Anda di halaman 1dari 40

TUGAS BESAR

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kebutuhan Air
Kebutuhan manusia akan air bersih mencakup kebutuhan domestik (memasak,

mencuci, mandi, dan lainnya) dan kebutuhan non domestik seperti kebutuhan air untuk
sosial, perkantoran, sekolah, pasar, industri, pelabuhan, masjid, rumah sakit, dan sarana
umum lainnya. Kebutuhan air yang dikonsumsi oleh masing-masing pemakai pun
berbeda-beda. Metcalf dan Eddy (1991) menyebutkan beberapa faktor yang mendorong
adanya perbedaan tingkat pemakaian air tersebut yaitu iklim, jumlah penduduk,
pembangunan, ekonomi, kualitas air baku, dan konservasi air.
2.2

Sumber Air Baku


Air baku adalah air yang akan digunakan sebagai sumber/bahan baku dalam

sistem penyediaan air minum (UU No. 82 tahun 2001 dan Mohajit, 2001). Air baku
yang digunakan pada perancangan ini ialah air sungai.
2.2.1 Air Permukaan
Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku air
bersih adalah:
a. Air waduk (berasal dari air hujan)
b. Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
c. Air danau (berasal dari air hujan, air sungai atau mata air)
Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat
yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kontaminan atau zat pencemar tersebut antara
lainn Total Suspended Solid (TSS), yang berpengaruh pada kekeruhan, zat organik
sebagai KMnO4, logam berat dari air limbah industri misalnya industri baterai yang
menghasilkan Pb (timbal).
Kontinuitas dan kuantitas dari air permukaan dapat dianggap tidak menimbulkan
masalah yang besar untuk penyediaan air bersih yang memakai bahan baku air
permukaan.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
2.3

Kualitas Air Baku


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 pasal 8 tentang

Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air, kriteria mutu air yang dimaksud untuk setiap kelas air
di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
Kriteria Mutu Air Baku
Parameter Satuan

Kelas
I

II

III

IV

deviasi

deviasi

deviasi

deviasi

1.000

1.000

1.000

2.000

Keterangan

FISIKA
Temperatur
Residu
terlarut

mg/L

Deviasi

temperatur

dari

keadaan

alamiahnya

Bagi pengolahan air


Residu
tersuspensi

minum
mg/L

50

50

400

400

secara

konvensional, residu
tersuspensi < 5.000
mg/L

KIMIA ANORGANIK
Apabila

secara

alamiah berada di
pH

69

69

69

5-9

luar rentang tersebut,


maka ditentukan
berdasarkan kondisi
alamiah

BOD
COD
DO
Total fosfat
sebagai P
NO3
sebagai N
NH3-N

mg/L
mg/L

2
10
6

3
25
4

6
50
3

12
100
0

mg/L

0,2

0,2

mg/L

10

10

20

20

mg/L

0,5

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

Bagi

perikanan,

kandungan ammonia

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
bebas

untuk

ikan

yang peka < 0,02


mg/L sebagai NH3
KIMIA ANORGANIK
mg/L
Arsen
mg/L
Kobalt
mg/L
Barium
mg/L
Boron
mg/L
Selenium
mg/L
Kadmium
Khrom
mg/L
(VI)
mg/L
Tembaga

0,05
0,2
1
1
0,01
0,01

1
0,2
1
0,05
0,01

1
0,2
1
0,05
0,01

1
0,2
1
0,05
0,01

0,05
0,02

0,05
0,02

0,05
0,02

0,01
0,2
pengolahan

Timbal

mg/L

0,03

0,03

0,03

air

minum
konvensional, Pb <
0,1 mg/L

Mangan
Air Raksa

mg/L
mg/L

0,1
0,001

0,002

0,002

0,005
Pengolahan

Seng

mg/L

0,05

0,05

0,05

air

minum
konvensional, Zn < 5
mg/L

Khlorida
mg/L
600
Sianida
mg/L
0,02
0,02
0,02
Fluorida
mg/L
0,5
1,5
1,5
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001

Keterangan:
1. Bq
= Bequerel
2. MBAS
= Methylene Blue Active Substance
3. ABAM
= Air Baku untuk Air Minum
4. Logam berat merupakan logam terlarut.
5. Nilai di atas merupakan batas maksimum.
6. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang
tercantum.
7. Nilai DO merupakan batas minimum.
8. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak
disyaratkan.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
2.4

Kualitas Air Minum


Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

(Kepmenkes)

RI

No.

907/Menkes/SK/ VII/2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum


menyebutkan bahwa air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat kualitas air minum meliputi persyaratan fisik, kimiawi, bakteriologis dan
radioaktif. Tabel 2.2 berikut ini merupakan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010, yang merupakan persyaratan kualitas air minum yang
mengacu pada nilai panduan WHO.
Tabel 2.2
Standar Air Minum
Kadar
No

Parameter

Satuan

Maksimum

Diperbolehkan
Kepmenkes USEPA

yang
Keterangan
WHO

FISIKA
1

Tidak
-

1.000

500

1.000

3
4
5
6

mg/L
Terlarut (TDS)
Kekeruhan
NTU
Rasa
Temperatur
C
Warna
TCU
KIMIA
a. Kimia Anorganik

5
30
15

5
15

5
15

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Air Raksa
Aluminium
Arsen
Barium
Besi
Fluorida
Kadmium
Kesadahan
Khlorida
Kromium, Val. 6
Mangan

0,001
0,2
0,01
0,7
0,3
1,5
0,003
500
250
0,05
0,1

0,2
0,01
2
0,3
4
0,005
250
0,1
0,05

0,2
0,01
0,7
0,3
1,5
0,003
250
0,05
0,4

Bau
Jumlah Zat Padat

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

berbau

Tidak berasa

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Kadar
No

Parameter

Satuan

Maksimum

Diperbolehkan
Kepmenkes USEPA

12
13
14
15

FISIKA
Natrium
Nitrat, sebagai N
Nitrit, sebagai N
Perak

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

200
50
3
0,05

10
1
-

16

pH

6.5 - 8.5

6,5 - 7,5

17
18
19
20
21
22
23

Selenium
Seng
Sianida
Sulfat
Sulfida
Tembaga
Timbal
KIMIA
b. Kimia Organik

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0,01
3
0.07
250
0,05
1
0,01

0,05
5
250
1,3
-

Aldrina

ug/L

0,03

Benzene

ug/L

10

0,005

Benzo(a)pyrene

ug/L

0,7

0,0002

ug/L

0,2

0,002

ug/L
ug/L
ug/L

200
30
2

0,07
0,0004

ug/L

0,03

dan

4
5
6
7
7

8
9
10

Chlordane
Isomer)
Chloroform
2.4-D
DDT
Heptachlor

(Total

dan

Heptachlor
Epoxide
Hexachlorobenzen
e
Pentachlorophenol
2.4.6Tricholorophenol
KIMIA

yang
Keterangan
WHO
11
3
6,5
7,5
0,01
3
250
2
-

0,000
3
0,01
0,000
7
0,000
2
0,3
0,03
0,001
-

0,0002
ug/L
ug/L
ug/L

0,3
0,009

0,3
4

0,3
1,5

0,2

0,005

0,003

c. Bahan Organik

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

- Batas

min.

dan maks.

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Kadar
No

11
12

Parameter
FISIKA
Zat

Organik

sebagai (KmnO4)
Gamma HCH
(Lindane)
MIKROBIOLOGI

Satuan

Maksimum

Diperbolehkan
Kepmenkes USEPA

mg/L

10

ug/L

0,002

0,005

yang
Keterangan
WHO
0,000
3
0,01

Jml/10
1

Coliform Tinja

ml 0

sampel
Jml/10
2

Total Coliform

ml 0

sampel
1

RADIOAKTIVITAS
Aktivitas Alpha
Bq/L

0,1

15 pq/L
4

Aktivitas Beta

milirem/yea

Bq/L

r
Sumber: Kepmenkes RI No. 492/Menkes/SK/IV/2010, WHO (2006); USEPA (2003)
Keterangan:
1. Bq = Bequerel
2. Logam berat merupakan logam terlarut.
3. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang
tercantum.
4. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak
disyaratkan

2.5

Proses Produksi Air Minum


Sebagai air permukaan baku datang ke pabrik pengolahan, skrining fisik adalah

langkah pertama untuk menghilangkan bahan kasar dan puing-puing. Setelah itu,
berikut proses pengolahandasar klarifikasi, itu akan mencakup koagulasi, flokulasi, dan
sedimentasi sebelum filtrasi, kemudian desinfeksi (kebanyakan oleh penggunaan
klorinasi).

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Dengan sumber kualitas yang baik, proses pengolahan konvensional dapat
dimodifikasi dengan menghapus proses sedimentasi dan hanya memiliki proses
koagulasi dan flokulasi dilanjutkan dengan filtrasi. Skema proses pengobatan ini disebut
filtrasi langsung. Air tanah adalah kualitas biasanya lebih; Namun, itu biasanya terkait
dengan kekerasan tinggi, zat besi, dan kadar mangan. Aerasi atau udara stripping
diperlukan untuk menghilangkan senyawa volatil dalam air tanah. Kapur pelunakan
juga diperlukan untuk menghilangkan kotoran dan rekarbonisasi digunakan untuk
menetralisir kelebihan kapur dan untuk menurunkan nilai pH.
Proses pertukaran ion juga dapat digunakan untuk pelunakan air dan
menghilangkan kotoran lainnya, jika rendah zat besi, mangan, partikulat, dan organik.
Untuk sumber air tanah yang tinggi di ion dan mangan, tapi dengan kekerasan diterima,
proses aerasi dan / atau oksidasi kimia dapat diikuti oleh filtrasi untuk menghilangkan
senyawa ini.
Proses reverse osmosis digunakan untuk menghilangkan kandungan kimia dan
garam dalam air. Hal ini menawarkan janji konversi air asin ke air tawar. proses
membran lainnya, seperti mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofilteration, dan elektrodialisis,
juga diterapkan dalam industri air (Shun Dar Li, 2001).
Tabel 2.3
Alternatif Pengolahan Air Beberapa Parameter
No.
1

Parameter

Alternatif Pengolahan
Koagulasi
Adsorpsi GAC, PAC, resin sintetik
Oksidasi dengan chlorine, permanganat, dan chlorine

Warna

dioxide
Oksidasi dengan chlorine, permanganat, ozon, dan chlorine
2

Bau
Rasa

dioxide
dan Adsorpsi Karbon Aktif (GAC dan PAC)
Aerasi

Kekeruhan

Prasedimentasi (air dengan kekeruhan tinggi)


Koagulasi dan Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
No.
4
5

7
8

Parameter
Alternatif Pengolahan
pH*
Netralisasi
Zat Padat Prasedimentasi (air dengan kekeruhan tinggi)
Koagulasi dan Flokulasi
Tersuspensi
Sedimentasi
(TSS)*
Filtrasi
Reverse Osmosis
Ion Exchange
Zat Organik
Air Stripping
Adsorpsi Karbon
Koagulasi
CO2 agresif Transfer gas (Aerasi)
Pelunakan kapur soda
Kesadahan
Ion Exchange
Oksidasi

dan Transfer gas (Aerasi)


Chemical Precipitation
Mangan
Besi

Ion Exchange
10

Sulfat

11

Sulfida

Ion Exchage dengan resin basa kuat


Softening (pelunakan)
Oksidasi dengan klorinasi
Aerasi
Ion exchange dengan activated alumina

12

Pelunakan kapur

Fluorida

Koagulasi alum
13

Amoniak

Air Stripping
Koagulasi
Pelunakan kapur

14

Reduksi kimia

Nitrat

Denitrifikasi secara biologis


Ion exchange
Reverse osmosis

15

Arsen

dan

selenium

Koagulasi dengan garam besi atau alumunium


Ion exchange dengan activated alumina
Ion exchange dengan resin basa kuat

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Sumber : 1. Montgomery (1985); 2.Tambo (1974) dalam Bahan Ajar PB PAM, 2005

2.6

Unit Operasi Pengolahan Air Minum

2.6.1

Intake
Intake adalah bangunan penyadap yang berfungsi untuk menangkap air baku

dari sumber sebelum masuk ke instalasi pengolahan. Sebelum air baku masuk ke
instalasi pengolahan, maka partikel-partikel yang ukurannya sangat besar seperti daun,
kertas, plastik, potongan kayu, dan benda-benda kasar lain yang berada dalam air harus
disaring terlebih dahulu menggunakan saringan kasar (Bar Screen). Penyaringan benda
kasar bertujuan untuk menghindari rusaknya atau tersumbatnya peralatan seperti pompa,
katup-katup, pipa penyalur, alat pengaduk yang digunakan dalam pengolahan air bersih.

Gambar 2.1 Intake dan Bar Screen


Sumber : PDAM Kota Bekasi, 2001 dalam KP Arya, 2009
Jenis-jenis intake sungai (Kawamura, 1991 dalam Bahan Ajar PBPAM 2005):
a.

Intake tower adalah intake berbentuk menara yang dibangun di tengah sumber
air baku dan pengaliran air bakunya menggunakan pipa yang dibangun di atas
sungai.

b.

Shore intake adalah intake yang dibangun di tepi sungai berupa rumah pompa
dengan intake berada di bawah permukaan air minimum.

c.

Intake crib adalah intake yang di bangun di dasar sungai/sumber air baku yang
dilengkapi dengan screen dan pipa untuk mengalirkan air ke instalasi
pengolahan.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
d.

Siphon well intake yaitu bangunan intake pada tepi sungai dan air baku dialirkan
dengan menggunakan siphon menuju sumur pengumpul dan selanjutnya akan
dipompakan menuju instalasi pengolahan.

e.

Intake bendung adalah intake yang dibuat dengan membendung sungai pada
tepinya sehingga air akan masuk pada saluran intake untuk masuk ke instalasi
pengolahan air.

f.

Floating intake adalah intake dengan rumah pompa yang dapat bergerak
mengikuti ketinggian muka air dan dihubungkan dengan pipa yang dapat
mengikuti pergerakan pompa karena menggunakan flexible joint.
Menurut Metcalf dan Eddy (1991) saringan kasar dapat berupa kisi-kisi baja,

anyaman kawat, kasa baja/plat yang berlubang-lubang dengan dipasang vertikal/miring


dengan sudut antara 30- 80. Analisis penting dalam perencanaan saringan kasar adalah
menentukan kehilangan tinggi (head loss) selama air melewati kisi saringan. Secara
garis besar kehilangan tinggi dipengaruhi oleh bentuk kisi dan tinggi kecepatan aliran
yang melewati kisi, seperti dirumuskan oleh Krischoer sebagai berikut:
Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan intake dan screen
a. Tinggi kecepatan aliran air melewati kisi screen (meter)
h

v2
2.g

................................................................................................. (2.1)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
b. Kehilangan tekanan air setelah melewati kisi screen (meter)
w

4/3

HL

h Sin .............................................................................(2.2)

Keterangan:
v

= kecepatan aliran yang melewati kisi (m/det)

= konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/det2)


= faktor bentuk kisi

= lebar kisi (m)

= sudut kemiringan kisi ( )

= jarak antar kisi (m)


Berikut ini adalah besar masing-masing faktor bentuk kisi :
Tabel 2.4
Faktor Bentuk Kisi
Bentuk kisi
Persegi panjang dengan sudut tajam

Faktor Bentuk
2.42

Persegi panjang dengan pembulatan di depan

1.83

Persegi panjang dengan pembulatan di depan dan belakang

1.67

Lingkaran
Sumber: Fair, 1966

1.79

Tabel 2.5
Kriteria Desain Intake
No
Keterangan
1 Kecepatan

Unit
m/s

Kawamura
<0.6

60

Droste
<0.6

Kemiringan

Barscreen

cm

1.25-2

2-5

Tebal barscreen

cm

5-7.5

5-15

Jarak antar barscreen

cm

Layla
0.4-0.8

Reynolds
30-75
1.25-3.8

2.5-7.5

2.5-5

1:2

6 H:L
7.5-15
Sumber : 1. Kawamura (1991); 2. Droste (1997); 3. Layla (1978); 4. Reynolds (1982)
dalam Bahan Ajar PBPAM 2005

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
2.6.2

Pompa dan Sistem Transmisi


Pompa tidak termasuk dalam unit proses pengolahan air tetapi pompa

merupakan peralatan pendukung utama. Menurut Peavy (1985), performa pompa diukur
berdasarkan kapasitas pompa terhadap head dan efisiensinya. Efisiensi pompa biasanya
pada range 60 - 85%.
Menurut Hazen-Williams (1914), aliran air dalam pipa dengan diameter (D > 2
inch, 5 cm), dengan kecepatan moderate (10 kaki/det, 3 m/detik). Nilai koefisien
kekasaran C berkisar antara 140 untuk pipa halus (pipa yang masih baru), pipa lurus
dari 90 sampai 80 untuk pipa lama, pipa bergaris tuberculated.
Beberapa rumus yang digunakan dalam pompa dan sistem transmisi yaitu:
a. Kehilangan tinggi tekanan akibat bergesekan dengan dinding pipa transmisi dengan
menggunakan persamaan Hazen Williams (meter)
151 x Q
2 , 63
CxD

HL Mayor

1,85

L
........................................................(2.3)
1000

b. Kehilangan tinggi tekanan akibat kontraksi (minor losses) berupa aksesoris di


sepanjang pipa transmisi (meter)
h k

v2
.......................................................................................................
2.g

(2.4)
c. Daya hidraulik pompa untuk memindahkan air (Kilowatt atau KN.m./det)
N pump

. Q. H pump
pump

................................................................................(2.5)

d. Daya motor penggerak pompa menggerakan poros pompa (Kilowatt)


N motor

N pump . 1 A
( pump . k )

..........................................................................(2.6)

Keterangan :
Q

= debit pemompaan, (m3/detik)

= diameter pipa bagian dalam (m)

= panjang pip transmisi (m)

= kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)

= konstanta gesekan akibat aksesoris pipa

= konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

= berat spesifik cairan, kN (9,774 KN pada temperatur 27C)

= konstanta friksi bahan pipa

pump

= efisiensi pompa (%)

motor

= efisiensi motor (%)

= Efisiensi hubungan poros, 1 jika poros dikopel langsung

= Faktor yang bergantung pada jenis motor


= 0,1 sampai 0,2 untuk motor listrik

2.6.3

Prasedimentasi
Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel

diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk,
ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan
efisien

apabila

syarat-syaratnya

terpenuhi.

Menurut

Lopez

(2007),

efisiensi

pengendapan tergantung pada karakteristik aliran, sehingga perlu diketahui karakteristik


aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat diperkirakan dengan bilangan
Reynolds dan bilangan Froude (Kawamura, 2000).
Unit presedimentasi ini direkomendasikan dalam pengolahan air baku dengan
tingkat kekeruhan lebih tinggi dari 10000 NTU dengan penghilangan yang dicapai dari
65-80%. Yang dilengkapi dengan sarana pengendali da pengukuran debit air yang akan
diolah di Instalasi Pengolahan Air (IPA). Efisiensi pemisahan kekeruhan dapat mencapai
40-60%.
Bangunan ini dilengkapi dengan:
a. Pipa Inlet
b. Pipa Outlet
c. Pipa Pembuang lumpur

(Tri Joko, 2010)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Tabel 2.6
Kriteria Desain Prasedimentasi
Parameter
Diameter padat minimal yang disisihkan
Jumlah bak minimum
Kedalaman air:
dengan pembersih otomatis

Kawamura
0,1 mm
2

Montgomery
0,1 mm
2

34m

34m

tanpa pembersih otomatis


3,5 5 m
3,5 5 m
Rasio P:L
4:1 8:1
3:1 8:1
Rasio P:H
min 6:1
10:1
Vh (m/detik)
0,05 0,08
0,05
td (menit)
6 15
10 20
Surface loading (m3/m2 jam)
10 25
8,33 16,67
k (safety factor)
1,5 2
1,5 2
Kontrol
Vo/H > Vh/P
Slope dasar
1:100
1:100
Sumber : 1. Kawamura (1991); 2. Montgomery (1985) dalam Bahan Ajar
PBPAM 2005

2.6.4

Aerasi
Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai

bentuk variasi operasi, meliputi (Fair, et.al; 1968 hal 24-2 s.d 24-3) :
1.

Penambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan


terlarut.

2.

Penyisihan karbon dioksida untuk mereduksi korosi

3.

Penyisihan hydrogen sulfida untuk menghilangkan bau dan rasa,


menurunkan korosi logam

4.

Penyisihan metana untuk mencegah kebakaran dan ledakan

5.

Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan


penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta
mikroorganisme lain.

Secara kimia, reaksi di atas dapat ditulis sebagai berikut :


4 Fe2+ + O2 + 10 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H+

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
2

Mn2+ + O2 + 2 H2O 2 MnO2 + 4 H+


Tabel 2.7
Kriteria Desain Karakteristik Operasi Aerator

Aerator

Penyisihan

Spesifikasi

Aerator Gravitasi :
Cascade

2045% CO2

Tinggi : 1,03,0 m
Luas : 85105 m2/m2.det

Packing Tower

>95% VOC

Kecepatan aliran 0,3 m/det

>90% CO2

Diameter kolom maksimum 3 m

>90% CO2

Beban hidrolik : 2000 m3/m2.hari


Kecepatan : 0,8-1,5 m3/m2/menit

Tray

Kebutuhan udara 7,5 m3/m3 air


Jarak rak (tray) : 30-75 cm
Luas : 50-160 m2/m3 det
Spray

70-90% CO2

Tinggi : 1,2-9 m

25-40 H2S

Diameter nozzle : 2,5-4,0 cm


Jarak Nozzle : 0,6-3,6 m
Debit nozzle : 5-10 L/det
Luas bak : 105-320 m2/m3 det
Tekanan semprot : 70 kPa

Aerator terdifusi

80% VOC

Waktu detensi : 10-30 menit


Udara : 0,7-1,1 m3/m3 air
Tangki : kedalaman 2,7-4,5 m, lebar 3-9 m
Lebar / kedalaman < 2
Volume maksimum = 150 m3

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Aerator

Penyisihan

Spesifikasi
Diameter lubang diffuser : 2-5 mm diameter

Aerator mekanik

50-80% CO2

Waktu detensi : 10-30 menit


Kedalaman tangki : 2-4 m

Sumber: Qasim, 2000


Beberapa rumus yang digunakan dalam aerasi berupa terjunan yaitu:
a. Faktor koreksi penyerapan oksigen terhadap elevasi IPA di atas permukaan laut
f

2116,8 - 0,08 - 0,000115 . A .E


..................................................(2.7)
2116,8

b. Oksigen terlarut yang dapat masuk setelah dikalikan dengan faktor koreksi
DO Water DO

Sat

x f .................................................................................(2.8)

c. Persamaan faktor koreksi akibat terjunan terhadap kelarutan oksigen


r 1 0,11.q.b.( 1 0,046.T). h

.....................................................(2.9)

d. Oksigen yang ditambahkan setelah terjadi aerasi terjunan


r

(Cs - Ca)
........................................................................................(2.10)
(Cs - Cb)

Keterangan:
A
E
DOsat
h
q
b

= temperatur rata-rata air baku dalam (C)


= elevasi terjunan di atas permukaan laut ( meter)
= konsentrasi oksigen yang masih dapat ditampung (mg/L)
= tinggi jatuhan air di instalasi aerasi (meter)
= faktor koreksi kualitas air (nilainya 0,9)
= faktor koreksi jenis terjunan (1,3 untuk terjunan bebas)

Ca

= kadar oksigen rata-rata air baku (mg/L)

Cs

= kadar oksigen jenuh yang dapat ditampung (mg/L)

= faktor koreksi akibat terjunan non dimensional

Cb

= oksigen terlarut setelah terjunan akibat re-aerasi (mg/L)


Aerator yang dipakai adalah aerator spray tower, yakni aerator semprotan atau

air mancur (spray aerator), yaitu air disemprotkan ke udara. Terdiri dari pipa yang

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
menggantung di atas bak atau kolam dan di perpotongan pipa tersebut terdapat nozzle.
Tinggi pancuran, dalam hal ini berkaitan dengan waktu kontak antara air dan udara
ditentukan oleh tekanan pada pipa, dimana dispersinya dipengaruhi oleh karakteristik
nozzle. Diameter nozzle berkisar 2 4 cm. Yang diperhatikan dalam mendesain aerator
ini adalah tekanan, jarak nozzle, aliran tiap nozzle. Tekanan sekitar 70 kPa (10 lb/in 2)
bisa menghasilkan aliran 5 20 L/s pada setiap nozzle. Jarak nozzle berkisar 0,6
3,5m.
Gambar 2.2 Spray Aerator and Nozzle
(Sumber: Fair & Geyer, 1986 hal 24 4)

2.6.5

Koagulasi
Koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat (flash mixing) dengan

koagulan yang bertujuan untuk mendestabilisasi partikel-partikel koloid dan suspended


solid (Reynolds, 1982). Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi didefinisikan
sebagai proses destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi termasuk bakteri dan
virus dengan suatu koagulan.
Pengadukan dengan terjunan adalah pengadukan yang umum dipakai pada
instalasi pengolahan air dengan kapasitas > 50 Liter/detik. Pembubuhan dilakukan
sesaat sebelum air diterjunkan sehingga air yang terjun sudah mengandung koagulan
yang siap diaduk. Pengadukan dilakukan setelah air terjun dengan energi (daya)
pengadukan sama dengan tinggi terjunan. Tinggi terjunan untuk suatu pengadukan
adalah tipikal untuk semua debit, sehingga debit tidak perlu dimasukkan dalam
perhitungan. Gradient kecepatan 350 - 1700 /dt /detik.
Kecepatan pengadukan merupakan parameter penting dalam pengadukan yang
dinyatakan dengan gradien kecepatan. Gradien kecepatan merupakan fungsi dari
tenaga yang disuplai (P):
G=

.............................................................................................(2.11)

dimana:
P = suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = volume air yang diaduk (m3)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
= viskositas absolut air (N.detik/m2)
Perhitungan

tenaga

pengadukan

berbeda-beda

bergantung

pada

jenis

pengadukannya. Pada pengadukan mekanis, yang berperan dalam menghasilkan tenaga


adalah bentuk dan ukuran alat pengaduk serta kecepatan putaran alat pengaduk.
Hubungan antar variabel itu dapat dinyatakan dengan persamaan (2.12) untuk bilangan
Reynold (NRe) lebih dari 10.000 dan persamaan (2.13) untuk nilai NRe kurang dari 20.
Bilangan Reynold untuk alat pengaduk dapat dihitung dengan persamaan (2.14).
P = KT.n3.Di....................................................................................................(2.12)
P = KL.n2.Di. ...................................................................................................(2.13)
NRe =

......................................................................................................(2.14)

dengan:
P = tenaga (N-m/detik)
KT = konstanta pengaduk untuk aliran turbulen
n = kecepatan putaran (rps)
Di = diameter pengaduk (m)
= massa jenis air (kg/m3)
KL = konstanta pengaduk untuk aliran laminar
= kekentalan absolut cairan (N-det/m2).
Nilai KT dan KL untuk tangki bersekat 4 buah pada dinding tangki, dengan lebar sekat
10 % dari diameter tangki diberikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.8
Nilai Kt dan Kl pada Beberapa Jenis Pengaduk
Jenis Pengaduk
Propeller, pitch of 1, 3 blades

KL
41,0

KT
0,32

Propeller, pitch of 2, 3 blades

43,5

1,00

Turbine, 4 flat blades, vaned disc

60,0

5,31

Turbine, 6 flat blades, vaned disc

65,0

5,75

Turbine, 6 curved blades

70,0

4,80

Fan turbine, 6 blades at 45

70,0

1,65

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Shroude turbine, 6 curved blades

97,5

1,08

Shrouded turbine, with stator, no baflles

172,5

1,12

Flat paddles, 2 blades (single paddle), Di/Wi = 4

43,0

2,25

Flat paddles, 2 blades , Di/Wi = 6

36,5

1,70

Flat paddles, 2 blades , Di/Wi = 8

33,0

1,15

Flat paddles, 4 blades , Di/Wi = 6

49,0

2,75

Flat paddles, 6 blades , Di/Wi = 8


Sumber: Reynold & Richards (1996)

71,0

3,82

Penentuan jenis koagulan sangat penting terutama untuk mendesain sistem


pencampuran cepat dan untuk flokulasi dan sedimentasi agar berjalan secara efektif.
Kawamura (1991) menyebutkan mengenai jenis koagulan yang sering digunakan adalah
koagulan garam metal, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, ferri sulfat, serta
Synthetic polymers, seperti polydiallyl dimethyl ammonium (PDADMA) dan natural
cation polymers seperti chitosan.
Selain koagulan biasanya dalam pengolahan air bersih ada penambahan bahan
kimia lebih dari dua atau tiga bahan kimia yang dibubuhkan dalam pencampuran cepat.
Bahan kimia tersebut antara lain alum, cationic polymers, pottasium permanganate,
chlorine, Poly Aluminum Chloride (PAC), ammonia, lime atau caustic soda, dan
anionic dan nonionic polymers.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

Gambar 2.3 Potongan Aerasi Koagulasi Hidrolis


Sumber : PDAM Kota Denpasar, 1996
Tabel 2.9
Kriteria Desain Unit Koagulasi
No

Keteranga
n

dtk-

Td

G x Td

Unit Kawamura1

Dtk

AlLayla2

300
10-30

30-60

300-1600

Reynolds3

Darmasetiawan4

700-1000

700-1000

20-60

20-40
20.000-

Peavy5

Montgo-

6001000
10-60

30.000

mery6
1000
10002000

pH alum

4
4,5-8,0
5,0-7,5
optimum
Sumber : 1. Kawamura (1991); 2. Al-Layla (1980); 3. Reynolds (1982);
4. Darmasetiawan (2001); 5. Peavy (1985); 6. Montgomery (1985) dalam
Bahan Ajar PBPAM 2005

2.6.6

Flokulasi
Setelah melewati proses pengadukan cepat, air kemudian dilewatkan pada bak

flokulasi. Hal tersebut dimaksudkan agar berkumpulnya partikel pengotor air dan
menjadi gumpalan yang lebih besar. Gradien kecepatan yang dibutuhkan pada proses ini
adalah sekitar 20-70/s dan waktu kontak 20-30 menit pada bak flokulasi. Suatu bak
flokulasi biasanya terdiri dari empat kompartemen (Shun Dar Lin, 2001).
Pemilihan proses flokulasi seharusnya berdasarkan kriteria di bawah ini:

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
1. Tipe proses pengolahan, misalnya konvensional, filtrasi langsung, softening
atau sludge conditioning.
2. Kualitas air baku, misalnya kekeruhan, warna, TSS dan temperatur.
3. Tipe koagulan yang digunakan.
4. Kondisi lokal, seperti ketersediaan petugas lapangan. (Montgomery, 1985)
Flokulator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Saat ini banyak kita
menjumpai berbagai macam flokulator, tetapi berdasarkan cara kerjanya flokulator
dibedakan menjadi 3 macam: yaitu pneumatik, mekanik, dan baffle.
Tabel 2.10
Kriteria Desain Flokulator Umum
No

Keterangan

1
2

G
Tdair

G x Tdair

Unit
-1

dtk
Menit

Kawa1

mura
60 10
30 40

Al2

Layla
10 75
10 90
104-

Reynolds3
80 20

Darmasetiawan
70 20
10 20

104- 105

105

Peavy5
10 - 30

gomery6
> 50
15 - 20

104- 105

Kedalaman

Mont-

4,8

bak

Sumber : 1. Kawamura (1991); \2. Al-Layla (1980); 3. Reynolds (1982); 4. Darmasetiawan (2001); 5.Peavy (1985); 6. Montgomery (1985) dalam Bahan Ajar
PBPAM 2005
Menurut Shun Dar Lin (2001), nilai gradien kecepatan pengadukan Instalasi
Pengolahan air dengan menggunakan Baffle Channel:
G =

.......................................................................................

(2.15)
Keterangan:
G = Gradien kecepatan (/s)
Q = Debit (m3/s)
H = Headloss (m)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

V = Volume flokulator (m3)


= Massa Jenis Air
= Viskositas absolut

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

Gambar 2.4 Denah Flokulator Baffle Channel


Sumber: PDAM Kota Denpasar, 1996
2.6.7

Sedimentasi
Menurut Reynolds (1982), sedimentasi adalah pemisahan zat padat - cair yang

memanfaatkan

pengendapan

secara

gravitasi

untuk

menyisihkan padatan

tersuspensi.
Reynolds juga mengklasifikasikan tipe pengendapan menjadi empat tipe yaitu :
1.

Tipe pengendapan bebas (free settling); sering disebut sebagai pengendapan


partikel diskrit.

2.

Tipe pengendapan partikel flok, yaitu pengendapan flok dalam suspensi cair.
Selama pengendapan, partikel flok semakin besar ukurannya dengan
kecepatan yang semakin cepat.

3.

Tipe zone atau hinderred settling, yaitu pengendapan partikel pada konsentrasi
sedang, dimana energi partikel yang berdekatan saling memecah sehingga
menghalangi pengendapan partikel flok, partikel yang tertinggal pada posisi
relatif tetap dan mengendap pada kecepatan konstan.

4.

Tipe compression settling; partikel bersentuhan pada konsentrasi tinggi dan


pengendapan dapat terjadi hanya karena pemadatan massa.
Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi

sehingga harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang


disisihkan. Kecepatan pengendapan flok bervariasi tergantung

pada beberapa

parameter yaitu: tipe koagulan yang digunakan, kondisi pengadukan selama proses
flokulasi dan materi koloid yang terkandung di dalam air baku. Karakteristik aliran

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
bak sedimentasi dapat diperkirakan dengan bilangan Reynolds (Re) dan bilangan
Froude (Fr) (Kawamura, 1991):
Beberapa rumus yang digunakan dalam sedimentasi yaitu:
a. Bilangan Reynold sebagai nilai lamineritas aliran (non dimensional)
Re

.R

v
Re 500

....................................................................................(2.16)

b. Bilangan Froude sebagai nilai uniformitas aliran (non dimensional)


v2
g. R

Fr

Fr 10

....................................................................................(2.17)

c. Radius Hidrolis (meter)


R

A
P

....................................................................................(2.18)

d. Waktu Tinggal Air (detik)


Vol
Q
.......................................................(2.19)
(Panjang x Lebar x Tinggi)

Td air
Td air

Keterangan:
v

= kecepatan aliran (m/detik)

= debit pengolahan (m3/detik)

= luas area yang dilewati (m2)

= keliling basah (m)

= viskositas kinematis (m2/s) = 0,864 x 10-6 m2/detik pada suhu 27 C

= konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/s2)


Pada dasarnya bak pengendapan yang panjang adalah yang paling baik tetapi

tanpa didukung oleh faktor hidrolis lainnya seperti lamineritas dan uniformitas dari
aliran dan beban permukaan yang sesuai, pengendapan dapat gagal (Darmasetiawan,
2001).
Menurut Peavy (1985), unit sedimentasi terbagi atas 2 bagian yaitu
rectangular dan circular.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Beberapa Rumus yang digunakan dalam pengoperasian sedimentasi
rectangular:
a. Kecepatan horizontal (m/detik)
Q
b.h

vo

....................................................................................(2.20)

b. Waktu tinggal air (Tdair)


Td air

l . b .h
.............................................................................................
Q

(2.21)
c. Kecepatan pengendapan (m/detik)
vs

Q
b.l

....................................................................................(2.22)

Keterangan:
l

= Lebar bak sedimentasi (m)

= Lebar penampang dasar bak sedimentasi (m)

= Ketinggian muka air bak sedimentasi (m)

= Debit pengolahan (m)


Tabel 2.11
Kriteria Desain Bak Pengendap Rectangular
Kawa-

Dros-

M/ja

mura1
0.83-

te2
20-70

permukaan

2.5

2.5-5

Tinggi air

3-5

td

jam

1.5-4

60-90

No Keterangan
1

Beban

Kemiri-

Unit

Rich3

JWWA5

3-4

Lay-

Rey-

la6

nolds7

2-5

1.8

60
70-75
2-5

Panjang

3:1

Lebar

P:L

L:H

Freeboard

6:1

<500

10

Re

0.6

>10-5

11

Fr

6:1

45-60
30

>75

10

1.5-6

m/mn

5:1

0.3-0.7

3:1

<2000
>10

-5

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

90

2:1

4:1
m

Fair8

0.5-1

Kecepatan

tin4
4-5

2.4-3

ngan plate

12

Mar-

<500
>105
500

0.6
50-70

50-75
0-1

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

No Keterangan

Kawa-

Unit

mura
0.3-1.7

Removal
13

Efisiensi

14

Faktor

Droste

Rich3

Martin

JWWA5

Layla

Reynolds

Fair8

keamanan

Sumber: 1 Kawamura (1991); 2 Droste (1997); 3 Rich (1961); 4 Martin (2004); 5


JWWA (1978); 6 Layla (1978); 7 Reynolds (1982); 8 Fair & Geyer (1986)
dlm
Bahan Ajar PB PAM 2005.
Bak empat persegi panjang secara umum digunakan dalam instalasi
pengolahan yang mengolah aliran besar. Tipe bak ini secara hidrolis lebih stabil.
Biasanya desainnya, terdiridari bak-bak yang panjangnya 2 - 4 kali lebarnya dan 10
20 kali kedalamannya. Untuk memungkinkan pengeluaran lumpur endapan, maka
dasar bak dibuat.

Gambar 2.5 Sedimentasi Rectangular


Sumber: Reynolds, 1982 dalam Bahan Ajar PB PAM 2005
Beberapa Rumus yang digunakan dalam pengoperasian sedimentasi circular
a. Panjang weir (meter)
L 2. n .r

....................................................................................(2.23)

b. Kecepatan weir loading (m/detik)


v weir

Q
L

....................................................................................(2.24)

c. Jumlah V-notch (buah)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Vs

L
rc / c

....................................................................................(2.25)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
d. Debit per V-notch (m3/detik)
Q notch

Q
n

....................................................................................(2.26)

e. Tinggi air di atas V-notch (meter)

15.Q

H air

8.Cd.

....................................................................(2.27)


2 g . tan
2

f. Lebar V-notch pada bagian atas (meter)


w 2 H air

....................................................................................(2.28)

Keterangan:
r

= Jari-jari bak sedimentasi (m)

rc/c

= Jarak antar pusat V-notch (center to center)

Cd

= Koefisien pengaliran (0,62)

= Besarnya sudut yang dibentu V-notch


Tabel 2.12
Kriteria Desain Unit Sedimentasi Circular

No

Keterangan

1
2
3
4

Kec. aliran
Diameter
Tinggi bak
NRe

5
6

NFr
Td
Kec.

7
8
9
10

Unit
m/detik
M
M

Jam

Pengendapan
Tinggi air
Kec.
horizontal
Weir loading

Kawamura

3-5
< 2000

AlLayla

2 -5

> 10-5
1-3
0,85 -

m/jam

1,7

Reynolds3

Darmasetiawan
< 0,3

4,5 90
1,8 5

Peavy5

< 500

< 2000

28

> 10-5
1-2

> 10-5
2-4

1,2 - 1,4

1- 2

2,5.10-3

m/detik
7

25

gomery6

2,78.10-4
< 30

m2/jam

Mont-

3-5
2,5.10-3 -

20,4 -

1,5.10-2
5,8 -

37,35

11,25

Sumber : 1. Kawamura (1991); 2. Al-Layla (1980); 3. Reynolds (1982); 4. Darmasetiawan (2001); 5.Peavy (1985); 6. Montgomery (1985) dalam Bahan
Ajar
PBPAM 2005

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Bak pengendap lingkaran mempunyai zona dengan fungsi yang sama dengan
bak empat persegi panjang, tetapi arah alirannya sangat berbeda.

Gambar 2.6 Sedimentasi Circular


Sumber : Droste, 1997 dalam Bahan Ajar PB PAM 2005
Pada perencanaan bak pengendap dengan aliran kontinue terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:

Gambar 2.7 Bak Pengendap


Sumber: Darmasetiawan, 2001

2.6.8

Filtrasi
Menurut Reynolds (1982) filtrasi adalah pemisahan zat padat-cair yang mana

zat cair dilewatkan melalui media berpori atau material berpori lainnya untuk
menyisihkan padatan tersuspensi yang halus. Proses ini digunakan untuk menyaring
secara kimia air yang sudah terkoagulasi dan terendapkan agar menghasilkan air
minum dengan kualitas yang tinggi. Sedangkan menurut Darmasetiawan (2001)
proses yang terjadi di filtrasi adalah pengayakan atau straining, flokulasi antar butir,
sedimentasi antar butir, dan proses mikrobiologis.
Menurut Peavy (1985), dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam
saringan yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Yang dimaksud dengan
saringan pasir cepat atau Rapid Sand Filter (RSF) adalah filter yang menggunakan

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
dasar pasir silika dengan kedalaman 0,6 0,75 m. Ukuran pasirnya 0,35 1,0 mm
atau lebih dengan ukuran efektif 0,45 0,55 mm.
Pencucian filter pasir cepat dilakukan dengan cara backwash; kotoran-kotoran
ataupun endapan suspensi yang tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan
bersama air pencuci dikeluarkan melalui gutter. Pencucian dilakukan 24 jam operasi
dengan waktu pencucian pasir terekspansi 50%. Pencucian dapat dikombinasikan
dengan nozzle. Kecepatan penyemprotan 270 lt/m2/menit, dengan tekanan antara
0,7-1,1 kg/cm2. Dengan kombinasi ini, hasil pencucian filter dapat lebih bagus dan
jumlah air untuk mencuci filter dapat lebih sedikit.
Filter cepat terdiri dari filter terbuka dan filter bertekanan. Pada filter cepat
titik berat proses adalah pada proses pengayakan. Kecepatan filtrasi adalah berkisar 7
- 10 m/jam untuk filter terbuka dan filter bertekanan dapat mencapai 15 20 m/jam.
Kriteria kualitas air yang dimasukkan ke filter adalah dengan kekeruhan dibawah 5
NTU, sehingga air baku yang diatas 5 NTU harus diolah melalui proses koagulasi
flokulasi - sedimentasi. (Darmasetiawan, 2001).
Handra
il
Tinggi
Air
Tinggi
Media
Jagaan
Media
Filter
Penyangga

Gambar 2.8 Saringan Pasir Cepat Aliran Gravitasi


Sumber : PDAM Kota Denpasar, 1996
Saringan bertekanan adalah berupa saringan pasir cepat yang ditempatkan
dalam bejana berbentuk silinder tertutup. Air lewat melalui tumpukan pasir dengan
bantuan tekanan yang dapat memaksakan air menembus tumpukan saringan.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Jenis saringan bertekanan yaitu vertical pressure filter dan horizontal pressure
filter. Ukuran saringan yang vertikal antara 0,3 2,75 m diameternya dan tinggi 2
2,5 m. Diameter horizontal 2 3 m dan panjang sampai 9 m.
a.

Media Filter
Media filter yang umum dipakai di Indonesia adalah pasir. Pasir yang

dipergunakan dalam filter harus bebas dari lumpur, kapur dan unsur-unsur organik.
Pasir yang sangat halus akan lebih cepat clogging tetapi jika terlalu besar maka
suspensi/partikel halus akan lolos. Sehingga ukuran butir pasir harus diseleksi dahulu.
Pasir yang biasa dipakai adalah pasir kwarsa. Untuk menjamin ketahanan pasir
kwarsa maka pasir kwarsa harus memenuhi kriteria kadar silika (SiO2) 96%.
b. Hidrolika Filtrasi
Hidrolika filtrasi adalah membahas tentang dasar-dasar aliran hidraulik yang
terjadi di unit filtrasi. Beberapa persamaan hidrolika filtrasi diturunkan dari
persamaan Rose berikut juga rumus-rumus lainnya (Reynolds/Richards, 2001).
Beberapa rumus untuk perhitungan hidrolika filtrasi sebagai berikut:
a. Kecepatan aliran filtrasi (m/jam)
vo

Q Olah
3600 detik
x
......................................................................(2.29)
PxL
1 jam

b. Bilangan Reynold untuk aliran media filter (non dimensional)


N Re

. d. v o

...........................................................................................

(2.30)
c. Koefisien Drag atau koefisien pengaliran (non dimensional)
C Drag

24
; jika nilai N Re 2 ..........................................................(2.31)
N Re

C Drag

24

N Re

3
N Re

; jika nilai N Re 2 ..........................................(2.32)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
d. Headloss media filter (meter)

HL

2
C Drag
vO
1,067
1

x
x H Media x 4 x
................................(2.33)

D Media

Keterangan:

= tingkat kebulatan ukuran pasir (sphericity) (non dimensional)

= daya pasir meloloskan air (porositas) (non dimensional)

= konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

Hmedia

= tinggi media pasir di filter (meter)

Dmedia

= diameter pasir rata-rata terpilih (meter)

c.

Sistem Underdrain
Menurut Darmasetiawan (2001), headloss atau kehilangan tekanan pada

underdrain sangat tergantung pada jenis underdrain yang dipakai. Underdrain dapat
berupa plat dengan nozzle, teepee dengan lubang di samping, dan pipa lateral pada
manifold.
Pada semua jenis underdrain tersebut, diasumsikan headloss yang berlaku
pada lubang mengikuti persamaan:
h k x

v2
..........................................................................................
2. g

(2.34)
k adalah koefisien headloss yang tergantung pada jenis underdrain. Untuk
nozzle, k = 1 3 sedangkan untuk lubang pipa lateral k = 1 - 2. Kecepatan filtrasi
melewati lubang adalah 0,2 m/detik.
d.

Pencucian Balik (Backwash)


Metode pencucian balik atau dikenal sebagai backwash bertujuan untuk

mencuci media filter dari sisa-sisa flok yang tertahan di media filter saat filtrasi
mengalami penyumbatan aliran (clogging). Ada dua metode umum untuk melakukan
pencucian balik filtrasi yaitu secara gravitasi dan pompa backwash.
Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan pencucian balik:
a. Kebutuhan udara untuk pencucian balik (m/jam)
Vol udara v udara x A filter .......................................................................(2.35)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
b. Kecepatan aliran pencucian balik (m/jam)
v back 6.v o ...........................................................................................(2.36)

c. Porositas sebelum pasir filter terekspansi (terlontar dari filter) (meter)


1

P O 2,95

4,5
g

1
3, 6

air

1
3, 6

pasir air

v3

D pasir

....................(2.37)

d. Porositas sesaat pasir filter terekspansi (terlontar dari filter) (meter)

P e 2,95

1
4,5
1
3, 6

air

air
pasir

1
3, 6

v back 3
D pasir

.....................(2.38)

e. Persentase ekspansi pasir (persentase inggi lontaran pasir) (%)


% eksp

P e PO
100% ..................................................................(2.39)
1 Pe

f. Tinggi ekspansi pasir (tinggi lontaran pasir) (meter)


eksp

L e LP
100 .....................................................................(2.40)
LP

g. Debit penggunaan air untuk pencucian balik filter (m3)


Q

Q back
x Tback x n filter ...................................................................(2.41)
filter

Keterangan :
vudara

= kecepatan pencucian dengan udara (min. 30 m3/m2.jam)

= viskositas kinematik, 0,864 x 10-6 m2/detik pada 27 C

= massa jenis air (kg/m3)

= massa jenis partikel media filter (kg/m3), misalnya pasir

Dpasir

= diameter butiran (m)

Lp

= ketebalan media filter (m)

Le

= tinggi lontaran media filter (m)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Tabel 2.13
Analisis Desain Saringan Pasir Cepat
Keterangan Unit Kawamura1 Al-Layla2 Reynolds3 Darmasetiawan4 Peavy5
Kec.
m/jam
5 7,5
4,8 15 4,9 - 12,2
7 10
2,5 5
Penyaringan
0,35 Ukuran pasir Mm
0,3 0,7
1,0
Tinggi filter
M
3,2 6
0,6 0,8
0,3 0,6
Tinggi
bak
M
< 18
2,4 5
filtrasi
Waktu
menit
10
3 10
pencucian
Kec.
m/jam
56
18 25
Backwash
Tinggi air di
Cm
90 160 90 -120
300 400
atas media
Ekspansi
Cm
90 160 20 50 h
Pasir
Headloss
M
0,2 3,0
filter bersih
Tinggi
M
Jagaan Filter
Sumber : 1. Kawamura (1991): 2.Al-Layla (1980): 3.Reynolds (1982): 4.Darmasetiawan (2001): 5.Peavy (1985) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005
Tabel 2.14
Kedalaman Saringan Pasir Lambat
No

Kedalaman (D)

Ukuran (m)

Tinggi bebas (freeboard)

0,2 0,3

Tinggi air di atas media pasir

1,0 1,5

Tebal pasir penyaring

0,6 1,0

Tebal kerikil penahan

0,15 0,30

Saluran pengumpul bawah


Jumlah

Sumber: SNI 3981: 2008

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

0,1 0,2
2,05 3,30

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Tabel 2.15
Karakteristik Pasir sebagai Media Filter
Material

Bentuk

Pasir
Bangka
Pasir
Kwarsa

Kadar
Silika

Sphericity

Berat Jenis
(gr/cm3)

Porositas

ES (mm)

Bulat

98 %

0,92

2,65

0,42

0,4 - 1,0

Bersudut

85 %

0,85

2,65

0,45

0,4 - 1,0

Remuk

0,60

1,4 - 1,7

0,60

0,4 - 1,4

Bersudut

0,72

1,4 - 1,7

0,55

0,4 - 1,4

2,65

0,5

1,0 - 5,0

lainnya
Antrasit
Bukit
Asam
Antrasit
(Import)
Kerikil

Bulat
85 %
(gravel)
Plastik
Sumber: Darmasetiawan (2001)

Sesuai dengan permintaan

Pada saat sekarang ini, media filter menggunakan noozle sebagai penampung
air bersih sebelum masuk ke unit selanjutnya. Nozzle ini berbentuk pipa kecil bulat
yang memiliki celah di dalamnya. Air akan masuk ke celah tersebut dan juga sebagai
tempat keluarnya aliran air backwash.
Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan aliran noozle
a. Luas penampang noozle (m2)

A udara

x D Noozle 2
............................................................................(2.42)
4

b. Debit air per satu noozle (m3/detik)


Q Noozle

Q Olah
.....................................................................................(2.43)
n

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
c. Headloss sistem pada underdrain (meter)

HL

1 Q Noozle

2
2.g
v O

.............................................................................(2.44)

d. Diameter pipa manifold untuk backwash (meter)


D Pipa

4Q
.........................................................................................(2.45)
v

Keterangan :
DNoozle

= diameter noozle (meter)

= jumlah noozle yang diinstalasikan di plat filter (buah)

Qolah

= debit pengolahan air di unit filter (meter)

vo2

= kecepatan aliran air di unit filter (m/detik)

= konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

2.6.9

Desinfeksi
Air yang telah disaring di unit filtrasi pada prinsipnya sudah memenuhi

standar kualitas tetapi untuk keperluan menghindari kontaminasi air oleh


mikroorganisme saat penyimpanan dan pendistribusian perlu dilakukan desinfeksi.
Desinfeksi yang umum digunakan adalah dengan cara klorinasi, walaupun ada
beberapa cara lain seperti dengan ozon dan ultra violet (UV) yang jarang digunakan.
Sebagai desinfektan, pembubuhan klorin dilakukan di lokasi reservoir disebut sebagai
postklorinasi (Darmasetiawan, 2001).
Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen
yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian
yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak.
Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit
dari kalsium dan natrium, kloroamin, klor dioksida, dan senyawa komplek dari klor.
Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik
tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut
sisa klor.
Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl,
adanya OCl akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada
pH < 5. Dosis klorin yang dibubuhkan harus cukup untuk menghasilkan sisa klor

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
minimum 0,2 mg/l di akhir distribusi (Kep Menkes RI No: 907 / MENKES / SK /
VII/2010).
Sedangkan menurut Kawamura (1991), dosis pembubuhan klorin berkisar
antara 1 5 mg/L dengan sisa klorin di reservoir 0,5 mg/L dan di distribusi 0,2 0,3
mg/L. Klorinasi dapat dilakukan dengan penambahan kaporit sebagai sumber
klorinnya atau dengan gas Cl2.
Beberapa rumus dalam penentuan pembubuhan desinfektan berupa khlor:
a. Bukaan keran pada pompa pembubuh desinfektan (%)
Q olah x D x 3.600 detik/jam
x 100% ...............................(2.46)
Q pump x C

Stroke (%)

b. Besaran kebutuhan desinfektan per hari (kg/hari)


WDes Q olah x Dosis x kemurnian

.................................................(2.47)

c. Dimensi pipa pembubuh desinfektan (mm)

v ori C v 2.g x (hf - hf tot )

4 Q ori
..........................................(2.48)
D2

d. Derajat keasaman hasil desinfeksi (mm)


pK 1 ' pK 1 log

1 1,4

......................................................(2.49)

Keterangan:
D
= dosis rata-rata hasil uji break point chlorination (mg/Liter)
Qolah
= debit instalasi pengolahan air (Liter/detik)
Qpump
= debit pompa pembubuh desinfektan (Liter/jam)
C
= kemurnian khlor 60 - 70% jika kaporit dan 99% jika gas Cl2
Dosis
= dosis pembubuhan di instalasi pengolahan air (mg/Liter)
Cv
= koefisien kecepatan aliran desinfektan dalam pipa (0,97)
g
= konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)
hf
= tinggi cairan desinfektan ditambah panjang pipa (meter)
hftot
= kehilangan tinggi tekan akibat sistem pompa transmisi pembubuh
pK1
= logaritmik kesetimbangan pH setelah didesinfeksi (non dimensi)

= hasil analisis ion-ion saat proses desinfeksi


pH baru setelah proses desinfeksi harus masuk dalam range 6,5 8,5 yang
diizinkan untuk air minum, jika melewati batas tersebut, perlu dilakukan netralisasi
agar air tidak bersifat iritatif bagi konsumen.

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
2.6.10 Reservoir
Pada umumnya reservoir diletakkan di dekat jaringan distribusi dengan
ketinggian yang cukup untuk mengalirkan (mendistribusikan) air bersih/minum
secara baik dan merata ke seluruh daerah pelayanan..
Reservoir dapat dibedakan berdasarkan posisi penempatannya yaitu:
a.

Ground Reservoir
Reservoir yang penempatannya pada permukaan tanah.

Gambar 2.9 Ground Reservoir


Sumber : PDAM Kota Denpasar, 2009
b.

Elevated Reservoir
Reservoir yang penempatannya di atas menara.

Gambar 2.10 Elevated Reservoir


Sumber : PDAM Kota Denpasar, 2009
Reservoir dapat dipergunakan untuk menyimpan air pada waktu kebutuhan
lebih kecil dari kebutuhan rata-rata, mengalirkan air pada waktu kebutuhan lebih

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
besar dari kebutuhan rata-rata, dan memberikan waktu kontak desinfektan yang
cukup bila diperlukan (Tambo, 1974).
Tabel 2.16
Kriteria Desain Reservoir Umum
Keterangan
Unit
Tambo1
Tinggi efektif air
Meter
36
Freeboard
Meter
0,30
Waktu detensi
Jam
Sumber: 1. Tambo (1974); 2. Damasetiawan (2001)

Darmasetiawan2
<4

Untuk menghitung volume reservoir, harus diperhitungkan besarnya debit


yang masuk dan debit yang keluar dari reservoir. Debit yang masuk ke reservoir
adalah konstan, yaitu (100/24)% atau 4,17%, sedangkan debit yang keluar dari
reservoir bervariasi bergantung dari pemakaian air minum dalam kota. Contoh
perhitungan reservoir ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.17
Persentase Volume Reservoir
Pemakaian

Jumlah

Per-jam

Pemakaian

(%)

(%)

22 05
7
0,75
05 06
1
4,00
06 07
1
6,00
07 09
2
8,00
09 10
1
6,00
10 13
3
5,00
13 17
4
6,00
17 18
1
10,00
18 20
2
4,50
20 21
1
3,00
21 22
1
1,75
Jumlah
24
Sumber: Tri Joko, 2010

5,25
4,00
6,00
16,00
6,00
15,00
24,00
10,00
9,00
3,00
1,75
100

Period

Jumlah

Jam

Suplai
Perjam
(%)
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17
4,17

Jumlah
Suplai
(%)
29,19
4,17
4,17
8,34
4,17
12,51
16,68
4,17
8,34
4,17
4,17

Surplus Defisit
(%)

(%)

23,94
0,17
1,17
2,42
27,70

1,83
7,66
1,83
2,49
7,32
5,83
0,66
27,62

Beberapa rumus lainnya dalam penentuan dimensi dan perpipaan reservoir:


a. Persentase volume reservoir adalah:

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Q Surplus Q Defisit

Persen (%)

.............................................................(2.50)

b. Volume reservoir real dalam harian (m3)


Vol R Persen (%) x Q IPA x

86.400 detik
1 hari

..........................................(2.51)

c. Dimensi reservoir jika dibuat sekat-sekat kompartemen


Vol

Vol R
PR x L R x TR ...............................................(2.52)
kompartemen

d. Pipa inlet
D inlet

4 x Q inlet
x v inlet

...............................................................................(2.53)

e. Pipa outlet
D outlet

4 x (Q inlet x Fpeak )

x v outlet

..............................................................(2.54)

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
f. Pipa penguras
Vol kuras Pkuras x L kuras x H kuras

......................................................(2.55)

Q kuras

Vol kuras
....................................................................................(2.56)
t kuras

D kuras

4 x Q kuras
.............................................................................(2.57)
x v kuras

g. Pipa overflow dan ventilasi


D over D inlet

.........................................................................................(2.58)

Q udara

Q outlet - Q inlet
.......................................................................(2.59)
kompartemen

D vent

4 x Q udara
..............................................................................(2.60)
x v udara

DWI RETNO WAHYUNINGSIH


21080114120020

Anda mungkin juga menyukai