Anda di halaman 1dari 17

RETENSIO URIN

Definisi1
Retensio urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang
terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Anak-anak tidak
dapat mengungkapkan sensasi kandung kemih penuh atau tidak mampu mengosongkan kandung
kemih sehingga terdapat definisi lain yaitu ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung
kemih dalam 12 jam. Kapasitas kandung kemih pada anak-anak dapat dihitung menggunakan
dua rumus sebagai berikut:
Kapasitas kandung kemih pada anak-anak ( 2 tahun) = [2 usia (tahun) + 2] 30
Kapasitas kandung kemih pada anak-anak (> 2 tahun) = [usia (tahun) / 2 + 6] 30
Etiologi dan Epidemiologi1,2,3
Etiologi

Epidemiologi

Fimosis

50% anak laki-anak pada usia 1 tahun; 89% pada usia 3 tahun. Insidensi 8%
pada usia 6-7 tahun dan 1% pada usia 16-18 tahun.

Parafimosis

Parafimosis terjadi pada penis yang belum disunat (disirkumsisi) atau telah
disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya kurang baik. Fimosis dan parafimosis
terjadi pada laki-laki semua usia, namun sering pada masa bayi dan remaja.

KUP (PUV)

Insidensi pada 1 anak dari > 5000 anak laki-laki

VUR

Insidensi pada anak-anak 1-2%; usia muda > usia tua; perempuan > laki-laki
(perempuan : laki-laki dengan ratio 5:1); Caucasian > Afro-Caribbean.
Saudara dari anak dengan VUR berisiko 30% mengalami hal serupa

PUJ

Insidensi pada anak-anak 1 dari 1000 anak. Laki-laki > perempuan (rasio 2:1
pada bayi baru lahir). Bagian kiri > kanan (rasio 2:1) bilateral 10-40%

ISK

Prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan
meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi.
Pada bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Risiko
ISK pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada
anak laki. Pada anak dengan demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi
ISK 3-5%.

BSK

batu ginjal jarang terdapat pada anak dan biasanya terjadi pada dewasa muda.
Lebih dari separuh kasus batu ginjal , ditemukan pada usia 20-50 tahun.
Vesikolitiasis umum didapatkan pada anak dimana 75% ditemukan dibawah

usia 12 tahun dan 57% pada usia 1-6 tahun. Anak anak dapat menderita batu
saluran kemih pada berbagai tingkat umur (mulai dari bayi yang baru lahir
hingga remaja)
Neurologic
paling sering adalah spina bifida denga insidensi 1-2 dari 1000 kelahiran
disorder (SB) hidup, terjadi lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki denga rasio 3:2

Klasifikasi4
Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan disertai rasa
sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena
sedikit2 nimbunnya. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandung
kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan
dalam urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter.
Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan oleh
peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya lama-lama tidak bisa kencing. pada
pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit, bisa kencing sedikit tapi bukan karena
keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan
sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit
memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna
(tidak lampias). Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan
permasalahan medis yang serius di kemudian hari.

Patofisiologi, Manifestasi Klinis, dan Tatalaksana 1-8


FIMOSIS
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat di retraksi
(ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis, preputium melekat pada bagian
glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kencing, sehingga bayi dan anak menjadi

kesulitan dan rasa kesakitan pada saat buang air kecil bahkan terjadi retensi urin. Fimosis dibagi
2, yaitu fimosis kogenital (fimosis fisiologis) dan fimosis didapat (fimosis patologis).

Fimosis Fisiologis

Fimosis Patologis

Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep deksametason 0,1% 3-4 kali
sehari selama 6 minggu. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih
memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita
fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai
fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah
fimosis patologik. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau
balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan
usia pasien.

PARAFIMOSIS

Parafimosis merupakan suatu kondisi dimana prepusium penis yang di retraksi sampai di
sulkus koronarium tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis
dibelakang sulkus koronarius
Parafimosis atau pembengkakan yang sangat nyeri pada prepusium bagian distal dari
phimotic ring, terjadi bila prepusium tetap retraksi untuk waktu lama. Hal ini menyebabkan
terjadinya obstruksi vena dan bendungan pada glans penis yang sangat nyeri. Seiring waktu,
gangguan aliran vena dan limfatik ke penis menjadi terbendung dan semakin membengkak
sehingga menyulitkan keluarnya urin (retensi urin) Dengan berjalannya proses pembengkakan,
suplai darah menjadi berkurang dan dapat menyebabkan terjadinya infark/nekrosis penis,
gangren, bahkan autoamputasi

Gambar 4. Gambaran Klinis Parafimosis


Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat glans
selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan
sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya.

Gambar 5. Manual Reduction pada Parafimosis

KATUP URETRA POSTERIOR


Etiologi pasti dari katup uretra posterior belum diketahui, tetapi dianggap bahwa hal ini
dipengaruhi oleh embriopati yang diperantarai oleh gen multifaktor.
Insidensi 1 anak dari > 5000 anak laki-laki. Pada tahun 1919, Young mendeskripsikan tiga
tipe katup berdasarkan orientasi dan hubungannya dengan verumontanum. Tipe I: dua struktur
membran pada uretra posterior berasal dari ujung kaudal verumontanum melintasi sepanjang
garis lateral uretra pada masing-masing sisinya, bertemu pada arah jam 12. Tipe II: Membran
keluar dari verumontanum dan melekat di kranial bladder neck. Tipe III: Diafragma sirkuler pada
daerah ujung kaudal dari verumontanum dengan defek sentral.
Katup uretra posterior memiliki berbagai derajat keparahan tergantung pada konfigurasi
membran obstruktif di dalam uretra. Tampilan makroskopis dari membran obstruktif adalah
patologi primer yang menyebabkan obstruksi mekanis pada aliran uretra yang menyebabkan
perubahan sekunder lanjutan.
Obstruksi uretra posterior menyebabkan tingginya tekanan intravesikal, penebalan otot
yang progresif (hipertrofi dan hiperplasia), trabekulasi, sakulasi, dan pada kasus yang parah
terjadi pembentukan divertikel. Dilatasi ureter dapat terjadi pada katup uretra posterior karena
terjadi refluks vesikoureter. Kejadian ini muncul pada 50% pasien dengan katup uretra posterior,

obstruksi junction vesikoureter, inefisiensi drainase ureter karena tekanan vesikal tinggi, atau
ureter displasia. Sejumlah besar refluks vesikoureter akan membaik setelah obstruksi
dibebaskan. Refluks vesikoureter dan displasia ginjal dapat terjadi akibat lokasi abnormal dari
ureteric bud yang muncul dari duktus mesonefrik. Refluks vesikoureter juga dapat terjadi
sekunder akibat tekanan intravesikal yang tinggi sehingga terjadi retensi urin.
Sebagian besar katup uretra posterior didiagnosis setelah hidronefrosis terdeteksi oleh USG
rutin prenatal. Temuan tipikal saat prenatal berupa hidroureteronefrosis bilateral, distensi
kandung kemih, dan dilatasi uretra pars prostatika (keyhole sign). Kista fokal diskret pada
parenkim ginjal merupakan temuan diagnostik untuk displasia ginjal.
Neonatus dengan katup uretra posterior yang tidak terdiagnosis sebelum lahir dapat
datang dengan keluhan terlambat berkemih atau pancaran urin yang kemah, massa abdomen,
gagal tumbuh, gizi kurang, letargi, urosepsis, atau asites urin. Selain itu, distres respirasi saat
lahir

karena hipoplasia pulmoner merupakan tanda awal dari obstruksi uretra. Pada bayi,

pancaran urin yang lemah dan infeksi saluran kencing berulang merupakan keluhan yang sering
ditemui. Presentasi postnatal yang terlambat dapat disertai gejala urologi seperti gangguan
berkemih, retensi urin, dan infeksi saluran kencing. Katup uretra posterior kadang ditemukan
saat evaluasi massa abdomen atau gagal ginjal. Hidronefrosis dan proteinuria ditemukan pada
evaluasi dari kondisi yang tidak berhubungan dan hal ini merupakan tanda awal katup uretra
posterior.
Pertimbangkan untuk pemberian antibiotik profilaksis segera, cek elektrolit serum, dan
drainase VU dengan paeduatric feeding tube. Jika kondisi umum baik maka bisa dilakukan
sistoskopi dan ablasi katup primer. Alternatif dari ablasi primer katup adalah vesikostomi kutan.

REFLUKS VESIKO URETER (RVU)


Refluks vesiko ureter adalah suatu kelainan traktus urinarius yaitu terjadinya aliran balik
urin dari vesika urinaria ke ureter selanjutnya menuju ginjal. Penyebab primer RVU yaitu
pendeknya atau tidak terdapatnya ureter intravesikal, otot detrusor yang inadekuat, letak
orifisium ureter terlalu lateral, bentuk orifisium ureter abnormal (stadium, sepatu kuda,
danlubang golf). Penyebab sekunder yaitu sistitis atau ISK, obstruksi saluran keluar vesika,

instabilitas detrusor, sistem kolekting yang berduplikasi, adanya divertikulum paraureteral


(Hutch).
Pada umumnya penyebab RVU adalah abnormalitas sistem katup ureterovesikal pada
pertemuan ureter-vesika urinaria yaitu saluran bawah ureter yang masuk ke dalam otot vesika
tidak cukup panjang, tetapi sejalan dengan pertumbuhan keadaan ini akan terkoreksi. Penyebab
lain letak ureter terlalu ke lateral sehingga terbentuk saluran yang pendek dan sulit terkoreksi
dengan pertumbuhan.
Menurut International Reflux Study Grading System berdasarkan obstruksinya maka
RVU dibagi menjadi RVU derajat I, aliran balik urin hanya sampai di ureter. Pada RVU derajat
II, aliran balik urin sampai ke pelvis renalis dan kaliks tanpa dilatasi ureter. Pelvis renalis normal,
kaliks masih terlihat tajam. Untuk RVU derajat III, seperti derajat II, tapi disertai dilatasi ureter
ringan-sedang tanpa/ perubahan ringan ujung forniks kaliks menjadi tumpul. Sedangkan RVU
derajat IV, berupa dilatasi ureter sedang dan berliku-liku, pelvis dan kaliks; forniks kaliks
berbentuk tumpul derajat sedang. Akhirnya RVU derajat V, berupa dilatasi berat dan berliku-liku
pada ureter, pelvis dan kaliks; forniks kaliks tumpul derajat berat serta tidak ditemukannya lagi
gambaran papila pada kaliks.

Manifestasi klinis pada neonatus berupa gangguan pernafasan, muntah berulang, gagal ginjal,
masa di abdomen, asites akibat urin, gagal tumbuh dengan atau tanpa demam. Anak yang lebih
tua akan bermanifestasi dalam bentuk gejala-gejala ISK seperti urgensi, miksi yang frekuen, rasa
tidak puas setelah miksi, retensio urin, disuri, nyeri abdomen, enuresis nokturnal dan diurnal.
Tatalaksana RVU bertujuan untuk mencegah infeksi ginjal, kerusakan ginjal, dan komplikasinya.

kelainan urologi lainnya. Prinsip yang harus diingat yaitu resolusi spontan RVU biasa terjadi
pada usia muda tapi jarang pada remaja, pada keadaan refluks berat biasanya tidak terjadi
resolusi spontan, profilaksis antibiotik jangka panjang dikatakan aman, tindakan pembedahan
koreksi RVU hasilnya sangat memuaskan jika dilakukan oleh ahli yang berpengalaman.

OBSTRUKSI URETEROPELVIC JUNCTION (PUJ)


Pada anak-anak, obstruksi urreteropelvic junction atau pelviureteric junction (PUJ)
terjadi karena kelainan kongenital Etiologi yang pasti dari penyakit ini belum jelas. Diduga
karena faktor intrinsik dan ekstrinsik dari luar ureter. Pada perkembangan embrio, ureter
mengalami fase solid dan selanjutnya mengalami kanalisasi. Proses kanalisasi mulai dari ureter
tengah menuju ujung ureter (proksimal dan distal). Kegagalan kanalisasi pada PUJ menyebabkan
obstruksi PUJ. Faktor ekstrinsik penyebab dari obstruksi ini diantaranya adalah karena ureter
proksimal disilang oleh pembuluh darah asesoria atau aberent yang menuju kutub bawah ginjal.
Pembuluh darah ini akan menekan ureter proksimal sehingga terjadi gangguan pengosongan
pelvis yang dapat menyebabkan hidronefrosis.
Pada pasien bayi dan anak, keluhan yang sering disampaikan oleh ibunya adalah berupa
gangguan perkembangan, tak mau makan, nyeri pinggang, atau hematuria. Pada orang dewasa
muda, sering terjadi episode nyeri pinggang saat diuresis, antara lain sehabis banyak minum.
Kadang-kadang dapat terjadi sepsis atau timbul BSK atau ginjal mudah trauma karena
hidronefrosis. Pemeriksaan renogram dengan diuretik menunjukkan adanya pola obstruksi.
Sebelum tindakan operasi terbuka perlu nefrostomi perkutan untuk memberi
kesempatan ginjal memulihkan fungsinya. Jika fungsi ginjal sangat jelek dan ginjal lainnya
masih baik, perlu dipertimbangkan nefrektomi. Jika ginjal masih dapat dipertahankan dilakukan
koreksi, yaitu pieloplati yang dapat dilakukan secara perkutan (endopeiloplasi) atau secara
terbuka dengan pieloplasti secara Anderson Hynes.

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK
serangan pertama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella

pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter


aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus. Bila penyebabnya Proteus,
perlu dicurigai kemungkinan batu struvit (magnesiumammonium-fosfat) karena kuman Proteus
menghasilkan enzim urease yang memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin
meningkat menjadi 8-8,5. Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium,
magnesium, dan fosfat akan mudah mengendap.
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati, anoreksia, ikterus
atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau minum, oliguria, iritabel, atau
distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadangkadang gejala klinik hanya berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam, penurunan berat badan,
gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, dan distensi
abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang tinggi hingga
menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala
klinik umum biasanya berkurang dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran
kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut,
sakit pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan. Infeksi yang menyebabkan nyeri hebat
dapat menyebabkan retensi urin akut karena edema mukosa saluran kemih. Infeksi berulang juga
dapat menimbulkan striktur uretra dan terbentuk batu infeksi (batu struvit) sehingga terjadi
retensi urin pada anak,
Secara garis besar, tatalaksana ISK terdiri atas: 1. Eradikasi infeksi akut, 2. Deteksi dan
tatalaksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan 3. Deteksi dan
mencegah infeksi berulang.

BATU SALURAN KEMIH (BSK)


Pada anak anak batu kalsium yang paling umum ditemukan. Frekwensi rata rata jenis
batu saluran kemih pada kelompok usia anak adalah batu kalsium oksalat (45-75%) dari seluruh
jenis batu pada anak, diikuti kalsium fosfat (14-30%), batu ammonium magnesium fosfat/struvit
(13-24%), sistin (5%), asam urat (4%), endemik (2%), campuran (2%) dan tipe lain ( 1%). Pada

anak anak penyebab utama pembentukan batu (hiperkalsiuria dan hiperurikosuria) biasanya
dapat diidentifikasi melalui evaluasi.
Berdasarkan letaknya, BSK dibagi menjadi 4, yaitu nefrolitiasis (batu ginjal),
ureterolitiasis (batu ureter), vesicolitiasis (batu buli-buli), dan uretrolitiasis (batu uretra). Pada
anak-anak yang paling sering menyebabkan retensi urin adalah uretrolitiasis dan vesicolitiasis.

SPINA BIFIDA
Kelainan neurologik multipel pada anak berhubungan dengan neurogenic bladder dan
dapat diskrining selama masa kehamilan. Myelomeningocele yang merupakan salah satu
penyebab tersering dari neurogenic bladder biasanya terdapat pada anak dengan spina bifida
Spina bifida merupakan kelainan kongenital berupa defek pada arkus posterior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal
dari embrio. Spiana bifida dapat digolongkan menjadi dua tipe, yakni spina bifida okulta dan
spina bifida aperta (cystica).
Spina bifida okulta merupakan bentuk paling ringan. Kelainan ini biasanya terdapat di
daerah lumbosacral. Pada keaadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal
dan kelainan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan, tidak terjadi herniasi dari meningens
melalui defek pada vertebra, dan tidak disertai hidrosefalus.
Spina bifida cystica dibagi menjadi dua, yaitu menigokel dan mielomeningokel.
Meningokel merupakan spina bifida yang mengalami simpel herniasi dari meningens melalui
defek pada vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi. Bayi yang lahir
dengan meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis memberikan gambaran yang normal. Bayi
yang lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus. Jenis
ini jarang terjadi.
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf
membentuk kantung yang juga berisi meningens. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan
defek muskulokutaneus. Jenis ini paling sering terjadi. Kelainan neorologik bergantung pada
tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis,
monoparesis, inkotinensia atau retensi urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks.
Jenis ini tidak dituutpi oleh kulit namun ditutupi oleh membran yang transparan.

Tidak ada penanganan yang sempurna untuk spinabifida karena kerusakan jaringan
syaraf tidak bisa diganti atau diperbaiki. Tindakan pertama ditujukan pada perbaikan keadaan
umum dan mencegah pecahnya mielomeningokel. Tindakan yang dilakukan untuk kasus
mielomeningokel adalah operasi untuk menutup defek yang ada. Tindakan pembedahan untuk
menutup defek pada spinal biasanya dilakukan dalam 24 jam pertama setelah kelahiran untuk
meminimalkan infeksi dan memelihara fungsi dari spinal cord. Pemberian antibiotik yang
berspektrum luas memungkinkan untuk menunda tindakan operasi sampai beberapa saat.
Tindakan operasi penutupan ini dapat dilakukan bersamaan dengan operasi pintas bila kasus
tersebut juga disertai dengan hidrosefalus yang masif. Tujuan operasi adalah menutup medulla
spinalis dengan lapisan jaringan untuk mencegah masuknya bakteri dari kulit,mencegah
kebocoran liquor serta mempertahankan fungsi neurologis dari kerusakan berkelanjutan.
Penutupan benjolan yang pecah harus dikerjakan sedini mungkin untuk mencegah
meningitis atau kontaminasi. Bila benjolan masih utuh, pembedahan dapat ditunda sampai
berusia 5-6 bulan. Selama menunggu pembedahan, perawatan keadaan umum bayi diutamakan
ssambil mencegah kontaminasi pada benjolan, biasanya bayi dibaringkan telungkup dan benjolan
mielomeningokel ditutup dengan kain steril yang dibasahi larutan salin atau garam fisiologis.

Diagnosis1-8
Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologik, jumlah

urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urine,
pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan.
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan uroflowmetry,
pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding cystourethrography (VCUG).
1. Anamnesis
- Tidak bisa kencing atau kencing menetes /sedikit-sedikit
- Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
- Pada kasus kronis, keluhan uremia
- Riwayat kehamilan
2. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi:
Penderita gelisah, paraplegia
Benjolan/massa perut bagian bawah, benjolan tranparan atau tertutup kulit di tulang
belakang
Tergantung penyebab : batu dimeatus eksternum, pembengkakan dengan/tanpa
fistulae didaerah penis dan skrotum akibat striktura uretra
- Palpasi dan perkusi:
Teraba benjolan/massa kistik-kenyal (undulasi) pada perut bagian bawah, benjolan
lunak di tulang belakang
Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau menimbulkan
perasaan ingin kencing yang sangat mengganggu.
Terdapat keredupan pada perkusi, batu di uretra anterior sampai dengan meatus
eksternum.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam menegakkan diagnosis pada retensi urin ialah
dengan:
A. Pemeriksaan urin lengkap.
Bila pada pemeriksaan sediment urin ditemukan piuria pada 50% kasus infeksi saluran
kemih. Tidak ada korelasi yang pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi pada setiap kasus
dengan piuria haruslah dicurigai kemungkinan adanya infeksi saluran kemih.
Kelainan urin secara laboratorik yang ditemukan apabila terdapat infeksi pada saluran
kemih ialah :
1.

Urinalisis

Leukosituria.

Leukosituria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan
adanya infeksi saluran kemih. Leukosuria dinyatakan positif bilamana terdapat 5
leukosit / lapang pandang besar (lpb) sedimen air kemih. Adanya leukosit
silinder pada sedimen air kemih menunjukkan adanya keterlibatan ginjal.

Hematuria.
Hematuria dipakai sebagai petunjuk adanya infeksi saluran kemih bilamana
dijumpai 5 10 eritrosit / lapang pandang besar (lpb) sedimen air kemih.

2.

Bakteriologis.

Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan air kemih segar tanpa diputar
atau tanpa pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bilamana ditemukan satu
bakteri lapang pandang minyak emersi.

Biakan bakteri
Selain untuk mengetahui adanya infeksi pemeriksaan laboratorium lain yang
perlu dilakukan ialah pemeriksaan gula darah sewaktu untuk mengetahui kadar
glukosa pasien tersebut karena apabila pasien mempunyai penyakit diabetes
maka diabetes dapat menyebabkan retensi urin.

B. Uroflometri.
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai
volume miksi pancaran maksimum, pancaran rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum dan lamanya pancaran.
C. Foto polos abdomen.
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan uroradiologis termudah. Ini merupakan
radiographi pendahuluan umum dalam pemeriksaan radiologis yang lebih canggih seperti
urographi intravena dan biasanya dilakukan dengan posisi supine.
Pada pasien dengan retensi urin, pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat
memperlihatkan bayangan buli buli penuh dan mungkin terlihat bayangan batu opak pada
uretra atau pada buli buli apabila karena batu pada saluran kemih.
D. Uretrografi

Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras
dimasukkan langsung melalui klem Broadny yang dijepitkan pada glans penis. Gambaran
yang mungkin terjadi adalah :

Jika terdapat striktura uretra akan tampak adanya penyempitan atau hambatan kontras
pada uretra.

Trauma uretra tampak sebagai ekstravasasi kontras keluar dinding uretra.

Tumor uretra atau batu non opak pada uretra tampak sebagai filling defect pada
uretra.

E. Uretrosistoskopi.
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli.
Terlihat adanya pembesaran, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli, selule dan
divertikel buli-buli.
F. Ultrasonografi.
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang bunyi ultra yang
dipantulkan oleh organ-organ ( jaringan ) yang berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak
invasif dan tidak menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan antara massa padat
( hiperekoik ) dengan massa kistus (hipoekoik).
Penanganan Retensi Urin10,11
Urin dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi atau sistostomi. Penanganan pada retensi
urin akut berupa kateterisasi dan bila gagal dapat dilakukan sistostomi. Tatalaksana definitif
dilakukan sesuai penyebab retensi urin tersebut.
Prognosis9
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika retensi urin ditangani
secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asgari SA, Ghanaie MM, Simforoosh N, Kajbafzadeh A, Zare A. Acute Urinary Retention
in Children. Urology Journal. 2005;2(1):23-27

2. Reynard J, Brewster S, Biers S. 2009. Oxford Handbook of Urology. Ed 2. New York:


Oxford University Press
3. Purnomo, BB. 2012. Dasar-dasar Urologi. Ed 3. Malang: Sagung Seto
4. Suyono S. 2007. Buku Ajar Ilmur Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
5. Pardede dkk. 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: IDAI UKK
Nefrologi
6. Indriyani SAK, Suarta K. Refluks Vesiko Ureter. Sari Pediatri. 2006 Desember;8(3):218225
7. Nugiaswari PP, Duarsa GWK, Maliawan S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Katup Uretra
Posterior. Bali: FK Universitas Udayana
8. Riedmiller et al. 2013. Guidelines on Paediatric Urology. Eropa: European Association of
Urology
9. Price, Sylvia dkk. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit volume I1
10. Sabiston, David C. 2008. Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC
11. Schwartz, Seymour I. 2009. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed 6. Jakarta: EGC

REFERAT

Retensio Urin pada Anak

Oleh :
Abrista Septikasari
H1A011003

Pembimbing :
dr. Pandu Ishaq N., Sp. U

KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2016

Anda mungkin juga menyukai