Oleh :
Ahmad Rifai
C. Pengertian
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai
pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung
kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra
(Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan
meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat.
Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula
sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005)
d) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan
pada BPH dapat dilakukan dengan:
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan,
kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa
kencing dan colok dubur.
b) Medikamentosa
Mengharnbat adrenoreseptor
Obat anti androgen
Penghambat enzim -2 reduktase
Fisioterapi
c) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel
batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan
malalui uretra.
Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang
dibuat pada kandung kemih.
Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.
Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi diantara skrotum dan rektum.
Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,
vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah
insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke
leher kandung kemih pada kanker prostat.
d) Terapi Invasif Minimal
Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
K. Penyimpangan KDM
L. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
Nyeri akut
Cemas
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
Nyeri akut
Resiko infeksi
Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
Defisit perawatan diri
M. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
N
o
1
Diagnosa
keperawatan
Nyeri akut
Definisi : Sensori dan
pengalaman emosional
yang tidak
menyenangkan yang
timbul dari kerusakan
jaringan aktual atau
potensial, muncul tibatiba atau lambat
dengan intensitas
ringan sampai berat
dengan akhir yang
bisa diantisipasi atau
diduga dan
berlangsung kurang
dari 6 bulan.
Faktor yang
berhubungan : Agen
injuri (biologi, kimia,
fisik, psikologis)
Batasan
Tujuan
Intervensi Keperawatan
karakteristik :
Laporan secara
verbal atau non
verbal adanya nyeri
Fakta dari observasi
Posisi untuk
menghindari nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku
berhati-hati
Muka topeng
Gangguan tidur
(mata sayu, tampak
capek, sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri
sendiri
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan
proses berpikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan)
Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
dilakukan
4 = sering dilakukan
5 = selalu dilakukan
2. Menunjukkan tingkat
nyeri
Definisi
:
tingkat
keparahan dari nyeri yang
dilaporkan atau ditunjukan
Indikator:
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekspresi nyeri: wajah
Posisi melindungi tubuh
Kegelisahan
Perubahan Respirasirate
Perubahan Heart Rate
Perubahan tekanan
2. Pemberian Analgetik
Darah
Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk
Perubahan ukuran Pupil
mengurangi atau menghilangkan nyeri
Perspirasi
Intervensi:
Kehilangan nafsu makan
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
Keterangan:
keparahan sebelum pengobatan
1 : berat
2. Berikan obat dengan prinsip 12 benar
2 : agak berat
3. Cek riwayat alergi obat
3 : sedang
4. Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
4 : sedikit
digunakan
5 : tidak ada
5. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari
aktivitas berulangulang)
Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Cemas
Definisi : Perasaan
gelisah yang tak jelas
Menurunkan cemas
Definisi : meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam
bahaya atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak
diketahui
Intervernsi:
dari ketidaknyamanan
atau ketakutan yang
disertai respon
autonom (sumner
tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh
individu); perasaan
keprihatinan
disebabkan dari
antisipasi terhadap
bahaya. Sinyal ini
merupakan peringatan
adanya ancaman yang
akan datang dan
memungkinkan
individu untuk
mengambil langkah
untuk menyetujui
terhadap tindakan.
Faktor yang
berhubungan :
terpapar racun, konflik
yang tidak disadari
tentang nilai-nilai
utama/tujuan hidup,
berhubungan dengan
keturunan/herediter,
kebutuhan tidak
terpenuhi, transmisi
1. Mengontrol cemas:
Definisi : Tindakan
seseorang untuk
mengurangi perasaan
tertekan/terbebani dan
ketegangan dari sumber
yang tidak dapat
diidentifikasi
Indikator :
Monitor intensitas cemas
Meghilangkan penyebab
cemas
Menurunkan stimulus
lingkungan ketika cemas
Mencari informasi untuk
menurunkan cemas
Gunakan strategi koping
efektif
Melaporkan kepada
perawat penurunan lama
cemas
Menggunakan teknik
relaksasi untuk
menurunkan cemas
Mempertrahankan
hubungan sosial
Mempertahankan
konsentrasi
Melaporkan kepada
perawat tidur cukup
1. Tenangkan pasien
2. Jelaskan seluruh prosedurt tindakan kepada pasien
dan perasaan yamng mungkin muncul pada saat
melakukan tindakan
3. Berusaha memahami keadaan pasien
4. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan
tindakan
5. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan
dan meningkatkan kenyamanan
6. Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi
perasaannya
7. Kaji tingkat kecemasan
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Ciptakan hubungan saling percaya
10.Bantu pasien menjelaskan keadaan yang bisa
menimbulkan kecemasan
11.Bantu pasien untuk mengungkapkan hal hal yang
membuat cemas
12.Ajarkan pasien teknik relaksasi
13.Berikan obat obat yang mengurangi cemas
iterpersonal, krisis
situasional/maturasion
al, ancaman kematian,
ancaman terhadap
konsep diri, stress,
substans abuse,
perubahan dalam:
status peran, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran,
lingkungan, status
ekonomi.
Batasan
karakteristik:
Perilaku :
Produktivitas
berkurang
Scanning dan
kewaspadaan
Kontak mata yang
buruk
Gelisah
Pandangan sekilas
Pergerakan yang
tidak
berhubungan,
(misal : berjalan
dengan menyeret
kaki, pergelangan
Melaporkan kepada
perawat bahwa cemas
tidak mempengatruhi
keadaan fisik
Tidak adanya tingkahlaku
yang menunjukan cemas
Keterangan
1 :Tidak pernah
menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang
menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
2. Kopingyang baik
Definisi : Tindakan untuk
mengelola stressor yang
menggunakan sumber
individu
Indikator :
Mengenal koping efektif
Mengenal koping tak
efektif
Memverbalkan
kemampuan kontrol
Melaporkan menurunnya
stress
tangan/lengan
Menunjukkan
perhatian
seharusnya dalam
kejadian hidup
Insomnia
Resah
Affektive:
Penyesalan
Irritable
Kesedihan yang
mendalam
Ketakutan
Gelisah, gugup
Mudah
tersinggung
Rasa nyeri hebat
dan menetap
Ketidakberdayaa
n meningkat
Membingungkan
Ketidaktentuan
Peningkatan
kewaspadaan
Fokus pada diri
Perasaan tidak
adekuat
Ketakutan
Distress
Kekhawatiran,
prihatin
Memverbalkan
penerimaan terhadap
situasi
Mencari informasi yang
berkaitan dengan
penyakit dan
pengobatannya
Modifikasi gaya hidup
sesuai kebutuhan
Beradaptasi dengan
perubahan
perkembangan
Menggunakan support
sosial yang
memungkinkan
Mengerjakan sesuatu
yang menurunkan stress
Mengenal strategi koping
multipel
Menggunakan strategi
koping efektif
Menghindari situasi
penuh stress
Memverbalkan
kebutuhan akan bantuan
Mencari pertolongan
professional yang sesuai
Melaporkan menurunnya
keluhan fisik
Melaporkan menurunnya
Cemas
Fisiologis :
Suara gemetar
Gemetar, tangan
tremor
Goyah
Respirasi
meningkat
(simpatis)
Keinginan
kencing
(parasimpatis)
Nadi meningkat
(simpatis)
Berkeringat
banyak
Wajah tegang
Anorexia
(simpatis)
Jantung berdetak
kuat (simpatis)
Diare
(parasimpatis)
Keragu-raguan
dalam berkemih
(parasimpatis)
Kelelahan
(Simpatis)
Mulut kering
(simpatis)
perasaan negatif
Melaporkan kenyamanan
psikologis yang
meningkat
Keterangan:
1
:Tidak
pernah
menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang
menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
Kelemahan
(simpatis)
Wajah
kemerahan
(simpatis)
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi: Intake nutrisi
tidak cukup untuk
keperluan
metabolisme tubuh
Batasan
karakteristik :
Berat badan 20 %
di bawah ideal
Dilaporkan adanya
intake makanan
yang kurang dari
RDA (Recomended
Daily Allowance)
Membran mukosa
dan konjungtiva
pucat
Kelemahan otot
yang digunakan
untuk
menelan/mengunya
h
Luka, peradangan
pada rongga mulut
Mudah merasa
kenyang, sesaat
setelah mengunyah
makanan
Dilaporkan atau
fakta adanya
kekurangan
makanan
Dilaporkan adanya
perubahan sensasi
rasa
Perasaan
ketidakmampuan
untuk mengunyah
makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB
dengan makanan
cukup
Keengganan untuk
makan
Kram pada
abdomen
makanan
17.Tentukan kemampuan
kebutuhan nutrisinya
klien
untuk
memenuhi
2. Monitor nutrisi
Definisi : mengumpulkan dan menganalisa data dari
pasien untuk mencegahatau meminimalkan malnutrisi.
Intervensi :
1. BB klien dalam interval spesifik
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk aktivitas biasa
4. Monitor respon emosi klien saat berada dalam
situasi yang mengharuskan makan.
5. Monitor interaksi anak dengan orang tua selama
makan.
6. Monitor lingkungan selama makan.
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama
jam makan.
8. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
9. Monitor turgor kulit
10.Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah
patah.
11.Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah,
peningkatan perdarahan, dll.
12.Monitor mual dan muntah
13.Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
14.Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
15.Monitor makanan kesukaan.
16.Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
17.Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
18.Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada
jaringan konjungtiva.
19.Monitor kalori dan intake nutrisi.
Faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
Post Operasi
Nyeri akut
Definisi : Sensori dan
pengalaman emosional
yang tidak
menyenangkan yang
1.
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan selama .x 24
jam, klien dapat:
1. Mengontol nyeri
Definisi : tindakan seseorang
untuk mengontrol nyeri.
Indikator:
1. Manajemen Nyeri
Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
kenyamanan yang dapat diterima pasien
Intervensi:
1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi:
Mengenal
faktor-faktor
penyebab
Mengenal
onset/waktu
kejadian nyeri
Tindakan pertolongan nonanalgetik
Menggunakan analgetik
Melaporkan
gejala-gejala
kepada
tim
kesehatan
(dokter, perawat)
Nyeri terkontrol
Keterangan:
1
= tidak pernah dilakukan
2
= jarang dilakukan
3
= kadang-kadang dilakukan
4
= sering dilakukan
5
= selalu dilakukan
2. Menunjukkan
tingkat
nyeri
Definisi : tingkat keparahan
dari nyeri yang dilaporkan atau
ditunjukan
Indikator:
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekspresi nyeri: wajah
Posisi melindungi tubuh
Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan
proses berpikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan)
Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulangulang)
Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis,
Kegelisahan
Perubahan Respirasirate
Perubahan Heart Rate
Perubahan tekanan Darah
Perubahan ukuran Pupil
Perspirasi
Kehilangan nafsu makan
Keterangan:
1 : berat
2 : agak berat
3 : sedang
4 : sedikit
5 : tidak ada
keluarga
16.
Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
17.
Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan,
penyinaran, dll)
18.
Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
19.
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi(ex: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
20.
Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol
nyeri
21.
Modifikasi tindakan mengontrol nyeri
berdasarkan respon klien
22.
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
23.
Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang
pengalaman nyeri secara tepat
24.
Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
25.
Informasikan kepada tim kesehatan
lainnya/anggota keluarga saat tindakan
nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
preventif
26.
monitor kenyamanan klien terhadap
manajemen nyeri
2. Pemberian Analgetik
Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Intervensi:
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Cek riwayat alergi obat
Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari
satu analgetik jika telah diresepkan
Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
Dokumentasikan respon dari analgetik dan efekefek yang tidak diinginkan
Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
Definisi : memanipulasi lingkungan untuk
kepentingan terapeutik
Intervensi :
Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
Batasi pengunjung
Tentukan hal-hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan seperti pakaian lembab
Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
Sediakan lingkungan yang tenang
Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan
resiko masuknya
organisme patogen
Faktor-faktor
resiko :
Prosedur Invasif
Ketidakcukupan
pengetahuan
untuk menghindari
paparan patogen
Trauma
Kerusakan jaringan
dan peningkatan
paparan
lingkungan
Ruptur membran
amnion
Agen farmasi
(imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan
1. Kontrol Infeksi
Definisi : Meminimalkan
trasmisi agen infeksi
mendapatkan
infeksi
dan
Intervensi :
1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan
oleh klien
2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan
individu
5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
sebelum dan setelah meninggalkan ruangan klien
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien
9. Lakukan universal precautions
10.
Gunakan sarung tangan steril
11.
Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur
IV
12.
Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
13.
Tingkatkan asupan nutrisi
14.
Anjurkan asupan cairan
15.
Anjurkan istirahat
16.
Berikan terapi antibiotik
17.
Ajarkan klien dan keluarga tentang tandatanda dan gejala dari infeksi
paparan
lingkungan
patogen
Imonusupresi
Ketidakadekuatan
imum buatan
Tidak adekuat
pertahanan
sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia,
penekanan respon
inflamasi)
Tidak adekuat
pertahanan tubuh
primer (kulit tidak
utuh, trauma
jaringan,
penurunan kerja
silia, cairan tubuh
statis, perubahan
sekresi pH,
perubahan
peristaltik)
Penyakit kronik
3 : Kadang-kadang
menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
2. Pengetahuan tentang
deteksi resiko meningkat
Definisi : Tindakan untuk
mengidentifikasi ancaman
kesehatan
Indikator :
Mengenali tanda dan gejala
yang mengindikasikan
resiko
Mengidentifikasi resiko
kesehatan potensial
Mencari pembenaran resiko
yang dirasakan
Memeriksakan diri pada
interval waktu yang
ditentukan
Berpartisipasi dalam
screening pada interval
waktu yang ditentukan
Mengetahui keadaan
kesehatan keluarga saat ini
18.
Ajarkan
klien
dan
bagaimana mencegah infeksi
2. Proteksi infeksi
Definisi : Meminimalkan
trasmisi agen infeksi
anggota
mendapatkan
keluarga
infeksi
dan
Intervensi :
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
10.
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11.
Tingktkan intake nutrisi
12.
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Selalu mengetahui /
memonitor keadaan
kesehatan keluarga
Selalu mengetahui /
memonitor kesehatan diri
Menggunakan sumbersumber informasi untuk
tetap mendapatkan
informasi tentang resiko
potensial
Menggunakan sarana
pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan
Keterangan:
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang
menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
3. Status nutrisi yang baik,
Definisi : Nutrisi cukup untuk
memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
Indikator :
Masukan nutrisi
Masukan makanan dan
cairan
Tingkat energi cukup
3. Manajemen Nutris
Definisi : membantu dengan memberikan diet makanan
dan cairan yang seimbang.
Intervensi :
1. Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap
makanan
2. Tanyakan makanan kesukaan klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
4. Anjurkan masukan kalori yang tepat yang sesuai
dengan gaya hidup
5. Anjurkan peningkatan masukan zat besi yang
sesuai
6. Anjurkan peningkatan masukan protein dan
vitamin C
7. Anjurkan untuk banyak makan buah dan minum
Keterangan:
1 : Sangat bermasalah
2 : Cukup bermasalah
3 : Masalah sedang
4 : Sedikit bermasalah
5 : Tidak ada masalah
4. Luka sembuh, dengan
Indikator:
Kulit utuh
Berkurangnya drainase
purulen
Drainase serousa pada luka
berkurang
Drainase sanguinis pada luka
berkurang
Drainase serosa sangunis
pada luka berkurang
Drainase sangunis pada
drain berkurang
Drainase serosasanguinis
pada drain berkurang
Eritema disekitar kulit
berkurang
Edema sekitar luka
berkurang
Suhu kulit tidak meningkat
Luka tidak berbau
Kurang
pengetahuan
tentang : penyakit,
diet, pengobatan
Definisi : tidak
adanya atau
kurangnya informasi
kognitif sehubungan
dengan topik spesifik
Batasan
karakteristik :
memverbalisasikan
adanya masalah,
ketidakakuratan
mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai.
Faktor yang
berhubungan :
keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap
informasi yang salah,
kurangnya keinginan
untuk mencari
informasi, tidak
mengetahui sumbersumber informasi.
1
2
3
4
Keterangan:
: tidak pernah
: terbatas
: sedang
: Sering
2. Ajarkan : Diet
Intervensi :
1.
Kaji pengetahuan klien tentang diet
5 : Selalu
2. Diet, dengan
indikator:
Menggambarkan diet yang
dianjurkan
Menyebutkan keuntungan
dari mengikuti anjuran diet
Menyebutkan tujuan dari
diet yang yang dianjurkan
Menyebutkan makananmakanan yang
diperbolehkan dalam diet
Menyebutkan makananmakanan yang dilarang
Memilih makananmakanan yang dianjurkan
dalam diet
yang dianjurkan
2.
Tentukan sikap keluarga klien terhadap
diet
3.
Jelaskan tujuan diet
4.
Informasikan berapa lama diet harus
diikuti
5.
Anjarkan klien tentang makanan yang
boleh dan tidak boleh dimakan
6.
Bantu klien untuk mencatat makanan
kesukaan dalam diet yang dianjurkan
7.
Observasi pilihan makanan klien sesuai
dengan diet yang dianjurkan
8.
Anjurkan membuat rencana makan
9.
Dorong untuk mengikuti informasi yang
diberikan oleh tenaga kesehatan lain
10.
Konsul ahli gizi
11.
Libatkan keluarga
3. Ajarkan : pengobatan
Keterangan:
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
5 : Sangat luas
3. Pengobatan, dengan
indikator:
Menggambarkan metode
pengobatan yang tepat
Menggambarkan tindakan-
Intervensi :
1.
Jelaskan
klien
utk
mengenal
karakteristik obat
2.
Informasikan nama generik dan nama
dagang
3.
Jelaskan tujuan dan kerja obat
4.
Jelaskan dosis, rute dan durasi obat
5.
Evaluasi
kemampuan
klien
menggunakan obat
6.
Ajarkan
klien
untuk
melakukan
prosedur sebelum minum obat
7.
Informasikan apa yang dilakukan jika
tindakan dalam
pengobatan
Menggambarkan efek
samping dalam
pengobatan
Menyebutkan interakasi
obat dengan agen yang
lainnya
Menyebutkan rute
pemberian obat yang
tepat
Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
5 : Sangat luas
Defisit Perawatan
Diri (kurang
perawatan diri : mandi,
berpakaian, makan,
dan toileting)
Definisi : Gangguan
kemampuan untuk
melakukan ADL pada
diri
1. Bantu
dalam
perawatan
diri
(mandi,
berpakaian, berhias, makan, toileting)
Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
Intervensi :
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara
Batasan
karakteristik :
ketidakmampuan
untuk mandi,
ketidakmampuan
untuk berpakaian,
ketidakmampuan
untuk makan,
ketidakmampuan
untuk toileting
Faktor yang
berhubungan :
kelemahan, kerusakan
kognitif atau
perceptual, kerusakan
neuromuskular/ otototot saraf.
berhias
hygiene
oral hygiene
ambulasi: berjalan
ambulasi: wheelchair
transfer performance
Keterangan:
1: bergantung total
2 : dibantu orang dan alat
3 ; dibantu orang
4 : dibantu alat
5: mandiri
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L. J., (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, Edisi 8. EGC :
Jakarta.
2. Corwin, E. J., (2009), Buku saku pathofisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.
3. DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and
practice. New York: Delmar.
4. Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (1999), Rencana asuhan
keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta.
5. IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan
BPH diIndonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh
pada 17 Februari 2015).
6. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk
lansia2009. Komnas Lansia:Jakarta
7. Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning
ledakankaum renta. Style sheet:
http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid
=26. (Diunduh 16 Februari 2015)
8. Mansjoer, A., dkk, (2000), Kapita selektakedokteran, Edisi Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta.
9. Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath
nursing:Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois:
Saunders Elsevier
10.Parsons, J.K. (2010). Benign prostatic hyperplasia and male lower urinary
tract symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr
BladderDysfunct Rep, 5:212218.
11.Purnomo, B. B., (2000), Dasar-dasar urologi. CV Info Medika: Jakarta.
12.Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota.
Style sheet: http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebihbanyakhidup-di-kota.html. (Diunduh 16 Februari 2015).
13.Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic
hyperplasia:etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history.
CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.
14.Sjamsuhidajat, R., & Jong, de.W. (2005). Buku ajar ilmu bedah (Edisi 2).
EGC. (Hal 782786): Jakarta
15.Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarths textbook of
medicalsurgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
16.Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing.
Missouri: Mosby
17.Wilkinson M. Judith & Ahern R. Nancy. 2011. Buku saku diagnosis
keperawatan. Edisi 9. EGC : Jakarta