Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Al-Quran adalah sumber tasyri pertama bagi umat Muhammad.


Dan kebahagian mereka tergantung pada permasalahan maknanya,
pengetahuan rahasia-rahasianya dan pengamalan apa yang terkandung di
dalamnya. Kemampuan setiap orang dalam memahami tafsir dan
ungkapan Al-Quran tidaklah sama. Perbedaan daya nalar diantara mereka
ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangkan lagi. Kalangan awam
hanya dapat memahami makna-makna yang zahir dan pengertian ayatayatnya secara global. Sedang kalangan cerdik cendikia dan terpelajar
akan dapat maenyimpulkan pula dari padanya makna-makna yang
menarik.
Redaksi ayat-ayat Al-Quran, sebagaimana setiap redaksi yang
diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti,
kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan
keanekaragaman penafsiran. Dalam hal Al-Quran, para sahabat Nabi
sekalipun, yang secara umum menyaksikan turunya wahyu, mengetahui
konteksnya, serta memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosa
katanya, tidak jarang berbeda pendapat, atau bahkan keliru dalam
pemahaman mereka tentang maksud firman-firman Allah yang mereka
dengar atau mereka baca.
Al-Quran secara teks memang tidak berubah, tetapi penanfsiran
atas teks, selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia.
Karenanya, Al-Quran selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi,
dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode, dan
pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan

sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari Al-Quran itu.


Sehingga Al-Quran seolah menantang dirinya untuk dibedah.
Saat ini, banyak terjemah, tafsir, dan buku yang mengupas AlQuran. Setiap kali kita mendengar khutbah dan ceramah, kita juga acap
kali telah hafal ayat-ayat yang disampaikan. Kita pun melaksanakan nilai
dan ajaran Al-Quran dalam ibadah ritual maupun muammalah. Berbagai
istilah

seperti

sabar,

tawakkal,

amal,

ilmu

salam,

bismillahirrahmanirrahiim, juga diucapkan sebagai bahasa nasional dan


bahasa sehari-hari. Tal pelak, kini situasinya sudah sangat jauh berbeda
dari masa lalu. Yang mana, sekarang, juga banyak orang sangat akrab
dengan bahasa Al-Quran, dan mengerti intisari ajarannya walaupun tak
menguasai bahasa Arab.
Selama empat belas abad ini, khazanah intelektual Islam telah
diperkaya dengan berbagai macam perspektif dan pendekatan dalam
menafsirkan Al-Quran. Walaupun demikian terdapat kecenderungan yang
umum untuk memahami Al-Quran secara ayat per-ayat bahkan kata
perkata. Selain itu, pemahaman akan Al-Quran terutama didasarkan pada
pendekatan filologis gramatikal. Pendekatan ayat per-ayat atau kata perkata tentunya menghasilkan pemahaman yang parsial (sepotong) tentang
pesan Al-Quran. Bahkan, sering terjadi penafsiran semacam ini secara
tidak semena-mena menggagalkan ayat dari konteks dan dari aspek
kesejarahannya untuk membela sudut pandang tertentu. Dalam kasuskasus tertentu, seperti dalam penafsiran teologis, filosofis, dan sufistis,
gagasan-gagasan asing sering dipaksakan ke dalam Al-Quran tanpa
memperhatikan konteks kesejarahan dan kesusteraan kitab suci itu.

Itulah sebabnya upaya meraih kebenaran teks dan konteks sebuah ayat,
membutuhkan ilmu alat. Dengan ilmu alat, bisa lebih mudah
mengaplikasikan makna-makna Al-Quran dalam kehidupan sosial.
Apalagi mengenai ayat-ayat Al-Quran yang berkategori mutasyabih, tentu
kian rumit dan pelik. Dengan demikian, penulis sangat tertarik untuk
membahas tentang metode tafsir Al-Quran dengan berbagai pembahasan
antara lain pengertian, sejarah dan perkembangan metode tafsir, serta
macam-macam metode tafsir.

Anda mungkin juga menyukai