bahwa
6 perusahaan yang masih dalam tahap studi kelayakan dan tahap
eksplorasi, ketika nantinya memasuki tahap eksploitasi harus tunduk
pada ketentuan Pasal 38 ayat (4) UU No 41/1999 tentang Kehutanan
[yang melarang penambangan terbuka di hutan lindung], sepanjang
antara izin eksplorasi dan eksploitasi tidak merupakan satu kesatuan.
(dikutip dari halaman 414 dan 415 Keputusan Mahkamah Konstitusi
terlampir)
"Perusahaan tambang transnasional seperti BHP Billiton tidak bisa
melenggang. Keputusan MK ini menegaskan kepada pemerintah,
khususnya ESDM, bahwa eksploitasi penambangan terbuka di hutan
lindung oleh 6 perusahaan tambang tersebut tidak diperbolehkan,
kata Siti Maimunah, Koordinator Nasional JATAM.
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan pada tanggal 7 Juli
2005 ini pada satu sisi menyatakan bahwa pertambangan terbuka
menimbulkan dampak besar bagi lingkungan dan rakyat sementara
memberikan pengecualian terhadap tujuh perusahaan untuk
meneruskan kegiatan pertambangan terbukanya di hutan lindung. Jika
konsisten dengan dalil pemohon berarti UU No 19/2004 harus dicabut
karena mengancam hajat hidup orang banyak dan ini bertentangan
(inkonstitusional) terhadap UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat 3. Tapi
MK nampaknya memilih jalan kompromi.
Misalnya, soal persyaratan untuk keluaran Perppu, yaitu negara
harusnya dalam "kegentingan memaksa", hakim menyatakan itu
merupakan hak
3.
warga
Desa
Ropang,
Kecamatan
Ropang,
Kabupaten