang satu sama lain mempunyai ketergantungan untuk sebuah ketergantungan yang sama yaitu
membumikan nilai-nilai universal sebuah kemanusiaan di alam semesta ini.
Las but not Least, dalam kehidupan nabi telah terangkai empat sifat pokok yang menjadi sebuah acuan penting bagi kehidupan modern
ini, yaitu sifat sidik, (kejujuran), tabligh (transfaransi),amanah (dipercaya), fathanah (cerdas). Hal langka inilah yang seharusnya terus kita
kembangkan jika ingin lebih berperadaban, karena dengan sifat utama dari baginda nabi tersebut, apa pun profesi kita, siapa pun yang
kita hadapi, dan di mana pun kita berada, tidak ada masalah, dan yang pasti baik lawan maupun kawan akan menempatkan posisi kita
sebagai orang yang di percayai walai ia musuh sekali pun, bak ibarat nabi Muhammad saw, tidak ada satu pun dari kaum kafir yang
menafikan kejujuran baginda nabi ini. Kita membutuhkan jiwa dan pribadai yang baik dalam membangun keberagamaan yang sehat dan
kebangsaan yang bermartabat.

Ketika Kesalahan Dianggap Kebenaran












.
















.



















.





:

YA AYYUHALLADZIINA AMANUTAQULLOHA HAQQOTUQOTIHI WALA TAMUUTUNNA ILLA WAANTUM MUSLIMUN
Seburuk buruk manusia adalah orang yang sakit hatinya, nista perbuatannya namun tak mampu berusaha mencari obatnya, bukan
kesembuhan yang didapat melainkan justru bertambah parah. Al Quran mensinyalir bahwa orang yang hatinya sakit tetapi tidak merasa
berpenyakitan, tak pelak lagi penyakit hatinya bertambah lama semakin parah parah, fii quluubihim maradhun fazaaduhum
maradha (dalam hatinya ada penyakit dan bertambah-tambah)
Agaknya hati yang berpenyakitan tak mampu menahan pedihnya formula obat penyembuhnya, tak heran karena ulama tasawuf manapun
meyakini bahwa penyakit di dalam hati sulit dicari obatnya (ilajuhu asirun). Fenomena ini menggejala di masyarakat umum, di semua
lapisan masyarakat, bahkan tak jarang kita jumpai seseorang yang dianggap sekali lagi hanya- dianggap sebagai orang baik ternyata

hatinya masih cemar debu kesombongan merasa benar atas segala perbuatannya. Kondisi penyakit ini menunjukkan betapa parahnya
penyakit hati yang dideritanya:
Abu Darda pernah berkata, tidaklah orang yang merasa aman dengan keimanannya kecuali imannya telah dirampas oleh setan
perpanjangan kata penuh hikmah tersebut, tidaklah orang yang merasa benar kecuali kebenaran telah dirampas oleh setan, tidaklah
orang yang merasa alim kecuali keilmuannya telah diperbudak oleh setan. Amatlah buruk orang yang demikian ini.
;Ada beberapa hal yang menyebabkan penyakit hati bertambah parah
1. Karena tidak kuat menahan pedihnya pada saat perbuatan salahnya diketahui oleh orang lain, setelah dinasehati seolah
menjadi pil pahit yang tak sanggup dtelannya karena terhalang bangunan dinding nafsu yang kokoh lagi kuat
Karena kurangnya pengetahuan, minimnya ilmu tasawuf membuat manusia mengambang, hanya mengetahui kulit luarnya tidak
mengetahui delik-delik gejala penguasan nafsu atas hatinya. Alim perasaanya, fasih lisannya tetapi munafik perbuatannya.
Inilah yang paling dikhawatirkan oleh Nabi saw di akhir zaman

2.

3.

Hiasan setan telah menyemat membalut erat di dalam hatinya, kita sering melihat seseorang hanyut dalam buaian pujian,
padahal pujian seseorang hanya berkisar pada pandangan mata, pandangan mata adalah lemah, karena hanya melihat sisi
luarnya saja. Dari gaya bicaranya, kostum kebesarannya, perasaannya. Padahal Allah hanya melihat hati bukan rambut sampai
kaki.
Adapun formula pengobatannya adalah dengan membelokkan jalan lurusnya nafsu ke arah yang benar dengan ramah, bila masih tidak
bisa disadarkan, sadarkan dengan kekerasan, jika tahap kedua ini masih utuh dan makin bertambah sakitnya. Maka lebih baik ucapkan
selamat, silahkan teruskan watak buruk seperti itu atau dalam bahasa al Qurannya
)(qaalu salaama

. .
















.























.
.












.

.



























.






























.




















.

















.



























.













.

















.

PRIBADI MUSLIM BERPRESTASI


By. IMMawati Tri Pangestu
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji syukur Kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya kepada kita semua. Tak lupa
shalawat serta salam atas nabi junjungan kita nabi besar Muhhammad SAW yang telah mendobrak pintu kemungkaran menjadi pintu
kearifan, serta untuk keluarga dan para pengikutnya yang selalu setia dijalanNya.
Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka.
Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah
SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemahlembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat
menyukai dan mencintai prestasi!
Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah
shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara
kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya.
Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak
heran kalau Allah SWT menegaskan,
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah
(QS. Al Ahzab [33] : 21)
Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka
bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW.
Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah
manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang
diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.
Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang
yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat
dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata
shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa
sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.
Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan
mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik
semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.
Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas
dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah
SWT selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.
Misalnya saja dalam Sholat :
(QS. Al Muminuun [23] : 1-2). Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya. Artinya, shalat yang
terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya.
Sebaliknya, (QS. Al Maauun [107] : 4-5). artinya : Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!

Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, Padahal mereka tidak disuruh, kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka
mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak
memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun
tidak akan diterima oleh Allah SWT. Ini dalam urusan ukhrawi. Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu
lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para
pemuda yang unggul juga bisa bermamfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu
keunggulannya.
Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang
harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang
paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.
Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya
terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia
kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.
Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk
mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita
pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki
oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh
sesudahnya.
Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam
potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi
manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan
kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan
segala isinya ini!
Ingat, wahai hamba-hamba Allah, Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang maruf dan mencegah yang
munkar dan beriman kepada Allah ! (QS. Ali Imran [3] : 110).
Demikianlah yang dapat saya sampaikan dalam kultum saya, semoga bermanfaat dan apabila terdapat kekurangan dimana-mana saya
meminta maaf yang setulus-tulusnya, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kekurangan hanyalah milik saya semata.
Billahi Fii Sabililhaq Fastabiqul Khairat
Wassalamualaikum Wr.Wb

Manusia bisa lebih dari Iblis

Sombong termasuk sifat yang membahayakan keimanan, modalnya melakukannya tidak mahal, tetapi bisa membuat seseorang defisit
amal baik yang luar biasa besar. Iblis pada mulanya adalah bala tentara Allah sejenis para malaikat Allah, ttapi menentang perintah Allah
untuk sujud (penghormatan) kepada Adam as yang terbuat dari tanah, Allah pun berfirman dengan nada bertanya: "Apa yang
membuatmu tidak bersujud ketika Aku perintahkan?" Iblis menjawab," Aku lebih baik dari pada dia. Engkau ciptakan aku dari api
sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah." Menanggapi sikap sombong Iblis yang tidak mau bersujud itu kemudian Allah berfirman
"Turunlah engkau dari surga karena tidak pantas engkau berlaku sombong di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya engkau termasuk
orang yang hina."(QS.al-A'raf: 13)

Iblis yang sebelumnya telah beribadah selama 6 ribu tahun lamanya wallahu alam apakah tahun dunia atau alam lain--, melakukan
kesombongan satu kali saja membuat dirinya terlempar jauh sekali dari rahmat Allah, meski Iblis mengakui bahwa Allah adalah tuhan
semesta alam. Bagaimana dengan manusia yang melakukan kesombongan berkali-kali??

Surga diharamkan bagi orang orang yang di dalam hatinya masih bercokol sebiji atom sekalipun rasa sombong, Rasulullah saw
bersabda; "Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebutir atom."(HR. Muslim dari Abdullah bin Mas'ud
ra). Sebutir atom yang tidak terlihat kasat mata saja dapat menghalangi perolehan kenikmatan surga seluas langit dan bumi, lalu
bagaimana dengan pribadi kita yang seringkali menyombongkan diri dengan keberhasilan usaha dan ilmu pengetahuannya?? Tentu akan
lebih
jauhlagi
ketimbang
iblis
laknatullah,
kalau
tidak
mendapat
rahmat
dari
Allah
swt.
Hadits bahaya sombong di atas menggetarkan seorang laki-laki yang mendengarnya dan ia pun bertanya kepada Rasulullah saw,"
Seseorang itu tentu senang kalau pakaiannya bagus dan sandalnya pun indah. Apakah itu sombong?" Beliau saw menjawab pertanyaan
tersebut dan menerangkan hakikat sombong," Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran
(bathru
al-Haq)
dan
merendahkan
orang
lain
(ghamtu
al-Ns).
Rupanya kisah iblis, bukan berakhir di golongannya saja, Hamba Allah yang bernama manusia ini, ketika lepas kendali bisa berbuat lebih
jahat daripada Iblis dalam sifat sombongnya, misalnya Fir'aun, ia lebih sombong daripada iIblis. Kesombongan Iblis masih mengakui
bahwa Allah adalah tuhan penciptanya, tetapi Fir'aun mengaku sebagai tuhan sang pencipta, seperti yang dikatakan di dalam Al Quran: "
Ana
Rabbukum
al-A'l
(Akulah
Rabb
kalian
yang
paling
tinggi)."
Kalau Firun sombong karena kekuasaannya, lain lagi dengan Qarun yang sombong karena hartanya. Saking berlimpahnya harta
kekayaannya, untuk memikul kunci-kunci tempat penyimpanan hartanya saja tidak kuat dipikul orang-orang kuat sekalipun. Menjawab
ajakan untuk beramal menggunakan Qorun dengan angkuh dan sombong mengatakan: "Harta ini aku dapatkan karena ilmuku."(QS.alQashash: 78). Kemudian Qarun dan hartanya dibenamkan oleh Allah swt.

Hanya
Mengaku
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk miskin, bumi tempat kita berpijak, sebelum kita dan orang tua kita terdahulu diciptakan, tanah
ini sudah ada, itu berarti tanah ini bukan milik kita seutuhnya, bahkan sebelum Adam as tanah inipun sudah ada. Kalau saat ini kita
katakan milik kita, itu hanya pengakuan manusia saja. Manusia tukang mengakui harta yang hakekatnya bukan milik pribadinya secara
hakiki, karena itu tidak patut disombongkan.

Saat ini kita bisa mengatakan, ini tangan-ku, ini kakiku, ini pakaianku, tapi 100 tahun lagi kita sudah tidak bisa mengatakan apa-apa lagi,
bahkan nama kita-pun ikut terbenam ke dalam tanah yang kita injak setiap hari ini. Yang patut berlaku sombong hanya Allah swt.
"Kebesaran adalah pakaian-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. (Allah Ta'ala berfirman): Barang siapa menyaingi Aku pada
keduanya
pasti
Aku
azab
ia."
(HR.
Muslim
dari
Abu
Hurairah
ra)
Semoga kita bukanlah hamba Allah yang masuk ke dalam bujuk rayu iblis terlaknat itu, dan marilah terus menyadari sepenuhnya bahwa
apa yang kita miliki ini adalah pemberian Allah, sekecil apapun pemberian itu harus di syukuri, dengan ucapan dan tindakan.

KHUTBAH PERTAMA

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,


Suatu hari, sepeninggal Rasulullah SAW, Abu Hurairah r.a. beritikaf di masjid Nabawi. Ia tertarik ketika mengetahui ada
seseorang di masjid yang sama, duduk bersedih di pojok masjid. Abu Hurairah pun menghampirinya. Menanyakan ada apa
gerangan hingga ia tampak bersedih. Setelah mengetahui masalah yang menimpa orang itu, Abu Hurairah pun segera
menawarkan bantuan.
Mari keluar bersamaku wahai saudara, aku akan memenuhi keperluanmu, ajak Abu Hurairah.
"Apakah kau akan meninggalkan i'tikaf demi menolongku?" tanya orang tersebut terkejut.
Ya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sungguh berjalannya seseorang diantara kamu untuk
memenuhi kebutuhan saudaranya, lebih baik baginya daripada i'tikaf di masjidku ini selama sebulan
Sabda Rasulullah SAW itu diriwayatkan oleh Thabrani & Ibnu Asakir. Dishahihkan Al Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Sebagaimana Abu Hurairah, seorang Muslim seharusnya juga memiliki keterpanggilan untuk menolong saudaranya, memiliki
jiwa dan semangat memberi manfaat kepada sesama, memiliki karakter Nafiun li ghairihi.
Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain. Keterpanggilan nuraninya untuk
berkontribusi menyelesaikan problem orang lain. Bahkan manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain(HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni. Dishahihkan Al Albani
dalam As-Silsilah As-Shahihah)
Seorang Muslim, setelah ia membingkai kehidupannya dengan misi ibadah kepada Allah semata, sebagaimana petunjuk Allah
dalam surat Adz Dzariyat ayat 56, maka orientasi hidupnya adalah memberikan manfaat kepada orang lain, menjadi pribadi yang
bermanfaat bagi sesama, nafiun li ghairihi. Karenanya, Hasan Al Banna memasukkannafiun li ghairihi ini sebagai salah satu
karakter, sifat, muwashafat, yang harus ada pada diri seorang Muslim.
Siapapun Muslim itu, di manapun ia berada, apapun profesinya, ia memiliki orientasi untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Seorang Muslim bukanlah manusia egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan orang lain dan selalu
berusaha memberikan manfaat kepada orang lain.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa seharusnya setiap persendian manusia mengeluarkan sedekah setiap harinya. Dan
ternyata yang dimaksud dengan sedekah itu adalah kebaikan, utamanya kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama.
Rasulullah SAW bersabda:
Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit. Berbuat adil antara dua orang
adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya
adalah sedekah. Berkata yang baik adalah sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah
sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah. (HR. Bukhari)
Demikianlah Muslim. Demikianlah Mukmin. Ia senantiasa terpanggil untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang
lain, nafi'un li ghairihi. Seorang Muslim yang menjadi pedagang atau pebisnis, orientasinya bukanlah sekedar meraup untung
sebesar-besarnya, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat kepada orang lain, membantu mereka
memperoleh apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian, pedagang dan pebisnis Muslim pantang menipucustomernya, ia
bahkan memberikan yang terbaik kepada mereka, dan pada saat dibutuhkan menjadi konsultan serta memberikan pilihanpilihan yang lebih baik.
Seorang Muslim yang menjadi guru, orientasinya bukanlah sekedar mengajar lalu setiap bulan mendapatkan gaji, tetapi
orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat terbaik kepada peserta didiknya, ia mengasihi mereka seperti mengasihi
putranya sendiri, dan ia selalu memikirkan bagaimana cara terbaik dalam melakukan pewarisan ilmu sehingg peserta didiknya
lebih cerdas, lebih kompeten dan berkarakter.
Seorang Muslim yang menjadi dokter, orientasinya adalah bagaimana ia memberikan pelayanan terbaik kepada pasiennya, ia
sangat berharap kesembuhan dan kesehatan mereka, melakukan yang terbaik bagi kesembuhan dan kesehatan mereka.
Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,
Kelihatannya, memberikan manfaat kepada orang lain, membantu dan menolong sesama itu membuat waktu kita tersita, harta
kita berkurang, tenaga dan pikiran kita terporsir. Namun sesungguhnya, saat kita memberikan manfaat kepada orang lain, pada
hakikatnya kita sedang menanam kebaikan untuk diri kita sendiri. Jika kita menolong orang lain, Allah akan menolong kita.
Allah SWT berfirman:










Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri (QS. 17:7)
Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya. (Muttafaq 'alaih)

Jika kita menolong dan membantu sesama, pertolongan dari Allah bukan sekedar di dunia, tetapi juga di akhirat. Jika kita
memberikan manfaat kepada orang lain, Allah memudahkan kita bukan hanya dalam urusan dunia, tetapi juga pada hari kiamat
kelak.
Rasulullah SAW bersabda:




Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mumin dari berbagai kesulitan2 dunia, Allah akan menyelesaikan kesulitan2nya di
hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan
)akhirat (HR. Muslim

KHUTBAH KEDUA

Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,


Dengan apa kita memberikan manfaat kepada orang lain? Dalam bentuk apa nafi'un li ghairihi kita wujudkan? Sesungguhnya
setiap manusia memiliki banyak potensi untuk itu.
Pertama, dengan ilmu. Yakni ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita, kita bagikan kepada orang lain. Kita mengajari orang
lain, melatih orang lain, dan memberdayakan mereka. Ilmu ini tidak terbatas pada ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia baik berupa
pengetahuan, keterampilan hidup, serta keahlian dan profesi.
Kedua, dengan harta. Kita manfaatkan harta yang dianugerahkan Allah untuk membantu sesama. Yang wajib tentu saja adalah
dengan zakat ketika harta itu telah mencapai nishab dan haulnya. Setelah zakat ada infaq dan sedekah yang memiliki ruang
lebih luas dan tak terbatas.
Ketiga, dengan waktu dan tenaga. Yakni ketika kita mendengar keluhan orang lain, membantu mereka melakukan sesuatu,
membantu menyelesaikan urusan mereka, dan sebagainya.
Keempat, dengan tutur kata. Yakni perkataan kita yang baik, yang memotivasi, yang menenangkan dan mengajak kepada
kebaikan.
Kelima, dengan sikap kita. Sikap yang paling mudah adalah keramahan kita kepada sesama, serta senyum kita di hadapan orang
lain. Sederhana, mudah dilakukan, dan itu termasuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain.
Kelima hal nafi'un li ghairihi itu, jika kita lakukan dengan ikhlas, Allah akan membalasnya dengan kebaikan dan pahala.











)Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan balasannya (QS. Al Zalzalah:7

.
.






.


.





.
.
.
.
.
:

TIGA HAL PENTING MENURUT NABI MUHAMMAD SAW


Ada sebuah Doa Rasulullah yang mengisyaratkan pesan beliau tentang tiga hal utama dalam kehidupan, yaitu ad-dn(u), dengan
catatan bahwa yang dimaksud adalah Dnul-Islm, ad-duny(u), dan al-khirat(u).
Pesan tersebut tersirat dari doa yang berbunyi demikian:



Ya Allah! Perbaikilah dnku, yang merupakan pelindung urusanku; dan perbaikilah duniaku yang merupakan tempat hidupku, serta
perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai peningkatan untuk segala kebaikan, dan jadikanlah
kematianku sebagai penghentianku dari segala keburukan.(Hadis Muslim dari narasumber Abu Hurairah).

Fungsi Ad-Dn(u) sebagai ishmatu amry (

)
Dalam hadis tersebut, Rasulullah menyebut dn (agamaku; penata hidupku) sebagai ishmatu amry, yang harfiahnya berarti penjaga,
pelindung, pemelihara, penyelamat urusanku. Urusan yang dimaksud tentu bisa kita hubungkan dengan apa saja yang bisa dikaitkan
dengan ad-dn, yang tak lain dari Dnul-Islm, karena Nabi Muhammad tidak mengajarkan dn yang lain.

Dengan kata lain, amry (


) dalam hadis ini bisa diartikan sebagai segala segi kehidupanku, sehingga ishmatu amry otomatis
berarti penjaga/pelindung/pemelihara/penyelamat segala segi kehidupanku, atau ringkasnya penyelamat hidupku. Itulah arti Dnul-Islm
dalam pandangan Rasulullah, yang tentunya harus menjadi pandangan umatnya pula.
Dunia sebagai masyiy (

)
Dunia sebagai masyiy (tempat hidup) sudah sangat jelas bagi kita. Tapi bila dikaitkan dengan Dnul-Islm, tentu memerlukan definisi
tersendiri. Hidup muslim tentu merupakan hidup yang diwarnai Dnul-Islm, dalam segala seginya. Tanpa kecuali.

Dengan demikian, segala urusan yang yang digarap dan bersinggungan dengan seorang Muslim, adalah urusan yang Islami belaka.
Tanpa kecuali. Bahkan, ketika misalnya ia harus berhadapan dengan urusan yang tidak Islami, maka sikap yang ia terapkan tetaplah
sikap yang Islami. Tidak mau tidak. Tidak mau bersikap tidak Islami. Demikian ia lakukan. Sampai tiba saat kematian.
Akhirat sebagai mady (
)
Akhirat adalah mady (tempat kembaliku). Ini konsep baku dalam Islam. Bila kita periksa Al-Qurn, dalam konteks-konteks tertentu,
kita akan menemukan akhirat dengan pengertian yang bervariasi. Tapi di sini jelas sekali bahwa yang dimaksud dengan akhirat adalah
kebalikan dari dunia. Bila dunia adalah tempat yang kita huni sekarang, akhirat adalah tempat yang akan kita diami nanti. Namun dengan
catatan bahwa yang kita tempati di sana itu bisa bernama jannah (sorga), bisa juga bernama nr (neraka?). Dan penentunya, dalam
konsep Islam, adalah sikap kita sekarang terhadap Dnul-Islm. Bila bersikap positif (menerima), maka tempat kita di akhirat adalah
jannah, dan bila bersikap negatif (menolak), otomatis kapling kita nanti adalah nr.
Konsep tentang dunia dan akhirat, atau jannah versus nr, diharapkan bisa menjadi salah satu sarana pengingat bagi para Muslim,
agar hidup dalam mekanisme sistem Dnul-Islm. Dan itu bukan hanya untuk menjamin pembebasan dari adzab neraka di akhirat, tapi
juga menjadi jaminan agar di dunia ini pun mereka (para Muslim!) selalu berusaha menciptakan sorga dunia. Yaitu suatu kehidupan
yang segala seginya serba penuh dengan hasanah(kebaikan).
Hidup harus semakin baik
Kita sering mendengar orang mengutip hadis yang mengatakan: Barangsiapa yang keadaan hari sekarangnya lebih baik daripada
hari kemarin, ia termasuk orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang hari ininya sama dengan hari kemarinnya, ia termasuk orang
yang merugi! Dan barangsiapa yang hari ini lebih jelek daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang celaka.
Sering kali kita menghubungkan hadis ini dengan keadaan ekonomi seseorang dan atau diri kita sendiri. Padahal bila kita mengacu
pada hadis yang sedang kita bahas ini, peningkatan yang harus dan bisa terjadi setiap hari adalah kebaikan budi dan atau perilaku. Hal
ini sesuai pula dengan hadis yang lain, yang menegaskan bahwa tujuan Rasulullah diutus adalah untuk mengunggulkan akhlak yang baik.
Ya, di atas jelas sekali Rasulullah berdoa agar hidup beliau menjadi sarana peningkatan kebaikan. Dan- sebaliknya beliau meminta
agar kematian menjadi penutup bagi segala keburukan. Melalui doa ini, beliau mengisyaratkan kepada para Muslim bahwa dalam
kehidupan di dunia ini manusia selalu mempunyai kemungkinan untuk berbuat buruk, baik sengaja maupun tidak. Karena itu, kematian
diharapkan tiba sebagai anugerah, karena dengannya segala kemungkinan untuk berbuat buruk itu diakhiri.
Rasulullah saw bersabda;"tidaklah akan lurus iman seorang hamba sebelum lurus hatinya,dan tidak pula lurus hatinya
sebelum lurus lidahnya(HR ahmad)"
Kali ini saya hadirkan cerita nasihat tentang luqman semoga ada hikmah dan pembelajaran yang dapat kita ambil.
Telah di riwayatkan bahwa Luqman ketika masih kecil adalah seorang budak,yang bekerja sebagai pembantu pada seorang
tuan,kemudian
ia
di
bebaskan
karena
kepandaian,kebijakan,dan
budi
pekertinya
yang
mulia.
Pada suatu hari sang tuan pernah menguji kebijakan Luqman dengan meminta agar Luqman memotong seekor domba dan
memberikan
yang
terbaik
dari
hasil
sembelihanya
itu
kepada
sang
tuan.
kemudian Luqman melaksanakan perintah sang tuan.Setelah menyembelih,domba itu di kuliti dan di potong-potongnya,lalu
di
ambilah
hati
dan
lidahnya
untuk
di
berikan
kepada
sang
tuan.
di hari yang lain sang tuan memberi perintah yang sama,tetapi kali ini sang tuan meminta bagian yang terjelek dari hasil
sembelihanya itu.Lalu Luqman mengulangi lagi seperti perintah yang pertama dan memberikan lagi potongan hati dan lidah
domba kepada sang tuan.setelah diberi potongan lidah dan hati,dengan heran sang tuan bertanya'; mengapa engkau
memberiku hati dan lidah,sedangkan engkau telah memberiku hati dan lidah ini saat aku meminta bagian yang terbaik pada
domba
yang
engkau
sembelih
di
hari
yang
lalu?'
apakah
yang
sebenarnya
terjadi? "
berkata lukman,; "seseungguhya keduanya adalah yang terbaik bila keduanya baik,dan keduanya adalah yang terjelak jika
keduanya
jelek"
Rosulullah mewasiatkan dalam hadisnya yang mulia agar kita memfungsikan lidah kita sebagai juru bicara hati kita.yaitu
menyatakan yang terdapat didalamnya berupa keimanan,kebaikan dan gudang keyakinan.
Oleh karena itu jagalah hati dan lidah agar hati selalu mengingat allah dan lidah selalu berucap yang baik dan menyeru
kepada
kebenaran.
Semoga perlindungan dan pertolongan allah selalu menyertai kita

1
POLA HIDUP SEHAT ALA RASULULLAH
Rasulullah sangat jarang mengalami sakit meskipun mempunyai banyak aktivitas seperti berdakwah, beribadah, dan bahkan terjun
langsung dalam peperangan, serta sering menghadapi hal-hal yang sangat menekan perasaan. Menurut beberapa sirah, selama
hidupnya Rasulullah hanya sakit dua kali. Yaitu saat menerima wahyu pertama, ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangat
sehingga menimbulkan demam hebat, dan yang satunya lagi menjelang beliau wafat. Saat itu beliau mengalami sakit yang cukup parah,
hingga akhirnya wafat. Ada pula yang menyebutkan bahwa Rasulullah mengalami sakit lebih dari dua kali termasuk ketika sakit di tenung
oleh seorang Yahudi dan di racun oleh seorang wanita Yahudi setelah perang Khaibar.
Mengapa Rasulullah jarang sakit? Pertanyaan yang sangat menarik untuk dikemukakan. Secara umum, Rasulullah SAW jarang sakit
karena mampu mencegah hal-hal yang berpotensi mendatangkan penyakit. Dengan kata lain, beliau sangat menekankan aspek
pencegahan daripada pengobatan. Banyak ayat-ayat AlQuran dan Sunnah yang mengemukakan upaya pencegahan penyakit. Dalam
shahih Bukhari saja tak kurang dari 80 hadist yang membicarakan masalah ini. Belum lagi yang tersebar di dalam kitab Shahih muslim,
Sunan Abu Dawud, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad, dan lain-lain.
Ada beberapa kebiasan Rasulullah SAW yang menjadikan beliau sangat sehat lahir batin, antara lain:
1. Tidur Sehat Ala Rasul
2. Makan Sehat Ala Rasul

3. Olahraga Sehat Ala Rasul


4. Bersih Sehat Ala Rasulullah
5. Tidak Marah Ala Rasulullah
6. Tak Pernah Iri Hati Ala Rasulullah

1. Tidur Sehat Ala Rasul


Ajaran Islam sebagai ajaran yang menyeluruh, memberikan tuntunan disegala sisi keidupan manusia, tidak terkeculai dalam hal tidur.
Sebelum tidur biasakan membersihkan diri dengan berwudhu dan bersiwak (mengosok gigi). Meskipun Cuma tidur bukan berarti
seenaknya saja. Tidurlah dengan pakaian yang pantas, jangan pakaian yang menyiksa raga seperti ketat dan menyesakan sehinggga
mengganggu ketentraman tidur. Ada baiknya sebelum tidur membersihkan tempat tidur agar sangat nyaman. Jangan sampai lupa berdoa
dan berdzikir. Dengan berdoa dan berzikir Insya Allah terhindar dari mimpi buruk.
Rasulullah tidur lebih awal dan bangun lebih awal. Rasulullah selalu mengajak umatnya agar selalu bangun sebelum waktu subuh serta
melaksanakan sholat shubuh di masjid. Selain mendapat pahala, dengan berjalan ke masjid, kita akan menghirup udara subuh yang
segar dan mengandung oksigen. Karena itu orang yang suka bangun pagi dan menghirup udara pagi mempunyai paru-paru yang lebih
kuat dan sehat. Disamping itu, udara subuh dapat memperkuat pikiran dan menyehatkan perasaan. Keuntungan yang akan diperoleh
adalah badan sehat, otak cerdas, penghidupan lapang dan mendapatkan kebaikan di dunia akhirat.
Sebelum tidur dianjurkan untuk berdoa, sebagaimana Rasulullah mencontoh doa sebelum tidur:
Dengan namaMu ya Allah, aku hidup dan aku mati (HR Bukhari-Muslim).
Kemudian ketika bangun tidur kita juga dianjurkan untuk berdoa:
Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Ia mematikan kami. Dan kepadaNyakita semua berkumpul (HR Bukhari)
Prinsipnya, cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal malam dan bagun pada pertenganhan malam kedua. Biasanya Rasulullah
SAW bangun dan bersiwak, lalu berwudhu dan sholat sampai waktu diizinkan Allah. Beliau tidak pernah tidur melebihi kebutuhan.
Penelitian yang dilakukan di Jepang dan di AS selama enam tahun dengan responden berusia 30 sampai dengan 120 tahun
menyimpulkan bahwa orang yang biasa tidur lebih dari 8 jam sehari memiliki risiko kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan dengan
mereka yang bisa tidur 6 7 jam sehari. Nah Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi beliau tidur
tidak lebih dari 8 jam.
Cara tidur Rasulullahpun sarat makna. Ibnu Qoyyim, seorang intelektual Islam berkata: Barangsiapa yang memperhatikan pola tidur
Rasulullah, niscaya ia akan memahami pola tidur yang benar dan paling bermanfaat untuk badan dan organ tubuh. Ibnu qayyim Al
Jauziyyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan memiringkan tubuh kearah kanan, sambil
berzikir kepada Allah hingga matanya terasa berat. Tekadang beliau memiringkan badannya kesebelah kiri sebentar,untuk kemudian
kembali ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling efisien.
Tiga manfaat yang dapat diambil dari posisi tidur miring ke kanan, yaitu:
a. Menjaga saluran pernafasan
Tidur miring mencegah jatuhnya lidah ke pangkal yang dapat mengganggu saluran pernafasan. Tidur dengan posisi telentang,
mengakibatkan saluran pernafasan terhalang oleh lidah. Yang juga mengakibatkan seseorang mendengkur. Orang yang mendengkur saat
tidur menyebabkan tubuh kekurangan oksigen. Bahkan terkadang dapat mengakibatkan terhentinya nafas untuk beberapa detik yang
akan membangunkannya dari tidur. Orang tersebut biasanya akan bangun dengan keadaan pusing karena kurangnya oksigen yang
masuk ke otak. Tentunya ini sangat mengganggu kualitas tidur.

b. Menjaga kesehatan jantung


Tidur miring ke kanan membuat jantung tidak tertimpa organ lainnya. Hal ini disebabkan karena posisi jantung yang lebih condong berada
di sebelah kiri. Tidur bertumpu pada sisi kiri menyebabkan curah jantung yang berlebihan, karena darah yang masuk ke atrium juga
banyak yang disebabkan karena paru-paru kanan berada di atas. Sedangkan paru-paru kanan mendapatkan pasokan darah yang lebih
banyak dari paru-paru kiri.
c. Menjaga kesehatan paru-paru
Paru-paru kiri lebih kecil dibandingkan dengan paru-paru kanan. Jika tidur miring ke sebelah kanan, jantung akan condong ke sebelah
kanan. Hal ini tidak menjadi masalah karena paru-paru kanan lebih besar. Lain halnya jika bertumpu pada sebelah kiri, jantung akan

menekan paru-paru kiri yang berukuran kecil, tentu ini sangat tidak baik.
Namun Rasullah juga terkadang miring ke kiri untuk sementara dan kemudian kembali lagi miring ke kanan.
2. Makan Sehat Ala Rasul
Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Araf ayat 31:
Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang belebih-lebihan.
Hal senada dapat ditemukan di surat Al Baqarah 168:
Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik dariapa yang terdapatdi bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan, karena syaitan musuh yang nyata bagimu.
Sesungguhnya pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Maka tak heran bila Rasulullah memberi perhatian besar dalam
masalah ini.
Prinsip pertama makanan dan minuman harus halal dan thoyib (baik). Maksudnya selain masuk kategori halal, maka makanan dan
minuman kaum muslimin harus bersih dan mengandung kandungan gizi yang cukup.
Prinsip kedua seimbang, sederhana dan tak berlebihan. Rasulullah mengajarkan untuk makan tidak terlalu kenyang. Lambung cukup di
isis dengan 1/3 makanan. 2/3nya untuk minuman dan udara. Rasulullah bersaba: Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang
lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain,
maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan
(HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Rasulullah melarang untuk makan lagi sesudah kenyang. Kami adalah kaum yang tidak makan sebelummerasa lapar dan bila kami
makan tidak pernah kekenyangan(HR Bukhari Musim).
Suatu hari, di masa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat mengunjungi Aisyah ra. Waktu itu daulah islamiyah sudah sedemikian luas
dan makmur. Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah menjadi orang-orang kaya, saling bercerita tentang menu
makanan mereka yang meningkat dan bermacam-macam. Aisyah ra, yang mendengar hal itu tiba-tiba menangis. Apa yang membuatmu
menangis, wahai Bunda? tanya para sahabat. Aisyah ra lalu menjawab, Dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perutnya
dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan
kurma, beliau tidak akan makan roti. Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis makanan dalam perut telah
melahirkan bermacam-macam penyakit. Maka sebaiknya jangan gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin bahwa Anda
sudah kenyang.
Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air liur dan
pencernaan. Rasul bersabda, Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran (HR. Ibnu Majah dan
Hakim).Yang selanjutnya, Rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan.
Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu dan juga tidak langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi
jantung. Beliau juga meminimalisir dalam mengonsumsi daging, sebab terlalu banyak daging akan berakibat buruk pada persendian dan
ginjal. Pesan Umar ra, Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan ternak!
Menu

harian

Rasulullah

adalah

sbb:

Lepas dari subuh, Rasulullah membuka menu sarapannya dengan segelas air yang dicampur dengan sesendok madu asli. Khasiatnya
luar biasa. Dalam Al quran, kata syifa/kesembuhan, yang dihasilkan oleh madu, diungkapkan dengan isim nakiroh, yang berarti umum,
menyeluruh. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus, menyembuhkan sembelit,
wasir, peradangan, serta menyembuhkan luka bakar.
Masuk waktu dluha, Rasulullah selalu makan tujuh butir kurma ajwa/matang. Sabda beliau, barang siapa yang makan tujuh butir kurma,
maka akan terlindungi dari racun. Dan ini terbukti ketika seorang wanita Yahudi menaruh racun dalam makanan Rasulullah dalam sebuah
percobaan pembunuhan di perang khaibar, racun yang tertelan oleh beliau kemudian bisa dinetralisir oleh zat-zat yang terkandung dalam
kurma. Bisyir ibnu al Barra, salah seorang sahabat yang ikut makan racun tersebut, akhirnya meninggal. Tetapi Rasulullah selamat. Apa
rahasianya? Tujuh butir kurma!

Dalam sebuah penelitian di Mesir, penyakit kanker ternyata tidak menyebar ke daerah-daerah yang penduduknya banyak mengonsumsi
kurma karena kurma memiliki zat-zat yang bisa mematikan sel-sel kanker. Maka tidak perlu heran kalau Allah menyuruh Maryam ra, untuk
makan kurma di saat kehamilannya sebab bagus untuk kesehatan janin.
Dahulu, Rasulullah selalu berbuka puasa dengan segelas susu dan kurma, kemudian sholat maghrib. Kedua jenis makanan itu kaya
dengan glukosa, sehingga langsung menggantikan zat-zat gula yang kering setelah seharian berpuasa. Glukosa itu sudah cukup
mengenyangkan, sehingga setelah sholat maghrib, tidak akan berlebihan apabila bermaksud untuk makan lagi.
Menjelang sore hari, menu Rasulullah selanjutnya adalah cuka dan minyak zaitun. Tentu saja bukan cuma cuka dan minyak zaitunnya
saja, tetapi dikonsumsi dengan makanan pokok, seperti roti misalnya. Manfaatnya banyak sekali, diantaranya mencegah lemah tulang
dan kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit, menurunkan kolesterol, dan memperlancar pencernaan. Ia juga berfungsi untuk
mencegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim dingin.
Ada kisah menarik sehubungan dengan buah tin dan zaitun, yang Allah bersumpah dengan keduanya. Dalam Al-quran, kata at tin hanya
ada satu kali, sedangkan kata az zaytun diulang sampai tujuh kali. Seorang ahli kemudian melakukan penelitian, yang kesimpulannya,
jika zat-zat yang terkandung dalam tin dan zaitun berkumpul dalam tubuh manusia dengan perbandingan 1:7, maka akan menghasilkan
ahsni taqwim, atau tubuh yang sempurna, sebagaimana tercantum dalam surat at tin. Subhanallah!
Di malam hari, menu utama Rasulullah adalah sayur-sayuran. Beberapa riwayat mengatakan, beliau selalu mengonsumsi sana al makki
dan sanut. Secara umum sayur-sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama, yaitu memperkuat daya tahan tubuh dan
melindungi dari serangan penyakit.
Disamping menu wajib di atas, ada beberapa jenis makanan yang disukai Rasulullah tetapi beliau tidak rutin mengonsumsinya.
Diantaranya tsarid, yaitu campuran antara roti dan daging dengan kuah air masak (kira-kira seperti bubur ayam). Beliau juga senang
makan buah yaqthin atau labu manis, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula. Kemudian beliau juga senang makan anggur dan
hilbah.
Sekarang masuk pada tata cara mengonsumsinya. Ini tidak kalah pentingnya dengan pemilihan menu. Sebab setinggi apa pun gizinya,
kalau pola konsumsinya tidak teratur, akan buruk juga akibatnya. Yang paling penting adalah menghindari isrof (berlebihan). Rasulullah
bersabda, Cukuplah bagi manusia untuk mengonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya).
Makanlah dengan sikap duduk yang baik yaitu tegap dan tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung, sehingga makanan
akan turun dengan sempurna. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar.Prinsip ketiga berpuasa.
Sebulan dalam setahun, umat Islam diwajibkan bukan saja dengan mencapai ketaqwaan tetapi juga ksehatannya dapat terjaga.
Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu (HR Bukhari)
Puasa akan membawa kita pada kesehatan yang sangat luar biasa. Secara fisiologis, puasa sangat erat kaitannya dengan kesehatan
tubuh manusia. Saluran pencernaan manusia tempat menampung dan mencerna makanan, merupakan organ dalam yang terbesar dan
terberat di dalam tubuh manusia. Sistem pencernaan tersebut tidak berhenti bekerja selama 24 jam dalam sehari. Banyak hasil penelitian
modern yang memaparkan bahwa puasa sangat menyehatkan. Diantaranya, memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem
pencernaan dan sistem syaraf pusat, menormalisasi metabolisme tubuh, menurunkan kadar gula darah, mengikis lipid jahat
(cholesterol), detoksifikasi (membuang racun dari tubuh), dan lain sebagainya.
Selain

itu,

diajarkan

juga

kepada

kita

agar

senantiasa

berdoa

baik

sebelum

maupun

sesudah

makan.

Doa sebelum makan:


Ya Allah, berkahilah untuk kami, pada apa yang telah Engkau rizkikan kepada kami, dan periharalah kami dari api neraka(Al Hadist).
Doa sesudah makan:
Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kami, serta menjadikan kami orang-orang muslim(HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi).
3. Olahraga Sehat Ala Rasul
Olahraga merupakan kegiatan menggerakan seluruh anggota tubuh secara teratur, sehingga otot-otot menjadi kuat, persendian tidak
kaku, dan aliran darah berjalan lebih lancar ke semua jaringan dan organ-organ tubuh. Rasulullah SAW menganjurkan semua muslim
berolahraga secara rutin sebagai upaya untuk menjaga kesehatan dan kesegaran jasmani. Sabda beliau: Ajarilah anakmu (olahraga)
berenang dan memanah (HR.Dailami).

4
Olahraga yang dilakukan secara rutin dapat menunjang perkembangan jiwa. Meningkatkan ketrampilan dan pertumbuhan badan.selain
untuk menjaga stamina olahraga berfungsi untuk memperkuat daya tahan tubuh, sehingga tidak mudah terserang penyakit.
Dalam keseharian, bila perjalanan jarak pendek, Rasullah selalu berjalan kaki, yaitu dari rumah ke masjid, dari masjid ke pasar dan dari
pasar ke rumah-rumah sahabat. Bahkan beliau berjalan kaki ketika mengunjungi makam pahlawan di Baqi sekitar tiga kilometer dari
pusat kota Madinah, baik pada waktu terik matahari maupun malam. Beliau tidak suka hidup manja. Sebab ketika berjalan kaki keringat
mengalir di sekjur badan, pori-pori kulit terbuka dan peredaran darah berjalan nomal sehingga terhindar dari penyakit jantung. Ingatlah
mencegah itu lebih baik daripada mengobati.
4. Bersih Sehat Ala Rasulullah
Beliau senantiasa nampak rapi dan bersih walaupun pakaian yang beliau miliki tak lebih dari dua salinan. Tak pernah ada bintik-bintik
hitam atau kuning pada sorbannya. Sedang gamisnya selalu putih bersih. Tiap hari kamis atau jumat beliau mencukur rambut-rambut
halus yang tumbuh di bagian pipi. Kuku juga dipotong setiap pekan. Rambut yang panjang selalu tersisir rapi pada waktu tertentu, beliau
mengoleskannya dengan sejenis minyak wangi. Gigi beliau putih dan berbaris rapi.
Beliau bersabda:
Gosoklah gigimu berulang-ulang sebab hal itu membersihkan mulut dan disukai Allah
Rasulullah menggosok gigi bukan hanya setelah bangun tidur tapi juga setiap habis makan dan setiap hendak sholat. Pada hari jumat
disunahkan untuk mandi sebelum pergi ke masjid. Nabi bersabda:
Mandi hari jumat adalah wajib bagi setiap orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman(HR Muslim).
Bukan saja dikala hendak melakukan sholat, diluar sholat pun setiap muslim harus memperhatikan kebersihan diri. Rasulullah menjaga
kebersihan bukan hanya karena ingin sehat tapi juga merindukan kasih saying Allah.
5. Tidak Marah Ala Rasulullah
Suatu riwayat menceritakan bahwa seorang untusan dari Bani Nadhir menemui Rasulullah untuk minta nasehat yang pendek dan dengan
melaksanakan nasehat pendek itu, ia ingin masuk surga sehingga terlepas dari siksa neraka. Nabi memberi nasehat pendek.
Jangan Marah
Ulangi nasehatmu ya Rasulullah!
Jangan Marah
Sekali lagi ya Rasulullah!
Jangan Marah
Siapa yang tidak pemarah hatinya aka tenteram, jika rasa marah tumbuh segeralah dihilangkan dengan :
Merubah posisi, misalnya jika marah timbul ketika sedang berdiri maka duduklah, jika sedang duduk maka berbaringlah.
-Segeralah berwudhu dan mengerjakan sholat sunah dua rakaat.
6. Tak Pernah Iri Hati Ala Rasulullah
Iri hati adalah saudara kandung dari buruk sangka. Misal, timbul kecemasan dan kegelisahan dalam diri seseorang jika temannya
memperoleh kehidupan yang lebih baik atau pangkat yang lebih tinggi. Hati Rasulullah selalu tenteram dan tak pernah membenci
siapapun. Beliau bersabda:
Tak kan masuk surga siapa pun yang gemar memburuk-burukan nama orang lain.(HR. Abu Dawud)
Hanya dalam dua hal unmat Islam boleh bersikap iri. Sabda Rasulullah:
Tak boleh bersikap iri kecuali dalam dua hal. Pertama terhadap orang yang memiliki kekayaan dan mempergunakannya untuk
menegakkan yang haq. Kedua terhadap orang yang memiliki pengetahuan dan rajin menyebarkannya pengetahuannya itu kepada orang
banyak (HR.Bukhari)

Adanya keimanan dalam diri seseorang akan memiliki sikap hidup ikhlas dan sabar. Kedua sikap hidup tersebut merupakan kunci
kebahagiaan. Hilangnya rasa ikhlas dan sabar. Kedua sikap hidup tersebut merupakan kunci kebahagiaan. Hilangnya rasa ikhlas dan
sabar akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan sebutan stres. Apabila stres telah menghinggapi seseorang maka dia akan
menjadi lemah yang akhirnya mudah terserang penyakit. Wallahu alam bishawab.
Sumber: http://www.imsa.us/index.php?

h t i r a m (Saling Hormat Menghormati)


Oktober 23, 2008 WD

9 Votes

Ihtiram artinya saling menghargai atau saling hormat menghormati kepada sesama manusia. Saling harga
menghargai adalah satu sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai wujud dari Akhlaqul mahmudah.
Islam sangat menekankan pada dua dimensi nilai yang harus selalu diwujudkan yaitu akhlaq yang terpuji dan
aqidah atau keimanan yang benar, dua-duanya harus seiring sejalan.Aqidah yang benar akan membuahkan
akhlaq yang baik. Akhlaq yang baik harus berakar pada aqidah yang benar.
Salah satu sifat yang mesti diwujuddkan dalam kehidupan sehari-hari ialah saling menghargai kepada sesama
manusia dengan berlaku sopan, tawadhu, tasamuh, muruah (menjaga harga diri), pemaaf, menepati janji,
berlaku adil dan lain sebagainya. Perhatikan sabda Rasulullah :
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (HR .Ahmad dan Baihaqi)
Dalam pergaulan sehari-hari kita dituntut untuk menampakkan akhlaq yang mulia dalam tutur kata dan
perilaku dan bahkan menjadi syarat kesempurnaan Iman seorang mukmin, Rasulullah bersabda :
Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaqnya. Dan orangorang yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap istrinya. (HR. Tirmidzi ).
Orang pandai mengatakan : Al-Islam mahjubun bil muslimin artinya bahwa Islam itu terhijab oleh
( perilaku ) kaum muslimin.
Banyak kaum muslimin yang kurang perhatian terhadap perilakunya, terutama dalam pergaulan saling
hormat menghormati kepada sesamanya, sehingga timbul kesan terhadap citra baik Islam seolah-olah Islam
tidak mengatur sopan santun.
Harga menghargai ditengah pergaulan hidup, setiap muslim punya tanggung jawab moral untuk
mempertahankan dan mewujudkan citra baik Islam dengan menampakkan tutur kata, sikap dan tingkah laku,
cara berpakaian, cara bergaul, lebih bagus daripada orang lain.

Ihtiram menjadi hal yang sangat essensi ditengah-tengah pergaulan antar sesama lebih-lebih dalam tata
pegaulan antar sesama muslim.
Ihtiram Dalam Pergaulan
1. Kepada kedua orang tua
Allah berfirman :
Dan ( Allah ) Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapak-mu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan AH dan janganlah kamu membentak dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan
yang mulia. (QS. Al-Isra : 23 ).
Ayat ini menunjukan bahwa orang yang paling berhak mendapatkan rasa hormat adalah orang tua, dosa
besar bila rasa hormat ini diabaikan.
2. Kepada sesama.
Firman Allah :
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia ( karena sombong ) dan janganlah kamu berjalan
di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (QS Luqman : 18 ).
Sombong ditandai dengan dua sifat yang menonjol : bathrul haq wa ghantun nas, menolak haq ( kebenaran )
dan menghina manusia. Kedzaliman dan pelanggaran terhadap hak-hak asasi seseorang besumber pada rasa
angkuh, tidak menghormati orang lain. Allah melarang perbuatan mengabaikan Ihtiram, karena pebuatan itu
akan melahirkan pelanggaran yang serius. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : Barang siapa
yang tidak belas kasihan kepada yang lebih kecil dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua maka ia
bukan dari golongan kami. ( HR. Bukhari dari Ibnu Umar ra ).
Jadi jelas kesombongan, angkuh, tidak sayang kepada yang kecil ( lemah ) dan tidak menghargai kehormatan
yang lebih tua ( besar ), bukan watak orang-orang beriman.
3. Hormat kepada yang lebih tua.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : Tidaklah seorang muda menghormati pada orang tua
karena tuanya ( usianya ), melainkan Allah akan membalas dengan penghormatan orang yang
menghormatinya pula dia karena usiaya kelak. ( HR. Tirmidzi dari Anas ra )
Hadits ini memerintahkan kepada kita agar berlaku tawadhu dan ihtiram ( menghargai ) kepada orang tua
atau yang dituakan.
4. Baik kepada tetangga hormat kepada tamu.
Dalam merealisir Ihtiram dalam pergaulan juga meliputi tetangga dan tamu, Rasulullah bersabda : Barang
siapa iman kepada Allah dan hari akihirat, maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya dan barang
sipa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia menghormati tamunya. ( HR. Asy-Syaukhani /
Bukhari-Muslim ).
Ini juga merupakan dua aplikasi wujud kebenaran iman yang benar, dengan kata lain bahwa setiap seorang
mukmin punya tanggung jawab untuk :

Bersikap dan berperilaku baik terhadap tetangga, sikap Ihtiram ( saling menghormati ) menimbulkan
pergaulan yang sehat dan kehidupan yang tentram.
Sebaliknya berbuat atau berperangai buruk terhadap tetangga akan memperburuk pula terhadap pergaulan di
masyarakat.
Berlaku Ihtiram terhadap tamu artinya sebagai tuan rumah harus menghargai dan menghormati tamu siapa
pun orangnya. Dan sebagai tamu pun harus menghormati tuan rumah dengan berlaku sopan.

Ringkasan Nabi Yusuf AS.


April 18, 2012 WD

13 Votes

dakwatuna.com Di antara sunnatullah (hukum Allah) adalah bahwa Allah Taala memberikan cobaan
kepada pengemban dakwah sebelum menjadikannya berkuasa di muka bumi. Inilah sunnatullah yang tidak
akan berubah seperti yang diterangkan dalam firman Allah Taala,(Demikianlah) hukum Allah yang telah
berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu.(QS. AlFath: 23).
Adalah Nabi Yusuf Alaihissalam salah seorang pengemban dakwah itu. Dia pernah digoda dan dirayu oleh
seorang istri penguasa di zamannya dengan perhiasan dan keindahan parasnya. Peristiwa ini disebutkan
dalam firman Allah Taala, Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia
menutup pintu-pintu, lalu berkata, Marilah mendekat kepadaku. Yusuf berkata, Aku berlindung kepada
Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang yang zhalim itu tidak
akan beruntung. (QS. Yusuf: 23)
Sungguh Allah Taala telah menyelamatkannya dari perbuatan haram dan perzinaan. Lazim diketahui bahwa
di usia muda, naluri seksual seseorang masih menggebu-gebu. Naluri ini merupakan makhluk buta yang tidak
dapat melihat, makhluk tuli yang tidak bisa mendengar, makhluk bisu yang tidak bisa berbicara, naluri yang
mendesak empunya untuk menyalurkannya dengan melakukan kemaksiatan dan dosa. Hal yang sama juga
dirasakan Nabi Yusuf Alaihissalam, meskipun dia masih muda dan berada jauh dari pantauan orang-orang,
meskipun dia hanya berdua dengan istri penguasa itu, akan tetapi dia lebih memilih untuk berpegang teguh
dengan tali agama Allah sehingga Allah pun menjaga kehormatannya. Allah Taala berfirman tentang
perkataan istri penguasa tersebut, Dan sungguh, aku telah menggoda untuk menundukkan dirinya tetapi dia
menolak (QS. Yusuf: 32). Penyebab Yusuf Alaihissalam terhindar dari kemaksiatan adalah seperti yang
diterangkan Allah Taala dalam firman-Nya, Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih. (QS.
Yusuf: 24). Sungguh, siapa saja yang mengingat Allah Taala di waktu lapang Allah akan mengingatnya di
waktu sempit.
Yusuf Alaihissalam lebih memilih ujian dalam urusan dunia dari pada diuji dalam urusan agama, sehingga dia
pun mau mendekam di penjara walau dalam keadaan terzhalimi, sebab dia merasa bahwa dirinya hampir

jatuh ke dalam jurang perzinaan dan kenistaan. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Tidaklah sempurna
keimanan seseorang yang sedang berbuat zina. (HR. Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Cobaan yang dilalui oleh Nabi Yusuf Alaihissalam sangat berat. Dia dijebloskan ke dalam penjara karena
perbuatan yang tidak pernah dia lakukan sama sekali. Dia menerima semuanya dengan hati yang tenang dan
menyerahkannya kepada Allah Taala; sebab dia yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi di dunia ini
melainkan atas izin dan kehendak Allah Taala. Dalam hal ini Allah Taala berfirman, Yusuf berkata, Wahai
Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari
tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk
orang yang bodoh. Maka Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya
mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah
melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai waktu
tertentu. (QS. Yusuf: 33-35).
Yusuf Alaihissalam telah berhasil melalui berbagai cobaan yang berat, sehingga dia menjadi salah seorang
yang mempunyai kedudukan terhormat di negeri Mesir kala itu. Imam Syafii pernah ditanya, Manakah yang
lebih dahulu antara diuji atau mempunyai kedudukan? Dia berkata, Tidak ada seorang pun yang mempunyai
kedudukan sebelum diuji terlebih dahulu.
Yusuf Alaihissalam Seorang Dai yang Dipenjara
Meskipun dijebloskan ke dalam penjara karena fitnah yang dilontarkan seorang istri penguasa kepadanya,
Yusuf Alaihissalam tetap berdakwah dan menyampaikan nasihat kepada orang lain yang berada di penjara
bersamanya. Hal ini tergambar dalam firman Allah Taala, Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda
ke dalam penjara (QS. Yusuf: 36).
Setelah beberapa lama berinteraksi dengan Yusuf Alaihissalam, kedua pemuda itu dapat mengenal
kepribadian dan budi pekertinya yang baik di samping ketakwaan dan keshalihannya. Oleh karena itu, ketika
dua pemuda tersebut bermimpi maka mereka pun berkata kepada Nabi YusufAlaihissalam, Berikanlah
kepada kami takwilnya. Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf:
36). Karakter dai sejati akan selalu terlihat kapan pun dan di manapun dia berada. Aqidah yang bersih,
ibadah yang benar dan budi pekerti yang baik akan senantiasa terpatri dalam dirinya setiap saat, bahkan
ketika berada dalam penjara dan mengalami kesulitan di dalam hidupnya.
Yusuf Alaihissalam membuktikan kenabiannya kepada mereka dengan takwil mimpi. Dia dapat mengetahui
makanan apa pun yang akan diberikan sebelum sampai kepada mereka berdua. Ini adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang gaib. Tidak ada seorang pun yang mengetahui hal-hal yang gaib selain Allah dan orangorang diberitahu Allah di antara para Nabi dan Rasul-Nya. Allah Taala berfirman, Kecuali kepada rasul yang
diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di
belakangnya. (QS. Al-Jinn: 27).
Sifat rendah hati Yusuf Alaihissalam terlihat oleh teman-temannya di penjara ketika menyandarkan ilmu yang
diketahuinya kepada Pemiliknya yang hakiki, yakni Allah Taala dengan mengatakan, Itu sebagian dari yang
diajarkan Tuhan kepadaku. (QS. Yusuf: 37). Ini adalah salah satu metode Nabi Yusuf Alaihissalam dalam
mengajak mereka untuk beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya. Dialah Allah Yang Maha Berkuasa atas
segala sesuatu dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi.
Salah satu bentuk pengaplikasian tauhid di dalam kehidupan sehari-hari adalah sikap loyalitas dan anti
loyalitas yang dapat dilakukan dengan mengingkari perbuatan syirik dan penyembahan terhadap berhala.
Yusuf Alaihissalam telah menyatakannya secara eksplisit kepada kaumnya dan mengajak mereka untuk
beriman kepada Allah Taala dengan menuturkan, Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orangorang yang tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka tidak percaya kepada hari akhirat. (QS. Yusuf: 37).

Nabi Yusuf Alaihissalam mengikuti metode dakwah para pendahulunya dari Nabi dan Rasul yang telah diutus
kepada kaumnya masing-masing. Dia bukan orang yang melakukan perbuatan bidah dalam kenabian dan
urusan agama, namun dia adalah pengikut setia agama yang benar. AllahTaala menerangkan perkataan Nabi
Yusuf Alaihissalam dalam firman-Nya, Dan aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrahim, Ishaq dan
Yaqub. Tidak pantas bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. (QS. Yusuf:
38). Nabi Yusuf Alaihissalam pun menyandarkan semua nikmat yang diterimanya kepada Allah semata
dengan menyatakan, Itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya); tetapi
kebanyakan manusia tidak bersyukur. (QS. Yusuf: 38)
Setelah itu, Yusuf Alaihissalam berdialektika dengan teman-temannya di penjara mengenai tuhan-tuhan yang
selama ini mereka sembah. Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang
bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa, Maha perkasa? (QS. Yusuf: 39). Allah adalah Tuhan
yang sebenarnya dan apa saja yang diseru selain Allah adalah batil. Sebab, tuhan-tuhan yang disembah
kaumnya dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri dan mereka pula yang memberinya nama. Sesembahan
yang mereka anggap sebagai Tuhan itu tidak dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya untuk
dirinya apalagi untuk orang lain.
Yusuf pun menyoroti masalah urgen dalam hal mengesakan Allah yaitu masalah hukum dan pemerintahan.
Hal ini harus dijalankan sesuai dengan rambu-rambu yang telah diatur oleh Allah Taala, dan tidak boleh
dipersembahkan untuk Tuhan selain Allah atau pun manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua
ibadah harus diniatkan hanya untuk Allah.
Yusuf Berperan Sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan dan Pertanian
Kisah Yusuf Alaihissalam yang berperan sebagai menteri perencanaan pembangunan dan pertanian dimulai
ketika dia menafsirkan mimpi raja. Yusuf Alaihissalam adalah salah seorang Nabi yang dikaruniai
Allah Taala kemampuan menafsirkan mimpi di masanya. Pada saat menjalani hukum di penjara dia harus
menafsirkan mimpi orang yang memusuhinya yakni raja Mesir pada zaman itu. Yusuf Alaihissalam tetap
menyebutkan tafsir mimpi yang benar dan memberi saran yang baik kepada sang raja tanpa mengharapkan
imbalan moril maupun materiil. Allah Taalaberfirman, Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya),
Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi
betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang
yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan
mimpi. (QS. Yusuf: 47)
Pada saat itu tidak seorang pun yang mampu menakwilkan mimpi tersebut dan para pejabat kerajaan
mengatakan, Itu adalah mimpi-mimpi yang kosong. Salah seorang teman Yusuf yang pernah berada di
penjara bersamanya meminta kepada raja untuk memberitahukan mimpi yang dialaminya itu kepada Yusuf;
karena dia pernah menakwilkan mimpi yang alaminya.
Setelah mendengarkan pemaparan utusan raja, Yusuf menyusun strategi jitu dalam jangka 15 tahun untuk
menyelamatkan negara dari bencana kelaparan. Seperti ditafsirkan, bahwa akan datang musim kemarau yang
berkepanjangan, sehingga diperlukan strategi agar rakyat Mesir mempunyai cadangan pangan yang cukup.
Allah Taala berfirman, Dia (Yusuf) berkata, Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut)
sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit
untuk kamu makan. (QS. Yusuf: 47).
Masyarakat dihimbau untuk mengkonsumsi makanan secukupnya agar dapat menyisakannya sedikit untuk
masa paceklik dan krisis bahan pangan. Allah Taala berfirman, Kemudian setelah itu akan datang tujuh
(tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit),
kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf: 48).
Di masa paceklik dan krisis bahan pangan rakyat akan bergantung kepada cadangan pangan yang mereka
miliki. Jika orang-orang tidak memiliki persediaan makanan yang cukup maka apa yang harus mereka

lakukan dalam situasi yang sulit ini? Tidak diragukan lagi mereka harus berutang kepada orang lain. Seperti
yang dikatakan pepatah, utang membuat gelisah di malam hari dan membuat malu diri sendiri di hadapan
orang lain pada siang hari.
Setelah masa sempit datanglah masa kejayaan, dan setelah kegelapan terbitlah fajar. Itulah tahun ke-15
seperti yang ditakwilkan oleh Nabi Yusuf Alaihissalam. Pada masa itu hujan turun membasahi bumi yang
membuatnya hijau dan tanaman pun tumbuh di mana-mana, sehingga banyaklah pohon yang berbuah dan
dapat dipetik manusia dengan mudah. Allah Taala berfirman, Setelah itu akan datang tahun, di mana
manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur). (QS. Yusuf: 49).
Demikianlah yang ditafsirkan oleh Yusuf Alaihissalam. Dia pernah diminta untuk pergi menemui raja, namun
dia menolak sampai dibuktikan bahwa dia benar-benar tidak bersalah terkait fitnah yang dialamatkan kepada
dirinya. Dia berharap pengadilan bersedia membuka kembali berkas kasusnya dan membuktikan siapa
sebenarnya yang bersalah sehingga pengadilan merehabilitasi namanya. Dan memang benar,
Yusuf Alaihissalam tidak bersalah sama sekali, dia berada di pihak yang benar. Kebenarannya ibarat sinar
matahari pada siang hari, cahaya bulan di malam hari dan cahaya fajar di waktu subuh. Istri penguasa yang
memfitnahnya mengakui kesalahannya. Wanita itu bersaksi bahwa dialah yang melakukan konspirasi
terhadap Yusuf Alaihissalam. Kesaksiannya diperkuat oleh perempuan-perempuan yang melukai tangannya
sendiri dengan pisau tanpa sadar ketika melihat Yusuf Alaihissalam menemui mereka. Yusuf Alaihissalam pun
keluar dari penjara dalam keadaan terhormat menuju istana raja. Allah Taala berfirman, Istri Al-Aziz
berkata, Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggoda dan merayunya, dan sesungguhnya dia
termasuk orang yang benar. (QS. Yusuf: 51).
Yusuf Alaihissalam seorang pesakitan yang dulunya berada di penjara dan sekarang diangkat menjadi seorang
menteri. Tidak ada keraguan bahwasanya seseorang tidak disyariatkan untuk menggangap dirinya suci dan
tidak pula meminta-minta jabatan. Namun apabila tidak seorang pun yang kapabel dalam sebuah jabatan
maka dia harus berada di garis terdepan untuk memangkunya. Sebab, dia adalah Nabi yang selalu menerima
wahyu dari Allah, sehingga dia tidak takut dihinggapi rasa sombong dan takabur. Allah Taala berfirman, Dia
(Yusuf) berkata, Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang
pandai menjaga, dan berpengetahuan. (QS. Yusuf: 51). Sifat amanah sangat ditekankan bagi para
pemangku jabatan seperti menteri. Sebab, harta kekayaan negara berada di bawah kekuasaannya, dialah
yang mendistribusikannya tanpa ada pihak mengawasinya. Sehingga seorang menteri atau bendaharawan
harus mempunyai kredibilitas yang tinggi. Karakter pribadi Yusuf inilah yang mengantarkannya kepada
kedudukan yang mulia, oleh karena itu sifatnya sebagai seorang yang pandai menjaga amanah disebutkan
sebelum sifatnya sebagai orang yang berpengetahuan seperti yang digambarkan ayat di atas.
Dalam firman Allah Taala di atas juga dapat kita pahami bahwa semua kekayaan negeri Mesir sangat cukup
untuk penduduknya jika dikelola oleh seorang pemimpin yang amanah dalam tugasnya, mampu
memberdayakan potensi yang ada di negeri ini, sanggup mengerahkan seluruh kemampuannya, dan bisa
menciptakan inovasi-inovasi yang hebat.
Kisah Yusuf Alaihissalam ini berakhir bahagia karena Allah Taala menganugerahkan kedudukan kepadanya di
negeri Mesir. Tidak ada yang terjadi di dunia ini kecuali atas kehendak Allah Taala. Inilah petunjuk Allah
kepada Nabi Yusuf Alaihissalam. Peran Yusuf Alaihissalam hanyalah menjalankan tugasnya secara profesional
dan proporsional, sementara pahala hanya berasal dari Allah semata bukan dari manusia.
Allah Taala berfirman, Kami melimpahkan rahmat kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf: 56)
Hanya kepada Allah kita memohon agar menjadikan kita termasuk di antara orang-orang yang beramal
dengan ikhlas karena mengharapkan ridha-Nya. Amiin.

Inilah Hadits Lemah / Palsu yang Bertebaran di Bulan Ramadhan


Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap amalan, keyakinan, atau ajaran yang disandarkan kepada Islam harus memiliki
dasar dari Al Quran dan Hadits Nabi shallallahualaihi wa sallam yang otentik. Dengan ini, Islam tidak memberi celah kepada
orang-orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.
Karena pentingnya hal ini, tidak heran apabila Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengatakan perkataan yang terkenal:

Sanad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada sanad, maka orang akan berkata semaunya. (Lihat dalam Muqaddimah
Shahih Muslim, Juz I, halaman 12)
Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang ajaran Islam dapat ditelusuri asal-muasalnya. Oleh karena itu, penting sekali
bagi umat muslim untuk memilah hadits-hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana yang
seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahualaihi wa sallam serta amalan mana yang tidak
perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.
Berkaitan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan beberapa hadits lemah dan palsu
mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat. Untuk memudahkan pembaca, kami tidak menjelaskan sisi kelemahan
hadits, namun hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadits yang menelitinya. Pembaca yang ingin menelusuri
sisi kelemahan hadits, dapat merujuk pada kitab para ulama yang bersangkutan.

Hadits 1

Berpuasalah, kalian akan sehat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya
(3/108), oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (3/227).
Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh
Dhaifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhuat Ash
Shaghani (51).
Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna
dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahualaihi wa sallam.

Hadits 2




Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan, dan amalannya pun akan
dilipatgandakan pahalanya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syuabul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini
dalam Silsilah Adh Dhaifah (4696).
Terdapat juga riwayat yang lain:

Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh
Dhaifah (653).
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur
dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda
untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.

Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena
kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka,
hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan
bermalas-malasan.

Hadits 3
Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000
bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah
tathawwu (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah
mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah
mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya
adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan
Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari
api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi
sedikitpun Kemudian para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan
kepada orang yang berpuasa. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam berkata, Allah memberikan pahala tersebut kepada
orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah
bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid
Dhuafa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)
Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh
Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al Ilal (2/50) juga
Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.
Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya
terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang
menunjukkan hal ini adalah:

Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR.
Bukhari no.38, Muslim, no.760)
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan Ramadhan saja. Lebih jelas lagi
pada hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah bersabda:




:
Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun
yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: wahai penggemar
kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu. Allah pun memberikan pembebasan
dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At
Tirmidzi)
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan
diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan
Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar,
sesungguhnya Allah taala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di
bulan Ramadhan.

Hadits 4
:
Biasanya Rasulullah shallallahualaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa alaa rizqika
afthartu fataqabbal minni, innaka antas samiiul aliim.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir
dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali. Hadits
ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami (4350). Dan doa
dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.
Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:

Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai
Dzat yang Maha Penyayang.
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh
Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: Adapun doa yang tersebar di masyarakat
dengan tambahan wabika aamantu sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.
Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahualaihi wa sallam terdapat dalam hadits:

Biasanya Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/ (Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah,
semoga pahala didapatkan. Insya Allah)
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di
Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.

Hadits 5

Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia
tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di AlIlal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di
Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunannya (4/228).
Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At
Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami (5462) dan Silsilah Adh
Dhaifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal
(2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma Az
Zawaid (3/171). Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak
berpuasa.
Yang benar -wal ilmu indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang
menyatakan bahwa Seseorang yang sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syari,ia harus bertaubat kepada Allah dan
mengganti puasa yang telah ditinggalkannya. (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no. 16480, 9/191)

Hadits 6

Jangan menyebut dengan Ramadhan karena ia adalah salah satu nama Allah, namun sebutlah dengan Bulan Ramadhan.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya (4/201), Adz Dzaahabi dalam Mizanul Itidal (4/247), Ibnu Adi dalam
Al Kamil Fid Dhuafa (8/313), Ibnu Katsir di Tafsir-nya (1/310).
Ibnul Jauzi dalam Al Maudhuat (2/545) mengatakan hadits ini palsu. Namun, yang benar adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh As Suyuthi dalam An Nukat alal Maudhuat (41) bahwa Hadits ini dhaif, bukan palsu. Hadits ini juga
didhaifkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (8/313), An Nawawi dalam Al Adzkar (475), oleh Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam Fathul Baari (4/135) dan Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (6768).
Yang benar adalah boleh mengatakan Ramadhan saja, sebagaimana pendapat jumhur ulama karena banyak hadits yang
menyebutkan Ramadhan tanpa Syahru (bulan).

Hadits 7

Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali zakat fithri.
Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157). Al Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At
Targhib (664), dan Silsilah Ahadits Dhaifah (43).
Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima jika belum membayar
zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah syarat sah puasa Ramadhan, namun jika
seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.

Hadits 8

Rajab adalah bulan Allah, Syaban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.
Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi di Tartibul Maudhuat (162, 183), Ibnu Asakir di Mujam Asy Syuyukh (1/186).
Hadits ini didhaifkan oleh di Asy Syaukani di Nailul Authar (4/334), dan Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (4400). Bahkan hadits
ini dikatakan hadits palsu oleh banyak ulama seperti Adz Dzahabi di Tartibul Maudhuat (162, 183), Ash Shaghani dalam Al
Maudhuat (72), Ibnul Qayyim dalam Al Manaarul Munif (76), Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Tabyinul Ujab (20).

Hadits 9


Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang halal, para malaikat bershalawat
kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.
Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300), Al Baihaqi di Syuabul Iman (3/1441), Ibnu Adi dalam Al
Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (1/152)
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalam
Dhaif At Targhib (654)
Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan pahala puasa orang yang diberi hidangan
tadi, berdasarkan hadits:

Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala
orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya. (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: Hasan shahih)

Hadits 10
: : .
Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya: Apakah jihad yang besar itu?
Beliau bersabda: Jihadnya hati melawan hawa nafsu.
Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (2/6) hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al
Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf (4/114) juga mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh An Nasai dalam Al Kuna.
Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulla Ali
Al Qari dalam Al Asrar Al Marfuah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (2460) mengatakan hadits ini Munkar.
Hadits ini sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan, yaitu untuk mengatakan bahwa jihad melawan
hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih utama dari jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang berangapan seperti ini, baik dari perkataan maupun
perbuatan Nabi. Selain itu jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang tidak wajib pun
merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan. (Majmu Fatawa, 11/197). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak
benar karena jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang yang terjun berperang di jalan
Allah tentunya telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.

Hadits 11
: : :
Wailah berkata, Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata:
Taqabbalallahu minna wa minka. Beliau bersabda: Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (2/319), Al Baihaqi dalam Sunan-nya (3/319), Adz Dzahabi dalam
Al Muhadzab (3/1246)
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524), oleh Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz (4/1950),
oleh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (5666).
Yang benar, ucapan Taqabbalallahu Minna Wa Minka diucapkan sebagian sahabat berdasarkan sebuah riwayat:
:
Artinya: Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasanya ketika saling berjumpa di hari Ied mereka
mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka (Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda)
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294), dishahihkan oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354).
Oleh karena itu, boleh mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits Nabi shallallahualaihi wa sallam.

Hadits 12
:
Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan
syahwat, dan bersumpah palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (1131) Hadits ini adalah hadits
palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (1131), Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).
Yang benar, lima hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa. Sebagaimana hadits:

Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu orang lain, maka Allah tidak
butuh terhadap puasanya. (HR. Bukhari, no.6057)
Demikian, semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang sahih. Mudahmudahan Allah melimpahkan rahmat dan ampunannya kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal-ibadah di bulan suci ini
kita berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla Syanuhu.


Artikel Hadits Lemah / Palsu yang Bertebaran di Bulan Ramadhan di atas disusun oleh: Yulian Purnama

Cantumkan Sumber: http://www.tongkronganislami.net/2012/07/hadis-lemah-bertebaran-ramadhan.html#ixzz4B88MBDDd


Disarikan oleh Yum Roni Askosendra (PP KAMMI).

10 pribadi seorang muslim, Hasan Al Bana


Al-Quran dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam
segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan
pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Quran dan sunnah adalah pribadi yang
shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Persepsi
masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit
sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek
ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu
standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Quran dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan,
sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada
sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang
bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak
akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang
muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162). Karena
memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam dawahnya kepada para sahabat
di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah.

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu
haditsnya; beliau menyatakan: shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat. Dari ungkapan ini maka
dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw
yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq.

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh
setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak
yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting
memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau
sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran,
Allah berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi.

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani
berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal
dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan
lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari
penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang
wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan
jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Mumin yang kuat lebih aku
cintai daripada mumin yang lemah (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri

Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah
satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Quran banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia
untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi.
Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang
lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya\ kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas
berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita
bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang
terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang
sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).

6. Mujahadatun Linafsihi.

Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri
seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan
kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu
yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa
(ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun ala Waqtihi.

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu
sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam AlQuran dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt
memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu
yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah
semboyan yang menyatakan: Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu. Waktu merupakan sesuatu
yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj
waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka
diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum limaperkara sebelum datang
limaperkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk
dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi.

Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan
oleh Al-Quran maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah
maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara
bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata
lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu
mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan
berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugastugasnya.

9. Qodirun alal Kasbi.

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain
yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran

dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari
segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki
kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya
raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan
mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Quran
maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah
seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab
baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya
memerlukan skill atau ketrampilan.

10. Naafiun Lighoirihi.

Bermanfaat bagi orang lain (nafiun lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang
dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan
keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan
tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan
berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu
tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang
artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir). Demikian
secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Quran dan hadits, sesuatu yang perlu kita
standarisasikan pada diri kita masing-masing.
dari kawan: cahaya-jingga (https://cipnip.wordpress.com/2010/10/03/10-pribadi-seorang-muslim-hasan-al-bana/ )

SIFAT MUNAFIK
KHUTBAH JUMAT PERTAMA











:


Maasyiral muslimin rahimaniy warahimakumullah
Sungguh merupakan suatu hal yang tidak bisa kita pungkiri hari ini, kenyataan pahit telah terpampang jelas
di hadapan kita, di mana kemungkaran, kemaksiatan, dan kemunafikan telah menjamur di tubuh kaum
muslimin. Sebagian di antara kita kaum muslimin, tidak lagi menghiraukan nasihat serta petuah yang telah
diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sebagiannya lagi nekat
menerobos dan menerjang hukum-hukum Allah Subhanahu wa Taala hanya dengan dalih tidak selaras
dengan akal dan pikiran manusia. La haula wala quwwata illa Billah.

Maka ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwasanya menerobos dan menerjang hukum-hukum Allah
dengan dalih tidak selaras dengan akal dan pikiran merupakan tanda-tanda kemunafikan. Allah Subhanahu
wa Taala berfirman,

Apabila dikatakan kepada mereka, Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan
kepada hukum rasul, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuatkuatnya dari (mendekati) kamu. (QS. An-Nisa: 61)
Maasyiral muslimin rahimaniy warahimakumullah
Ketahuilah, bahwasanya kemunafikan merupakan sebuah parasit yang dapat merobohkan dan
menghancurkan pondasi keimanan seseorang, yang dengannya pula barisan kaum muslimin menjadi porak
poranda.
Allah tetap menyingkap tirai kemunafikan, serta mencela dan menghinakan pelakunya. Allah Subhanahu
wa Taala berfirman,


Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka (QS.
An-Nisa: 142)
Dan firman-Nya,


Allah akan membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan
mereka. (QS. Al-Baqarah: 15)
Allah telah menyebutkan sifat-sifat mereka agar hamba-hamba-Nya (yang beriman) dapat menghindar
serta menjauh dari sifat kemunafikan dan para pelakunya.
Maasyiral muslimin rahimaniy warahimakumullah
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitabnya, Madarijus Salikin, telah menjelaskan bahwasanya nifaq (kemunafikan)
ada dua macam: nifaq akbar (kemunafikan besar) dan nifaq ashghor (kemunafikan kecil).
Dan dalam kesempatan yang mulia ini, sedikit akan kami paparkan kedua macam kemunafikan ini dan
sekaligus ciri-ciri dan sifat-sifatnya
Pertama: Nifaq akbar (kemunafikan besar) atau lebih dikenal dengan nifak itiqodi (munafik keyakinan).
Nifaq (kemunafikan) jenis ini adalah sebuah kemunafikan yang dapat mengeluarkan seseorang dari
keimanan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah beriman kemudian menjadi kafir lagi lalu
hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti. (QS. Al-Munafiqun: 3)

Dan juga dalam Surat at-Taubah: 66, dimana Allah memvonis orang-orang yang berada di barisan kaum
muslimin akan tetapi mengolok-olok Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam


Sungguh kalian telah kufur setelah kalian beriman
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Taala
Di antara sifat-sifat kaum munafik dengan nifaq itiqodi yang Allah Subhanahu wa Taala telah
menyebutkan dan menjelaskannya di dalam Alquran, ialah:
1. Mereka mengaku dan mengikrarkan keimanan layaknya seorang mukmin, padahal hati mereka
tidaklah seperti apa yang mereka ucapkan.
Maka Allah pun menyibak apa yang ada dalam hati mereka dengan firman-Nya,

Dan di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 8)
Dan firman-Nya


Apabila orang-orang munafik datang kepadamu mereka berkata, Kami bersaksi bahwasanya kamu benarbenar rasul Allah dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar rasul-Nya dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta. (QS. Al-Munafiqun: 1)
2. Mereka memiliki dua wajah dan dua lisan.
Allah berfirman,


Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, Kami telah beriman
dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, Sesunggunya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok. (Al-Baqarah: 14)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan selain keduanya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menegaskan mengenai sifat mereka ini.
Dari Abu Hurairah radhiallahunhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya sejelek-jelek manusia adalah yang mempunyai dua wajah di mana dia datang kepada
mereka (kaum muslim) dengan satu wajah dan keapda mereka (kaum munafik) dengan wajah yang lain.
(HR. Bukhari 3494, dan Muslim: 2526)
3. Mereka mencegah dan mengahalangi manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Taala.
Allah berfirman,

Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai lalu mereka menghalangi manusia dari jalan Allah
(QS. Al-Munafiqun: 2)
Maka sungguh Allah Subhanahu wa Taala telah menghinakan apa yang mereka perbuat dengan firmanNya,


Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Munafiqun: 2)
4. Istihza (mempermainkan/melecehkan) Allah, ayat-ayat, dan rasul-Nya.
Allah berfirman,



Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan itu, tentulah mereka akan
menjawab, Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja. (QS. At-Taubah: 65)
Mengenai Istihza terhadap Allah dan rasul-Nya, Allah Subhanahu wa Taala membantah perbuatan mereka
dengan firman-Nya,

{ 65}


66}
Katakanlah, Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran
mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orangorang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah: 65-66)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, Sesungguhnya Istihza kepada Allah, ayat-ayat, dan rasul-Nya
adalah sebuah kekufuran.
Dan hal senada juga telah dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman As-Sadi ketika menafsirkan ayat tersebut.
Jamaaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Taala
Inilah sebagian apa yang telah Allah kabarkan tentang keadaan dan sifat-sifat mereka (kaum
munafik itiqodi). Maka seyogyanyalah kita terus berusaha menjaga diri kita dari sifat-sifat tersebut di atas
agar kita tidak terjerumus ke dalam kekufuran sebagaimana mereka telah terjerumus ke dalamnya.


KHUTBAH JUMAT KEDUA











Maasyiral muslimin rahimaniy warahimakumullah
Kedua: Nifaq ashghor yang disebut juga dengan nifaq amali (kemunafikan dalam perbuatan)
Cukuplah sekiranya kita mengetahui sifat dari kemunafikan ini dari apa yang telah diisyaratkan oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tandatanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan
)apabila diamanati dia khianat. (HR. Bukhari 33, dan Muslim 59, 107
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Taala
Inilah tiga buah akar dari sebuah kemunafikan yang telah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kabarkan
kepada kita yang setiap di antara sifat dari sifat-sifat kemunafikan terpaut dan terkait dengannya. Maka tak
sepantasnyalah bagi kita untuk tidak menyepelekan serta meremehkan jenis kemunafikan ini. Karena jenis
kemuanfikan ini (nifaq amali) akan menyeret kita kepada nifaq itiqodi sehingga akan mengeluarkan kita dari
ruang lingkup keimanan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Taala
Bersandarlah kepada Allah, mintalah kemudahan, ketetapan hati, dan keistiqamahan untuk berjalan di atas
apa yang Allah Subhanahu wa Taala ridhai. Jauhkan dan jagalah diri Anda, keluarga, dan orang-orang
yang diamanatkan urusannya di atas pundak Anda dari kemurkaan dan adzab Allah Subhanahu wa Taala.




.

.





.

.


.

.

.


.

Read more https: //khotbahjumat.com/817-sifat-munafik.html

3 KUNCI SUKSES MENJADI ORANG BERTAKWA DI BULAN RAMADHAN


Khutbah Pertama:




.



:

.
.



.

Ibadallah,
Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan ibadah puasa bulan Ramadhan atas umat Islam, sebagaimana
Allah Azza wa Jalla juga telah mewajibkannya atas umat-umat sebelumnya. Fakta ini membuktikan betapa
ibadah puasa sangat penting bagi kehidupan beragama setiap umat. Karena itu, Allah Azza wa
Jalla berfirman:


Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ibadah puasa atas kamu sebagaimana telah diwajibkan
atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah/2: 183).
Telah sekian kali kita berpuasa Ramadhan, walau demikian hingga kini nilai-nilai takwa dalam diri kita
seakan tidak pernah bertambah. Padahal pada ayat di atas, Allah Azza wa Jalla telah menegaskan bahwa
dengan berpuasa idealnya kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Mungkinkah ayat di atas tidak lagi
relevan dengan kondisi kehidupan umat manusia di zaman ini? Tentu sebagai seorang Muslim, kita
meyakini bahwa ayat-ayat Alquran senantiasa relevan dengan berbagai perkembangan zaman hingga Hari
Kiamat.
Hanya ada satu kemungkinan atau jawaban atas kondisi yang sedang terjadi pada diri kita saat ini. Adanya
kekurangan dan khilaf dalam menjalankan ibadah puasa, sehingga nilai-nilai takwa kurang kita rasakan
walaupun kita telah berpuasa untuk sekian lamanya.
Fenomena yang ada pada diri kita ini sudah sepantasnya cepat-cepat kita benahi, agar segera terjadi
perubahan ke arah yang positif. Harapannya, puasa bulan Ramadhan yang akan datang, semoga kita
masih berkesempatan mendapatkannya- kondisi kita telah berubah.
Sebatas renungan saya yang terbatas ini, ada tiga pelajaran penting yang dapat kita petik dari ibadah
puasa agar nilai-nilai takwa segera terwujud dalam diri kita:
Pertama: Puasa Adalah Media Training Center Bagi Pola Pikir Dan Perilaku Umat Islam.
Dalam kondisi haus dan lapar di siang hari selama bulan Ramadhan, seakan semua makanan dan
minuman terasa lezat dan segar. Tak ayal lagi, bayangan menikmati lezat dan segarnya berbagai makanan
mendorong kita untuk membuatnya dan membelinya. Bahkan sering kali kita hanyut dalam badai ambisi
untuk menguasai semuanya seorang diri. Akibat dari sikap hanyut dalam badai ambisi ini, sering kali kita
lupa daratan, sehingga membuat makanan melebihi dari kebutuhan.
Namun ketika matahari telah terbenam, hanya sedikit yang kita konsumsi dan bahkan banyak dari makanan
yang terlanjur dibuat atau dibeli tidak tersentuh sama sekali.
Bahkan lebih parah dari itu, sebagian kita walaupun tetap bernafsu untuk makan, hingga seluruh rongga
perutnya penuh, namun tetap saja masih tersisa hidangan yang melebihi apa yang telah ia konsumsi.

Perilaku semacam inilah salah satu faktor yang menjauhkan nilai-nilai takwa dari diri kita. Andai selama
bulan puasa kita meluangkan waktu sedikit saja untuk memikirkan sikap yang benar dalam hal makan dan
minum, niscaya kita terhindar dari kondisi-kondisi semacam yang diungkapkan di atas.
Untuk urusan makan dan minum, sejatinya yang benar-benar kita butuhkan jauh dari yang selama ini kita
makan. Dan tentunya jauh dari apa yang selama ini kita olah atau kita beli. Buktinya, setiap hari kita
membuang atau paling kurang terpaksa menyingkirkan banyak makanan hingga akhirnya rusak atau basi.
Andai kita semua mengindahkan teladan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam urusan makan dan
minum, niscaya kita semua menjadi orang-orang yang bertakwa. Rasulullahshallallahu alaihi wa
sallam bersabda:



Tidaklah ada kantung yang lebih buruk untuk engkau penuhi dibandingkan perutmu sendiri. Sejatinya
engkau cukup memakan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang rusukmu. Andai engkau
tetap ingin makan lebih banyak, maka cukuplah engkau memenuhi sepertiga perutmu dengan makanan,
sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga sisanya untuk ruang pernafasanmu. (HR. at-Tirmidzi dan
lainnya).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan bahwa dalam urusan makan, kita dihadapkan kepada tiga
hal:
1.

Ambisi.

2.

Kemampuan memakan atau memiliki.

3.

Kebutuhan yang sejati.


Hadits ini mengajarkan kepada kita agar dalam urusan makan dan minum kita mengikuti standar kebutuhan
dan tidak menuruti kemampuan apalagi ambisi.
Untuk urusan kemampuan memakan, masing-masing perut kita memiliki daya tampung yang berbedabeda, dan masing-masing kita mampu untuk memenuhi seluruh ruang perut kita. Namun, Anda juga sadar
bahwa penuhnya ruang perut Anda pastilah mendatangkan masalah, bahkan menjadi ancaman tersendiri
bagi kesehatan kita.
Demikan juga bila kita berbicara tentang ambisi, maka setiap dari kita memiliki ambisi masing-masing. Dan
saya yakin Anda sendiri juga tidak memiliki batasan yang jelas apalagi menghentikan ambisi Anda terhadap
makanan lezat dan minuman enak.
Kalaupun Anda telah menikmati makanan dan minuman yang paling lezat, namun tetap saja ambisi Anda
terus melaju. Selama hayat masih di kandung badan, Anda pasti masih berselera dan berambisi untuk
menikmati makanan dan minuman yang lezat. Hanya ada satu hal yang dapat menghentikan ambisi kita,
yaitu ajal alias kematian.
Kondisi serupa juga terjadi pada ambisi kita pada ambisi kita terhadap berbagai kenikmatan dunia lainnya.
Karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:



Andai manusia telah memiliki dua lembah emas, niscaya ia masih berambisi untuk memiliki lembah ketiga.
Dan tiada yang daat memenuhi mulut (menghentikan ambisi) manusia selain tanah kuburannya.

Sedangkan Allah senantiasa menerima taubat setiap orang yang sadar dan kembali kepada-Nya.
(Muttafaqun alaih dan at-Tirmidzi).
Setiap sore hari, selama bulan puasa, Anda senantiasa berhadapan dengan ketiga hal di atas. Dan
akhirnya sering kali Anda terpaksa berhenti pada batas kebutuhan Anda. Betapa tidak, setelah Anda
meneguk segelas air sekejap, ambisi Anda dan kemampuan Anda seakan sirna. Ternyata segelas minuman
mampu menjadikan Anda berpikir dengan jernih tentang makanan dan minuman. Sejatinya, makanan yang
Anda butuhkan jauh lebih sedikit dari yang mampu Anda sajikan, apalagi dari yang Anda bayangkan.
Andai pelajaran penting ini benar-benar Anda hayati dan terapkan dalam hidup Anda, niscaya Anda menjadi
orang yang bertakwa. Dengan semangat puasa ini, Anda mampu membedakan antara kemampuan dan
kebenaran. Ternyata dalam hidup di dunia ini, kita semua dituntut untuk membedakan antara kebenaran
dengan kemampuan apalagi ambisi. Tidak semua yang kuasa kita lakukan kemudian kita lakukan. Sebagai
orang yang bertakwa, kita berpikir jernih dalam setiap kondisi sehingga senantiasa bersikap dengan benar
dan berguna dalam setiap kondisi.
Pendek kata, dengan semangat puasa kita senantiasa sanggup mengontrol ucapan dan perbuatan kita.
Anda senantiasa menimbang ucapan dan perbuatan Anda, walaupun dalam kondisi sulit, semisal ketika
emosi Anda dipancing atau harga diri Anda dinodai orang lain.
Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan arahan kepada umatnya melalui hadits qudsi
berikut:





Ibadah puasa adalah sebuah perisai, sehingga bila engkau sedang berpuasa hendaknya engkau
menghindari perbuatan keji, dan berteriak-teriak. Bila ada seseorang yang mencelamu, atau memusuhimu,
hendaknya engkau (menahan diri dan) berkata kepadanya, Sesungguhnya aku orang yang sedang
berpuasa. (Muttafaqun alaih).
Andai pengalaman-pengalaman yang terulang setiap kali berbuka puasa ini Anda terapkan pada setiap
aspek kebutuhan Anda di dunia ini, niscaya Anda menjadi orang yang benar-benar bertakwa. Namun, apa
boleh dikata bila ternyata selama ini pelajaran berharga ini selalu berlalu begitu saja, dan bahkan sering kali
Anda keluhkan untuk kemudian Anda lupakan. Wallahul Mustaan.
Kedua: Berpuasa Hanya Di Siang Hari.
Seluruh umat Islam di berbagai belahan bumi sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya dijalankan pada
siang hari. Sedangkan pada malam hari, umat Islam masih tetap bebas untuk makan dan minum. Hal ini
selaras dengan firman Allah Azza wa Jalla berikut:




Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam. (QS. Al-Baqarah/2: 187).
Ketentuan berpuasa pada siang hari sepanjang sejarah Islam tidak pernah ada yang menggugatnya.
Padahal zaman telah berkembang, dan tuntutan perkembangan zaman semakin kompleks. Walau
demikian, tetap saja umat Islam sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya bisa dijalankan pada siang hari,
sedangkan pada malam hari semuanya berhenti dari berpuasa. Semua umat Islam dalam urusan ini
menerima dan patuh sepenuhnya dengan ketentuan yang diajarkan dalam al- Qur`an dan Sunnah, tanpa
ada rasa keberatan sedikit pun. Sebagaimana puasa wajib hanya dijalankan di bulan Ramadhan, dan pada

hari pertama bulan Syawal seluruh umat Islam merayakan Idul Fitri dengan menikmati makanan dan
minuman alias berhenti dari berpuasa.
Maha Besar Allah Azza wa Jalla yang telah menjadikan berhenti dari makan dan minum di bulan
Ramadhan sebagai ibadah dan sebaliknya menjadikan makan dan minum sebagai ibadah pada hari raya.
Adanya perbedaan hukum makan dan minum ini menjadi bukti dan pelajaran penting bagi umat Islam agar
dalam hidup terlebih dalam urusan ibadah sepenuhnya berserah diri dan patuh kepada tuntunan syariat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam .
Karena itu salah satu indikator ibadah puasa yang baik adalah dengan menyegerakan berbuka puasa dan
mengakhirkan sahur. Salah satu hikmah dari ketentuan ini ialah untuk semakin mengukuhkan arti
kepatuhan kepada perintah Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya n . Ketika fajar telah terbit seketika itu pula
Anda berhenti dari makan dan minum, walaupun Anda masih berselera untuk makan atau minum.
Sebaliknya, ketika matahari terbenam, saat itu pula Anda berhenti puasa, walau Anda masih kuat dan
mungkin merasa lebih mantap atau hebat bila meneruskan puasa hingga malam. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallambersabda:


Umat Islam akan senantiasa berjaya selama mereka menyegerakan buka puasa mereka. (Muttafaqun
alaih).
Ibadah puasa Ramadhan seyogyanya menumbuhkan kesadaran untuk patuh sepenuhnya dengan syariat
Allah dalam segala aspek kehidupan kita. Hanya dengan cara inilah nilai-nilai takwa yang sejati dapat
terwujud dalam diri Anda. Allah Azza wa Jalla berfirman:

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar
rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan. Kami mendengar dan kami patuh. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. An-Nur/24: 51).
Ketiga: Berpuasa Hanya Karena Allah Azza wa Jalla.
Ibadah puasa dengan menahan lapar dan haus semakin membuktikan betapa besar karunia Allah Azza wa
Jalla kepada umat manusia yang telah memberikan rezki makanan dan minuman. Nikmat Allah Azza wa
Jalla berupa makanan dan minuman semakin terasa nikmat di bulan Ramadhan, sehingga wajar bila bisnis
kuliner di bulan Ramadhan laris manis.
Namun senikmat apapun makanan yang Anda miliki dan sesegar apapun minuman yang ada di hadapan
anda, semuanya Anda tinggalkan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Anda melakukan itu semua bukan karena sedang sakit, atau tidak mampu membelinya atau telah bosan
mengkonsumsinya. Semua itu Anda lakukan hanya keran mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla .
Inilah satu-satunya semangat dan motivasi Anda dalam menjalankan ibadah puasa, sebagaimana
ditegaskan dalam hadits qudsi berikut:
.

:

Allah berfirman, Seluruh amalan anak manusia adalah miliknya, kecuali puasa. Sejatinya puasa adalah
milik-Ku, dan hanya Aku yang mengetahui balasannya. (Muttafaqun alaih).

Demikianlah seharusnya kita bersikap selama hidup di dunia. Semua aktifitas kita, baik ucapan atau
perbuatan ditujukan hanya untuk Allah Azza wa Jalla:


Katakanlah: Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam,
tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). (QS. Al-Anam/6: 162-163).


.

Read more https: //khotbahjumat.com/3454-3-kunci-sukses-menjadi-orang-bertakwa-di-bulanramadhan.html

Lima Pesan Rasulullah (Khutbah Jumat)


Posted by: Zalputra in Dakwah 0 390 Views

Lima Pesan Rasulullah | Quran-Hadis.com





:





Telah sekian kali kita berpuasa Ramadhan, walau demikian hingga kini nilai-nilai takwa dalam diri kita
seakan tidak pernah bertambah. Hanya ada satu kemungkinan atau jawaban atas kondisi yang sedang
terjadi pada diri kita saat ini. Adanya kekurangan dan khilaf dalam menjalankan ibadah puasa, sehingga
nilai-nilai takwa kurang kita rasakan walaupun kita telah berpuasa untuk sekian lamanya.
Fenomena yang ada pada diri kita ini sudah sepantasnya cepat-cepat kita benahi, agar segera terjadi
perubahan ke arah yang positif.

Ada 5 pesan Rasulullah yang disampaikan kepada kita melalui sabdanya:


Hindarilah larangan-larangan maka kamu akan menjadi orang yang paling tekun beribadah. Raihlah dengan apa yang Allah
berikan kepadamu, maka kamu akan menjadi oreang yang paling kaya. Perbaikilah hubungan dengan tetanggamu, maka
kamu akan menjadi aman. Cintailah orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, maka kamu akan menjadi
selamat. Dan jangan memperbanyak tawa, karena banyak tawa akan dapat membutakan hati. (HR. Turmudzi).
Dalam hadis ini, Rasulullah saw. Menjelaskan salah satu dari beberapa perilaku para Nabi dan salah satu dari ajaran
Allah yang merupakan jalan menuju kebaikan serta membimbing kita ke arah puncak kemuliaan dan kesempurnaan hidup.
Wasiat pertama yang dipesankan Rasulullah adalah penjelasan tentang hakikat ibadah. Karena hal ini menjadi alasan
mengapa kita hidup di dunia ini.
Ibadah, pada dasarnya bukan hanya sekedar bentuk-bentuk formalitas saja, bukan oula fenomena dan khayalan yang
tidak terkait dengan masyarakat dan kehidupan. Tetapi ia adalah keindahan, keagungan, dan konsistensi pada ajaran Allah.
Ibadah kepada Allah dibangun atas dua pondasi dasar yang sangat kuat yaitu cinta yang sempurna kepada Allah dan
ketundukan yang sempurna kepada Allah.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Menghindari larangan Allah juga bisa kita lakukan dengan cara tekun dalam beribadah. Shalat misalnya, ketika kita
melakukannya dengan khusyu, tawadhu, ikhlas, dan mengharap ridha Allah maka shalat itu sendiri akan dapat mencegah
perbuatan keji dan mungkar.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Wasiat kedua yang dipesankan Rasulullah saw. Adalah tentang hakikat kaya. Menurut pandangan Nabi, kaya itu
bukan karena banyaknya harta, tingginya pangkat, luasnya kekuasaan, dan kuatnya kedudukan. Bukan pula karena
banyaknya simpanan harta benda kita, melainkan kaya hati dan kebesaran jiwa untuk menerima apa yang sudah menjadi
pemberian Allah. Seperti sabda Rasulullah : Bukanlah kekeyaaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan itu adalah
kekayaan hati.
Dari hadis tersebut, dapat kita simpulkan bahwa hakikat orang kaya itu adalah orang yag merasa cukup dan ilkhlas
menerima apa yang sudah diberikan Allah kepadanya. Itulah sebenarnya kebahagiaan yang hakiki. Apalah artinya ketika kita
punya banyak harta, tetapi hati kita merasa miskin, dan tidak pernah rela menerimanya, tentu kebahagiaan pun sulit
dirasakan. Yang ada hanyalah kegelisahan bahkan muncul sifat ketamakan dalam hati.

Jika demikian halnya, maka benar apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Syaddad:
Aku tidak melihat kebahagiaan itu dengan mengumpulkan harta, tetapi orang yang bertaqwa maka sesungguhnya dialah
orang yang berbahagia.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Wasiat ketiga yang dipesankan Rasulullah adalah mengandung ajakan kepada kebaikan dan kebajikan, yaitu agar
kita berbuat baik kepada orang lain, karena hal itu akan mendekatkan orang lain kepada kita. Orang yang oaling dekat yang
harus kita pergauli dengan baik adalah tetangga. Bahkan Rasulullah menempatkan perilaku baik terhadap tetangga ini
sebagai ukuran keimanan seseorang:
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menghormati tetangganya.
Begitulah Islam, menata kehidupan bertetangga, karena komunitas masyarakat yang paling dekat dan berperan bagi kita
adalah tetangga.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Wasiat keempat yang dipesankan Rasulullah adalah menunjukkan ketinggian Islam dalam kecintaannya kepada
kebaikan bagi semua umat manusia.
Islam adalah agama yang rahmatal lil alamin, agama yang penuh dengan kasih sayang dan kelembutan. Akhlaq islam adalah
ajaran yang sarat dengan nilai kemanusiaan dan kemuliaan. Itu semua tidak akan terbukti tanpa adanya kecintaan berbuat
baik bagi semua orang, tanpa membedakan warna kulit, suku bangsa, dan agama.
Inilah sebenarnya akhlaq yang harus kita terapkan, sebagai konsekuensi seorang muslim yang selalu menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia. Jika ingin dihormati dan disayangi orang lain, maka belajarlah untuk menghargai orang lain.
Dan cintailah orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri.
Berperilaku baik kepada orang lain ini juga menjadi ukuran keimanan seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah :
Tidaklah beriman salah seorang diantara kamu hingga ia mencintai saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Wasiat kelima yang dipesankan Rasulullah adalah ajakan kepada perilaku yan terhormat dengan menjauhkan diri dari ketawa
yang berlebihan, karena banyak tawa dapat menghilangkan kehormatan seorang muslim. Hidup bukanlah permainan dan
kesia-siaan, bukan pula gurauan dan guyonan. Tetapi sesungguhnya ia adalah perjuangan, kesungguhan, dan keseriusan.
Sesekali kita boleh tertawa, asal jangan keterlaluan apalagi sampai mentertawakan orang lain yang bisa menyinggung
perasaannya.
Allah swt. Telah mengingatkan kita semua:
Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.
(QS. At-Taubah: 82).
Menurut Imam Hasan Bisri, sedikitlah tertawa dalam urusan dunia dan banyaklah menangis dalam urusan akhirat.

KHUTBAH JUMAT KEDUA










.

. .

.
.
.
. .

.

Puasa yang Berkualitas

Setiap amal anak Adam dilipatgandakan; sati kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa sampai tujuh ratus
kali. Allah Azza wa Jalla berfirman, Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang
membalasnya (HR. Muslim, An-Nasai, Ad-Darimi, dan Al-Baihaqi)
Nilai puasa di sisi Allah, dengan demikian, akan sangat bergantung pada kualitasnya. Semakin ia berkualitas, semakin tinggi
nilainya di sisi Allah. Sebaliknya, puasa yang kualitasnya sekedar menahan lapar dan haus, ia tidak bernilai apa-apa di sisi
Allah. Rasulullah SAW bersabda:












Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar. (HR. An-Nasai dan Ibnu
Majah)
Melakukan amal dengan optimal dan berusaha mendapatkan kualitas tertinggi adalah sebuah keharusan. Inilah mengapa Dr.
Musthafa Dieb Al-Bugho dan Muhyidin Mistu dalam Al-Wafi saat menjelaskan hadits :










Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal (HR. Muslim)
Beliau berdua mengatakan: Hadits ini merupakan nash (dalil) yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan. Yaitu dengan
melakukan suatu perbuatan dengan baik dan maksimal.
Maka, begitupun dengan puasa. Marilah kita tunaikan puasa kita dengan sebaik-baiknya sehingga ia benar-benar menjadi
puasa yang berkualitas. Lalu apa saja kriteria puasa yang berkualitas itu?

Ikhlas
Ikhwani fillah rahimakumullah,
Inilah penentu awal kualitas puasa kita; keikhlasan. Tidak hanya puasa, bahkan seluruh amal akan ditentukan pertama kali
oleh standar ini. Jika ia melakukannya ikhlas karena Allah maka amalnya menuju Allah (berpeluang diterima Allah), tetapi jika
ia melakukannya karena selain Allah, maka amal itu tidak memiliki peluang sama sekali untuk menjadi bernilai di sisi Allah
SWT.
Rasulullah SAW bersabda:












Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Demikian juga dengan ampunan yang dijanjikan Allah bagi orang yang berpuasa. Tidak serta merta ampunan ini akan
didapatkan semua orang. Hanya mereka yang ikhlas saja yang berhak mendapatkan janji ini dan membuktikannya di
hadapan Allah SWT kelak di akhirat.

Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.(Muttafaq alaih)
Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,
Tentu saja untuk menjadi berkualitas, puasa itu harus sah. Artinya, kita harus meninggalkan hal-hal yang membatalkan
puasa.
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa hal-hal yang membatalkan puasa itu dibagi menjadi dua;
Pertama, hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib qadha
a. Makan atau minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, itu tidak membatalkan
puasanya.










Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaknya ia meneruskan puasanya. Karena ia
diberi makan dan minum oleh Allah. (HR. Jamaah)
b. Muntah dengan sengaja










Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi siapa yang menyengaja muntah hendaklah ia
mengqadha. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni, dan Hakim)
c. Mengeluarkan sperma, baik karena mencium istrinya atau hal lain di luar bersetubuh dan mimpi. Jika bersetubuh ia
terkena kafarat, jika karena mimpi maka tidak mempengaruhi puasanya.
d. Meniatkan berbuka. Karena niat merupakan rukun puasa, maka niat berbuka berarti membatalkan puasanya.
Kedua, hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib qadha dan kafarat
Mengenai tindakan membatalkan puasa dan karenanya wajib qadha berikut kafarat, menurut jumhur ulama hanyalah
bersenggama dan tidak ada yang lain. Kafaratnya adalah memerdekakan budak, jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan
berturut-turut, jika tidak mampu memberikan makan kepada 60 orang miskin.

- -
- -


.
.

Abu Hurairah berkata: Seorang laki-laki datang mendapatkan Nabi SAW. Ia berkata, Celaka aku, wahai Rasulullah! Nabi
SAW bertanya, Apa yang mencelakakan itu? Aku menyetubuhi istriku pada bulan Ramadhan. Maka tanya Nabi SAW
Adakah padamu sesuatu untuk memerdekakan budak? Tidak ujarnya. Nabi bertanya lagi, Sanggupkah engkau berpuasa
dua bulan terus menerus? Tidak, ujarynya. Nabi bertanya lagi, Apakah engkau memiliki makanan untuk diberikan kepada
enam puluh orang miskin? Tidak ujarnya. Laki-laki itu pun duduk, kemudian dibawa orang kepada Nabi satu bakul besar
berisi kurma. Nah, sedekahkanlah ini titah Nabi. Apakah kepada orang yang lebih miskin dari pada kami? Tanya laki-laki
itu. Karena di daerah yang terletak diantara tanah yang berbatu-batu hitam itu, tidak ada suatu keluarga yang lebih
membutuhkannya dari pada kami Maka Nabi pun tertawa hingga geraham beliau terlihat lalu berkata, Pergilah, berikanlah
kepada keluargamu. (HR. Jamaah)

Meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia


Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Ikhlas serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa saja tidak cukup untuk membuat puasa kita berkualitas. Hal lain
yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia.












Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar. (HR. An-Nasai dan Ibnu
Majah)
Yaitu dengan menjauhi perkara-perkara yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Diantaranya adalah menjaga emosi kita agar
tidak marah seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
















Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak keras, jika seseorang
mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa. (Muttafaq alaih)
Begitupun dengan perkataan dan perbuatan dusta, bisa membuat puasa menjadi sia-sia dan karenanya harus dijauhi.






Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk
meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya) (HR. Bukhari)
Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat
Sering kita jumpai, ada orang yang berpuasa lalu mengisi siang harinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dengan
alasan agar lupa rasa lapar dan haus selama puasa mereka seharian di depan televisi, memperbanyak main game, dan
sebagainya. Hal-hal seperti ini hendaknya ditinggalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas.

Diantara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat. (HR. Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
Mempuasakan seluruh organ tubuh, pikiran, dan hati
Inilah yang diistilahkan puasa khusus oleh Imam Ghazali dalam Ihya Ulumiddin dan ditegaskan oleh Ibnu Qudamah
dalam Mukhtashar Minhajul Qasidin.
Pertama, mempuasakan mata dengan menahannya dari pandangan kepada sesuatu yang tercela dan dibenci syariat serta
melalaikan Allah SWT.

Pandangan itu salah satu anak panah Iblis yang berbisa. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka
Allah Azza wa Jalla memberinya keimanan yang manisnya didapati dalam hatinya (HR. Hakim)
Kedua, mempuasakan lidah dengan memeliharanya dari berbicara tanpa arah, dusta, menggunjing, mengumpat, berkata
buruk, berkata kasar, permusuhan dan mendzalimi orang lain.









Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak keras, jika seseorang
mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa. (Muttafaq aalaih)
Ketiga, mempuasakan telinga dari mendengarkan segala sesuatu yang haram dan makruh. Karena segala sesuatu yang
haram diucapkan adalah haram pula untuk didengarkan. Bahkan, Allah SWT menyepadankan orang yang mencari
pendengaran haram dengan pemakan harta haram.

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan makanan haram. (QS. Al-Maidah :
42)

Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan
memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan.(QS. Al-Maidah : 63)
Keempat, mempuasakan tangan dari mendzalimi orang lain, mengambil sesuatu yang bukan haknya, serta melakukan
perbuatan yang dilarang syariat.
Kelima, mempuasakan kaki dari berjalan ke arah yang diharamkan oleh Allah SWT.
Keenam, mempuasakan hati dari penyakit-penyakit ruhiyah seperti dengki, iri, marah, kecintaan pada dunia, dan sebagainya.

Janganlah kamu saling membenci, saling memutushubungan, saling mendengki, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, menjaga pikiran dari membayangkan hal-hal yang disenangi syahwat dan dibenci syariat, serta dari tipu daya dan
pikiran destruktif lainnya.
Memperbanyak amal shalih selama Ramadhan
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Banyak orang terkecoh dengan memperbanyak tidur saat puasa karena menilai itu sebagai ibadah. Memang ia lebih baik
dibandingkan jika melakukan hal-hal yang makruh atau haram. Akan tetapi, tentu lebih baik lagi jika pada saat puasa kita
memperbanyak amal shalih, mengisinya dengan aktifitas-aktifitas positif yang bernilai ibadah di sisi Allah SWT seperti
memperbanyak tilawah Al-Quran, berdzikir kepada Allah, shalat sunnah, tafakur, mengkaji ilmu-ilmu agama, memperbanyak
infaq, dan lain sebagainya.
Rasulullah dan para shahabatnya sangat mengerti tentang keutamaan Ramadhan dan bagaimana memperbaiki kualitas
puasa mereka. Karenanya dalam kesempatan istimewa ini mereka memperbanyak amal shalih. Ibnu Abbas menuturkan
bagaimana peningkatan amal shalih Rasulullah SAW, khususnya tilawah dan infaq sebagai berikut:










- -







Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawanannya memuncak pada bulan Ramadhan ketika
Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-Quran. Sungguh Rasulullah SAW lebih murah hati
melakukan kebaikan dari pada angin yang bertiup. (HR. Bukhari)
Ikhwani fillah rahimakumullah,
Demikianlah cara mewujudkan puasa yang berkualitas. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah SWT
sehingga bisa berpuasa dengan kualitas seperti itu dan akhirnya mencapai derajat taqwa; mendapatkan ampunan Allah SWT,
meraih ridho dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

Anda mungkin juga menyukai