Anda di halaman 1dari 12

Nama : Nurul Windi Anggraini

Nim : 04011181320019
Analisi Masalah
1. Bagaiman penyebab dan mekanisme abnormal dari ;
- Nyeri dada
Jawab :
Nyeri pada dada kanan terjadi karena dua hal yaitu adanya fraktur pada costae dan
adanya tension pneumothorax. Fraktur costae akan menyebabkan kerusakan
jaringan sekitar fraktur dan rangsangan pada saraf yang ada di sulkus costae.
Kerusakan jaringan akan menghasilkan stimulus noksius yang dapat merangsang
nociceptor sehingga menimbulkan nyeri. Ditambah lagi pada fraktur costa, saat
bernapas dapat terjadi peningkatan nyeri yang dirasakan penderita. Tension
pneumothorax terjadi akibat adanya cedera pada pleura viseralis. Pleura viseralis
dipersarafi oleh nervus autonom yang dapat menimbulkan nyeri jika terjadi
gangguan pada pleura visceral.
Interpretasi pemeriksaan
Jawab:
Hasil Pemeriksaan
Pasien
sadar
tapi

Nilai Normal

Interpretasi

kelihatan

bingung,cemas dan kesulitan nafas


Tanda
vital
:RR:
38x/menit, RR: 16-24x/menit

Takipneu

nadi:120x/menit, lemah, TD: 85/60 Nadi : 60-100x/menit

Takikardi

mmHg
TD : 120/80 mmHg
wajah dan bibir terlihat kebiruan, Tidak biru

Hipotensi
Cyanosis

konjungtiva anemis (+)


Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
Terlihat deformitas di paha kiri
GCS : 13 (E:3,M:6,V:4)
Kepala: luka lecet di dahi & pelipis

Syok
Fraktur os femur sinistra
Penurunan kesadaran
Luka ringan pada kepala

Tidak ada deformitas


15
-

dextra d= 2-4cm
Leher: Trachea bergeser kiri, vena -

Tanda

jugularis distensi
Thorax:
gerakan

pneumothoraks.
Gangguan pada

dinding

dada Simetris

asimetris, kanan tertinggal,


RR 38x/min

pulmo

dekstra
RR: 16-24 x/menit

memar di sekitar dada kanan bawah sampai samping

tension

Takipneu
Trauma pada dada kanan

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim : 04011181320019
krepitasi pada costae 9,10,11 kanan -

Fraktur costae 9,10,11

depan
perkusi: kanan hipersonor, kiri sonor

Sonor kedua paru

auskultasi bunyi napas kanan melemah Bunyi napas jelas

Pneumothoraks paru kanan


Paru kanan kolaps

bising napas kiri jelas


jantung jelas cepat HR 120x/min

HR: 60-100x/menit

takikardi

Abdomen: dinding perut datar, tidak


memar,

nyeri

tekan

(+)

muscular (+), nyeri ketok(+),

,defans
bising

usus normal
Ekstremitas: femur sinistra tampak -

Trauma dan fraktur pada

deformitas memar hematom paha 1/3

os

tengah kiri, nyeri tekan krepitasi (tdk

medial

femur

sinistra

1/3

boleh diperiksa)
ROM: pasif & aktif limitasi gerakan

b.Mekanisme abnormal tanda-tanda vital ?


Jawab:
1) RR = 40 x/menit takipneu
Mekanisme: sesak nafas dapat timbul akibat pengembangan paru yang tidak optimal
akibat tension pneumotaraks atau dapat juga disebabkan sebagai kompensasi akibat
perdarahan yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
2) HR =110 x/menit, lemah, takikardi dengan tekanan atau isi nadi lemah.
Mekanisme: perdarahan massif kehilangan darah dalam jumlah banyak hipoperfusi
arteri kompensasi untuk mencukupi kebutuhan dengan mempercepat frekuensi
jantung.
Volume darah yang kurang menyebabkan nadi tersa lemah pada perifer.
3) TD = 90/50 mmHg hipotensi
Mekanisme: hipoperfusi menurunkan stroke volume atau volume sekuncup jantung
menurunkan tekanan darah.
Tension pneumotoraks dengan dampak venous retrun blocking yang dapat menurunkan
BP, tekanan nadi, dan meningkatkan HR yang tentu saja memberikan gambaran klinis
lebih parah.

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019

2. Bagaimana tatalaksana gawat darurat sesuai dengan hasil pemeriksaaan fisik?


Jawab:
Initial Assessment
a. Airway
Lakukan penilaian cepat kondisi jalan nafas, adanya obstruksi atau tidak
Melakukan chin lift atau jaw thrust
Bersihkan jalan nafas dari benda asing
Memasang pipa naso-faringeal atau orofaringeal
Memasang airway definitif
Intubasi oro- atau naso-trakeal
Krikotiroidotomi
Menjaga leher agar dalam posisi netral dengan fiksasi setelah memasang airway
b. Breathing
Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala
Tentukan laju dan dalamnya pernafasan
Inspeksi dan palpasi leher dan torak untuk adanya deviasi trakea, ekspansi toraks
simetris atau tidak, pemakaian otot tambahan dan tanda-tanda cidera lain
Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor
Auskultasi toraks bilateral
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi
Ventilasi dengan alat bag-valve-mask
Menghilangkan tension pneumotorak dengan
Dekompresi pada interkostal 2 pada linea midclacicula
Pemasangan chest tube pada sela iga ke 5 di anterior garis midaxilaris
Memasang pulse oximeter
c. Circulation
Mengetahui sumber perdarahan eksternal dan internal
Penilaian nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus, Warna kulit,
dan Tekanan darah
Memberikan cairan ringer laktat yang dihangatkan dan pemberian darah
Cegah hipotermia
d. Disability
Tentukan tingkat kesadaran dengan memakai GCS
Nilai pupil : isokor, reaksi
e. Exposure
Buka pakaian penderita tetapi cegah hipotermi
3. Epidemiologi
Jawab :
Insidensi Tension Pneumotoraks di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan. Dari 2000
insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study ( AIMS ) , 17
merupakan penderita atau suspect pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
sebagai tension pneumotaraks. Data militer menunjukkan bahwa lebih dari 5% korban
akibat pertumburan dengan trauma dada mempunyai tension pneumotoraks.

4. Komplikasi
Jawab :
Komplikasi pada tension pneumothorax
-

Gagal napas akut (3-5%)


Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
Henti jantung-paru
Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
Kematian
timbul cairan intra pleura, misalnya.
Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
syok

Komplikasi fraktur costae:


Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera
setelah terjadi fraktur, atau dalam beberapa hari kemudian setelah terjadi.Besarnya
komplikasi dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan jumlah costae yang patah.
Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat
fraktur costae. Pada fraktur costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada vasa dan
nervus subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan mengakibatkan cedera terhadap
vasa dan nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru, ataupun terhadap organ
yang terdapat di mediastinum, sedangkan fraktur costa ke 10-12 perlu dipikirkan
kemungkinan adanya cedera pada diafragma dan organ intraabdominal seperti
hati,limpa,lambung maupun usus besar.
Pada kasus fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera
melakukan aktifitas secara normal setelah 3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru
akan sembuh setelah 4-6 minggu.
Komplikasi awal :
Pneumotoraks, effusi pleura, hematotoraks, dan flail chest, sedangkan
komplikasi yang dijumpai kemudian antara lain contusio pulmonum, pneumonia dan
emboli paru. Flail chest dapat terjadi apabila terdapat fraktur dua atau lebih dari costa
yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan
menyebabkan gerakan paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019

Li
1. Tatalaksana kegawat daruratan.
a. Tatalaksana Awal di Tempat Kejadian
Persiapan
1) Memberitahu
perawat/petugas
kesehatan

di

puskesmas

mempersiapkan ruang UGD dan peralatan-peralatannya.


2) Mempersiapakan alat-alat emergency yang dibutuhkan, meliputi :
- Stetoskop
- Spet
- Ambu bag
- ETT, NGT
- Laryngoskop
- Hard neck collar
Traction splint
- Spalek / bidai
- Long spine board
- Perban elstic
Long spine
board
- Kapas
- Larutan antispetik

untuk

Neck Collar

Spalek/splin
t

3) Pakai baju pengaman, handscun, google sebagai pengaman


4) Menuju TKP dengan membawa alat tersebut dengan ditemani 2 orang
asisten.
BLS / PHTLS Di TKP
1) Pemeriksaan kesadaran :
Tanya nama pasien untuk menilai kesadaran

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
Nilai cara bicara untuk assessment airway
Lakukan peraba nadi (arteri radialis) sambil mengajukan pertanyaan
2) Evaluasi airway. Lakukan control serviks .Pasang neck collar, dengan
terlebih dahulu mengukur dengan teknik 4 jari
Membuka atau melonggarkan pakaian pasien, tapi cegah hipotermia,
lakukan inspeks cepat.
3) Breathing : Auskulatsi paru dan perkusi dada (menilai tension
pneumotorak)
Berikan tambahan oksigen dengan ambu bag.
Needle dekompresi tension pneumotoraks dengan tahapan :
Tentukan intercostals 2 dengan palpasi
Lakukan desinfeksi dengan larutan antiseptik
Gunakan spet yang ditusuk pada intercostals 2
4) Circulation :
Lakukan pemeriksaan perdarahan ekstrenal dengan teknik body sweep
Bila terdapat perdarahan eksternal lakukan control dengan balut tekan
dan elevasi.
5) Lakukan pembidaian femur (dengan spalek atau
teknik neighbouring splint) atau traksi dengan
menggunakan traction splint (penting untuk
mencegah terjadinya overriding tulang femur)
Sebelum dan sesudah memasang traction splint,
lakukan perabaan arteri dorsalis pedis untuk
menilai apakah ikatan terlalu kuat.
6) Lakukan immobilisasi pasien
Persiapkan long spine board
Lakukan penggulingan korban (90) dengan
teknik logroll (teknik agar tulang belakang, pelvis, dll tidak bergerak,
membutuhkan min 3 orang)
7) Teknik transport pasien
Jika ada ambulance, transport pasien dengan ambulance. Jika tidak ada
sebaiknya menggunankan alat transport lain untuk mencegah guncangan
bila dibawa tanpa alat transpor.
b. Tatalaksana di Medical Center
Primary survey
1) Airway : jaga jalan napas tetap paten. Bila diperlukan lakukan pemasangan
intubasi ETT (dengan bantuan auskultasi pada 5 titik) dan pemberian oksigen
dengan ambu bag (resusitasi oksigen), NGT dapat dipasang untuk mencegah
aspirasi.
2) Breathing : Inspeksi dada, auskultasi paru dan jantung, perkusi, palpasi

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
Untuk tatalaksana lanjut tension pneumothoraks dilakukan pemasangan chest
tube:
Antiseptik daerah insersi chest tube
Penyuntikan anastesi pada dinding dada intercostals 5 (intramuscular,
pleura parietal, permukaan periosteal iga 5)
Incisi dengan skapel
Pemasukan chest tube (ukuran 24 -26 french)
Fiksasi chest tube
3) Circulation : Pemberian kristaloid (RL 4500 6000 cc / jam) caliber besar
yang telah dihangatkan, melalui IV (resusitasi cairan)
4) Exposure : membuka keseluruhan pakaian pasien (digunting) tetapi cegah
hipotermia
Untuk tatalaksana fraktur iga

Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan


dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan
aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.

Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat
fraktur costae
- Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n.
interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah
-

yang cedera
Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan
prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis
dan parenkim paru
Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan

Resusitasi
Sudah termasuk di primary survey +
1) Pemasangan kateter foley / dower dengan terlebih dahulu menilai apakah
terdapat trauma pelvic, uretra, dll (dengan cara inspeksi : apakah terdapat
darah di meatus uretra, hematoma, dll; RT : apakah prostat teraba / melayang)
2) Cross cek darah
3) Pemberian transfuse darah universal (gol O, Rh -) hanya bila syok memburuk
progressive

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
Jika pasien telah stabil kita lakukan secondary survey.
1. Monitoring (kesadaran, vital sign, cairan urin, ABG, dll)
2. Anamnesis SAMPLE (Sensation, Allergic, Past illness, Last meal, Event)
3. Pemeriksan head to toe untuk mengetahui kemungkinan ada trauma lain.
Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari
kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan
perhatian utama :
Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani,
cedera jaringan lunak periorbital
Pemeriksaan leher
Emfisema subkutan,deviasi trachea, vena leher yang mengembang
Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS), penilaian rasa raba /
sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga, suara napas dan jantung, pemantauan ECG (bila
tersedia)
Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
cari luka, memar dan cedera lain, pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma
tumpul abdomen kecuali bila ada trauma wajah. Periksa dubur (rectal toucher),
pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Pelvis dan ekstremitas
Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes
gerakan apapun karena memperberat perdarahan), cari denyut nadi-nadi perifer
pada daerah trauma, cari luka, memar dan cedera lain
Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk :
Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak), pelvis dan tulang
panjang, foto atas daerah yang lain dilakukan secara selektif.
Foto dada dan pelvis mungkin sudah diperlukan sewaktu survei primer
Evaluasi fungsi neurologis

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
Untuk evaluasi berat dan luasnya cedera, jika pasien sadar tanyakan dengan jelas
apa yang dirasakan dan minta pasien untuk melakukan gerakan agar dapat
dievaluasi fungsi motorik dari ekstremitas atas dan bawah.

INITIAL ASSESSMENT
Prinsip awal penanganan di tempat kejadian kita kenal Bantuan Hidup Dasar (Basic Life
Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera
mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik
ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan,
dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun 2010 tindakan BLS
diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk
melindungi otak dari kerusakan yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah
akan berhenti selama 3-4 menit.

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB) :

1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas
secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2. Melakukan panggilan darurat.
3. Circulation :
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka
dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan

denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada.


Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut
nadi korban.
Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum).
Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama
diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas
tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan

diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.
Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban

jika korban berada di tempat tidur.


Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik).
Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.
Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi
minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 inchi (4

cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).


1. Airway
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt chin lift. Caranya dengan meletakkan satu
tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala
menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah
dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat
dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan
gigi Rahang Atas.

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019

2. Breathing
Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik
diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal
yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
Pastikan hidung korban terpencet rapat
Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
Berikan satu ventilasi tiap satu detik
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.
Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban

dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.


Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa
dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume

tidal sekitar 600 ml.


Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6
8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan

tanpa interupsi.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan,
ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12

nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.


Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah
terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100
kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.

3. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau

petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak
memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau
pemasangan advance airway.
4. Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat

tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada,


kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi
kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali.
Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa

Nama : Nurul Windi Anggraini


Nim

: 04011181320019
kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced
Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.

Referensi

Smith, S., Harris, T. 2005. Tension pneumothorax-time for a re-thing. Emergency Medical
Journal. 22: 8-16.
Noppen, M., Keukeleire, T.D. 2008. Pneumothorax. Respiration, 76 :121 127.
Sudiharto, 2013. Biomekanika Trauma. (Http://bppsdmk.depkes.go.id/bbpkjakarta /wpcontent/uploads/2012/03/BIOMEKANIK-TRAUMA.pdfDiakses tanggal 12 September
2016 ).

Anda mungkin juga menyukai