Laporan Skenario 5
Laporan Skenario 5
Tolong bayiku
Instalasi gawat darurat RS kasih ibu mendadak gaduh, karena seorang Ibu berteriak teriak
minta tolong anaknya kejang. Ibu Nini meminta tolong, anaknya Didi usia 6 bulan kejang
sejak 10 menit yang lalu. Ini adalah kejang yang kedua kalinya. Saat kejang didi tidak sadar,
kedua tangan dan kaki kaku serta mata mendelik ke atas. Setelah kejang didi menangis keras.
Didi adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara, kakaknya tidak pernah mengalami kejang seperti ini.
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kejang
Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari fungsi
neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom.
(Kosim, 2010)
2. Tidak Sadar
tidak sadar atau pingsan atau sinkop merupakan suatu kondisi kehilangan
kesadaran sementara yang terjadi mendadak, disebabkan oleh karena
kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak (hipoperfusi serebral)
(Moya et al, 2009)
3. Kaku
Kaku adalah penurunan fleksibilitas atau kelenturan
(Dorland, 2012)
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
BAB III
BRAIN STORMING
b.
c.
d.
e.
-
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,escherichia coli,
listeria, staphyloccocus
Stroke Perinatal
Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke. Insidensi 1 per
4000
Metabolik
a. Hipoglikemia
b. Hipokalsemia
c. Hipomagnesaemia
d. Hipo/hipernatremia
e. Ketergantungan pyridoxine
Kelainan metabolik bawaan
Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap membutuhkan
perhatian khusus untuk menemukan penyebabyang dapat di tangani
Putus obat ibu
Kelainan otak kongenital
a. Anomali kromosom
b. Anomali otak kongenital
c. Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus familial jinak
Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau ke 3
Kejang hari kelima
Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik. Biasanya hilang pada hari ke
15, penyebab tidak diketahui
(IDAI, 2010 dan Avery, 2005)
membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan
mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini
demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C
atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak
(Ngastiyah, 1997)
3. Mengapa saat kejang Didi tidak sadar, kedua tangan dan kaki kaku serta mata
mendelik ke atas?
Manifestasi kejang dapat berupa kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran
serta gangguan fungsi motorik, sensorik dan perilaku. Gangguan fungsi motorik di
manifestasikan dengan adanya kedua tangan dan kaki yang kaku akibat otot otot
tangan dan kaki yang berkontraksi. Mata mendelik ke atas merupakan manifestasi
dari gangguan sensorik. Saat kejang terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan energi
sehingga pada kejang yang berlangsung agak lama akan menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen ke otak yang menyebabkan kehilangan kesadaran pada penderita.
5
Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop
attacks)
Tonik
peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,kontraksi) wajah & tubuh bagian
atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu
sampai 5 tahun
Anak yang mengalami kejang demam dalam usia kurang dari 12 bulan memiliki
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Didi, 6
Macammacam
kejang?
-tidak sadar
-tangan dan
Kejang dengan
Kejang 10 menit
kaki kaku
demam:
Kejang tanpa
DD:
lalu
-mata
-meningitis
7
-kejang
PP: demam demam: mendelik Bahaya
-encephalitis
-epilepsi
-Diazepam iv 0,3-EEG
Patofisiolo sederhana
Faktor
Efek
kejang
-meningoencephalitis-kejang demam -hipoglikemia
0,5mg/kgBB
-MRI
/
CT-scan
gi
kejang?
risiko
kejang?
pada
Didi?
-kejang
demam
Kejang
demam -ketidakseimbagan
Patofisiologi?
Penatalaksan
-Diazepam
rektal
5mg
kompleks
-Pemeriksaan
kejang?
BAB V
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Kejang Demam
2. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Meningitis
3. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Epilepsi
8
BAB VI
SELF STUDY
BAB VII
REPORTING
1. Kejang Demam
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Klasifikasi
- Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu
24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.
-
10
Ciri cirinya adalah Kejang lama > 15 menit, Kejang fokal atau parsial
satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, Berulang atau
lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan
kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau
lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.
Etiologi
- Karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-Beta) atau Hiperventilasi yang
-
menyebabkan alkalosis
Peningkatan PH otak
Dapat diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih
mudah. Pola penurunan genetik masih belum jelas, namun beberapa
studi menunjukan keterkaitan dengan kromosom tertentu seperti 19p
dan 8q13-21, sedangkan studi lain menunjukan pola autosomal
dominan
Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling
sering disebabkan karena infeksi saluran nafas akut, otitis media akut,
Manifestasi Klinis
- Kejang didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat. Suhu tubuh
-
mencapai 39C
Pada kejang demam sederhana, tipe kejang berupa kejang umum
klonik( peningkatan kontraksi otot yang menetap beberapa detik
hingga menit,biasanya melibatkan otot kepala, batang tubuh dan
11
lidahnya sendiri)
Pada kejang demam sederhana
periode mengantuk atau tertidur pasca iktal dapat terjadi > 15 menit.
Adanya tanda kejang demam fokal atau parsial selama maupun
demam kompleks)
Pada kejang demam ditemukan perkembangan dan neurologis yang
normal. Tidak ditemukan tanda meningitis maupun ensefalitis
( misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran)
(Kapita Selekta Kedokteran, 2014)
Pemeriksaan Fisik
- Pada kejang demam sederhana tidak dijumpai kelainan fisik
-
berupa hemiplegi.
Pemeriksaan fisik biasanya didapatkan:
Fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat/ menurun,
12
coli,
Listeria
monocytogenes, Enterobacter
: Neisseria meningitidis, Streptococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae type
B, Eschericia coli, L. Monocytogenes, S.
Agalactiae
: Neisseria meningitidis, Streptococcus
pneumoniae, Haemofilus influenzae type
B
Faktor Resiko
- Faktor resiko utama adalah kurangnya imunitas pada usia muda
-
seperti :
Defek imunitas
spesifik
seperti
defek
pada
produksi
H.Influenza tipe B
AIDS, keganasan, atau pasca kemoterapi rentan terinfeksi Listeria
monocytogenes
Pada neonatus, faktor resiko utama adalah prematuritas, riwayat
infeksi intrapartum pada ibu, ISK pd ibu dan ketuban pecah dini
Manifestasi Klinis
- Umumnya didahului demam beberapa hari disertai infeksi saluran
nafas atas atau saluran cerna diikuti tanda infeksi SSP yg non
-
hipotermia
Ubun ubun besar membonjol
Kejang hingga apnea
Setiap neonatus dg demam tinggi, pneumonia atau sepsis
atau
anisokor.
Stupor, koma atau perubahan tingkah laku
Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski) jelas diperoleh dari pemeriksaan fisik, defisit
neurologis fokal, kejang fokal atau umum, dan neuropati
kranial
Fotofobia dan tache cerebrale yaitu munculnya garis merah
menimbul 30 60 detik setelah kulit dipukul dg benda
tumpul
3. Epilepsi
Definisi
14
otomatisme.
Kejang umum
15
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari
otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura
b.
lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan
singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan
cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot.
Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20
detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30
detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang
terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan
denyut jantung
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi
kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2
menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan
Faktor resiko
Gangguan stabilitas neuron neuron otak yang dapat terjadi saat epilepsi,
dapat terjadi saat :
a. Prenatal
Umur ibu saat hamil terlalu muda (35 tahun), Kehamilan dengan
eklamsia dan hipertensi,
16
17
(IDAI, 2013)
IDAI. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta : IDI
6. Penatalaksanaan
Saat Kejang
1. Tenangkan dan yakinkan orang tua bahwa kejang demam memiliki prognosis yang
sangat baik, resiko kematian sangat kecil, demikian pula dengan terjadinya epilepsi di
2.
3.
4.
5.
6.
masa mendatang.
Pastikan jalan nafas tidak terhalang
Pakaian ketat dilonggarkan
Anak diposisikan miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar
Periksa vital sign
Beri Parasetamol (10-15 mg/KgBB/kali sampai 4-5 kali) atau ibuprofen (5-10
mg/KgBB/Kali sampai 3-4 kali). Penggunaan salisilat tidak dianjurkan
19
5. Bila kejang tak kunjung berhenti, dilakukan knock down dengan midazolam, tiopental
atau propofol dan pasien harus dirawat di Unit Rawat Intensif
Setelah Kejang
1. Pencegahan intermiten
Disarankan pada pasien dg kejang demam kompleks yg rekuren, tidak disarankan pd
pasien dg kejang demam sederhana.
Ketika pasien demam lagi di kemudian hari (>38,5C), beri diazepam oral 0,3
mg/kgBB sampai 3 kali sehari (1 mg/Kg/24 hari) yg dapat diberikan sampai 2-3 hari
selama anak masih demam disamping antipiretik. Dapat berupa diazepam rektal 5 mg
atau 10 mg. Efek sampingnya berupa letargi, iritabilitas, dan ataksia yg dapat
dikurangi dengan menurunkan dosis.
2. Pencegahan terus menerus
Dilakukan dengan konsumsi antikonvulsan setiap hari, namun penggunaanya harus
hati hati karena efek sampingnya.
Berdasarkan kesepakatan Unit Neurologi Anak IDAI 2006, ada 2 kategori
rekomendasi profilaksis terus menerus.
o Dianjurkan bila
1.
Terdapat kelainan neurologis nyata sebelum dan sesudah kejang (spt serebral palsi,
paresis Tods, Hidrosefalus)
1.
2. Sodium valproate 15 40 mg/kgBB per hari, dibagi 2-3 kali dosis. Efek sampingnya
dapat menyebabkan hepatitis pada anak diatas 2 tahun. Obat ini mrupakan pilihan
utama untuk profilaksis terus menerus.
Profilaksis terus menerus hanya diberikan kepada pasien dg defisit neurologis yg
nyata. Hal ini mengingat efek samping obat antikonvulsan jika diberikan dalam waktu
lama, serta kejang demam memiliki prognosis yang baik.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2014)
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus
dalaam skenario ini maka dapat disimpulkan bahwa anak tersebut mengalami kejang demam
kompleks. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
dibedakan menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Saran
21
Tutorial skenario kali ini, suasana diskusi masih belum berjalan dengan baik. Untuk
kedepannya diharapkan ditingkatkan lagi keaktifan setiap anggota tutorial agar diskusi dapat
berjalan lancar dan diharapkan lebih kritis dalam menganalisis kasus agar dapat memahami
kasus yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Robert F, Maslah S. Etiologies of Seizures. In: Overview of Epilepsy. 3rd ed. Stanford
Neurology. 2010: 8-10.
Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy.
Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes. Epilepsia. 1989;
30(4):389-399
Moya, A., Sutton, R., Ammirati, F., Blanc, J.J., Brignole, M., Dahn, J.B., Deharo, J.C., Gajek,
J., Gjesdal, K., Krahn, A., Massin, M., Pepi, M., Pezawas, T., Graneli, R.R., Sarasin,
F., Ungar, A., Van Dijk, J.G., Walma, E.P., & Wieling, W. (2009). Guidelines for the
diagnosis and management of syncope. Eurotean Heart Journal, 30, 2631-2671.
Tanto, Chris et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, Rizakya, Sarosa, G.I., & Usman, A. (2014). Buku Ajar
Neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
22
Dorland, W.A.N. (2012). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit Buku
kedokteran EGC
Greene, et all, 2005, Pertolongan pertma untuk anak, alih bahasa susi purwoko, Gramedia,
Jakarta
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Gordon B. Avery,Mhairi G. MacDonald,Mary M. K. Seshia,Martha D. Mullett,M.D. Averys
neonatology :Pathophysiology And Management Of The Newborn .2005. edisi 6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Karunia, Nia. 2007. Penatalaksanaan Demam pada Anak. Bandung : FK UNPAD
23