KERATITIS JAMUR
Disusun oleh :
Indra pramana putra
1420221185
Reza Febiardi
1310221052
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Keratitis Jamur
Diajukan sebagai syarat memenuhi Ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUP Persahabatan
Disusun oleh :
Indra pramana putra
1420221185
Reza Febiardi
1310221052
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Puja serta puji syukur terhadap kehadiran Allah SWT, karena atas izinnya lah kami
dapat menyelesaikan makalah laporan kasus yang berjudul Keratitis Jamur ini sesuai pada
waktunya. Laporan ini kami buat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter SMF Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit
Umum Pusat Persahabatan. Kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Diah Faridah, Sp.M. yang telah membimbing kami, memberikan banyak
motivasi, arahan, serta saran baik dalam pembelajaran
2. Teman-teman seperjuangan di Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan periode 13 september 15 Oktober 2016
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Demikian laporan ini kami
buat, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi kami khususnya dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.
Tim penyusun
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.I Identitas Pasien
Nama
: Tn.J
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 43 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
No.RM
: 02-26-77-21
Alamat
: Bekasi
Tanggal datang
: 27 September 2016
1.2 Anamnesa
Keluhan utama
: mata kiri terasa sakit sejak 4 hari yang lalu
Keluhan tambahan
: Penglihatan silau, mata merah, dan terasa mengganjal
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tn.J mengeluhkan mata kiri nya sakit sejak 4 hari yang lalu, keluhan dirasakan ketika
ia sedang memperbaiki genteng matanya terkena dahan disekitarnya. Sejak saat itu mata Tn.J
menjadi merah, pasien mengatakan bahwa mata nya terasa nyeri, nyeri dirasakan terusterusan bahkan saat mata tersebut dipejamkan dan diistirahatkan. Selain keluhan tersebut,
Tn.J mengatakan bahwa pandangan nya menjadi kabur, pandangan kabur dirasakan setelah
kelilipan tersebut, pasien juga mengeluhkan pandangan nya yang silau dan semakin nyeri
ketika melihat cahaya,selain itu pasien juga merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Pasien sudah mengkonsumsi obat tetes yang didapat dari puskesmas dan juga klinik
namun keluhan tidak membaik. Pasien tidak ingat nama obat yang digunakan sebelumnya.
Pasien juga sering mengucek matanya karena terasa gatal. Mata merah (+), rasa mengganjal
(+), mata berair (-), mengeluarkan kotoran/belekan (+), terasa gatal (+), mual(-), muntah (-),
deman (-).
Riwayat Penggunan Obat : Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat apapun dan tidak
sedang dalam masa pengobatan.
1.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
:139/92 mmHg
Suhu
: 36C
Pernapasan
: 22x/menit
BB
: 56 kg
Nadi
: 89x/menit
TB
: 162cm
1.4
Pemeriksaan
Visus
Koreksi
(-)
(-)
Cyl
(-)
(-)
Axis
(-)
(-)
Add
Kedudukan bola mata
Gerakan bola mata
(-)
(-)
Ortoforia
Ortoforia
hambatan
tanpa hambatan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Supracilia
-
Madarosis
Trikiasis
Palpebra Superior
-
Edema
Hiperemi
Ektropion
Entropion
Massa
Palpebra Inferior
-
Edema
Hiperemi
Ektropion
Entropion
Massa
Sekret
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Massa
Lain-lain
Sekret
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Massa
Lain-lain
Konjungtiva bulbi
-
Kemosis
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Silier
Perdarahan
Tidak ada
Tidak ada
Subkonjungtiva
Pterigium
Pingueula
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dalam
Dalam
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sulit dinilai
Ditengah
Sulit dinilai
Kornea
-
Sikatriks
Infiltrat
Ulkus
Keratik presifitat
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Iris Pupil
-
Bentuk
Letak
Warna
Refleks
langsung
Reflek cahaya
langsung
RAPD
Lensa
-
Subluksasi
Dislokasi
Shadow test
Vitreous humor
Funduskopi
Tonometri
1.5
Coklat kehitaman
(+)
Sulit dinilai
(+)
Sulit dinilai
(-)
Jernih
(-)
Keruh
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
tidak
Resume
Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan nyeri pada
bagian mata kiri nya sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus disertai mata
merah, pandangan kabur, mengeluarkan kotoran/ belek dan gatal.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Hemodinamik
: Stabil
Status Oftalmologis :
OD
6/6
Normal
Tenang
Tenang
Normal
1.6
OS
1/300
Edema (+)
Sekret (+)
Injeksi siliar (+)
Infiltrat (+)
Visus
Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Diagnosis Banding
-
Keratitis bakterial
Keratitis virus
Endoftalmitis
Uveitis
Panoftalmitis
Glaukoma akut
Kultur
Pemeriksaan mikroskopik dengan
1.7
Diagnosis Kerja
Keratitis Jamur
1.8
Usulan Pemeriksaan
KOH10%
Anti fungal : Nitamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun selama 4-6 minggu
Siklopegik : Homatropin 5%
1.10
Prognosis
-
Quo ad vitam
OD
Dubia ad
bonam
Dubia ad
OS
Dubia ad
bonam
Dubia ad
Quo
ad
sanationam
Quo
ad
Ad bonam
functionam
Quo
ad
Ad bonam
bonam
bonam
cosmeticam
1.11
Edukasi
1. Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan mata yang kabur disebabkan infeksi pada
bagian kornea matanya
2. Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan infeksi berlangsung cukup lama, jadi
harus bersabar dan mengobati nya secara terus menerus.
3. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya higienitas, untuk selalu cuci tangan
dan mata nya jangan di kucek/gosok
4. Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi apabila pengobatan diberhentikan
atau tidak sampai tuntas
5. Menjelaskan tentang prognosis yang mungkin dicapai bila pasien mengobati nya
dengan teratur.
- BAB II
- ANALISA KASUS
-
nyeri pada bagian mata kiri nya sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus
disertai mata merah, pandangan kabur, mengeluarkan kotoran/ belek dan gatal. Riwayat
trauma, hipertensi, dan alergi disangkal. Pasien tidak dalam keadaan mengkonsumsi obat-
obatan tertentu. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan keluhan
pasien.
1. Menganalis keluhan utama dan keluhan tambahan untuk dikelompokan dalam 5 klasifikasi
kelainan mata
-
1/300 dan didapatkan merah pada mata sebelah kiri. Hal ini berarti pasien mengalami
mata merah visus turun. Tn.J hanya dapat melihat lambaian tangan pemeriksa pada
saat pemeriksaan refraksi dalam jarak 1 meter, oleh karena itu visus disimpulkan
1/300. Penurunan visus ini bisa terjadi karena pada pemeriksaan didapatkan adanya
infiltrasi pada bagian kornea dan kornea merupakan bagian dari media refraksi. Pada
orang normal tidak diemukan infiltrat pada kornea mata sehingga sinar dapat masuk
tanpa ada yang dipantulkan. Ditemukan mata merah pada pasien yang biasanya
disebabkan oleh karena adanya peradangan sehingga menyebabkan pelebaran
pembuluh darah pada bagian mata. Reaksi peradangan dapat disebabkan oleh adanya
infeksi atau akibat peradangan karena alergi. Namun pada pasien ini riwayat alergi
disangkal sehingga kemungkinan untuk infeksi lebih dapat dipikirkan.
Pada mata kan pasien visus dinilai 6/6 dimana pasien dapat membaca
seluruh uji refraksinya dan didapatkan hasil 6/6 sesuai dengan orang normal dan
sesuai dengan pernyataan bahwa pasien sebelumnya tidak pernah mengenakan
kacamata. Selain mengeluhkan pandangan kabur, pasien mengeluhkan pandangan
silau pada mata kirinya. Keluhan ini juga dapat disebabkan infiltrat yang ada di
kornea nya yang menyebabkan sinar datang tidak dapat dipantulkan dengan baik.
Riwayat pengkonsumsian obat-obatan tertentu disangkal, hal ini ditanyakan untuk
mengetahui apakah pasien mengkonsumsi steroid atau tidak, karena steroid bisa
menyebabkan imunosupresi dan memudahkan terjadinya infeksi selain itu steroid juga
bisa salah satu faktor resiko dari glaukoma.
2. Menentukan jenis infeksi
Untuk menentukan infeksi apa pada pasien ini dilakukan pemeriksaan pada
bagian mata kiri, dimana didapatkan kekeruhan pada kornea sehingga keratitis lebih
memungkinkan dibanding dengan uveitis, untuk penilaian pupil pada mata kiri sulit dinilai
karena adanya infiltrat. Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan penilaian
terhadap bagian lainnya seperti iris, badan siliar, pupil ,lensa, kedalaman bilik mata. Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan TIO karena kondisi mata yang masih merah
meradang. Selanjutnya untuk menentukan tipe keratitisnya dilihat dari anamnesa dan
pemeriksaan mata nya. pada semua tipe keratitis didapatkan adanya infiltrat ,adanya berair
atau lakrimasi, silau fotofobia. Namun biasanya keratitis jamur harus dipikirkan apabila :
a. Tidak adanya respon pada pengobatan antibiotik
b. Kasus-kasus trauma dengan tumbuh-tumbuhan
c. Kasus-kasus yang berkaitan dengan pengobatan steroid jangka panjang
Pada tidak adanya respon terhadap antibiotik ,pada pasien ini dia mengatakan
telah berobat selama dua kali ke puskesmas dan ke klinik dan mendapatkan obat tetes, dapat
dipikirkan bahwa obat tersebut adalah antibiotik dan pasien mengatakan bahwa gejala hilang
sesaat namun kemudian timbul kembali kemudian. Yang kedua pada pasien ini didapatkan
riwayat trauma dengan tumbuhan yaitu saat pasien sedang memperbaiki genteng dan terkena
dahan pohon. Dari kedua poin ini sudah dapat menguatkan bahwa ini merupakan keratitis
jamur.
-
slit lamp, fluoresen, usg mata, pewarnaan gram, kultur dan pemeriksaan mikroskopik
+ KOH 10%. Pemeriksaan dengan slit lamp dilakukan untuk menilai bagian mata lain
nya serta untuk mecari apakah terdapat infiltrat satelite atau tidak. Uji fluorescein
dilakukan untuk mengetahui defek pada epitel kornea untuk membedakan apakah
kekeruhan kornea akibat sikatrik atau karena defek pada kornea. Pada USG dilakukan
untuk melakukan penilaian pada bagian posterior mata, karna bagian posterior akan
sulit dilakukan dengan oftalmoskop karena akibat adanya infiltrat. Pemeriksaan gram,
kultur dan Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% pada kerokan kornea untuk
mencari adanya hifa atau tidak serta menyingkirkan diagnosis banding keratitis
bakterial dan keratitis virus.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada mata kiri adalah dengan
pemberian Natamycin (paramycin), Natamycin bersifat spektrum-luas terhadap
organisme filamentosa karena pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
mikroskopik untuk mengetahui jenis jamur oleh karena itu diberikan anti fungal
spektrum luas. sp. Pengobatan topikal hendaklah diberikan selama 6 minggu.
Pengobatan lain yang diberikan adalah siklopegik yaitu homatropin 5% untuk
membantu mengurangi resiko komplikasi yang dapat terjadi .
-
Prognosis :
-
Quo ad vitam
OD
Dubia ad
bonam
OS
Dubia ad
bonam
Quo
ad
Dubia ad
sanationam
Quo
ad
Ad bonam
functionam
Quo
ad
Ad bonam
bonam
Dubia ad
bonam
cosmeticam
-
sembuh sempurna dan apabila telah sembuh diperkirakan penglihatan nya dapat kembali
seperti semula tanpa ada nya kecacatan. Selain itu untuk kekambuhan nya tidak terjadi pada
penyakit ini. Untuk penampilan nya, mata akan kembali normal apabila infiltrat hilang dan
merah dari mata tersebut pun akan hilang. Pada pasien ini diminta untuk datang kontrol
kembali untuk mengetahui perkembangan pengobatan.
-
- BAB 3
- TINJAUAN PUSTAKA
-
3.1. DEFINISI
-
untuk inflamasi yang disebabkan oleh infeksi jamur (dan menyebabkan peradangan)
pada kornea. Faktor predisposisi antara lainnya adalah trauma, pemakaian kontak
lensa, dan steroid topikal. Trauma pada kornea yang memicu terjadinya
keratomikosis, biasanya trauma dengan tumbuhan atau benda-benda organik. 4,5 Infeksi
ini pertama kali menyerang epitel dan stroma kornea, endotelium dan bilik mata
depan juga dapat terinfeksi pada kasus yang berat.1
Gambar 1. Keratomikosis3
3.2. ANATOMI
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
traktus uvea, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang
protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di
anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi
makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi
cahaya menjadi impuls syaraf. 1,8
sifat pelindung dan reparatif yang baik.9 Kornea adalah jendela optik bagi mata
yang membenarkan manusia untuk melihat. Sifat kornea yang transparan dengan 43
dioptri menjadikan kornea media refraktor terpenting dalam struktur mata. 7 Rata-rata
diameter kornea adalah 11,5 mm (vertikal) dan 12 mm (horizontal). Kornea memiliki
tiga fungsi utama :1,10
a. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata
prekornea.
b. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi ,penghamburan dan absorbsi.
c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan
optikal.
-
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:1
1. Epitelium memberi 10% dari ketebalan kornea yang terdiri atas lapisan-lapisan sel
epitel gepeng tidak bertanduk, dan terdiri dari:
a. satu lapis sel kolumnair basalis yang terikat secara hemidesmosom ke
membran basalis.
b. dua sampai tiga lapis sel sayap
c. dua lapis sel gepeng superfisialis
d. luas permukaan sel terluar ditambah oleh adanya mikroplicae dan mikrovili
yang membantu perlengketan mucin. Setelah jangka hidup beberapa hari, selsel mati dilepaskan ke dalam tear film. Karena sifat beregenerasi dengan baik,
sel-sel yang terlepas tidak menyebabkan jaringan sikatriks pada lapisan
epitelium.
saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aquos dan dari
tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari
udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer,
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata
yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar
terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1
-
3.3. FISIOLOGI
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.7
Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan
merupakan penyebab utama penurunan visus dan kebutaan, selain katarak yang
menduduki peringkat pertama. Sedang di Asia keratomikosis khususnya, merupakan
antara kausa mayor kebutaan. Di China, insidens keratomikosis terus meningkat sejak
8 dekade yang lalu. Manakala di daerah bersuhu rendah seperti di Inggris dan
Amerika Serikat Utara masih jarang terjadi keratitis akibat infeksi jamur, umumnya
kurang dari 5%-10% . Keratomikosis filamentosa didapati lebih sering terjadi di
daerah Amerika Serikat yang lebih hangat dan lebih lembab dari daerah lain di negara
tersebut.6,7
-
geografi dan rata rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di florida. Spesies
Fusarium penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling umum di Amerika Selatan
(45-76% fungal keratitis), spesies Candida and Aspergillus lebih banyak di Amerika
Utara. Pada tahun 2006, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menerima laporan dari oftalmologist di New Hersey didapatkan 3 pasien dengan
menggunakan lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara
internasional, Aspergillus merupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus
keratitis jamur. Tipe Aspergillus merupakan tipe jamur penyebab keratomikosis
tersering ditemukan di seluruh dunia. Dari suatu studi di India, Aspergillus ditemukan
terbanyak dengan persentase 27-64%, diikuti Fusarium (6-32%) dan spesis
Penicillium (2-29%).3 Keratomikosis lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
-
Gambar 4. Filamen
Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan : 2
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang
hifa.
1. Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp, Cladosporium spp,
Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp, Curvularia spp, Altenaria spp.
2. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.
- 2) Jamur ragi (yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
-
penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu,
penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu
merupakan predisposis terjadinya keratitis fungal. Faktor resiko lainnya adalah
termasuk operasi kornea (contohnya keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis
kronis (contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).6
Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi pada
mata terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan sebagai
penyebab infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi telah dapat
diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen,
termasuk didalamnya spesies Fusarium dan Aspergillus), Dematiaceae (Jamur
berfilamen berpigmen, termasuk didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia),
dan yeasts (termasuk didalamnya spesies Candida).3,5
Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada
epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan
dan menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan
dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea).
Organisme dapat menembus kedalam membran descment yang intak dan mencapai
bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah
kerusakan jaringan yang ada.3,5
Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis
fungal. Pada kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus membran
Descemet dan masuk kedalam stroma kornea. 3
-
Faktor predisposisi lokal termasuk trauma, lensa kontak dan pemakaian steroid
topikal. 5,10,11,12
1. Trauma
- Luka pada kornea dapat menyebabkan keratitis mikrobial, termasuk keratitis jamur.,
55% hingga 60 % trauma kornea akibat benda hidup ataupun material organik
dideteksi sebagai keratitis jamur.
2. Lensa kontak
- Beberapa kasus terbaru dilaporkan pemakaian lensa kontak merupakan faktor risiko
keratitis jamur di negara industri (29%). Pasien pengguna berbagai tipe lensa kontak
dapat terserang keratitis jamur.
3. Pemakaian steroid topikal
- Banyak oftalmologis menemukan bahwa steroid topikal merupakan faktor risiko yang
meningkatkan pertumbuhan jamur di mata. Steroid yang digunakan sebagai terapi
inisial telah dilaporkan 1-30% pasien menderita keratitis mikrobial.
4. Faktor lainnya
-
keratopati bulosa, dan keratitis eksposur, dihubungan dengan keratitis supuratif. Saat
ini, telah dilaporkan kejadian keratitis jamur pada pasien setelah keratektomi
-
mikroba
karena
normalnya, fungi tidak dapat berpenetrasi ke dalam lapisan epitel kornea yang intak
dan tidak masuk ke dalam kornea lewat pembuluh darah limbus episklera. Defek pada
epitel sering diakibatkan oleh trauma (mis., pemakaian lensa kontak, benda asing,
riwayat operasi kornea). Organisme dapat berpenetrasi ke dalam membran Descement
yang intak dan masuk ke dalam stroma. Ia membutuhkan cedera penetrasi atau
riwayat defek epitel untuk masuk ke dalam kornea. Setelah berada di dalam kornea,
organisme dapat berproliferasi.1,7,13
Organisme yang menginfeksi defek pada epitel sebenarnya merupakan
mikroflora normal yang terdapat pada konjungtiva dan andeksa. Fungi filamentosa
merupakan kausa tersering dari infeksi pasca trauma. Fungi filamentosa berproliferasi
di dalam stroma kornea tanpa melepaskan substansi kemotaktik, sehingga menunda
munculnya respon imun host/ respon inflamasi. Berbeda dengan fungi filamentosa,
Candida albicans memproduksi fosfolipase A dan lisofosfolipase pada permukaan
blastospora, untuk membantu ia masuk ke dalam jaringan. Fusarium solani, yang
merupakan fungus yang virulen, dapat menyebar di dalam stroma kornea dan
berpenetrasi ke dalam membrane Descemet. Trauma kornea akibat tumbuhan
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. Terutamanya, petani
yang tidak memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. Trauma akibat
pemakaian lensa kontak juga adalah salah satu faktor resiko terjadinya keratomikosis. 1
Trauma kornea paling sering menyebabkan keratomikosis dan merupakan factor
resiko major tipe keratitis tersebut.1,8,9 Seorang dokter harus mempertimbangkan besar
kemungkinan suatu keratomikosis jika pasien mempunyai riwayat trauma kornea,
terutama adanya kontak dengan tumbuhan atau tanah. Resiko trauma akibat
pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan faktor resiko major untuk
keratomikosis. 1,7
atau pemakaian steroid, pada penderita AIDS kelainan ini dapat timbul secara spontan
tanpa faktor predisposisi pada kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua
-
mata.1,7
3.7. MANIFESTASI KLINIK
Pasien biasanya datang dengan keluhan rasa mata terasa mengganjal,
nyeri yang bertambah berat, penglihatan menurun secara tiba-tiba, kemerahan pada
mata, lakrimasi berlebihan, dan fotofobia. Manakala tanda klinis yang dapat
ditemukan berupa injeksi konjungtiva, defek epitel, supurasi, infiltrasi stroma dan
adanya reaksi bilik mata depan. Manifestasi klinis yang lebih spesifik berupa adanya
infiltrasi yaitu bercak-bercak putih, lesi satelit, hipopion, dan plak endotel.3
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut : 2
ulkus
kornea
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat
cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya riwayat trauma,
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau
autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
b. Pemeriksaan fisik
1. Visus
- Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang
masuk ke dalam media refrakta.
2. Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva
ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak
spesifik, termasuk didalamnya: Injeksio konjungtiva, kerusakan epitel kornea,
supurasi, infiltrasi stroma, reaksi pada bilik depan, hipopion 3
-
c. Pemeriksaan penunjang
1. Tes fluoresein.
- Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah
yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
2. Pewarnaan gram dan KOH dan kultur.
- Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur. Kadangkala
dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus. Sangat
membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis
keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +
Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 6075% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya
yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference
contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode
Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.2
3. Gambaran Histopatologi.
- Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan
adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan
kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan tingkat
virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya berhubungan dengan infeksi yang
progresif.3
-
1. Keratitis bakterialis.
-
dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus
kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering
ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mikrobakteri atau bakteri
anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan
kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan
predisposisi terjadinya infeksi bacterial.14,15
2. Keratitis viral
-
atau adenovirus. Pasien keratitis akibat nfeksi herpes simplex sering datang dengan
keluhan nyeri berat dan gambaran seperti infiltrat yang bercabang-cabang (keratitis
dendritik). Tes sensitivitas pula menurun, bahkan pada infeksi herpes zoster bisa
hilang sama sekali.15
3. Endoftalmitis
mis. jalur IV yang terinfeksi, atau dari organ tubuh lain yang terinfeksi).8
3.10. PENATALAKSANAAN
Secara konservatif, rawat inap dianjurkan saat terapi dimulai kerana
keratomikosis memerlukan terapi yang lama dan teliti. Sebelum pemberian sebarang
terapi antimikotik, hendaklah dilakukan kerokan kornea terlebih dahulu menggunakan
silet surgikal untuk mengurangi koloni jamur di kornea dan untuk membantu
penetrasi agen anti jamur.8
Yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis
keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi : 7,8
I.
II.
III.
IV.
a. Polyene termasuk Natamycin, Nystatin dan Amphotericin B. Berdaya anti fungi dengan
mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga
terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin
menyebabkan lisis permanen pada membran dibanding perubahan reversibel oleh
molekul besar seperti Nystatin. Amphotericin B tidak larut dalam air dan tidak stabil pada
oksigen, cahaya, air, dan panas. Golongan ini mempunyai daya antifungi spektrum luas
tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia. Golongan ini efektif terhadap
infeksi jamur tipe filamentosa dan yeast. 1,2
i.
Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk keratomikosis akibat yis dan
Candida. Dapat juga bermanfaat pada infeksi akibat filamentosa. Dosis pemberian
setiap 30 menit untuk 24 jam pertama, 1 jam untuk 24 jam kedua, dan di tappering
off sesuai dengan respon klinis tubuh pasien terhadap obat. Tersedia secara
komersial dan bila diragukan kestabilannya, bisa dibuat dari preparat perenteral
dengan mengencerkannya dengan akuades. Obat ini juga dianjurkan untuk
keratitis filamentosa kausa jamur tipe Aspergillus sp.
Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme filamentosa
ii.
seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap Fusarium sp.
Pengobatan topikal hendaklah diberikan selama 6 minggu. 7,8
b. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole, fluconazole,
itraconazole, econazole, dan klotrimazole.2 Golongan Imidazol, dan ketokonazole
dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan Candida.1,3 Tersedia secara
komersial dalam bentuk tablet.1 Ketoconazole oral (200-600 mg/hari) dapat
dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada keratomikosis filamentosa berat, dan
fluconazole oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis yeast berat. Itraconazole oral (200
mg/hari) mempunyai kesan spektrum-luas terhadap semua Aspergillus sp dan Candida
tetapi kerja yang bervariasi terhadap Fusarium. Voriconazole oral dan topical dilaporkan
bermanfaat untuk keratomikosis yang tidak berespon terhadap pengobatan yang telah
disebutkan sebelumnya.8
i.
Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada
ii.
kornea walaupun terlah mendapatkan pengobatan anti fungi yang maksimum maka
perlu di lakukan operasi. Operasi dilakukan tergantung dari keadaan saat itu, luas lesi
-
a. Corneal Scrapping. Dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut dapat
ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana penyembuhannya cepat dan tidak
menimbulkan scar.
b. Keratectomy. Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih dalam atau deep injury dimana
kerusakan kornea menimbulkan terbentuknya jaringan ikat sehingga menimbulkan
kekeruhan pada kornea, dimana akan menghalangi cahaya yang menuju ke retina. Operasi
dilakukan dengan cara membelah kornea untuk menggapai area yang mengalami scar
kemudian membersihkan daerah yang opak dan daerah yang mengalami infeksi dengan
menggunakan mikroskop.
c. Cornea transpalant (penetrating keratoplasty). Apabila infeksi menyebabkan kornea tidak
dapat diperbaiki lagi, dimana telah terjadi kekeruhan maka tindakan keratoplasty dapat
dilakukan, dimana operasi dilakukan dengan mengangkat bagian sentral dari kornea yang
keruh kemudian menggantinya dengan donated clear cornea.
-
3.11. KOMPLIKASI
Sebuah penelitian di China menunjukkan dari 108 kasus dengan severe
keratomycosis,sekitar 86 pasien (79,6%) yang mendapatkan kornea graft memiliki
kornea yang jernih setelah dilakukan follow up dalam 6 24 bulan, tidak terdapat
rekurensi dari fungal keratitis dan visus pasien didapatkan antara 40/200 20/20 dan
dari penelitian tersebut muncul beberapa komplikasi yang antara lain :
a.
b.
c.
d.
-
merupakan terapi efektif untuk fungal keratitis yang tidak berespon pada pengobatan
anti jamur dan sebaiknya operasi ini dilakukan di awal sebelum penyakit menjadi
lebih buruk.2
-
melibatkan setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau
kehilangan mata. Perforasi kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah
-
dilaporkan. 8
3.12. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea
yang terlibat, status kesehatan pasien (contohnya pasien dengan kondisi
immunosupresif), dan waktu penegakan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan
kultur di laboratorium. Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang
lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimanapun, kontrol dan eradikasi infeksi
yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu
dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.7,8
-
- DAFTAR PUSTAKA
-
1. Susetio B. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata In: Cermin dunia kedokteran.
[Online]. 1993 [Cited 2009 September 25] ; [screens] Available from :URL:
http://www.kalbe.co.id
2. Singh D. Keratitis fungal. [Online]. 2008 June 12 [Cited 2009 September 25] ; [4
In JK Science Vol 8 no.1. Medical College Punjab. India. 2006 Hal : 39-41
4. Sutpin J.E, Dana M.R, et al. External disease and cornea. Section 8. In : Skuta G.L.,
Cantor L.B., Weiss J.S. Basic and clinical science course 2008-2009. San francisco,
p.167 9
7. Lt Coll, SS. M, et al, Medical and Surgical Management of Keratomycosis. In :