Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pusat Kesehatan Masyarakat
2.1.1

Definisi Pusat Kesehatan Masyarakat


Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya


kesehatan perseorangan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
di puskesmas lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerja puskesmas
tersebut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Puskesmas merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memiliki
peran penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Selain itu,
puskesmas adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menjadi tolak ukur dari pembangunan kesehatan. Puskesmas memiliki tugas untuk
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk dapat mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat. Dalam melaksanakan tugas untuk mewujudkan kecamatan sehat, puskesmas
menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM (Upaya kesehatan Masyarakat)
tingkat pertama, dan penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) tingkat
pertama di wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, puskesmas dibagi menjadi dua
kategori, yaitu puskesmas rawat inap dan puskesmas non rawat inap. Puskesmas rawat
inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk pasien gawat
darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara
8

dengan kapasitas tempat tidur kurang lebih sebanyak 10 tempat tidur. Puskesmas rawat
inap juga memiliki fungsi sebagai pusat rujukan pasien yang gawat darurat sebelum
dibawa ke rumah sakit. Puskesmas rawat inap dapat melakukan tindakan operatif
terbatas seperti kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit dan penyakit lain
yang bersifat gawat darurat. Selain itu, puskesmas rawat inap sebagai puskesmas rawat
inap tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi observasi,
diagnosa, pengobatan, dan rehabilitasi medik yang dilakukan di ruang rawat inap
puskesmas (Desimawati, 2013).
Puskesmas non rawat inap merupakan puskesmas yang melayani pasien yang
melakukan pengobatan rawat jalan dan pelayanannya tidak lebih dari 24 jam. Tujuan
pelayanan pada puskesmas non rawat inap adalah untuk menentukan diagnosa
penyakit baik dengan tindakan pengobatan maupun tindakan rujukan. Selain itu
puskesmas non rawat inap juga menyediakan pelayanan tindak lanjut bagi pasien rawat
inap yang sudah diijinkan pulang tetapi harus tetap mengontrol kondisi kesehatannya
(Wulansari, 2013).

2.1.2

Organisasi Puskesmas
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, puskesmas atau pusat
kesehatan masyarakat merupakan unit pelaksana teknis dari dinas kesehatan
kabupaten/kota. Puskesmas dipimpin oleh Kepala Puskesmas yang bertanggungjawab
atas seluruh kegiatan di puskesmas. Organisasi puskesmas disusun oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota berdasarkan kategori, upaya kesehatan dan beban kerja
puskesmas. Organisasi puskesmas minimal terdiri dari:
1.

Kepala Puskesmas

10

2.

Kepala sub bagian tata usaha

3.

Penanggung jawab UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) dan


Keperawatan Kesehatan Masyarakat

4.

Penanggung jawab UKP (Upaya Kesehatan Perorangan), kefarmasian


dan Laboratorium

5.

Penanggungjawab jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring fasilitas


pelayanan kesehatan.

2.1.3

Upaya Kesehatan Perorangan di Puskesmas


Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama di puskemas dilaksanakan melalui

beberapa kegiatan antara lain :


1. Rawat jalan
2. Pelayanan gawat darurat
3. Pelayanan satu hari (one day care)
4. Home care
5. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama ini dilaksanakan sesuai dengan
standar prosedur operasional dan standar pelayanan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014
mengenai puskesmas, sumber daya manusia yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan di puskesmas antara lain terdiri dari dokter atau dokter
layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, ahli teknologi laboratorium medis, serta
tenaga kefarmasian.

11

2.1.4

Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas


Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang diselenggarakan oleh

puskesmas meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan


masyarakat

pengembangan.

Upaya

kesehatan

masyarakat

esensial

harus

diselenggarakan oleh setiap puskesmas untuk mendukung pencapaian standar


pelayanan minimal kabupaten/kota di bidang kesehatan. Sedangkan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya
memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi
pelayanan, yang disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah
kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Adapun upaya kesehatan masyarakat esensial tingkat pertama yang
diselenggarakan di puskesmas meliputi:
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).

2.1.5

Administrasi dan Manajemen Puskesmas


Administrasi merupakan proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan

bersama-sama sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat
mewujudkan penyelenggaraan administrasi diperlukan pelaksanaan fungsi-fungsi

12

manajemen yang terdiri dari fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan


pengawasan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Manajemen puskesmas merupakan rangkaian kegiatan yang bekerja secara
sistematis untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian
kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh puskesmas tersebut membentuk fungsifungsi manajemen pusksesmas yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh fungsi manajemen
puskesmas tersebut wajib dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2004).
Perencanaan merupakan fungsi manajemen puskesmas yang dilakukan sebagai
langkah awal sebelum melaksanakan kegiatan. Perencanaan puskesmas meliputi
kegiatan merumuskan tujuan puskesmas sampai dengan kegiatan merumuskan
alternatif kegiatan. Perencanaan puskesmas merupakan hal yang sangat penting karena
tanpa adanya perencanaan maka tidak akan ada kejelasan bagi kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan puskesmas. Perencanaan di tingkat
puskesmas dilakukan dengan membuat rencana usulan kegiatan, kemudian
mengajukan usulan kegiatan yang direncanakan ke dinas kesehatan untuk
mendapatkan persetujuan, dan kemudian menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
(RPK) (Artini, 2015).
Pelaksanaan dan pengendalian merupakan fungsi manajemen yang mencakup
proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan di
puskesmas. Pelaksanaan dan pengendalian terdiri dari beberapa langkah antara lain :
1. Pengorganisasian, merupakan serangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber daya yang ada di puskesmas dan dimanfaatkan
secara efesien untuk program.

13

2. Penyelenggaraan, merupakan langkah menyelenggarakan rencana kegiatan


program di puskesmas dan menunjuk penanggungjawab serta pelaksana
program dan pelaksanaan lokakarya mini puskesmas, baik lintas program
maupun lintas sektor.
3. Pemantauan terhadap kegiatan dilakukan secara berkala seperti melakukan
telaah penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai serta melakukan
telaah eksternal terkait hasil yang dicapai oleh fasilitas dan sektor lain yang
terlibat di wilayah puskesmas.
4. Penilaian kegiatan yang bisa dilakukan oleh pihak eksternal dan internal
puskesmas. Kegiatan penilaian mencakup penilaian terhadap cakupan,
jumlah kunjungan, survei kepuasan, dan evaluasi dari dinas kesehatan
(Artini, 2015).
Pengawasan dan pertanggungjawaban adalah fungsi manajemen puskesmas
yang

merupakan

proses

untuk

mendapatkan

kepastian

atas

kesesuaian

penyelenggaraan dalam mencapai tujuan puskesmas. Pengawasan adalah kegiatan


mengamati secara terus menerus terhadap pelaksanaan kegiatan puskesmas yang dapat
dilakukan oleh pihak internal (kepala puskesmas) maupun pihak eksternal
(masyarakat, dinas kesehatan, serta institusi lainnya). Sedangkan pertanggungjawaban
merupakan kegiatan kepala puskesmas pada setiap akhir tahun anggaran yaitu
membuat dan melaporkan laporan kinerja hasil dari pelaksanaan kegiatan, serta
perolehan dan penggunaan berbagai sumberdaya termasuk keuangan. Laporan tersebut
disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota serta pihak-pihak terkait lainnya,
termasuk masyarakat melalui Badan Penyantun Puskesmas (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2004). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75
Tahun 2014 tentang puskesmas, pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari

14

sistem informasi kesehatan (SIK) puskesmas yang wajib dilakukan. Untuk dapat
meningkatkan pemanfaatan sistem informasi kesehatan dalam pencatatan dan
pelaporan di puskesmas, upaya yang dapat dilakukan oleh puskesmas antara lain
menambah petugas yang memahami dan memiliki keahlian di bidang SIK, atau
mengusulkan pelatihan mengenai SIK ke dinas kesehatan (Rondo,dkk 2013).
Akreditasi Puskesmas
2.2.1

Definisi Akreditasi Puskesmas


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun

2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, akreditasi adalah pengakuan yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri
setelah memenuhi standar akreditasi. Sedangkan akreditasi puskesmas adalah
pengakuan terhadap puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri setelah dinilai bahwa
puskesmas telah memenuhi standar pelayanan puskesmas yang telah ditetapkan oleh
menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas secara berkesinambungan.
Puskesmas wajib untuk diakreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali.
Akreditasi juga merupakan salah satu persyaratan kredensial sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

2.2.2

Standar Akreditasi Puskesmas


Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di puskesmas, yaitu

kelompok administrasi dan manajemen, kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat


(UKM), dan kelompok Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) atau Pelayanan

15

Kesehatan. Standar akreditasi puskesmas terdiri dari 9 Bab, dalam setiap bab akan
diuraikan dalam standar penilaian, yang kemudian dalam masing-masing standar akan
diuraikan dalam kriteria-kriteria, dan dalam kriteria akan diuraikan elemen penilaian
untuk dapat menilai pencapaian dari elemen tersebut (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Standar, kriteria, dan elemen penilaian akreditasi untuk kelompok administrasi
dan manajemen puskesmas diuraikan dalam tiga bab yaitu :
1. Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
2. Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)
3. Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
Sedangkan untuk kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), diuraikan dalam
tiga bab yaitu :
1. Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran
2. Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat
3. Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat
Untuk kelompok Upaya Kesehatan Perorangan juga diuraikan dalam 3 bab yaitu :
1. Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien
2. Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis
3. Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien
Secara keseluruhan, dalam standar akreditasi puskesmas terdapat 42 Standar,
168 kriteria, dan 776 elemen penilaian yang akan digunakan sebagai acuan untuk
menetapkan status akreditasi puskesmas (Zakiah, 2015).

16

Tabel 2.1 Struktur Standar Akreditasi Puskesmas

BAB
I
II
III
IV

V
VI
VII
VIII
IX

JUDUL
Penyelenggaraan
Pelayanan Puskesmas
Kepemimpinan dan
Manajemen Puskesmas
Peningkatan Mutu dan
Manajemen Risiko
Upaya Kesehatan
Masyarakat yag
Berorientasi Sasaran
Kepemimpinan dan
Manajemen Upaya
Kesehatan Masyarakat
Sasaran Kinerja UKM
Layanan Klinis yang
Berorientasi Pasien
Manajemen Penunjang
Layanan Klinis
Peningkatan Mutu
Klinis dan
Keselamatan Pasien
Total

JUMLAH
STANDAR

JUMLAH
KRITERIA

JUMLAH
ELEMEN
PENILAIAN

13

59

29

121

32

10

53

22

101

29

10

33

151

36

172

12

58

42

168

776

Sumber : Zakiah (2015)

Penetapan status akreditasi puskesmas dapat dilihat dari capaian puskesmas


pada masing-masing bab dalam standar akreditasi puskesmas yang didapatkan dari
pelaksanaan survei atau penilaian akreditasi oleh surveior akreditasi puskesmas.
Penilaian dilakukan dengan cara menelaah bukti-bukti yang ada pada tiap elemen
penilaian (Zakiah, 2015). Setiap pembuktian pada elemen penilaian diberikan nilai
sebagai berikut :
1. Nilai 0 : jika belum ada sama sekali atau baru sebagian kecil ada (0-20%)
2. Nilai 5 : jika sebagian besar sudah dilaksanakan (> 20-79%)

17

3. Nilai 10 : jika sudah dilaksanakan (80-100%)


Setelah surveior melakukan penilaian maka akan didapatkan penetapan status
akreditasi puskesmas yang terdiri dari :
1. Tidak Terakreditasi : jika pencapaian nilai Bab I, II < 75%, Bab IV, V, VII
< 60% , dan Bab III, VI, VIII, IX < 20%
2. Terakreditasi Dasar : jika pencapaian nilai Bab I, II 75%, Bab IV, V, VII
60%, dan Bab III, VI, VII, IX 20%
3. Terakreditasi Madya : jika pencapaian nilai Bab I, II, IV, V 75%, Bab
VII, VIII 60%, dan Bab VI, IX 40%
4. Terakreditasi Utama : jika pencapaian nilai Bab I, II, IV, V, VI, VII 80%
, dan Bab III, VI, IX 60%
5. Terakreditasi Paripurna : jika pencapaian nilai pada semua Bab 80%.
Hasil penilaian akreditasi oleh tim surveior akreditasi ini kemudian akan
dikirim kepada Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama disertai
dengan rekomendasi hasil keputusan akreditasi (Zakiah, 2015).

2.2.3

Penyelenggaraan Akreditasi Puskesmas


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46

Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi penyelenggaraan akreditasi
puskesmas dilakukan berdasarkan standar akreditasi puskesmas yang dilakukan
melalui dua tahapan yaitu survei akreditasi dan penetapan akreditasi.
Survei akreditasi dilakukan oleh surveior akreditasi dari lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri. Survei akreditasi dilakukan

18

melalui kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mengukur tingkat kesesuaian


terhadap standar akreditasi. Surveior akreditasi puskesmas terdiri dari surveior bidang
administrasi dan manajemen, bidang upaya kesehatan masyarakat (UKM), dan bidang
upaya kesehatan perorangan (UKP).
Penetapan akreditasi merupakan hasil akhir survei akreditasi oleh surveior dan
keputusan rapat lembaga independen penyelenggara akreditasi. Penetapan akreditasi
puskesmas dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
dibuktikan dengan sertifikat akreditasi.
Dalam penyelenggaraan akreditasi juga dilakukan pendampingan dan
penilaian

praakreditasi

serta

pendampingan

pascaakreditasi.

Pendampingan

praakreditasi merupakan rangkaian kegiatan penyiapan puskesmas agar memenuhi


standar akreditasi. Pada saat pendampingan praakreditasi dilakukan beberapa kegiatan
antara lain :
1. Lokakarya untuk menggalang komitmen, meningkatkan pemahaman
tentang akreditasi, standar serta instrument akreditasi, pembentukan panitia
persiapan akreditasi puskesmas, serta pembentukan kelompok kerja di
bidang administrasi dan manajemen, upaya kesehatan masyarakat, dan
upaya kesehatan perorangan.
2. Pelatihan pemahaman standar dan instrumen yang diikuti seluruh
karyawan untuk meningkatkan pemahaman secara rinci mengenai standar
dan instrument akreditasi, kemudian melakukan persiapan self assessment.
3. Pelaksanaan self assesment oleh staf puskesmas (lintas POKJA) dan
dipandu pendamping. Self assessment adalah kajian mandiri yang
dilakukan pada tahap persiapan akreditasi yang penilaiannya dilakukan
menggunakan instrumen standar akreditasi. Self assessment dilaksanakan

19

oleh tim akreditasi yang terdiri dari beberapa kelompok kerja, sesuai
dengan pelayanan yang akan dinilai. Agar pelaksanaan self assessment
dapat berjalan dengan baik, diperlukan pembinaan yang intensif dari tim
pendamping dinas kesehatan, karena pembinaan merupakan hal yang
penting untuk meningkatkan pemahaman sumber daya manusia terkait
dengan pelaksanaan self assessment dalam persiapan akreditasi (Poerwani
dan Sopacua, 2006). Setelah melakukan self assessment kemudian
dilakukan pembahasan hasil self assessment serta membuat penyusunan
rencana aksi persiapan akreditasi.
4. Penyiapan dokumen akreditasi sesuai dengan pedoman penyusunan
dokumen akreditasi puskesmas.
5. Implementasi pelaksanaan kegiatan yang sesuai standar akreditasi dan
dipandu oleh regulasi internal, memastikan rekam proses dan hasil
kegiatan, mengadakan audit internal serta rapat tinjauan manajemen.
6. Penilaian pra survei oleh tim pendamping dinas kesehatan kabupaten/kota
kemudian rekomendasi hasil pra survey (Zakiah, 2015).
Setelah melakukan penilaian pra survei maka dilakukan penilaian akreditasi.
Penilaian akreditasi merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan setelah selesai
pendampingan praakreditasi. Pendampingan pascaakreditasi merupakan kegiatan
untuk memelihara serta meningkatkan pencapaian standar akreditasi pada puskesmas
secara berkesinambungan sampai dilakukan penilaian akreditasi berikutnya.
Pendampingan dilakukan oleh tim pendamping yang berasal dari dinas kesehatan
kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Tim pendamping
akreditasi memiliki tugas untuk melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif
kepada puskesmas selama persiapan menuju penilaian akreditasi. Dalam hal

20

keterbatasan sumber daya manusia pada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat,


kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat merekrut tenaga pendamping yang
berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan, organisasi profesi,
dan/atau masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Dalam pelaksanaan pendampingan pra akreditasi terdapat kegiatan penyiapan
dokumen akreditasi. Dokumen dalam akreditasi puskesmas dibagi menjadi dua bagian
yaitu dokumen interal dan eksternal. Dokumen tersebut digunakan untuk membangun
dan membakukan sistem manajemen mutu dan pelayanan di puskesmas. Dokumendokumen yang perlu disediakan di puskesmas untuk akreditasi adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan manajemen Puskesmas
a. Kebijakan Kepala Puskesmas
b. Rencana Lima Tahunan Puskesmas
c. Pedoman/manual mutu
d. Pedoman/panduan teknis yang terkait dengan manajemen
e. Standar Prosedur Operasional (SPO)
f. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)
g. Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
h. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
i. Kerangka Acuan Kegiatan.
2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
a. Kebijakan Kepala Puskesmas
b. Pedoman

untuk

masing-masing

UKM

pengembangan)
c. Standar Prosedur Operasional (SPO)
d. Rencana Tahunan untuk masing-masing UKM

(esensial

maupun

21

e. Kerangka Acuan Kegiatan pada tiap-tiap UKM


3. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
a. Kebijakan tentang pelayanan klinis
b. Pedoman Pelayanan Klinis
c. Standar Prosedur Operasional (SPO) klinis
d. Kerangka Acuan terkait dengan Program/Kegiatan Pelayanan
Klinis

dan

Peningkatan

Mutu

dan

Keselamatan

Pasien

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Konsep Kesiapan Puskesmas dalam Menghadapi Akreditasi


Akreditasi puskesmas memiliki tujuan utama yaitu untuk pembinaan
peningkatan mutu dan kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap
sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan
dan upaya, serta penerapan manajemen risiko di puskesmas (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Sebelum adanya kebijakan mengenai akreditasi puskesmas, pemerintah di
Kabupaten Gianyar telah menerapkan kebijakan BLUD di seluruh puskesmas di
Kabupaten Gianyar. Kebijakan BLUD puskesmas ini bertujuan untuk meningkatkan
mutu pelayanan di puskesmas sehingga puskesmas dapat menyediakan layanan yang
bermutu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat. Namun,
berdasarkan hasil penelitian Indrayathi dkk (2014) yang berjudul Mutu Pelayanan
Puskesmas Perawatan yang Berstatus Badan Layanan Umum Daerah mutu pelayanan
puskesmas perawatan yang berstatus BLUD di Kabupaten Gianyar dirasakan masih
belum memuaskan. Ketidakpuasan terhadap mutu pelayanan puskesmas BLUD di
Kabupaten Gianyar disebabkan karena beberapa hal antara lain masih terdapat

22

kesulitan dalam penyediaan kelengkapan dan kesiapan peralatan medis di puskesmas,


komitmen dari dinas kesehatan dalam pelaksanaan kebijakan BLUD puskesmas yang
masih rendah, masih terdapat kekurangan sumber daya manusia khususnya tenaga
dokter dan perawat, dan tenaga administrasi yang mengelola keuangan masih kurang
sehingga puskesmas mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik
yang sesuai dengan filosofi puskesmas sebagai BLUD.
Penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian Sutiarini (2011) yang
berjudul Analisis SWOT dan Rencana Strategik Pengembangan BLUD di Puskesmas
Se-Kabupaten Gianyar. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa pada puskesmas
di Kabupaten Gianyar kualitas pelayanannya masih rendah, salah satu penyebab
rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas adalah keterbatasan dana yang dimiliki
oleh puskesmas sehingga mempengaruhi ketersediaan peralatan medis serta sumber
daya manusia di puskesmas. Salah satu sumber daya manusia di puskesmas yang
kuantitas dan kualitasnya masih rendah terkait dengan pengembangan BLUD adalah
tenaga non medis. Untuk mengatasi keterbatasan kuantitas dan kualitas tenaga non
medis pada puskesmas di Kabupaten Gianyar diperlukan perhatian dan tindaklanjut
melalui permohonan perencanaan perekrutan, penempatan, dan pelatihan pegawai
yang diperlukan sesuai dengan peruntukannya pada instansi terkait atau dengan
melakukan rekrutmen dengan pola outsourcing.
Menurut Muninjaya (2014) dalam Artini (2015) mutu pelayanan kesehatan
dapat dilihat atau dikaji berdasarkan output yang ada pada sistem pelayanan kesehatan.
Output pada sisitem pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu
komponen input, proses dan juga lingkungan. Sedangkan menurut Donabedian (1980)
dalam Alwi (2011) terdapat tiga pendekatan dalam melakukan penilaian mutu yaitu
terdiri dari aspek input, proses, dan output. Aspek input terdiri dari perlengkapan dan

23

peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, dan sumber daya manusia. Aspek
proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan dan interaksinya dengan pasien, yang meliputi metode atau tata cara
pelayanan kesehatan. Sedangkan aspek output adalah kegiatan dan tindakan dokter,
perawat dan tenaga administrasi yang dapat dirasakan oleh pengguna pelayanan
kesehatan yang dapat memberikan perubahan ke arah tingkat kesehatan dan kepuasan
yang diharapkan.
Kesiapan adalah hal yang penting dan harus tersedia ketika akan menghadapi
atau melaksanakan sesuatu yang baru. Kesiapan akan dipengaruhi oleh dukungan baik
dukungan internal maupun eksternal, sebaliknya dikatakan tidak siap bila ditemukan
berbagai hambatan dari segi sumber daya (Sugiana,2015). Lehman (2002) dalam
Muafi (2011) juga mengatakan bahwa kesiapan perubahan organisasi salah satunya
dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya yang ada pada organisasi tersebut.
Salah satu contoh penelitian mengenai kesiapan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Pawizi dan Rosyidah (2011) yang menganalisis kesiapan pelayanan
administrasi dan manajemen di RSU Rajawali Citra Kabupaten Bantul dalam
menghadapi akreditasi. Dalam penenlitiannya, Pawizi dan Rosyidah menganalisis
kesiapan RSU Rajawali Citra dengan meninjau dari segi sumber daya dasar yaitu
sumber daya manusia, dokumentasi, serta fasilitas. Hasil dari penelitian Pawizi dan
Rosyidah (2011) menunjukan bahwa dari aspek sumber daya manusia, dokumentasi,
serta fasilitas yang disiapkan dalam menghadapi akreditasi pada bidang pelayanan
administrasi dan manajemen di rumah sakit tersebut, semuanya dalam kondisi siap dan
baik. Artinya, tidak ada kendala berarti yang terkait dengan penyiapan tiga sumber
daya mendasar tersebut. Secara teoritis, hal ini disebabkan karena bidang pelayanan

24

administrasi dan manajemen merupakan salah satu dari lima bidang pelayanan
dalam paket dasar akreditasi rumah sakit yang tidak berat untuk disiapkan.
Penelitian lain mengenai kesiapan adalah penelitian Dewi dan Rimawati
(2015) yang menganalisis tentang persiapan Unit Rekam Medis RSUD dr. R.
Soeprapto Cepu dalam menghadapi akreditasi di bagian rekam medis. Berdasarkan
penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa hambatan sumber daya yang
terjadi saat persiapan akreditasi di unit rekam medis pada RSUD dr. R Soeprapto Cepu
yaitu kurangnya sarana dan prasarana seperti komputer dan printer sehingga unit
rekam medis tidak bisa segera mencetak dokumen-dokumen yang sudah disiapkan,
kurangnya petugas rekam medis, kerjasama dan komunikasi antar petugas rekam
medis yang mempersiapkan akreditasi tidak berjalan lancar, dan kurangnya pedoman
untuk pembaharuan SPO dan dokumen lain yang terkait akreditasi. Kerjasama dan
komunikasi antara petugas dengan dinas kesehatan harus lebih ditingkatkan supaya
segala hal terkait persiapan akreditasi bisa cepat selesai. Selain itu perlu diperlukan
juga penambahan sarana prasarana serta sumber daya manusia yang sesuai dengan
kebutuhan di unit rekam medis.
Dalam sistem pelayanan kesehatan di puskesmas, untuk dapat mencapai
kesiapan puskesmas dari segi administrasi manajemen, upaya kesehatan masyarakat,
dan upaya kesehatan perorangan dalam menghadapi akreditasi diperlukan input yang
baik dan memadai. Input dalam sistem pelayanan kesehatan terdiri dari berbagai
sumber daya organisasi yang merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi.
Sumber daya organisasi tersebut dikenal dengan istilah 6M yang terdiri dari sumber
daya manusia (man), biaya (money), metode (method), peralatan (machine), bahanbahan (materials), dan pasar (market) (Sofia, 2010).

25

Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur input yang sangat penting
dalam persiapan implementasi suatu kebijakan. Menurut Rondonuwu dan Trisnantoro
(2013), sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kualifikasi sesuai dengan
pekerjaannya merupakan salah satu hal yang dapat menunjang keberhasilan suatu
implementasi kebijakan. Sumber daya manusia di puskesmas terdiri dari tenaga
kesehatan yang bertugas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan. Sebagai pelaksana
pelayanan kesehatan diharapkan agar tugas pokok dan fungsi tenaga kesehatan dapat
sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki (Handayani dkk,
2010). Apabila sumber daya manusia yang ada tidak mencukupi baik dari segi
kuantitas maupun kualitas salah satunya dapat menyebabkan adanya tugas rangkap
pada sumber daya manusia yang ada yang nantinya dapat berdampak pada output yang
ingin dicapai. Menurut Sutarman, dkk (2008), petugas yang dibebani tanggung jawab
pekerjaan yang lebih dari satu kegiatan (tugas rangkap), akan merasa memiliki
pekerjaan yang berat karena tugas rangkap tersebut dapat menambah beban tanggung
jawab mereka.
Pada puskesmas, seringkali jumlah tenaga kesehatan yang ada masih terbatas
jika dibandingkan dengan jenis program yang dikerjakan sehingga menyebabkan
sebagian besar tenaga kesehatan melakukan pekerjaan rangkap (Handayani dkk,
2010). Menurut Paruntu dkk (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Perencanaan
Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Puskesmas Kabupaten Minahasa salah satu
penyebab dari tidak proporsionalnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di
puskesmas salah satunya disebabkan oleh tidak ada kesamaan persepsi antara dinas
kesehatan dan puskesmas tentang pengadaan sumber daya manusia kesehatan,
sehingga komunikasi dan koordinasi antara manajemen puskesmas dengan dinas
kesehatan terkait perencanaan sumber daya manusia merupakan hal yang penting.

26

Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia merupakan hal yang penting terutama
untuk menghindari adanya beban kerja yang tinggi pada sumber daya manusia yang
ada, sehingga tidak akan menimbulkan stres yang dapat berakibat pada menurunnya
kinerja (Silanno,dkk 2014).
Menurut Notoatmodjo (2007), input, proses dan output merupakan elemenelemen dalam sub sistem pelayanan kesehatan yang saling berhubungan dan
mempengaruhi satu sama lain. Input atau masukan merupakan sub elemen-sub elemen
yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem, input juga dapat
dikatakan sebagai sumber daya yang diperlukan untuk melakukan proses. Proses
merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan keluaran yang direncanakan, sedangkan output merupakan hal yang
dihasilkan dari proses. Apabila output yang dihasilkan telah berjalan selama beberapa
waktu maka output akan menghasilkan dampak atau impact.

INPUT

PROSES

OUTPUT

DAMPAK

UMPAN BALIK

LINGKUNGAN
Gambar 2.1 Elemen Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Sumber : Notoatmodjo (2007)

Anda mungkin juga menyukai