1220025050-3-Bab Ii
1220025050-3-Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
Pusat Kesehatan Masyarakat
2.1.1
dengan kapasitas tempat tidur kurang lebih sebanyak 10 tempat tidur. Puskesmas rawat
inap juga memiliki fungsi sebagai pusat rujukan pasien yang gawat darurat sebelum
dibawa ke rumah sakit. Puskesmas rawat inap dapat melakukan tindakan operatif
terbatas seperti kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit dan penyakit lain
yang bersifat gawat darurat. Selain itu, puskesmas rawat inap sebagai puskesmas rawat
inap tingkat pertama memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi observasi,
diagnosa, pengobatan, dan rehabilitasi medik yang dilakukan di ruang rawat inap
puskesmas (Desimawati, 2013).
Puskesmas non rawat inap merupakan puskesmas yang melayani pasien yang
melakukan pengobatan rawat jalan dan pelayanannya tidak lebih dari 24 jam. Tujuan
pelayanan pada puskesmas non rawat inap adalah untuk menentukan diagnosa
penyakit baik dengan tindakan pengobatan maupun tindakan rujukan. Selain itu
puskesmas non rawat inap juga menyediakan pelayanan tindak lanjut bagi pasien rawat
inap yang sudah diijinkan pulang tetapi harus tetap mengontrol kondisi kesehatannya
(Wulansari, 2013).
2.1.2
Organisasi Puskesmas
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, puskesmas atau pusat
kesehatan masyarakat merupakan unit pelaksana teknis dari dinas kesehatan
kabupaten/kota. Puskesmas dipimpin oleh Kepala Puskesmas yang bertanggungjawab
atas seluruh kegiatan di puskesmas. Organisasi puskesmas disusun oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota berdasarkan kategori, upaya kesehatan dan beban kerja
puskesmas. Organisasi puskesmas minimal terdiri dari:
1.
Kepala Puskesmas
10
2.
3.
4.
5.
2.1.3
11
2.1.4
pengembangan.
Upaya
kesehatan
masyarakat
esensial
harus
2.1.5
bersama-sama sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat
mewujudkan penyelenggaraan administrasi diperlukan pelaksanaan fungsi-fungsi
12
13
merupakan
proses
untuk
mendapatkan
kepastian
atas
kesesuaian
14
sistem informasi kesehatan (SIK) puskesmas yang wajib dilakukan. Untuk dapat
meningkatkan pemanfaatan sistem informasi kesehatan dalam pencatatan dan
pelaporan di puskesmas, upaya yang dapat dilakukan oleh puskesmas antara lain
menambah petugas yang memahami dan memiliki keahlian di bidang SIK, atau
mengusulkan pelatihan mengenai SIK ke dinas kesehatan (Rondo,dkk 2013).
Akreditasi Puskesmas
2.2.1
2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, akreditasi adalah pengakuan yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri
setelah memenuhi standar akreditasi. Sedangkan akreditasi puskesmas adalah
pengakuan terhadap puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri setelah dinilai bahwa
puskesmas telah memenuhi standar pelayanan puskesmas yang telah ditetapkan oleh
menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas secara berkesinambungan.
Puskesmas wajib untuk diakreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali.
Akreditasi juga merupakan salah satu persyaratan kredensial sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
2.2.2
15
Kesehatan. Standar akreditasi puskesmas terdiri dari 9 Bab, dalam setiap bab akan
diuraikan dalam standar penilaian, yang kemudian dalam masing-masing standar akan
diuraikan dalam kriteria-kriteria, dan dalam kriteria akan diuraikan elemen penilaian
untuk dapat menilai pencapaian dari elemen tersebut (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
Standar, kriteria, dan elemen penilaian akreditasi untuk kelompok administrasi
dan manajemen puskesmas diuraikan dalam tiga bab yaitu :
1. Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
2. Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)
3. Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
Sedangkan untuk kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), diuraikan dalam
tiga bab yaitu :
1. Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran
2. Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat
3. Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat
Untuk kelompok Upaya Kesehatan Perorangan juga diuraikan dalam 3 bab yaitu :
1. Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien
2. Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis
3. Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien
Secara keseluruhan, dalam standar akreditasi puskesmas terdapat 42 Standar,
168 kriteria, dan 776 elemen penilaian yang akan digunakan sebagai acuan untuk
menetapkan status akreditasi puskesmas (Zakiah, 2015).
16
BAB
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
JUDUL
Penyelenggaraan
Pelayanan Puskesmas
Kepemimpinan dan
Manajemen Puskesmas
Peningkatan Mutu dan
Manajemen Risiko
Upaya Kesehatan
Masyarakat yag
Berorientasi Sasaran
Kepemimpinan dan
Manajemen Upaya
Kesehatan Masyarakat
Sasaran Kinerja UKM
Layanan Klinis yang
Berorientasi Pasien
Manajemen Penunjang
Layanan Klinis
Peningkatan Mutu
Klinis dan
Keselamatan Pasien
Total
JUMLAH
STANDAR
JUMLAH
KRITERIA
JUMLAH
ELEMEN
PENILAIAN
13
59
29
121
32
10
53
22
101
29
10
33
151
36
172
12
58
42
168
776
17
2.2.3
Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi penyelenggaraan akreditasi
puskesmas dilakukan berdasarkan standar akreditasi puskesmas yang dilakukan
melalui dua tahapan yaitu survei akreditasi dan penetapan akreditasi.
Survei akreditasi dilakukan oleh surveior akreditasi dari lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri. Survei akreditasi dilakukan
18
praakreditasi
serta
pendampingan
pascaakreditasi.
Pendampingan
19
oleh tim akreditasi yang terdiri dari beberapa kelompok kerja, sesuai
dengan pelayanan yang akan dinilai. Agar pelaksanaan self assessment
dapat berjalan dengan baik, diperlukan pembinaan yang intensif dari tim
pendamping dinas kesehatan, karena pembinaan merupakan hal yang
penting untuk meningkatkan pemahaman sumber daya manusia terkait
dengan pelaksanaan self assessment dalam persiapan akreditasi (Poerwani
dan Sopacua, 2006). Setelah melakukan self assessment kemudian
dilakukan pembahasan hasil self assessment serta membuat penyusunan
rencana aksi persiapan akreditasi.
4. Penyiapan dokumen akreditasi sesuai dengan pedoman penyusunan
dokumen akreditasi puskesmas.
5. Implementasi pelaksanaan kegiatan yang sesuai standar akreditasi dan
dipandu oleh regulasi internal, memastikan rekam proses dan hasil
kegiatan, mengadakan audit internal serta rapat tinjauan manajemen.
6. Penilaian pra survei oleh tim pendamping dinas kesehatan kabupaten/kota
kemudian rekomendasi hasil pra survey (Zakiah, 2015).
Setelah melakukan penilaian pra survei maka dilakukan penilaian akreditasi.
Penilaian akreditasi merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan setelah selesai
pendampingan praakreditasi. Pendampingan pascaakreditasi merupakan kegiatan
untuk memelihara serta meningkatkan pencapaian standar akreditasi pada puskesmas
secara berkesinambungan sampai dilakukan penilaian akreditasi berikutnya.
Pendampingan dilakukan oleh tim pendamping yang berasal dari dinas kesehatan
kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Tim pendamping
akreditasi memiliki tugas untuk melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif
kepada puskesmas selama persiapan menuju penilaian akreditasi. Dalam hal
20
untuk
masing-masing
UKM
pengembangan)
c. Standar Prosedur Operasional (SPO)
d. Rencana Tahunan untuk masing-masing UKM
(esensial
maupun
21
dan
Peningkatan
Mutu
dan
Keselamatan
Pasien
22
23
peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, dan sumber daya manusia. Aspek
proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan dan interaksinya dengan pasien, yang meliputi metode atau tata cara
pelayanan kesehatan. Sedangkan aspek output adalah kegiatan dan tindakan dokter,
perawat dan tenaga administrasi yang dapat dirasakan oleh pengguna pelayanan
kesehatan yang dapat memberikan perubahan ke arah tingkat kesehatan dan kepuasan
yang diharapkan.
Kesiapan adalah hal yang penting dan harus tersedia ketika akan menghadapi
atau melaksanakan sesuatu yang baru. Kesiapan akan dipengaruhi oleh dukungan baik
dukungan internal maupun eksternal, sebaliknya dikatakan tidak siap bila ditemukan
berbagai hambatan dari segi sumber daya (Sugiana,2015). Lehman (2002) dalam
Muafi (2011) juga mengatakan bahwa kesiapan perubahan organisasi salah satunya
dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya yang ada pada organisasi tersebut.
Salah satu contoh penelitian mengenai kesiapan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Pawizi dan Rosyidah (2011) yang menganalisis kesiapan pelayanan
administrasi dan manajemen di RSU Rajawali Citra Kabupaten Bantul dalam
menghadapi akreditasi. Dalam penenlitiannya, Pawizi dan Rosyidah menganalisis
kesiapan RSU Rajawali Citra dengan meninjau dari segi sumber daya dasar yaitu
sumber daya manusia, dokumentasi, serta fasilitas. Hasil dari penelitian Pawizi dan
Rosyidah (2011) menunjukan bahwa dari aspek sumber daya manusia, dokumentasi,
serta fasilitas yang disiapkan dalam menghadapi akreditasi pada bidang pelayanan
administrasi dan manajemen di rumah sakit tersebut, semuanya dalam kondisi siap dan
baik. Artinya, tidak ada kendala berarti yang terkait dengan penyiapan tiga sumber
daya mendasar tersebut. Secara teoritis, hal ini disebabkan karena bidang pelayanan
24
administrasi dan manajemen merupakan salah satu dari lima bidang pelayanan
dalam paket dasar akreditasi rumah sakit yang tidak berat untuk disiapkan.
Penelitian lain mengenai kesiapan adalah penelitian Dewi dan Rimawati
(2015) yang menganalisis tentang persiapan Unit Rekam Medis RSUD dr. R.
Soeprapto Cepu dalam menghadapi akreditasi di bagian rekam medis. Berdasarkan
penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa hambatan sumber daya yang
terjadi saat persiapan akreditasi di unit rekam medis pada RSUD dr. R Soeprapto Cepu
yaitu kurangnya sarana dan prasarana seperti komputer dan printer sehingga unit
rekam medis tidak bisa segera mencetak dokumen-dokumen yang sudah disiapkan,
kurangnya petugas rekam medis, kerjasama dan komunikasi antar petugas rekam
medis yang mempersiapkan akreditasi tidak berjalan lancar, dan kurangnya pedoman
untuk pembaharuan SPO dan dokumen lain yang terkait akreditasi. Kerjasama dan
komunikasi antara petugas dengan dinas kesehatan harus lebih ditingkatkan supaya
segala hal terkait persiapan akreditasi bisa cepat selesai. Selain itu perlu diperlukan
juga penambahan sarana prasarana serta sumber daya manusia yang sesuai dengan
kebutuhan di unit rekam medis.
Dalam sistem pelayanan kesehatan di puskesmas, untuk dapat mencapai
kesiapan puskesmas dari segi administrasi manajemen, upaya kesehatan masyarakat,
dan upaya kesehatan perorangan dalam menghadapi akreditasi diperlukan input yang
baik dan memadai. Input dalam sistem pelayanan kesehatan terdiri dari berbagai
sumber daya organisasi yang merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi.
Sumber daya organisasi tersebut dikenal dengan istilah 6M yang terdiri dari sumber
daya manusia (man), biaya (money), metode (method), peralatan (machine), bahanbahan (materials), dan pasar (market) (Sofia, 2010).
25
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur input yang sangat penting
dalam persiapan implementasi suatu kebijakan. Menurut Rondonuwu dan Trisnantoro
(2013), sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kualifikasi sesuai dengan
pekerjaannya merupakan salah satu hal yang dapat menunjang keberhasilan suatu
implementasi kebijakan. Sumber daya manusia di puskesmas terdiri dari tenaga
kesehatan yang bertugas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan. Sebagai pelaksana
pelayanan kesehatan diharapkan agar tugas pokok dan fungsi tenaga kesehatan dapat
sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki (Handayani dkk,
2010). Apabila sumber daya manusia yang ada tidak mencukupi baik dari segi
kuantitas maupun kualitas salah satunya dapat menyebabkan adanya tugas rangkap
pada sumber daya manusia yang ada yang nantinya dapat berdampak pada output yang
ingin dicapai. Menurut Sutarman, dkk (2008), petugas yang dibebani tanggung jawab
pekerjaan yang lebih dari satu kegiatan (tugas rangkap), akan merasa memiliki
pekerjaan yang berat karena tugas rangkap tersebut dapat menambah beban tanggung
jawab mereka.
Pada puskesmas, seringkali jumlah tenaga kesehatan yang ada masih terbatas
jika dibandingkan dengan jenis program yang dikerjakan sehingga menyebabkan
sebagian besar tenaga kesehatan melakukan pekerjaan rangkap (Handayani dkk,
2010). Menurut Paruntu dkk (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Perencanaan
Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Puskesmas Kabupaten Minahasa salah satu
penyebab dari tidak proporsionalnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di
puskesmas salah satunya disebabkan oleh tidak ada kesamaan persepsi antara dinas
kesehatan dan puskesmas tentang pengadaan sumber daya manusia kesehatan,
sehingga komunikasi dan koordinasi antara manajemen puskesmas dengan dinas
kesehatan terkait perencanaan sumber daya manusia merupakan hal yang penting.
26
Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia merupakan hal yang penting terutama
untuk menghindari adanya beban kerja yang tinggi pada sumber daya manusia yang
ada, sehingga tidak akan menimbulkan stres yang dapat berakibat pada menurunnya
kinerja (Silanno,dkk 2014).
Menurut Notoatmodjo (2007), input, proses dan output merupakan elemenelemen dalam sub sistem pelayanan kesehatan yang saling berhubungan dan
mempengaruhi satu sama lain. Input atau masukan merupakan sub elemen-sub elemen
yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem, input juga dapat
dikatakan sebagai sumber daya yang diperlukan untuk melakukan proses. Proses
merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan keluaran yang direncanakan, sedangkan output merupakan hal yang
dihasilkan dari proses. Apabila output yang dihasilkan telah berjalan selama beberapa
waktu maka output akan menghasilkan dampak atau impact.
INPUT
PROSES
OUTPUT
DAMPAK
UMPAN BALIK
LINGKUNGAN
Gambar 2.1 Elemen Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Sumber : Notoatmodjo (2007)