Anda di halaman 1dari 23

SKENARIO

Tolong bayiku
Instalasi gawat darurat RS kasih ibu mendadak gaduh, karena seorang Ibu berteriak teriak
minta tolong anaknya kejang. Ibu Nini meminta tolong, anaknya Didi usia 6 bulan kejang
sejak 10 menit yang lalu. Ini adalah kejang yang kedua kalinya. Saat kejang didi tidak sadar,
kedua tangan dan kaki kaku serta mata mendelik ke atas. Setelah kejang didi menangis keras.
Didi adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara, kakaknya tidak pernah mengalami kejang seperti ini.

BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kejang
Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari fungsi
neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom.
(Kosim, 2010)
2. Tidak Sadar
tidak sadar atau pingsan atau sinkop merupakan suatu kondisi kehilangan
kesadaran sementara yang terjadi mendadak, disebabkan oleh karena
kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak (hipoperfusi serebral)
(Moya et al, 2009)
3. Kaku
Kaku adalah penurunan fleksibilitas atau kelenturan
(Dorland, 2012)

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa Didi mengalami kejang?


2. Bagaimana patofisiologi kejang?
3. Mengapa saat kejang Didi tidak sadar, kedua tangan dan kaki kaku serta mata
mendelik ke atas?
4. Apa efek dari kejang?
5. Apa saja jenis jenis kejang?
6. Bagaimana kaitan antara usia dan keluhan?

BAB III
BRAIN STORMING

1. Mengapa Didi mengalami kejang?


- Ensefalopatiiskemik hipoksik
Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) danmerupakan penyebab
utama dari perkembangan bayi yang buruk. Biasanya timbul dalam 24 jam dan
-

sulit dikontrol dengan medikamentosa


Pendarahan Intrakranial
a. Pendarahan intraventrikular
b. Pendarahan intracerebral
c. Pendarahan subdural
d. Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP
a. Meningitis bakteri
3

b.
c.
d.
e.
-

Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,escherichia coli,

listeria, staphyloccocus
Stroke Perinatal
Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke. Insidensi 1 per
4000
Metabolik
a. Hipoglikemia
b. Hipokalsemia
c. Hipomagnesaemia
d. Hipo/hipernatremia
e. Ketergantungan pyridoxine
Kelainan metabolik bawaan
Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap membutuhkan
perhatian khusus untuk menemukan penyebabyang dapat di tangani
Putus obat ibu
Kelainan otak kongenital
a. Anomali kromosom
b. Anomali otak kongenital
c. Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus familial jinak
Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau ke 3
Kejang hari kelima
Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik. Biasanya hilang pada hari ke
15, penyebab tidak diketahui
(IDAI, 2010 dan Avery, 2005)

2. Bagaimana patofisiologi kejang?


Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa
sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke
otak melalui sestem kardiovaskuler.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit oleh
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial
4

membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan
mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini
demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C
atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak
(Ngastiyah, 1997)
3. Mengapa saat kejang Didi tidak sadar, kedua tangan dan kaki kaku serta mata
mendelik ke atas?
Manifestasi kejang dapat berupa kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran
serta gangguan fungsi motorik, sensorik dan perilaku. Gangguan fungsi motorik di
manifestasikan dengan adanya kedua tangan dan kaki yang kaku akibat otot otot
tangan dan kaki yang berkontraksi. Mata mendelik ke atas merupakan manifestasi
dari gangguan sensorik. Saat kejang terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan energi
sehingga pada kejang yang berlangsung agak lama akan menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen ke otak yang menyebabkan kehilangan kesadaran pada penderita.
5

(Price and Wilson, 2005)

4. Apa efek dari kejang?


Efek fisiologik kejang yakni pada awal terjadinya kejang kurang dari 15
menit, yang terjadi di dalam tubuh yaitu peningkatan kecepatan denyut jantung dan
tekanan darah, peningkatan glukosa dalam darah dan suhu pusat tubuh, sel darah putih
pun mengalami peningkatan.
Ketika 15-30 menit kejang berlanjut, terjadi penurunan tekanan darah maupun
gula dalam darah dan dapat terjadi edema paru non jantung. Apabila kejang terjadi
berkepanjangan lebih dari 1 jam, dapat mengakibatkan hipotensi disertai dengan
aliran darah serebrum berkurang sehingga terjadi hipotensi serebrum yang dapat pula
menyebabkan edema serebrum akibat gangguan sawar darah otak.
(Price & Wilson, 2014)
5. Apa saja jenis jenis kejang?
A. Parsial
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, fokus di satu bagian tetapi dapat
-

menyebar ke bagian yang lain. Terdiri dari :


Parsial Sederhana
Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik (merasakan,
membaui, mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia,
takipnea, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfalgia,gangguan

daya ingat), dan biasanya berlangsung < 1 menit


Parsial kompleks
berlangsung 1-3 menit , gejala motorik ,gejala sensorik, otomatisme (mengecapngecapkan bibir,mengunyah, menarik-narik baju), beberapa kejang parsial

kompleks berkembang menjadi kejang generalisata


B. Generalisata
Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik, tidak ada
-

aura. Terdiri dari :


Absence
Sering salah diagnosis sebagai melamun. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai,
kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak hilang,

berlangsung beberapa detik


Mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak terbatas dibeberapa otot atau tungkai, cenderung
singkat
6

Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop
attacks)
Tonik
peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,kontraksi) wajah & tubuh bagian
atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu

sisi, dapat menyebabkan henti nafas


Klonik
gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat dan tunggal atau multipel di lengan
ataupun torso
( Price and Wilson, 2012)

6. Bagaimana kaitan antara usia dan keluhan?


- Kejang demam banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan rentang usia 6 bulan
-

sampai 5 tahun
Anak yang mengalami kejang demam dalam usia kurang dari 12 bulan memiliki

kesempatan mengalami kejang demam berulang sebesar 50%


Anak yang mengalami kejang demam dalam usia lebih dari 12 bulan akan

mengalami kejang demam berulang sebesar 30%


Pada anak dibawah 5 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dan seluruh tubuh
dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion kalium maupun natrium. Akibatnya
terjadi lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel dengan bantuan neurotransmiter.
(Karunia, 2007)

BAB IV
ANALISIS MASALAH
Didi, 6

Macammacam
kejang?

-tidak sadar
-tangan dan
Kejang dengan
Kejang 10 menit
kaki kaku
demam:
Kejang tanpa
DD:
lalu
-mata
-meningitis
7
-kejang
PP: demam demam: mendelik Bahaya
-encephalitis
-epilepsi
-Diazepam iv 0,3-EEG
Patofisiolo sederhana
Faktor
Efek
kejang
-meningoencephalitis-kejang demam -hipoglikemia
0,5mg/kgBB
-MRI
/
CT-scan
gi
kejang?
risiko
kejang?
pada
Didi?
-kejang
demam
Kejang
demam -ketidakseimbagan
Patofisiologi?
Penatalaksan
-Diazepam
rektal
5mg
kompleks
-Pemeriksaan
kejang?

BAB V
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Kejang Demam
2. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Meningitis
3. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Epilepsi
8

4. Mahasiswa dapat menjelaskan semua mengenai Encephalitis


5. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai Penegakkan diagnosis
6. Mahasiswa dapat menjelaskan Penatalaksanaan

BAB VI
SELF STUDY

BAB VII
REPORTING
1. Kejang Demam
Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Klasifikasi
- Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu
24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.
-

Kejang demam kompleks

10

Ciri cirinya adalah Kejang lama > 15 menit, Kejang fokal atau parsial
satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, Berulang atau
lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan
kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau
lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.

Etiologi
- Karena lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-Beta) atau Hiperventilasi yang
-

menyebabkan alkalosis
Peningkatan PH otak
Dapat diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih
mudah. Pola penurunan genetik masih belum jelas, namun beberapa
studi menunjukan keterkaitan dengan kromosom tertentu seperti 19p
dan 8q13-21, sedangkan studi lain menunjukan pola autosomal

dominan
Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling
sering disebabkan karena infeksi saluran nafas akut, otitis media akut,

roseola, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran cerna.


Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau tidak

diketahui atau ensefalopati toksik sepintas


Efek produk toksik daripada mikroorganisme terhadap otak

Manifestasi Klinis
- Kejang didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat. Suhu tubuh
-

mencapai 39C
Pada kejang demam sederhana, tipe kejang berupa kejang umum
klonik( peningkatan kontraksi otot yang menetap beberapa detik
hingga menit,biasanya melibatkan otot kepala, batang tubuh dan
11

ekstremitas) atau tonik -klonik ( terjadi kehilangan kesadaran secara


tiba-tiba, mata berputar ke belakang, seluruh tubuh menjadi tonik
(kaku) bahkan dapat tampak sianotik karena apnea, kemudian
dilanjutkan fase kejang klonik ritmik dan semakin lama makin lambat
hingga berhenti secara tiba-tiba. Selama kejang terjadi kehilangan
kontrol sfingter vesika urinaria sehingga mengompol dan menggigit
-

lidahnya sendiri)
Pada kejang demam sederhana

periode mengantuk atau tertidur pasca iktal dapat terjadi > 15 menit.
Adanya tanda kejang demam fokal atau parsial selama maupun

berlangsung < 15 menit, namun

sesudah kejang (misalnya pergerakan

satu tungkai saja atau satu

tungkai terlihat lebih lemah dibanding yang lain) menunjukan kejang


-

demam kompleks)
Pada kejang demam ditemukan perkembangan dan neurologis yang
normal. Tidak ditemukan tanda meningitis maupun ensefalitis
( misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran)
(Kapita Selekta Kedokteran, 2014)

Pemeriksaan Fisik
- Pada kejang demam sederhana tidak dijumpai kelainan fisik
-

neurologi maupun laboratorium.


Pada kejang demam kompleks dijumpai kelainan fisik neurologi

berupa hemiplegi.
Pemeriksaan fisik biasanya didapatkan:
Fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat/ menurun,

peningkatan sekresi mucus, peningkatan nadi.


Post iktal : dapat ditemukan apnea.
Akibat kejang dapat terjadi fraktur, kerusakan jaringan lunak/gigi

cedera selama kejang.


Pada aktivitas dan kekuatan otot terjadi keletihan, kelemahan
umum, perubahan tonus otot/ kekuatan otot. Mual, muntah yang

berhubungan dengan aktivitas kejang.


- Di intergumen ditemukan : Akral hangat, kulit kemerahan, demam
(Greene et al, 2005)
Patofisiologi
2. Meningitis Bakterialis
Definisi

12

Meningitis bakterialis adalah peradangan pada selaput otak (meningens)


yg disebabkan infeksi bakteri ditandai adanya bakteri penyebab dan
peningkatan sel sel polimorfonuklear pada analis cairan serebrospinal
(CSS).
Etiologi
Pada neonatus

: Streptococcus group B, Haemolyticus,


Escherichia

Pada usia 1 bulan 5 tahun

coli,

Listeria

monocytogenes, Enterobacter
: Neisseria meningitidis, Streptococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae type
B, Eschericia coli, L. Monocytogenes, S.

Pada usia > 5 tahun

Agalactiae
: Neisseria meningitidis, Streptococcus
pneumoniae, Haemofilus influenzae type
B

Faktor Resiko
- Faktor resiko utama adalah kurangnya imunitas pada usia muda
-

seperti :
Defek imunitas

spesifik

seperti

defek

pada

produksi

immunoglobulin dan sistem komplemen sehingga meningkatkan


-

kerentanan terhadap meningokok


Asplenia meningkatkan kerentanan terhadap pneumokok dan

H.Influenza tipe B
AIDS, keganasan, atau pasca kemoterapi rentan terinfeksi Listeria

monocytogenes
Pada neonatus, faktor resiko utama adalah prematuritas, riwayat

infeksi intrapartum pada ibu, ISK pd ibu dan ketuban pecah dini
Manifestasi Klinis
- Umumnya didahului demam beberapa hari disertai infeksi saluran
nafas atas atau saluran cerna diikuti tanda infeksi SSP yg non
-

spesifik seperti letargi dan iritabilitas


Anak tampak anoreksia dan tidak mau makan
Mialgia
Artralgia
Takikardi
Hipotensi
Muncul beragam bentuk bercak merah di kulit seperti petekie,

purpura atau ruam makula eritematosa


Ada pula gambaran lebih berat namun kurang umum terjadi seperti
syok yang cepat dan progresif disertai purpura, koagulasi
13

intravaskular diseinata, hilang kesadaran, dan kematian dalam 24


jam
Manifestasi klinis bervariasi bergantung pd usia, respons imun terhadap
infeksi dan lama sakit sebelum dibawa pelayanan kesehatan.
Neonatus hingga 3 bulan
- Gambaran klinis sering tidak khas
- Bayi tampak letargi, malas minum dan muntah
- Pada pemeriksaan fisik menunjukan demam

hipotermia
Ubun ubun besar membonjol
Kejang hingga apnea
Setiap neonatus dg demam tinggi, pneumonia atau sepsis

disertai kejang harus dicurigai meningitis bakterialis.


Resiko tinggi pada neonatus yg lahir prematur, ada riwayat

infeksi intrapartum, dan ketuban pecah dini


Usia 3 bulan 2 tahun
- Mengalami kejang demam kompleks
- Mengalami demam, muntah, tampak gelisah/iritabel, kejang
- Ubun ubun membonjol
- Tanda rangsang meningeal sulit dievaluasi (tanda kernig
-

atau

dan Brudzinski sering negatif)


High Pithced cry (tangis dengan lengkingan tinggi)

merupakan tanda khas


Usia > 2 tahun
- Anak demam, menggigil
- Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti
sakit kepala, muntah, ubun ubun menonjol, paresis N.III
dan N.VI, hipertensi dengan bradikardi, apnea atau
hiperventilasi, postur dekortikasi atau deserebrasi, pupil
-

anisokor.
Stupor, koma atau perubahan tingkah laku
Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski) jelas diperoleh dari pemeriksaan fisik, defisit
neurologis fokal, kejang fokal atau umum, dan neuropati

kranial
Fotofobia dan tache cerebrale yaitu munculnya garis merah
menimbul 30 60 detik setelah kulit dipukul dg benda
tumpul

3. Epilepsi
Definisi

14

Epilepsi merupakan penyakit pada otak akibat peningkatan kerentanan sel


neuron terhadap kejadian kejang epileptik yang berdampak pada aspek
neurologis, psikologis, kognitif dan sosial individu.
Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus
epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering
disebut sebagai kelainan idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi
yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi
dibagi menjadi dua, yaitu :
Kejang Fokal
a. Trauma kepala
b. Stroke
c. Infeksi
d. Malformasi vaskuler
e. Tumor (Neoplasma)
f. Displasia
g. Mesial Temporal Sclerosis
Kejang Umum
a. Penyakit metabolik
b. Reaksi obat
c. Idiopatik
d. d. Faktor genetik
e. e. Kejang fotosensitif
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi,
yaitu:
Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari
otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu
bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena
halusinatorik, psikoilusi, atau emosional
kompleks. Pada kejang parsial sederhana, kesadaran penderita masih
baik
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana,
tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan

otomatisme.
Kejang umum

15

Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari
otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura
b.

atau halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.


Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota
badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau

lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan
singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan
cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot.
Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20
detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30
detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang
terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan
denyut jantung
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi
kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2
menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan
Faktor resiko
Gangguan stabilitas neuron neuron otak yang dapat terjadi saat epilepsi,
dapat terjadi saat :
a. Prenatal
Umur ibu saat hamil terlalu muda (35 tahun), Kehamilan dengan
eklamsia dan hipertensi,

Kehamilan primipara atau multipara,

Pemakaian bahan toksik


b. Natal

16

Asfiksia, Bayi dengan berat badan lahir rendah (<2500 gram),


Kelahiran prematur atau postmatur, Partus lama, Persalinan dengan
alat
c. Postnatal
Kejang demam, Trauma kepala, Infeksi SSP, Gangguan metabolik
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umum dan neurologis, dapat dilihat adanya tandatanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma
kepala, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus,
infeksi telinga atau sinus. Sebabsebab terjadinya serangan epilepsi harus
dapat ditepis melalui pemeriksaan fisik dengan menggunakan umur dan
riwayat penyakit sebagai pegangan. Untuk penderita anak-anak, pemeriksa
harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali,
perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukan awal ganguan
pertumbuhan otak unilateral.
4. Encephalitis
Definisi
Ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan parenkim otak yg disertai defisit
neurologis yg nyata. Paling sering disebabkan oleh virus.
Di sisi lain, virus dapat menginfeksi meningens saja, keadaan tersebut disebut
meningitis virus / meningitis aseptik
Manifestasi klinis
- Gejala prodromal selama 1-4 hari seperti demam, hiperestesia,
-

sakit kepala, mual, muntah, anoreksia, nyeri tenggorokan, diare


Bayi yang lebih kecil akan tampak iritabel dan letargi
Pada meningitis aseptik, anak demam, sakit kepala hebat, muntah,
iritabel, fotofobia, dan meningismus yg ditandai dg kaku kuduk,
kernig dan brudzkinski (+). Meningismus sering () pada bayi.

Keseluruhan gejala umumnya berlangsung singkat < 1 minggu


Keterlibatan parenkim otak pada ensefalitis menghasilkan tanda
berupa penurunan kesadaran (delirium,apatis, somnolen, atau

koma) atau anak justru agresif


Ataksia, kejang dan defisit neurologis fokal, paresis saraf kranial

atau afasia dan tanda peningkatan intrakranial


Ruam kulit muncul sebelum atau bersamaan dg gejala neurologis
pada beberapa jenis virus

17

5. Bagaimana cara menegakan diagnosis kejang demam?


Anamnesis
a. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
b. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi saraf pusat (gejala infeksi
saluran napas akut(ISPA), infeksi saluran kemih(ISK), otitis media
akut(OMA), dll)
c. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
d. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,
asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia).
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran
b. Suhu tubuh : apakah terdapat demam
c. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan I, Kernique, Laseque
d. Pemeriksaan nervus kranial
e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun ubun besar menonjol, papil
edema
f. Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll
g. Pemeriksaan neurologi : tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks paologis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari
penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer
lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal dianjurkan pada :
a. Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
b. Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
c. Bayi usia > 18 bulan : tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG
masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya : kejang
demam komplekspada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika ada
indikasi, misalnya :
a. Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan
adanya lesi struktural dii otak (mikrosefali, spastisitas).
b. Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI, edema pupil).
18

(IDAI, 2013)
IDAI. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta : IDI

6. Penatalaksanaan
Saat Kejang
1. Tenangkan dan yakinkan orang tua bahwa kejang demam memiliki prognosis yang
sangat baik, resiko kematian sangat kecil, demikian pula dengan terjadinya epilepsi di
2.
3.
4.
5.
6.

masa mendatang.
Pastikan jalan nafas tidak terhalang
Pakaian ketat dilonggarkan
Anak diposisikan miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar
Periksa vital sign
Beri Parasetamol (10-15 mg/KgBB/kali sampai 4-5 kali) atau ibuprofen (5-10
mg/KgBB/Kali sampai 3-4 kali). Penggunaan salisilat tidak dianjurkan

Bila di rumah, dapat diberikan diaepam rektal 5 mg (BB<10kg) atau 10 mg (BB>10kg).


Pemberian dapat diulangi maksimal 2 kali
1. Bila kejang belum berhenti hingga sampai di rumah sakit, berikan diazepam IV
dengan dosis 0,25 0,5 mg/kgBB secara intravena dengan kecepatan 2 mg/menit,
dosis maksimal 20 mg.
2. Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial fenitoin 10-20 mg/KgBB dengan
kecepatan pelan 1 mg/Kg/menit, maksimum 50mg/menit. Karena bersifat basa dan
dapat mengiritasi vena bila terlalu pekat, fenitoin harus diencerkan terlebih dahulu
dengan NaCl 0,9% dg komposisi 10 mg fenitoin/1ml NaCl 0,9% dosisi inisial
maksimal adalah 1 gram.
3. Bila kejang berhenti dengan fenitoin, beri dosis inisial fenobarbital 20 mg/KgBB
secara intravena dg kecepatan 20mg/menit, dosis inisial maksimal 1 gram.
4. Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan dosis rumatan 4-6 mg/KgBB/hari dibagi 2
dosis yang diberikan 12 jam kemudian.

19

5. Bila kejang tak kunjung berhenti, dilakukan knock down dengan midazolam, tiopental
atau propofol dan pasien harus dirawat di Unit Rawat Intensif
Setelah Kejang
1. Pencegahan intermiten
Disarankan pada pasien dg kejang demam kompleks yg rekuren, tidak disarankan pd
pasien dg kejang demam sederhana.
Ketika pasien demam lagi di kemudian hari (>38,5C), beri diazepam oral 0,3
mg/kgBB sampai 3 kali sehari (1 mg/Kg/24 hari) yg dapat diberikan sampai 2-3 hari
selama anak masih demam disamping antipiretik. Dapat berupa diazepam rektal 5 mg
atau 10 mg. Efek sampingnya berupa letargi, iritabilitas, dan ataksia yg dapat
dikurangi dengan menurunkan dosis.
2. Pencegahan terus menerus
Dilakukan dengan konsumsi antikonvulsan setiap hari, namun penggunaanya harus
hati hati karena efek sampingnya.
Berdasarkan kesepakatan Unit Neurologi Anak IDAI 2006, ada 2 kategori
rekomendasi profilaksis terus menerus.
o Dianjurkan bila
1.

Terdapat kelainan neurologis nyata sebelum dan sesudah kejang (spt serebral palsi,
paresis Tods, Hidrosefalus)

2. Kejang berlangsung lama > 15 menit


3. Kejang fokal atau parsial
o Dipertimbangkan bila :
1. Kejang berulang dalam satu episode demam
2. Kejang pada bayi usia < 12 bulan
3. Kejang demam kompleks berulan lebih dari sama dengan 4 kali dlm 1 th
Antikonvulsan yg menjadi pilihan untuk profilaksis terus menerus adalah :
20

1.

Fenobarbital 3 4 mg/KgBB perhari, dibagi 2 kali sehari. Efek sampingnya dapat


mengurangi fungsi kognitif pada pemakaian jangka panjang, atau

2. Sodium valproate 15 40 mg/kgBB per hari, dibagi 2-3 kali dosis. Efek sampingnya
dapat menyebabkan hepatitis pada anak diatas 2 tahun. Obat ini mrupakan pilihan
utama untuk profilaksis terus menerus.
Profilaksis terus menerus hanya diberikan kepada pasien dg defisit neurologis yg
nyata. Hal ini mengingat efek samping obat antikonvulsan jika diberikan dalam waktu
lama, serta kejang demam memiliki prognosis yang baik.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2014)

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus
dalaam skenario ini maka dapat disimpulkan bahwa anak tersebut mengalami kejang demam
kompleks. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
dibedakan menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Saran

21

Tutorial skenario kali ini, suasana diskusi masih belum berjalan dengan baik. Untuk
kedepannya diharapkan ditingkatkan lagi keaktifan setiap anggota tutorial agar diskusi dapat
berjalan lancar dan diharapkan lebih kritis dalam menganalisis kasus agar dapat memahami
kasus yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Robert F, Maslah S. Etiologies of Seizures. In: Overview of Epilepsy. 3rd ed. Stanford
Neurology. 2010: 8-10.
Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy.
Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes. Epilepsia. 1989;
30(4):389-399
Moya, A., Sutton, R., Ammirati, F., Blanc, J.J., Brignole, M., Dahn, J.B., Deharo, J.C., Gajek,
J., Gjesdal, K., Krahn, A., Massin, M., Pepi, M., Pezawas, T., Graneli, R.R., Sarasin,
F., Ungar, A., Van Dijk, J.G., Walma, E.P., & Wieling, W. (2009). Guidelines for the
diagnosis and management of syncope. Eurotean Heart Journal, 30, 2631-2671.
Tanto, Chris et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, Rizakya, Sarosa, G.I., & Usman, A. (2014). Buku Ajar
Neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

22

Dorland, W.A.N. (2012). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit Buku
kedokteran EGC
Greene, et all, 2005, Pertolongan pertma untuk anak, alih bahasa susi purwoko, Gramedia,
Jakarta
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Gordon B. Avery,Mhairi G. MacDonald,Mary M. K. Seshia,Martha D. Mullett,M.D. Averys
neonatology :Pathophysiology And Management Of The Newborn .2005. edisi 6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Karunia, Nia. 2007. Penatalaksanaan Demam pada Anak. Bandung : FK UNPAD

23

Anda mungkin juga menyukai