Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

KERATITIS JAMUR

Diajukan kepada pembimbing :


dr. DIAH FARIDAH Sp.M

Disusun oleh :
Indra pramana putra

1420221185

Reza Febiardi

1310221052

SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUP PERSAHABATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA 2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Keratitis Jamur

Diajukan sebagai syarat memenuhi Ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUP Persahabatan

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal :


Oktober 2016

Disusun oleh :
Indra pramana putra

1420221185

Reza Febiardi

1310221052

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

Dr.Diah Faridah Sp.M

KATA PENGANTAR

Puja serta puji syukur terhadap kehadiran Allah SWT, karena atas izinnya lah kami
dapat menyelesaikan makalah laporan kasus yang berjudul Keratitis Jamur ini sesuai pada
waktunya. Laporan ini kami buat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter SMF Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit
Umum Pusat Persahabatan. Kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Diah Faridah, Sp.M. yang telah membimbing kami, memberikan banyak
motivasi, arahan, serta saran baik dalam pembelajaran
2. Teman-teman seperjuangan di Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan periode 13 september 15 Oktober 2016
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Demikian laporan ini kami
buat, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi kami khususnya dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.

Jakarta, Oktober 2016

Tim penyusun

BAB 1
LAPORAN KASUS
1.I Identitas Pasien
Nama

: Tn.J

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 43 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pedagang

No.RM

: 02-26-77-21

Alamat

: Bekasi

Tanggal datang

: 27 September 2016

1.2 Anamnesa

Keluhan utama
: mata kiri terasa sakit sejak 4 hari yang lalu
Keluhan tambahan
: Penglihatan silau, mata merah, dan terasa mengganjal
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tn.J mengeluhkan mata kiri nya sakit sejak 4 hari yang lalu, keluhan dirasakan ketika

ia sedang memperbaiki genteng matanya terkena dahan disekitarnya. Sejak saat itu mata Tn.J
menjadi merah, pasien mengatakan bahwa mata nya terasa nyeri, nyeri dirasakan terusterusan bahkan saat mata tersebut dipejamkan dan diistirahatkan. Selain keluhan tersebut,
Tn.J mengatakan bahwa pandangan nya menjadi kabur, pandangan kabur dirasakan setelah
kelilipan tersebut, pasien juga mengeluhkan pandangan nya yang silau dan semakin nyeri
ketika melihat cahaya,selain itu pasien juga merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Pasien sudah mengkonsumsi obat tetes yang didapat dari puskesmas dan juga klinik
namun keluhan tidak membaik. Pasien tidak ingat nama obat yang digunakan sebelumnya.
Pasien juga sering mengucek matanya karena terasa gatal. Mata merah (+), rasa mengganjal
(+), mata berair (-), mengeluarkan kotoran/belekan (+), terasa gatal (+), mual(-), muntah (-),
deman (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
- Pasien tidak mengenakan kacamata sebelumnya
- Riwayat trauma disangkal.
- Riwayat alergi, penyakit hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

Riwayat Penggunan Obat : Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat apapun dan tidak
sedang dalam masa pengobatan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit/ keluhan serupa.
- Riwayat DM disangkal
- Terdapat riwayat hipertensi di keluarga
Riwayat kebiasaan : Makan teratur, jarang melakukan olahraga. Pasien merokok namun
Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat/ramuan jamu .

1.3

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

:139/92 mmHg

Suhu

: 36C

Pernapasan

: 22x/menit

BB

: 56 kg

Nadi

: 89x/menit

TB

: 162cm

1.4

Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Oftalmologis

Pemeriksaan
Visus

Okuli Dekstra (OD)


6/6

Okuli Sinistra (OS)


1/300

Koreksi

(-)

(-)

Cyl

(-)

(-)

Axis

(-)

(-)

Add
Kedudukan bola mata
Gerakan bola mata

(-)

(-)

Ortoforia

Ortoforia

Bebas ke segala arah tanpa Bebas ke segala arah

hambatan

tanpa hambatan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

ada

Supracilia
-

Madarosis
Trikiasis

Palpebra Superior
-

Edema
Hiperemi
Ektropion
Entropion
Massa

Palpebra Inferior
-

Edema
Hiperemi
Ektropion
Entropion
Massa

Konjungtiva palpebra superior


-

Sekret
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Massa
Lain-lain

Konjungtiva palpebra inferior


-

Sekret
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Massa
Lain-lain

Konjungtiva bulbi
-

Kemosis
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Silier

Perdarahan

Tidak ada

Tidak ada

Subkonjungtiva
Pterigium
Pingueula

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Dalam

Dalam

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Bulat dan reguler, 3mm

Sulit dinilai

Ditengah

Sulit dinilai

Kornea
-

Sikatriks
Infiltrat
Ulkus
Keratik presifitat

Bilik mata depan


-

Kedalaman
Hifema
Hipopion

Iris Pupil
-

Bentuk
Letak
Warna
Refleks

langsung
Reflek cahaya

langsung
RAPD

Lensa
-

Subluksasi
Dislokasi
Shadow test

Vitreous humor
Funduskopi
Tonometri
1.5

cahaya Coklat Kehitaman

Coklat kehitaman

(+)

Sulit dinilai

(+)

Sulit dinilai

(-)
Jernih

(-)
Keruh

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

tidak

Resume
Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan nyeri pada

bagian mata kiri nya sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus disertai mata
merah, pandangan kabur, mengeluarkan kotoran/ belek dan gatal.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Hemodinamik

: Stabil

Status Oftalmologis :
OD
6/6
Normal
Tenang
Tenang
Normal
1.6

OS
1/300
Edema (+)
Sekret (+)
Injeksi siliar (+)
Infiltrat (+)

Visus
Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Kornea

Diagnosis Banding
-

Keratitis bakterial
Keratitis virus
Endoftalmitis

Uveitis
Panoftalmitis
Glaukoma akut

Kultur
Pemeriksaan mikroskopik dengan

1.7

Diagnosis Kerja

Keratitis Jamur

1.8

Usulan Pemeriksaan

Pemeriksaan slit lamp


Tes fluoresen
USG mata
Pewarnaan gram

KOH10%

1.9 Usulan Terapi

Anti fungal : Nitamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun selama 4-6 minggu
Siklopegik : Homatropin 5%

1.10

Prognosis
-

Quo ad vitam

OD
Dubia ad

bonam
Dubia ad

OS
Dubia ad

bonam
Dubia ad

Quo

ad

sanationam
Quo

ad

Ad bonam

functionam
Quo

ad

Ad bonam

bonam

bonam

cosmeticam

1.11

Edukasi

1. Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan mata yang kabur disebabkan infeksi pada
bagian kornea matanya
2. Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan infeksi berlangsung cukup lama, jadi
harus bersabar dan mengobati nya secara terus menerus.
3. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya higienitas, untuk selalu cuci tangan
dan mata nya jangan di kucek/gosok
4. Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi apabila pengobatan diberhentikan
atau tidak sampai tuntas
5. Menjelaskan tentang prognosis yang mungkin dicapai bila pasien mengobati nya
dengan teratur.

- BAB II
- ANALISA KASUS
-

Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan

nyeri pada bagian mata kiri nya sejak 4 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus
disertai mata merah, pandangan kabur, mengeluarkan kotoran/ belek dan gatal. Riwayat
trauma, hipertensi, dan alergi disangkal. Pasien tidak dalam keadaan mengkonsumsi obat-

obatan tertentu. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan keluhan
pasien.
1. Menganalis keluhan utama dan keluhan tambahan untuk dikelompokan dalam 5 klasifikasi
kelainan mata
-

Pada pemeriksaan visus didapatkan visus OS kurang dari 6/6 yaitu

1/300 dan didapatkan merah pada mata sebelah kiri. Hal ini berarti pasien mengalami
mata merah visus turun. Tn.J hanya dapat melihat lambaian tangan pemeriksa pada
saat pemeriksaan refraksi dalam jarak 1 meter, oleh karena itu visus disimpulkan
1/300. Penurunan visus ini bisa terjadi karena pada pemeriksaan didapatkan adanya
infiltrasi pada bagian kornea dan kornea merupakan bagian dari media refraksi. Pada
orang normal tidak diemukan infiltrat pada kornea mata sehingga sinar dapat masuk
tanpa ada yang dipantulkan. Ditemukan mata merah pada pasien yang biasanya
disebabkan oleh karena adanya peradangan sehingga menyebabkan pelebaran
pembuluh darah pada bagian mata. Reaksi peradangan dapat disebabkan oleh adanya
infeksi atau akibat peradangan karena alergi. Namun pada pasien ini riwayat alergi
disangkal sehingga kemungkinan untuk infeksi lebih dapat dipikirkan.
Pada mata kan pasien visus dinilai 6/6 dimana pasien dapat membaca
seluruh uji refraksinya dan didapatkan hasil 6/6 sesuai dengan orang normal dan
sesuai dengan pernyataan bahwa pasien sebelumnya tidak pernah mengenakan
kacamata. Selain mengeluhkan pandangan kabur, pasien mengeluhkan pandangan
silau pada mata kirinya. Keluhan ini juga dapat disebabkan infiltrat yang ada di
kornea nya yang menyebabkan sinar datang tidak dapat dipantulkan dengan baik.
Riwayat pengkonsumsian obat-obatan tertentu disangkal, hal ini ditanyakan untuk
mengetahui apakah pasien mengkonsumsi steroid atau tidak, karena steroid bisa
menyebabkan imunosupresi dan memudahkan terjadinya infeksi selain itu steroid juga
bisa salah satu faktor resiko dari glaukoma.
2. Menentukan jenis infeksi
Untuk menentukan infeksi apa pada pasien ini dilakukan pemeriksaan pada
bagian mata kiri, dimana didapatkan kekeruhan pada kornea sehingga keratitis lebih
memungkinkan dibanding dengan uveitis, untuk penilaian pupil pada mata kiri sulit dinilai
karena adanya infiltrat. Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan penilaian
terhadap bagian lainnya seperti iris, badan siliar, pupil ,lensa, kedalaman bilik mata. Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan TIO karena kondisi mata yang masih merah

meradang. Selanjutnya untuk menentukan tipe keratitisnya dilihat dari anamnesa dan
pemeriksaan mata nya. pada semua tipe keratitis didapatkan adanya infiltrat ,adanya berair
atau lakrimasi, silau fotofobia. Namun biasanya keratitis jamur harus dipikirkan apabila :
a. Tidak adanya respon pada pengobatan antibiotik
b. Kasus-kasus trauma dengan tumbuh-tumbuhan
c. Kasus-kasus yang berkaitan dengan pengobatan steroid jangka panjang
Pada tidak adanya respon terhadap antibiotik ,pada pasien ini dia mengatakan
telah berobat selama dua kali ke puskesmas dan ke klinik dan mendapatkan obat tetes, dapat
dipikirkan bahwa obat tersebut adalah antibiotik dan pasien mengatakan bahwa gejala hilang
sesaat namun kemudian timbul kembali kemudian. Yang kedua pada pasien ini didapatkan
riwayat trauma dengan tumbuhan yaitu saat pasien sedang memperbaiki genteng dan terkena
dahan pohon. Dari kedua poin ini sudah dapat menguatkan bahwa ini merupakan keratitis
jamur.
-

Usulan pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan

slit lamp, fluoresen, usg mata, pewarnaan gram, kultur dan pemeriksaan mikroskopik
+ KOH 10%. Pemeriksaan dengan slit lamp dilakukan untuk menilai bagian mata lain
nya serta untuk mecari apakah terdapat infiltrat satelite atau tidak. Uji fluorescein
dilakukan untuk mengetahui defek pada epitel kornea untuk membedakan apakah
kekeruhan kornea akibat sikatrik atau karena defek pada kornea. Pada USG dilakukan
untuk melakukan penilaian pada bagian posterior mata, karna bagian posterior akan
sulit dilakukan dengan oftalmoskop karena akibat adanya infiltrat. Pemeriksaan gram,
kultur dan Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% pada kerokan kornea untuk
mencari adanya hifa atau tidak serta menyingkirkan diagnosis banding keratitis
bakterial dan keratitis virus.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada mata kiri adalah dengan
pemberian Natamycin (paramycin), Natamycin bersifat spektrum-luas terhadap
organisme filamentosa karena pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
mikroskopik untuk mengetahui jenis jamur oleh karena itu diberikan anti fungal
spektrum luas. sp. Pengobatan topikal hendaklah diberikan selama 6 minggu.
Pengobatan lain yang diberikan adalah siklopegik yaitu homatropin 5% untuk
membantu mengurangi resiko komplikasi yang dapat terjadi .
-

Prognosis :
-

Quo ad vitam

OD
Dubia ad
bonam

OS
Dubia ad
bonam

Quo

ad

Dubia ad

sanationam
Quo

ad

Ad bonam

functionam
Quo

ad

Ad bonam

bonam

Dubia ad
bonam

cosmeticam
-

Untuk prognosis diberikan dubia ad bonam karena penyakit tersebut dapat

sembuh sempurna dan apabila telah sembuh diperkirakan penglihatan nya dapat kembali
seperti semula tanpa ada nya kecacatan. Selain itu untuk kekambuhan nya tidak terjadi pada
penyakit ini. Untuk penampilan nya, mata akan kembali normal apabila infiltrat hilang dan
merah dari mata tersebut pun akan hilang. Pada pasien ini diminta untuk datang kontrol
kembali untuk mengetahui perkembangan pengobatan.
-

- BAB 3
- TINJAUAN PUSTAKA
-

3.1. DEFINISI
-

Keratitis jamur (keratomikosis) merupakan istilah umum yang dipakai

untuk inflamasi yang disebabkan oleh infeksi jamur (dan menyebabkan peradangan)
pada kornea. Faktor predisposisi antara lainnya adalah trauma, pemakaian kontak
lensa, dan steroid topikal. Trauma pada kornea yang memicu terjadinya
keratomikosis, biasanya trauma dengan tumbuhan atau benda-benda organik. 4,5 Infeksi

ini pertama kali menyerang epitel dan stroma kornea, endotelium dan bilik mata
depan juga dapat terinfeksi pada kasus yang berat.1

Gambar 1. Keratomikosis3

3.2. ANATOMI
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
traktus uvea, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang
protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di
anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi
makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi
cahaya menjadi impuls syaraf. 1,8

Gambar 2.Anatomi mata

Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke

retina. Semua komponenkomponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina


mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari
cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan
difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel
fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impulsimpuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak.8
Mata menangkap pola iluminasi dalam lingkungna sebagai gambaran
optik pada sebuah lapisan sel-sel peka cahaya yaitu retina, seperti sebuah kamera
menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat dicuci cetak untuk
menghasilkan gambar yang mirip dengan bayangan asli, demikian juga citra yang
dikode diretina disalurkan melalui serangkaian pengolahan visual yang semakin
kompleks setiap langkahnya sampai akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai
gambar yang mirip dengan gambar asli.8

Gambar 3. Anatomi kornea

Kornea merupakan struktur unik, yang sangat transparan, mempunyai

sifat pelindung dan reparatif yang baik.9 Kornea adalah jendela optik bagi mata
yang membenarkan manusia untuk melihat. Sifat kornea yang transparan dengan 43
dioptri menjadikan kornea media refraktor terpenting dalam struktur mata. 7 Rata-rata
diameter kornea adalah 11,5 mm (vertikal) dan 12 mm (horizontal). Kornea memiliki
tiga fungsi utama :1,10
a. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata
prekornea.
b. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi ,penghamburan dan absorbsi.
c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan
optikal.
-

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:1

1. Epitelium memberi 10% dari ketebalan kornea yang terdiri atas lapisan-lapisan sel
epitel gepeng tidak bertanduk, dan terdiri dari:
a. satu lapis sel kolumnair basalis yang terikat secara hemidesmosom ke
membran basalis.
b. dua sampai tiga lapis sel sayap
c. dua lapis sel gepeng superfisialis
d. luas permukaan sel terluar ditambah oleh adanya mikroplicae dan mikrovili
yang membantu perlengketan mucin. Setelah jangka hidup beberapa hari, selsel mati dilepaskan ke dalam tear film. Karena sifat beregenerasi dengan baik,
sel-sel yang terlepas tidak menyebabkan jaringan sikatriks pada lapisan
epitelium.

e. Lapisan epitelium yang intak memberi perlindungan terhadap infeksi; defek


pada epitelium membenarkan patogen untuk masuk ke dalam.
2. Membran Bowman merupakan lapisan superfisialis yang aseluler dan membentuk
jaringan sikatriks jika dirusak.
a. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma
b. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
c. Kerusakan akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut
3. Stroma memberi 90% kepada ketebalan kornea. Terdiri atas lamela-lamela yang
merupakan susunan kolagen yang sejajar. Susunan tersebut dikawal oleh sulfas
kondroitin, sulfas keratan dan keratosit. Dan bila susunan ini terganggu, ia memberi
kesan terhadap sifat transparan dari kornea. Karena stroma merupakan lapisan
avaskuler, regenerasi berlangsung perlahan.
4. Membran descemet tersusun oleh kisi-kisi halus fibril kolagen.
a. Membran aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.
b. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotelium terdiri dari satu lapis sel heksagonal yang memberi sifat transparen
kepada kornea dan memain peran penting dalam deturgensi kornea. Endotelium
berperan sebagai pompa ion untuk menjaga kestabilan air di dalam lapisan stroma.
Dengan pertambahan usia, jumlah sel berkurang secara gradual, dan karena
endotelium tidak beregenerasi, maka sel-sel yang berhampiran bermigrasi masuk
mengisi kekosongan akibat kehilangan sel tersebut.
-

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari

saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aquos dan dari
tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari

udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer,
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata
yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar
terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1
-

3.3. FISIOLOGI
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.7
Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan

larut-air sekaligus. 1,7


3.4. EPIDEMIOLOGI
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun
1879 oleh Leber, tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis
diperhatikan dan dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan
kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak
laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa
kontak, di samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan
laboratorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. 2,3,5

Menurut WHO (World Health Organization), penyakit kornea

merupakan penyebab utama penurunan visus dan kebutaan, selain katarak yang
menduduki peringkat pertama. Sedang di Asia keratomikosis khususnya, merupakan
antara kausa mayor kebutaan. Di China, insidens keratomikosis terus meningkat sejak
8 dekade yang lalu. Manakala di daerah bersuhu rendah seperti di Inggris dan
Amerika Serikat Utara masih jarang terjadi keratitis akibat infeksi jamur, umumnya
kurang dari 5%-10% . Keratomikosis filamentosa didapati lebih sering terjadi di
daerah Amerika Serikat yang lebih hangat dan lebih lembab dari daerah lain di negara
tersebut.6,7
-

Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut lokasi

geografi dan rata rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di florida. Spesies
Fusarium penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling umum di Amerika Selatan
(45-76% fungal keratitis), spesies Candida and Aspergillus lebih banyak di Amerika
Utara. Pada tahun 2006, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menerima laporan dari oftalmologist di New Hersey didapatkan 3 pasien dengan
menggunakan lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara
internasional, Aspergillus merupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus
keratitis jamur. Tipe Aspergillus merupakan tipe jamur penyebab keratomikosis
tersering ditemukan di seluruh dunia. Dari suatu studi di India, Aspergillus ditemukan
terbanyak dengan persentase 27-64%, diikuti Fusarium (6-32%) dan spesis
Penicillium (2-29%).3 Keratomikosis lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
-

wanita dan pada pasien dengan riwayat trauma okuler.6,7


3.5. ETIOLOGI
Jamur penyebab ulkus kornea biasanya oleh karena Aspergillus,
Candida, Fusarium, Penicillium yang berkaitan dengan trauma (terutama yang
melibatkan batang pohon, atau sayuran), pemakaian lensa kontak, penggunaan steroid
topikal, defek epitel yang tidak sembuh, dan keadaan penurunan daya tahan tubuh.
Ulkus ini memiliki karakteristik tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel. Jamur
dapat berpenetrasi hingga ke lapisan membran Descement. 1,10 Keratitis jamur bisa
terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan atau pada
mereka dengan imunosupresi.1,6

Gambar 4. Filamen
Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan : 2
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang

hifa.
1. Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp, Cladosporium spp,
Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp, Curvularia spp, Altenaria spp.
2. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.
- 2) Jamur ragi (yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
-

Cryptococcus spp, Rodotolura spp.


3) Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan
membentuk miselium: Blastomices spp, Coccidiodidies spp, Histoplasma spp,
Sporothrix spp.
Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum
gambarannya kurang dari 5%-10% infeksi kornea yang dilaporkan di klinik dari
amerika serikat. Keratitis fungal filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang
hangat, kebanyakan daerah lembab pada beberapa daerah di Amerika serikat.6
Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor resiko
yang penting dari keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para petani yang
menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang menggunakan peralatan
mesin dilapangan berumput, tanpa memakai pelindung mata. Trauma dihubungkan
dengan penggunaan kontak lensa yang merupakan faktor resiko umum yang lain
untuk terjadinya keratitis fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor
lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur
dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan
kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan implikasi mayor

penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu,
penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu
merupakan predisposis terjadinya keratitis fungal. Faktor resiko lainnya adalah
termasuk operasi kornea (contohnya keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis
kronis (contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).6
Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi pada
mata terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan sebagai
penyebab infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi telah dapat
diklasifikasikan kedalam grup: Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen,
termasuk didalamnya spesies Fusarium dan Aspergillus), Dematiaceae (Jamur
berfilamen berpigmen, termasuk didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia),
dan yeasts (termasuk didalamnya spesies Candida).3,5
Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada
epithelium, kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan
dan menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan
dari trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea).
Organisme dapat menembus kedalam membran descment yang intak dan mencapai
bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah
kerusakan jaringan yang ada.3,5
Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis
fungal. Pada kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus membran
Descemet dan masuk kedalam stroma kornea. 3
-

Faktor predisposisi lokal termasuk trauma, lensa kontak dan pemakaian steroid
topikal. 5,10,11,12

1. Trauma
- Luka pada kornea dapat menyebabkan keratitis mikrobial, termasuk keratitis jamur.,
55% hingga 60 % trauma kornea akibat benda hidup ataupun material organik
dideteksi sebagai keratitis jamur.
2. Lensa kontak
- Beberapa kasus terbaru dilaporkan pemakaian lensa kontak merupakan faktor risiko
keratitis jamur di negara industri (29%). Pasien pengguna berbagai tipe lensa kontak
dapat terserang keratitis jamur.
3. Pemakaian steroid topikal
- Banyak oftalmologis menemukan bahwa steroid topikal merupakan faktor risiko yang
meningkatkan pertumbuhan jamur di mata. Steroid yang digunakan sebagai terapi
inisial telah dilaporkan 1-30% pasien menderita keratitis mikrobial.

4. Faktor lainnya
-

Gangguan lainnya, termasuk kerusakan permukaan kornea, mata kering,

keratopati bulosa, dan keratitis eksposur, dihubungan dengan keratitis supuratif. Saat
ini, telah dilaporkan kejadian keratitis jamur pada pasien setelah keratektomi
-

fotorefraktif dan Lasik.


3.6. PATOGENESIS
Fungi biasanya

tidak menyebabkan keratitis

mikroba

karena

normalnya, fungi tidak dapat berpenetrasi ke dalam lapisan epitel kornea yang intak
dan tidak masuk ke dalam kornea lewat pembuluh darah limbus episklera. Defek pada
epitel sering diakibatkan oleh trauma (mis., pemakaian lensa kontak, benda asing,
riwayat operasi kornea). Organisme dapat berpenetrasi ke dalam membran Descement
yang intak dan masuk ke dalam stroma. Ia membutuhkan cedera penetrasi atau
riwayat defek epitel untuk masuk ke dalam kornea. Setelah berada di dalam kornea,
organisme dapat berproliferasi.1,7,13
Organisme yang menginfeksi defek pada epitel sebenarnya merupakan
mikroflora normal yang terdapat pada konjungtiva dan andeksa. Fungi filamentosa
merupakan kausa tersering dari infeksi pasca trauma. Fungi filamentosa berproliferasi
di dalam stroma kornea tanpa melepaskan substansi kemotaktik, sehingga menunda
munculnya respon imun host/ respon inflamasi. Berbeda dengan fungi filamentosa,
Candida albicans memproduksi fosfolipase A dan lisofosfolipase pada permukaan
blastospora, untuk membantu ia masuk ke dalam jaringan. Fusarium solani, yang
merupakan fungus yang virulen, dapat menyebar di dalam stroma kornea dan
berpenetrasi ke dalam membrane Descemet. Trauma kornea akibat tumbuhan
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. Terutamanya, petani
yang tidak memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. Trauma akibat
pemakaian lensa kontak juga adalah salah satu faktor resiko terjadinya keratomikosis. 1
Trauma kornea paling sering menyebabkan keratomikosis dan merupakan factor
resiko major tipe keratitis tersebut.1,8,9 Seorang dokter harus mempertimbangkan besar
kemungkinan suatu keratomikosis jika pasien mempunyai riwayat trauma kornea,
terutama adanya kontak dengan tumbuhan atau tanah. Resiko trauma akibat
pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan faktor resiko major untuk
keratomikosis. 1,7

Gambar 4. Patofisiologi Keratitis


Selain dari itu, kortikosteroid topikal diketahui dapat mengaktivasi dan

meningkatkan virulensi organisme jamur dengan menurunkan resistensi kornea


terhadap infeksi. Candida sp menyebabkan infeksi okuler pada hospes yang
mengalami imunodefisiensi dan pada kornea dengan ulkus kronik. Pemakaian
kortikosteroid yang semakin meningkat sejak 4 dekade yang lalu telah berimplikasi
sebagai suatu penyebab utama peningkatan insidensi keratomikosis.
Tambahan, pemakaian kortikosteroid sistemik dapat menekan respon
imun hospes, sehingga terjadi perdisposisi kepada keratomikosis. Faktor resiko
lainnya termasuk operasi kornea (mis., PK, keratotomi radial) dan keratitis kronik
(mis., herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis vernal/alergi).1

Jika pada hospes normal keratomikosis acapkali didahului oleh trauma,

atau pemakaian steroid, pada penderita AIDS kelainan ini dapat timbul secara spontan
tanpa faktor predisposisi pada kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua
-

mata.1,7
3.7. MANIFESTASI KLINIK
Pasien biasanya datang dengan keluhan rasa mata terasa mengganjal,
nyeri yang bertambah berat, penglihatan menurun secara tiba-tiba, kemerahan pada
mata, lakrimasi berlebihan, dan fotofobia. Manakala tanda klinis yang dapat
ditemukan berupa injeksi konjungtiva, defek epitel, supurasi, infiltrasi stroma dan
adanya reaksi bilik mata depan. Manifestasi klinis yang lebih spesifik berupa adanya

infiltrasi yaitu bercak-bercak putih, lesi satelit, hipopion, dan plak endotel.3
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut : 2

1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.


2. Lesi satelit.
3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di
4.
5.
6.
7.

bawah endotel utuh.


Plak endotel.
Hipopion, kadang-kadang rekuren.
Formasi cincin sekeliling ulkus.
Lesi kornea yang indolen.
-

Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang

memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis


kornea dan reaksi radang yang cukup berat.1,7,8
Pasien dengan keratomikosis cenderung mengalami gejala dan tanda
inflamasi yang minimal pada periode awal dibanding dengan penderita keratitis
bakteri dan hampir tiada injeksi konjungtiva saat presentasi klinis. Keratomikosis
filamentosa sering bermanifestasi dengan infiltrasi putih-keabuan, lesi tampak kering
dengan tepi ireguler berawan atau dikenal dengan berbatas filamentosa. Lesi
superficial mungkin muncul sebagai elevasi dari permukaan kornea berwarna putihkeabuan, dengan permukaan kering, kasar atau rasa berpasir yang dapat dirasakan saat
melakukan kerokan kornea. Kadang terdapat lesi satelit atau lesi multifokal, tetapi
sangat jarang terjadi. Plak endotel dan/atau hipopion dapat terjadi jika infiltrasi jamur
-

cukup dalam atau cukup luas.1,13,14,15


3.8. DIAGNOSIS
Mata merah yang ditemukan saat inspeksi (biasanya bersifat
unilateral), seperti yang terdapat pada ulkus kornea serpiginosa. Dapat juga ditemukan
hipopion. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan infiltrasi stroma berwarna

keputihan, terutama keratomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans. Infiltrasi


dan ulkus menyebar secara sangat perlahan. Lesi satelit, yaitu beberapa infiltrat kecil
yang berdekatan, berkelompok disekitar pusat lesi yang lebih besar. Lesi satelit ini
merupakan karakteristik untuk keratomikosis, tetapi tidak selamanya muncul pada
infeksi tersebut.7
Diagnosis

ulkus

kornea

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.3


a. Anamnesa
-

Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan

oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat
cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya riwayat trauma,
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau
autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
b. Pemeriksaan fisik
1. Visus
- Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang
masuk ke dalam media refrakta.
2. Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva
ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan slitlamp yang tidak
spesifik, termasuk didalamnya: Injeksio konjungtiva, kerusakan epitel kornea,
supurasi, infiltrasi stroma, reaksi pada bilik depan, hipopion 3
-

c. Pemeriksaan penunjang
1. Tes fluoresein.
- Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah
yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
2. Pewarnaan gram dan KOH dan kultur.
- Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur. Kadangkala
dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa kasus. Sangat
membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis
keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +

Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 6075% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya
yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference
contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode
Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.2
3. Gambaran Histopatologi.
- Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea ditemukan
adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel pada permukaan
kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma menunjukkan tingkat
virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya berhubungan dengan infeksi yang
progresif.3
-

3.9. DIAGNOSIS BANDING

1. Keratitis bakterialis.
-

Secara klinis onset nyeri keratitis bakterialis sangat cepat disertai

dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus
kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering
ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mikrobakteri atau bakteri
anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan
kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan
predisposisi terjadinya infeksi bacterial.14,15
2. Keratitis viral
-

Dapat disebabkan oleh virus herpes simplex, varicella-herpes zoster

atau adenovirus. Pasien keratitis akibat nfeksi herpes simplex sering datang dengan
keluhan nyeri berat dan gambaran seperti infiltrat yang bercabang-cabang (keratitis
dendritik). Tes sensitivitas pula menurun, bahkan pada infeksi herpes zoster bisa
hilang sama sekali.15
3. Endoftalmitis

Didiagnosa bila inflamasi melibatkan kedua-dua bilik mata depan dan

belakang. Tanda klasik pada endoftalmitis adalah penurunan visus, hiperemis


konjungtiva, nyeri yang memberat, edema palpebra, dan hipopion. Kemosis
konjugtiva dan edema kornea dapat ditemukan. Penyebab terjadi endoftalmitis bisa
secara eksogen (mis. pasca operasi) atau endogen (penyebaran secara hematogen ;
-

mis. jalur IV yang terinfeksi, atau dari organ tubuh lain yang terinfeksi).8
3.10. PENATALAKSANAAN
Secara konservatif, rawat inap dianjurkan saat terapi dimulai kerana
keratomikosis memerlukan terapi yang lama dan teliti. Sebelum pemberian sebarang
terapi antimikotik, hendaklah dilakukan kerokan kornea terlebih dahulu menggunakan
silet surgikal untuk mengurangi koloni jamur di kornea dan untuk membantu
penetrasi agen anti jamur.8
Yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis
keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi : 7,8

I.
II.
III.
IV.

Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.


Jamur berfilamen.
Ragi (yeast).
Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati

Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),

Imidazole (obat terpilih).


Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),

Imidazole (obat terpilih).


Untuk golongan III : Amphotericin B, Natamycin, Imidazole.
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis antibitotik. Steroid topikal adalah
kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan juga obat siklopegik

(atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitis anterior.


Agen anti jamur dibagi kepada beberapa kelompok: 7,8

a. Polyene termasuk Natamycin, Nystatin dan Amphotericin B. Berdaya anti fungi dengan
mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga
terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin
menyebabkan lisis permanen pada membran dibanding perubahan reversibel oleh
molekul besar seperti Nystatin. Amphotericin B tidak larut dalam air dan tidak stabil pada
oksigen, cahaya, air, dan panas. Golongan ini mempunyai daya antifungi spektrum luas
tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia. Golongan ini efektif terhadap
infeksi jamur tipe filamentosa dan yeast. 1,2
i.
Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk keratomikosis akibat yis dan
Candida. Dapat juga bermanfaat pada infeksi akibat filamentosa. Dosis pemberian

setiap 30 menit untuk 24 jam pertama, 1 jam untuk 24 jam kedua, dan di tappering
off sesuai dengan respon klinis tubuh pasien terhadap obat. Tersedia secara
komersial dan bila diragukan kestabilannya, bisa dibuat dari preparat perenteral
dengan mengencerkannya dengan akuades. Obat ini juga dianjurkan untuk
keratitis filamentosa kausa jamur tipe Aspergillus sp.
Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme filamentosa

ii.

seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap Fusarium sp.
Pengobatan topikal hendaklah diberikan selama 6 minggu. 7,8
b. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole, fluconazole,
itraconazole, econazole, dan klotrimazole.2 Golongan Imidazol, dan ketokonazole
dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan Candida.1,3 Tersedia secara
komersial dalam bentuk tablet.1 Ketoconazole oral (200-600 mg/hari) dapat
dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada keratomikosis filamentosa berat, dan
fluconazole oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis yeast berat. Itraconazole oral (200
mg/hari) mempunyai kesan spektrum-luas terhadap semua Aspergillus sp dan Candida
tetapi kerja yang bervariasi terhadap Fusarium. Voriconazole oral dan topical dilaporkan
bermanfaat untuk keratomikosis yang tidak berespon terhadap pengobatan yang telah
disebutkan sebelumnya.8
i.
Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada
ii.

konsentrasi tinggi bekerja merusak dinding sel.


Fluconazole dan ketoconazole oral di absorbsi secara sistemik dan terdapat dalam
kadar yang bagus di bilik mata depan dan kornea, maka pemberiannya harus
dipertimbangkan sebagai penanganan keratomikosis yang lebih lanjut. Karena
kedua obat tersebut dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam jaringan okuler, ia
merupakan pilihan pengobatan bagi keratitis kausa filamentosa dan yis. Pemberian
obat tersebut juga melihat kepada kedalaman penetrasi jamur ke dalam stroma.
Dosis dewasa 200-400 mg/d, dengan dosis maksimum 800 mg/d. Antimikotik
sistemik diberikan pada kasus keratitis berat atau endoftalmitis.
-

Apabila terjadi perburukan atau semakin bertambahnya infeksi pada

kornea walaupun terlah mendapatkan pengobatan anti fungi yang maksimum maka
perlu di lakukan operasi. Operasi dilakukan tergantung dari keadaan saat itu, luas lesi
-

dan tingkat kerusakan dari kornea.


Ada beberapa jenis operasi, yang antara lain: 11

a. Corneal Scrapping. Dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut dapat
ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana penyembuhannya cepat dan tidak
menimbulkan scar.
b. Keratectomy. Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih dalam atau deep injury dimana
kerusakan kornea menimbulkan terbentuknya jaringan ikat sehingga menimbulkan
kekeruhan pada kornea, dimana akan menghalangi cahaya yang menuju ke retina. Operasi
dilakukan dengan cara membelah kornea untuk menggapai area yang mengalami scar
kemudian membersihkan daerah yang opak dan daerah yang mengalami infeksi dengan
menggunakan mikroskop.
c. Cornea transpalant (penetrating keratoplasty). Apabila infeksi menyebabkan kornea tidak
dapat diperbaiki lagi, dimana telah terjadi kekeruhan maka tindakan keratoplasty dapat
dilakukan, dimana operasi dilakukan dengan mengangkat bagian sentral dari kornea yang
keruh kemudian menggantinya dengan donated clear cornea.
-

3.11. KOMPLIKASI
Sebuah penelitian di China menunjukkan dari 108 kasus dengan severe
keratomycosis,sekitar 86 pasien (79,6%) yang mendapatkan kornea graft memiliki
kornea yang jernih setelah dilakukan follow up dalam 6 24 bulan, tidak terdapat
rekurensi dari fungal keratitis dan visus pasien didapatkan antara 40/200 20/20 dan
dari penelitian tersebut muncul beberapa komplikasi yang antara lain :

a.
b.
c.
d.
-

Rekurensi fungal keratitis 8 mata (7,4 %)


Cornea graft rejection pada 32 mata (29, 6%)
Glaukoma sekunder pada 2 mata (1,9%)
Katarak pada 5 mata4,6
-

Dari penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa keratoplasty

merupakan terapi efektif untuk fungal keratitis yang tidak berespon pada pengobatan
anti jamur dan sebaiknya operasi ini dilakukan di awal sebelum penyakit menjadi
lebih buruk.2
-

Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang

melibatkan setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau
kehilangan mata. Perforasi kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah
-

dilaporkan. 8
3.12. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea
yang terlibat, status kesehatan pasien (contohnya pasien dengan kondisi
immunosupresif), dan waktu penegakan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan

kultur di laboratorium. Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis mikrobiologi yang
lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimanapun, kontrol dan eradikasi infeksi
yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diperkirakan satu
dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi kornea.7,8
-

- DAFTAR PUSTAKA
-

1. Susetio B. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata In: Cermin dunia kedokteran.
[Online]. 1993 [Cited 2009 September 25] ; [screens] Available from :URL:

http://www.kalbe.co.id
2. Singh D. Keratitis fungal. [Online]. 2008 June 12 [Cited 2009 September 25] ; [4

screens] Available from :URL: http://www.emedicine.medscape.com


3. Arora U, dkk. Fungal Profile and Susceptibility Pattern in Case of Keratomycosis.

In JK Science Vol 8 no.1. Medical College Punjab. India. 2006 Hal : 39-41
4. Sutpin J.E, Dana M.R, et al. External disease and cornea. Section 8. In : Skuta G.L.,
Cantor L.B., Weiss J.S. Basic and clinical science course 2008-2009. San francisco,

United states of america, American academy of ophthalmology; 2008. p.179-187.


5. Benvenuto A. Anatomi mata. [Online]. 2009 March 25 [Cited 2009 September 25] ;

[2 screens]. Available from :URL: http://www.doctorology.net.


6. Ilyas Sidarta. 2005.Ilmu penyakit mata.Ed ke 3. Jakarta : FK Universitas Indonesia.

p.167 9
7. Lt Coll, SS. M, et al, Medical and Surgical Management of Keratomycosis. In :

MJAFI vol 64 no.1. 2008. Hal 40-42.


8. Zorab AR. Amnerican Academy Of Ophtalmology. Cornea in Fundamental and

Principles of Ophtalmology. Sec 2. United States of America.


9. General health articles.Anatomi dan Fisiologi mata. [Online] 2008 March 6.

Available from:URL: http://www.I-COMers.com


10. Daljit Singh, Eds. Keratitis Fungal. [Online]. 2008 jun 12 [Cited 2009 desember
18]: [3 Screens]. Available from :URL: http://www.eMedicine.Optalmology.com

11. CM. Kalavathy. Pragya, Palmar. J, Kaliamurthy. Comparison of itraconazole 1 %


with topical natamicin 5 % the treatment of filamentous fungal keratitis. available at :
http://www.cat.inist.com. Access on agoust 16th 2008.

Anda mungkin juga menyukai