BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balita adalah masa yang membutuhkan perhatian ekstra baik bagi orang
tua maupun bagi kesehatan. Perhatian harus diberikan pada pertumbuhan atau
perkembangan, status gizi, sampai pada kebutuhan akan imunisasi. Status gizi
balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua, perlunya
perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa
kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversibel atau tidak bisa
pulih kembali (Marimbi, 2010). Anak di bawah lima tahun merupakan kelompok
yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat namun pada kelompok ini
merupakan kelompok tersering yang menderita kekurangan gizi. Gizi ibu yang
kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat
berpengaruh kepada pertumbuhan semasa balita, bila gizi buruk maka
perkembangan otaknya pun kurang dan itu akan berpengaruh pada kehidupannya
di usia sekolah dan pra sekolah (Proverawati, et al., 2010).
Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yang kekurangan gizi, atau
gizinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah
suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun (Wong, et al., 2009).
Merawat balita dengan masalah gizi buruk sangatlah rumit mengingat
faktor resiko terjadinya gizi buruk yang komplek. Pada jurnal internasional salah
satu intervensi yang paling efektif adalah dengan memberikan pendidikan
kesehatan kepada ibu terkait dengan pemberian Asi ekslusif, pola makan keluarga
dan sumber gizi yang dibutuhkan dan lingkungan yang mendukung dalam artian
keluarga menjadi support sistem untuk melaksanakan apa yang telah
diinformasikan kepada ibu tersebut (Kerrion H, 2011). Status Gizi pada balita
secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual ibu
yang rendah, tingkat pendidikan orang tua (ibu dan ayah yang rendah),
kemiskinan atau status social ekonomi, lingkungan tempat tinggal, status
pengasuhan anak yang memadai, keyakinan budaya, dan akses ke tempat
penyedia pelayanan kesehatan (Ramli, et al., 2009).
Keluarga dikonseptualisasikan sebagai suatu kelompok, dengan keyakinan
bahwa baik ayah maupun ibu diperlukan untuk membesarkan anak (Wong, et al.,
2009). Gizi buruk yang terjadi pada anak atau balita dalam suatu keluarga
merupakan suatu stressor yang berpotensi mempengaruhi perubahan dalam sistem
sosial keluarga. Stressor tertentu dalam keluarga akan beresiko mengalami
berbagai masalah baik fisik maupun emosional, baik yang terjadi pada ayah, ibu,
maupun anggota keluarga yang lainnya. Pada saat ibu mengalami stressor yang
harus diatasi secara adekuat maka terjadi krisis, dan untuk dapat beradaptasi pada
keadaan tersebut dibutuhkan suatu perubahan dalam struktur atau interaksi
keluarga, sehingga pengalaman merupakan hal yang penting untuk membantu
mengatasi situasi krisis yang dihadapi ibu dan keluarga.
Menurut hasil United Nations International Childrens Emergency Fund
(UNICEF) dalam Commiting To Child Survival: A Promise Renewed Progress
Report 2013 menjelaskan bahwa dari semua kematian anak di bawah usia lima
tahun hampir setengah atau sekitar tiga juta kematian pertahun disebabkan oleh
kekurangan gizi atau beberapa gangguan gizi. Gangguan gizi tersebut diantaranya
adalah keterlambatan pertumbuhan atau kasus pendek atau pengerdilan,
kekurangan gizi baik sedang, akut maupun kronik dan praktik pemberian Air Susu
Ibu (ASI) yang tidak optimal. Tiga perempat dari anak-anak yang terhambat di
dunia tinggal di Asia Selatan atau sub-Sahara Afrika. Kejadian anak dengan
perawakan pendek adalah yang paling umum di kalangan anak-anak miskin dan
tinggal di daerah pedesaan. Kekurangan gizi tersebut menyebabkan resiko tinggi
kematian pada balita dengan penyebab tersering kejadian berbagai penyakit
infeksi, dan memperparah penyakit tertentu serta terhambatnya pertumbuhan
anak. Perkembangan kejadian perbaikan status gizi dan pengerdilan turun sebesar
257 juta pada tahun 1990 menjadi sekitar 162 juta tahun 2012.
Di Indonesia data yang didapatkan berdasarkan Riskesdas pada tahun
2007, 2010 dan 2013 didapatkan hasil prevalensi berat badan kurang
tersebut kejadian gizi buruk masih perlu diturunkan dan perlu adanya upaya agar
tercapai dan bisa diturunkan sejumlah 4% pada tahun 2015.
Di Kabupaten Jombang didapatkan data berdasarkan laporan pada profil
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tahun 2012 jumlah balita pada tahun
2012 adalah 106.174 yang ditimbang hanya 75% (79.965 balita), dan diketahui
hasil dari penimbangan tersebut bahwa balita yang naik berat badannya 52.604
(65,8%). Kondisi tersebut menunjukkan perkembangan yang bagus dimana
jumlah balita naik berat badannya meningkat dan jumlah balita bawah garis merah
(BGM) menurun. Pada tahun 2011 diketahui jumlah balita adalah 84.752 balita,
sedangkan balita yang ditimbang (94,3%) yang naik berat badannya 49.760 balita
(63.5%), balita bawah garis merah (BGM) sebanyak 752 (0,94%). Untuk kasus
gizi buruk di Kabupaten Jombang setiap tahunnya mengalami penurunan jumlah
mulai tahun 2009 jumlah 70 balita, tahun 2010 38 balita, tahun 2011 35 balita,
dan tahun 2012 34 balita. Semua kasus yang diketemukan tersebut telah
perawatan
sakit sebagian telah dibawa ke puskesmas atau bidan dan masih ada yang
menangani sendiri dengan membeli obat yang dijual bebas.
Informasi tentang pengalaman ibu dalam merawat balita dengan riwayat
gizi buruk masih terbatas. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui arti dan
makna pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi
buruk di rumah, baik yang telah berhasil, ataupun tidak mampu mempertahankan
kondisi status gizi anaknya dalam melakukan pengelolaan balita dengan gizi
buruk. Dukungan, hambatan dan harapan ibu setelah mendapatkan pelayanan
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat, dengan menggunakan
metode kualitatif, karena dengan menggunakan metode ini peneliti dapat
menggali lebih dalam tentang arti dan makna pengalaman ibu dalam memberikan
perawatan balita dengan riwayat gizi buruk.
B. Rumusan Masalah
Merawat balita dengan gizi buruk menjadi stressor tersendiri untuk ibu.
Banyak permasalahan yang akan timbul apabila balita tidak mendapatkan
perawatan sebagaimana mestinya, namun demikian ada beberapa ibu yang telah
berhasil memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk dan ada pula
yang tidak mampu mempertahankan kondisi status gizi anaknya. Oleh karena itu
peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakah arti dan makna pengalaman ibu
dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tentang arti dan makna pengalaman ibu dalam
memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah
2.
Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi persepsi ibu tentang pengertian dan karakteristik balita
gizi buruk
b. Mendapatkan respon ibu terhadap status gizi buruk yang dialami oleh
anaknya
c. Memperoleh gambaran berbagai makna pengalaman ibu yang dialami
dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk dirumah
d. Mendapatkan gambaran dukungan dan hambatan yang dialami ibu dalam
merawat balita riwayat gizi buruk di rumah
e. Mendapatkan gambaran harapan ibu setelah mendapatkan pelayanan
kesehatan pada fasilitas kesehatan setempat tentang perawatan balita
riwayat gizi buruk di rumah
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian kualitatif
secara umum dan dapat dikembangkan sesuai dengan tema yang ditemukan
dengan penelitian lanjutan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Penelitian ini juga sebagai sumber dalam mengembangkan asuhan
10
Manfaat Praktis
a. Bagi ibu dalam merawat balita dengan gizi buruk
Bahwa hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk para ibu
yang memiliki balita dengan riwayat gizi buruk dengan melihat
keberhasilan pengalaman memberikan perawatan balita dengan riwayat
gizi buruk di rumah sehingga ibu mampu mempertahankan kondisi status
gizi anaknya.
b. Bagi pelayanan keperawatan anak
Bahwa hasil penelitian ini, institusi pelayanan kesehatan khususnya untuk
Ibu dan balita dengan gizi buruk mampu dilakukan pelayanan secara
komprehensip dalam pengelolaan kasus gizi buruk, mengingat banyak
faktor yang menyebabkan kejadian gizi buruk pada balita, penelitian ini
juga dapat memberikan gambaran pengalaman ibu dalam memberikan
perawatan balita riwayat gizi buruk yang berhasil, sehingga akan
memberikan pemahaman khusus kepada perawat anak tentang kebutuhan
yang dibutuhkan oleh ibu yang merawat balita gizi buruk lebih efektif.
c. Bagi institusi pendidikan
Bahwa hasil penelitian ini, diharapkan akan dapat menambah data dan
kepustakaan
pendidikan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
11
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan pengalaman ibu dalam memberikan
perawatan balita dengan riwayat gizi buruk telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya namun terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis.
Beberapa penelitian tentang pengalaman ibu dalam memberikan perawatan
balita dengan riwayat gizi buruk, diantaranya dilakukan oleh:
1.
12
didapatkan bahwa riwayat pada anak yang kurang gizi, aspek pemberian
makanan ternyata ditemukan anak tidak diberikan kolostrum dengan alasan
kolostrum kotor, anak tidak diberikan asi dengan alasan asi kurang, dan
seringnya anak diberikan jajanan yang tidak bergizi sehingga nafsu makan
anak menurun, dan anak telah merasa kenyang. Selain itu dalam penelitian ini
didapatkan masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui jadwal imunisasi,
tidak tahu pentingnya imunisasi bagi anak dan takut bila anaknya diimunisasi.
Untuk penanganan anak apabila sakit ternyata pada anak kurang gizi
ditemukan penyakit yang sering dialami adalah demam, diare, batuk pilek,
penanganannya saat sakit sebagian telah dibawah ke Puskesmas atau bidan
dan masih ada yang menangani sendiri dengan membeli obat yang dijual
bebas. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
tujuan dari penelitian, terkait dengan arti dan makna pengalaman, dalam
penelitian yang dilakukan peneliti pengalaman perawatan yang dimaksudkan
adalah, persepsi tentang karakteristik gizi buruk, respon yang dialami
keluarga terhadap status gizi buruk anaknya, makna pengalaman dalam
melakukan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah, dukungan
dan hambatan yang dialami ibu dalam memberikan perawatan balita dengan
riwayat gizi buruk di rumah, harapan ibu dalam mendapatkan fasilitas
pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan setempat tentang perawatan
balita dengan gizi buruk di rumah, partisipan dalam penelitian ini adalah ibu
yang memiliki balita dengan riwayat gizi buruk baik yang telah berhasil
dalam memberikan perawatan dan mempertahankan status gizi anaknya,
13
3.
14
15
tahun 2008. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian studi kuantitatif, desain penelitian non experimental, dengan
metode survey analitik. Pendekatan waktu menggunakan cross sectional.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara menggunakan
kuesioner kepada bidan dan orang tua anak balita. Data sekunder diperoleh
dari dokumentasi di Dinas Kesehatan Kabupaten, Rumah Sakit dan
puskesmas. Subjek penelitian adalah 31 bidan di desa yang melaksanakan
manajemen kasus gizi buruk dan 31 ibu anak balita yang dirawat di rumah
sakit atau puskesmas perawatan pada tahun 2008. Hasil analisis univariat
menunjukkan bahwa 87,1% bidan di desa mempunyai pengetahuan baik
tentang manajemen kasus gizi buruk, 71% penatalaksanaan deteksi dini
dilakukan lengkap, 80,6% penatalaksanaan fase stabilisasi dilakukan tidak
lengkap, serta 67,7% penatalaksanaan fase tindak lanjut dilakukan dengan
lengkap. Hasil analisis dengan uji chi square menunjukkan bahwa variabel
yang berhubungan dengan pemulihan kasus adalah penatalaksanaan deteksi
dini (p=0,005) dan penatalaksanaan fase tindak lanjut (p=0,0001). Hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa penatalaksanaan deteksi dini (p=0,004)
dan penatalaksanaan fase tindak lanjut (p=0,0001) berpengaruh terhadap
pemulihan
kasus.
Hasil
analisis
multivariat
menunjukkan
bahwa