Anda di halaman 1dari 13

2.1.

Definisi Kloning
Kloning berasal dari kata "Klon" dalam bahasa Yunani yang berarti
ranting yang dapat mereplikasi sendiri dan akhirnya tumbuh menjadi pohon.
Kloning terjadi secara alami dalam banyak jenis tanaman yaitu dengan cara
vegetatif.kloning adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat
salinan atau satu set salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti
diploid kedalam oosit (Seidel ,GE Jr., 2000 dalam Tong, W F., 2002). Americaan
Medical

Association

mendefinisikan

kloning

sebagai

produksi

dari organisme identik secara genetik melalui sel somatik transfer nuklir,
walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk memasukkan produksi
jaringan dan organ dari kultur sel atau jaringan menggunakan sel (Tong, W F.,
2002).
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan populasi serupa
genetik individu identik yang terjadi di alam saat organisme seperti bakteri,
serangga atau tanaman bereproduksi secara aseksual . Secara definisi, klon adalah
sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan melalui proses reproduksi
aseksual yang berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota klon tersebut
memiliki jumlah dan susunan gen yang sama sehingga kemungkinan besar
fenotifnya juga sama (Rusda, M, 2003).
Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan
pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat
tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon
tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul,
kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan
sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap sel
merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada hewan amfibi (kodok),
dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi
atau dihilangkan inti selnya. Sebagai donor, digunakan nukleus sel somatik dari
berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang
diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal.

2.2. Tehnik-Tehnik Kloning


Pada tahun 1928, Hans Spemann, melakukan eksperimen dengan embrio
salamander dengan melakukan percobaan dengan tehnik transfer inti sel embrio
salamander ke sel tanpa inti atau tanpa nukleus. Transfer nukleus pada dasarnya
membutuhkan dua sel, yaitu suatu sel donor dan sel oosit atau sel telur. Telur
matur sebelum dibuahi dibuang intinya atau nukleusnya. Proses pembuangan
nukleus tadi dinamakan proses enukleasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan
informasi genetisnya. Ke dalam telur yang telah dienukleasi tadi kemudian
dimasukkan nukleus (donor) dari sel somatik. Penelitian membuktikan bahwa sel
telur akan berfungsi terbaik bila berada dalam kondisi anfertilisasi, sebab hal ini
akan mempermudah penerimaan nukleus donor seperti dirinya sendiri. Di dalam
telur, inti sel donor tadi akan bertindak sebagai inti sel zigot dan membelah serta
berkembang menjadi blastosit. Blastosit selanjutnya ditransfer ke dalam uterus
induk pengganti (surrogate mother). Jika seluruh proses tadi berjalan baik, suatu
replika yang sempurna dari donor akan lahir. Jadi sebenarnya setelah terbentuk
blastosit in vitro, proses selanjutnya sama dengan proses bayi tabung yang
tehnologinya telah dikuasai oleh para ahli obstetri ginekologi.

Transfer Nukleus

Ada beberapa tehnik kloning yang dikenal, antara lain tehnik Roslin dan Tehnik
Honolulu. Adapun penjelasan mengenai tehnik-tehnik kloning tersebut adalah
sebagai berikut.
2.2.1. Tehnik Roslin
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.
Dengan kegiatan kloning yang dilakukan pada kambing tidak hanya
membangkitkan antusias terhadap kloning, melainkan kegiatan kloning tersebut
membuktikan bahwa kloning binatang dewasa dapat disempurnakan. Sebelumnya,
tidak diketahui bahwa suatu nukleus dewasa ternyata mampu memproduksi suatu
hewan yang lengkap atau komplit.
Ian Wilmut dan Keith Cambell memperkenalkan tentang suatu metode
yang mampu melakukan singkronisasi siklus sel dari kedua sel, yakni sel donor
dan sel telur. Tanpa singkronosasi siklus sel, maka inti tidak akan berada pada
suatu keadaan yang optimum untuk dapat diterima oleh embrio. Bagaimanapun
juga sel donor harus diupayakan untuk dapat masuk ke Gap Zero, atau stadium sel
G0, atau stadium sel dorman (Rusda, M., 2003).
Tahapan yang dilakukan oleh Ian Wilmut dan Keith Cambell adalah
sebagai berikut (Rusda, M., 2003). Pertama, suatu sel (yang dijadikan sebagai sel
donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih (Finn
Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi pengklonan. Untuk studi ini,
peneliti membiarkan sel membelah dan membentuk jaringan in vitro atau diluar
tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang banyak dari suatu inti
yang sama..
Kedua, Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan
campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan
kehidupan sel. Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang
aktif dan memasuki stadium G0 atau stadium dorman. Kemudian sel telur dari
domba betina Blackface dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor.. Domba
blackface adalah domba betina yang mukanya tertutupi bulu hitam atau sering
disebut juga Scottish Blackface.

Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik
digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan
dari suatu embrio mulai diaktifkan. Tehnik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti
aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang mampu
bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu embrio setelah diaktifkan oleh
kejutan listrik (Rusda, M., 2003).

Domba Muda yang Diberi Nama Dolly (Kiri), dengan Induk Pengganti yang
Sudah Diciptakan Melalui kloning oleh Institut Roslin.
Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari,
diinkubasi di dalam oviduk domba. Apabila ternyata sel yang diletakkan di dalam
oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya akan lebih mampu bertahan
dibandingkan dengan embrio yang diinkubasi di dalam laboratorium. Pada tahap
terakhir, embrio tersebut akan ditempatkan ke dalam uterus betina penerima
(surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan mengandung hasil
kloning tadi hingga hewan hasil kloning siap untuk dilahirkan. Bila tidak terjadi
kekeliruan atau kesalaha selama dalam uterus domba, maka suatu duplikat yang
persis sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama
dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang
merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis
lainnya yang terjadi atas kerusakan bertahap DNA. Percobaan kloning domba
Dolly, yang merupakan mamalia pertama yang dikloning dari DNA sel dewasa,

telah dibunuh dengan suntikan mematikan pada tanggal 14 Februari 2003.


Sebelum kematiannya, Dolly menderita kanker paru-paru dan arthritis
melumpuhkan, padahal sebagian besar domba Finn Dorset hidup sampai 11
sampai 12 tahun. Setelah diperiksa, kambing Dolly tampaknya menunjukkan
bahwa, selain kanker dan arthritis, ia tampaknya cukup normal (Tong, W F.,
2002).
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai proses kloning dengan tehnik
Roslin yang dilakukan pada domba, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Tahapan dari Proses Kloning Tehnik Roslin.


Tehnik Honolulu
Pada

Juli

1998,

sebuah

tim

ilmuwan

dari

Universitas

Hawai

mengumumkan bahwa mereka telah menghasilkan tiga generasi tikus kloning


yang secara genetik identik. Tehnik ini diakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama

dan Ryuzo Yanagimachi dari Universitas Hawai. Yanagimachi menciptakan tiga


generasi berturut-turut. Sebelum keberhasilan ini, diperkirakan bahwa tahap awal
di mana embrio genom hewan mengambil lebih (dua-sel pada tikus) menyulitkan
nukleus pemrograman ulang terjadi. Tikus adalah salah satu yang untuk
melakukan kegiatan mengkloning tidak seperti domba. Pada tikus, sel telur melai
melakukan mitosis segera setelah proses pembuahan terjadi, sehingga
menyebabkan peneliti hanya memiliki sedikit waktu untuk memprogram ulang
inti baru.

Domba digunakan pada tehnik Roslin karena sel telurnya membutuhkan


beberapa jam sebelum membelah, memungkinkan adanya waktu bagi sel telur
untuk memprogram ulang nukleus barunya. Meskipun tidak mendapatkan
keuntungan tersebut ternyata Wakayama dan Yanagimachi mampu melakukan
kloning dengan angka keberhasilan yang jauh lebih tinggi yaitu menghasilkan 3
kloning dari sekitar seratus proses kloning yang yang dilakukan, sedangkan
dibandingkan percobaan yang dilakukan oleh Ian Wilmut hanya menghasilkan
satu klon dari 277 proses kloning yang di lakukan. Apabila kita persentasikan,
maka prosentase keberhasilan tehnik Honolulu lebih besar dengan angka
persentase 3%, sedangkan tingkat keberhasilan dengan tehnik Roslin yang
dilakukan oleh Ian Wilmut hanya sebesar 0,361%.
Wakayama dan Yanagimachi melakukan pendekatan terhadap masalah
sinkronisasi siklus sel yang berbeda dibandingkan Ian Wilmut. Ian Wilmut
menggunakan sel dari kelenjar mammae yang harus dipaksa untuk memasuki ke
stadia G0, sedangkan Wakayama dan Yanagimachi awalnya menggunakan

beberapa tipe sel yakni, sel otak dan sel kumulus. Sel otak berada dalam stadia G0
secara alamiah dan sel kumulus hampir selalu hadir pada stadia G0 ataupun G1.
Sel telur tikus yang tidak dibuahi digunakan sebagai penerima atau resipien dari
inti donor. Setelah dienokulasi, sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke
dalamnya. Nukleus donor diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap
ekstrak sel dari tikus tersebut. Tidak seperti pada proses yang digunakan untuk
mengkloning Dolly, percobaan Wakayama tanpa melalui proses in vitro atau di
luar dari tubuh hewan, kultur dilakukan justru pada sel-sel tersebut. Setelah satu
jam sel-sel telah menerima nukleus-nukleus yang baru. Setelah penambahan
waktu selama 5 jam sel telur kemudian ditempatkan pada suatu kultur kimia untuk
memberi kesempatan sel-sel tersebut tumbuh, sebagaimana layaknya fertilisasi
secara alamiah.
Pada suatu kultur dengan suatu substansi yang mampu menghentikan
pembentukan suatu polar body, sel kedua yang secara alami terbentuk sebelum
fertilisasi. Polar body akan menjadikan jumlah dari gen dalam sel menjadi
setengah dari jumlah gen sel normal.
Setelah penyatuan, sel-sel berkembang menjadi embrio-embrio. Embrioembrio ini kemudian ditransplantasikan kepada induk betina donor (surrogate
mother) dan akan tetap berada di sana sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang
paling berhasil dari proses ini adalah sel kumulus, maka penelitian
dikonsentrasikan pada sel-sel dari tipe sel kumulus.
Setelah terbukti bahwa tehniknya dapat menghasilkan kloning yang hidup,
Wakayama juga membuat kloning dari kloning, dan membiarkan mahluk klon
yang asli untuk melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka
memiliki kemampuan reproduksi secara sempurna. Pada saat dia mengumumkan
keberhasilannya,

Wakayama

telah

menciptakan

lima

puluh

kloning.

Tehnik baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut


tentang bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus.
Tikus bereproduksi dalam kurun bulanan, jauh lebih cepat dibanding dengan
domba. Hal ini menguntungkan dalam hasil penelitian jangka panjang. Kloning
juga sedang diterapkan pada spesies lain. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000,

Akira Onishi dan koleganya di Jepang, mencoba untuk mengkloning babi dengan
menggunakan tehnik Honolulu (Buchana, F., 2000).
Para pendukung teknologi kloning berpendapat bahwa teknologi kloning
dan penelitian akan meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan kehidupan
dengan

menjawab

permasalahn-permasalahn

biologi

secara

kritis,

dan

memajukan dunia peternakan, genetika dan ilmu medis. Alasan utama di balik
kegunaan kloning adalah bahwa dengan menghasilkan salinan genetik yang
hampir identik dari suatu organisme, hasil yang diperoleh lebih cepat dan lebih
dapat diprediksi dibandingkan dengan teknik reproduksi sebelumnya seperti
inseminasi buatan, yang membutuhkan biaya yang mahal (Tong, W F., 2002).
Ada beberapa perbedaan mendasar antara tehnik kloning Roslin yang
diterapkan oleh Ian Walmut dan tehnik Honolulu yang dilakukan oleh Wakayama.
Perbedaannya dapat dilihat pada Tabel berikut:

Untuk lebih jelas melihat proses kloning Honolulu, maka dapat dilihat pada
gambar 4, sebagai berikut:

Tahapan dari Proses Kloning Tehnik Honolulu


2.3. Manfaat Kloning
Secara garis besar kloning memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan ilmu biologi,
khususnya reproduksi-embriologi dan diferensiasi.
2. Untuk Mengembangkan dan Memperbanyak Bibit Unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang
serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada
domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil
dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul
tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan
dengan tehnik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen
yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan
yang lebih unggul.
Contoh lainnya yaitu untuk menghasilkan susu yang mengandung nutrisi
ekstra atau lebih banyak daging yang memiliki rasa dan kualitas lebih baik. Hal
ini juga memungkinkan genetik konservasi bibit lokal dengan kemampuan
adaptasi terhadap penyakit regional atau iklim setempat. Wells et al (1998)

(dalam Tong, W F., 2002), melaporkan dua anak sapi yang lahir dari kloning,
disesuaikan dengan kondisi sub-Antartika.
3. Untuk Tujuan Diagnostik dan Terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit
genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak
mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan
terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon
blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor,
maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum
dikembangkan menjadi blastosit.
Penelitian Kloning dapat berkontribusi untuk pengobatan penyakit dengan
memungkinkan para ilmuwan untuk memprogram ulang sel. Melalui penelitian
ini, misalnya, sel-sel kulit bisa memprogram ke dalam sel-sel memproduksi
insulin di pankreas. Sel-sel kulit yang kemudian akan dimasukkan ke dalam
pankreas pasien diabetes, yang memungkinkan mereka untuk memproduksi
insulin. Penyakit Parkinson adalah penyakit degeneratif yang mempengaruhi
neuron. Karena neuron tidak regenerasi, kloning penelitian dapat memungkinkan
pemrograman ulang sel ke neuron untuk mengganti yang rusak oleh Parkinson.
4. Menolong atau Menyembuhkan Pasangan Infertil untuk Mempunyai Keturunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat
membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis
infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia
merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu
bantuan ialah menggunakan tehnik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization = IVF).
Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang
ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat
menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu.
Dalam hubungan ini, maka tehnik kloning merupakan hal yang revolusioner
sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma
atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil,

sudah memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami
atau istrinya.
5. Dari Segi Ekonomi
Negara-negara yang gagal untuk penelitian kloning manusia akan menderita
kerugian secara ekonomi. Revolusi industri dan revolusi Internet memperkaya
Amerika Serikat. Bioteknologi akan memimpin revolusi ekonomi berikutnya.
Negara-negara yang melompat pertama akan menuai hasilnya. Mereka yang gagal
untuk memulai penelitian segera akan jatuh di belakang.
Menurut Simon, Smith (1998), setidaknya beberapa manfaat kloning bagi
manusia adalah untuk mengatasi masalah infertilitas, untuk operasi plastik dan
rekonstruksi wajah, mengatasi masalah implan payudaya (tidak menggunakan
silikon), mencegah penyakit akibat cacat genetik, mengatasi berbagai penyakit
seperti down syndrome, gagal hati, gagal ginjal, leukimia, dan kanker.
Menurut Tong, W F., (2002), saat ini ada tiga kelompok yang mengklaim dan
mengumumkan niat untuk mengkloning manusia, terlepas dari ketidaksetujuan
pemerintah atau masyarakat. Meskipun pada kenyataannya majalah bisnis Forbes
memperkirakan biaya dari upaya rahasia untuk mengkloning manusia dapat biaya
sekitar US $ 1,7 juta.

Dr. Richard Seed, spesialis infertilitas manusia yang belajar di Amerika


Serikat, mengumumkan niatnya untuk mengkloning manusia pada 5
Desember 1997.

Cloneaid, sebuah perusahaan yang disponsori oleh Raelian gerakan


kepercayaan, yang percaya bahwa kehidupan di bumi diciptakan oleh
alien, telah setuju untuk mencoba untuk mengkloning anak yang telah
mati. percobaan ini akan terus dilanjutkan, meskipun US Food and Drug
Administration meminta untuk menghentikannya, karena cloneaid bukan
untuk mengkloning manusia.

Pada konferensi di Roma pada 9 Mar 2001, Kloning Internasional


mengumumkan konsorsium

bahwa mereka sepenuhnya siap untuk

melakukan terapi kloning manusia untuk pasangan subur. Konsorsium


berbasis di salah satu negara Mediterania dan dipimpin oleh tiga
spesialis: Dr. Severino Antironi, Dr. Avi Ben Abraham dan Dr. Panayiotis

Zavos. Lebih dari 700 pasangan secara sukarela untuk berpartisipasi


dalam proyek dan Dr. Zavos yang menyatakan bahwa dengan kloning
akan sangat mengurangi jumlah abnormal kelahiran. Ada dugaan bahwa
pekerjaan akan dilakukan di negara Mediterania yaitu di Libya.
Konsorsium tidak menawarkan untuk mengkloning orang yang sudah mati
seperti anak-anak atau orang terkenal seperti yang dilakukan klonaid.
Rusda, M., 2003, menyatakan bahwa hingga waktu ini sikap para ilmuwan,
organisasi profesi dokter dan masyarakat umumnya adalah bahwa pengklonan
individu yaitu pengklonan untuk tujuan reproduksi (reproductive cloning) dengan
menghasilkan manusia duplikat, kembaran identik, yang berasal dari sel induk
dengan cara implantasi inti sel tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi
(therapeutic cloning) dianggap etis.

Anda mungkin juga menyukai