Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CEDERA KEPALA

DIRUANG ICU
RSUD KARAWANG

Nama : Ayu Agustiani, Amd.Kep


NIM : 0433131440112079

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA 1 (NONFREGULER)


STIKES KHARISMA KARAWANG
TAHUN 2016

LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATDARURATAN DENGAN CIDERA KEPALA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai (tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho,
2011). Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
Cidera otak primer : Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung
dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder: Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah traum , iskemi serebral.
2. ETIOLOGI
A. Cedera akselerasi : terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (alat pemukul kepala menghantam kepala / peluru yang ditembakan ke
kapala)
B. Cedera deselerasi : terjadi kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada
kasus jatuh / tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca mobil.
C. Cedera akselersi-deselerasi : terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor dan efisode
kekerasan fisik
D. Cedera coup countre coup : terjadi pada kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dengan kuat mengenai are atulang tengkorak. (dipukul
bagian belakang kepala)

3. GEJALA
(elizabeth, j crowin, 2009)
- kesadaran menurun
- pola nafas abnormal
- sakit kepala disertai dengan peningkatan TIK
- Muntah proyektil
- Perubahan perilaku kognitif, dan sikap pada gerakan motorik
- Amnesia
-

Kontusio serebri : adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan>10
menit) di lobus frontal dan temporal
Komosio serebri : tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi kehilangan fugsi otak
sesaat (pingsan < 10 menit) amnesia pasca cedera kepala.
Epidural hematom: Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater. akibat robeknya pembuluh darah arteri meningeal. Lokasi yang paling
2

sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.


Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
Dilatasi pupil, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan
nadi, peningkatan suhu.

Subdural hematoma : hematom di bawah lapisan duramater sumber perdarahan


berasal dari pecahnya pembuluh darah vena yang biasanya terdapat diantara
duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari
atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.

Intraserebral Hematome: Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh


darah arteri, kapiler, vena yang ada didalam otak.
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,
hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

Subarachnoid Hematome: Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya


pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang
hebat.
Tanda dan gejala: kontusio serebri, CT-scan terdapat lesi, Nyeri kepala, penurunan
kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

4. PATOFISIOLOGI

Nurarif dkk. (2015)Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis medis & NANDA
(NICNOC). Edisi revisi jilid 3. Mediaction: yogyakarta

5. KLASIFIKASI
1. cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
- Tak ada fraktur tengkorak
- Tak ada contusio serebral (hematom)
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
2. cedera kepala sedang
- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
- Dapat mengalami fraktur tengkorak, Muntah, Kejang
3. cedera kepala berat
- GCS 3-8 (koma)
- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
- Tanda neurologist fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
7. PENATALAKSANAAN:
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

B. KONSEP DASAR PENGKAJIAN KEGAWAT DARURATAN


1. PENGKAJIAN
a. PRIMER
AIRWAY : Pertahankan kepatenan jalan nafas, Atur posisi : posisi kepala flat dan
tidak miring ke satu sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena
jugularis, Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
BREATHING : Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman, Monitoring ventilasi :
pemeriksaan analisa gas darah, saturasi O2,
CIRCULATION : Perubahan frekuensi jantung (bradikardi), keluar darah dari
hidung dan telinga, perubahan tekanan darah, akral, nadi capillary rafill, sianosis

pada kuku, bibir.


DISABILITY : Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
EXPOSURE : Suhu, lokasi luka.
b. SEKUNDER
1. Riwayat Kesehatan Sekarang: Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana
mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan
pukulan?
2. Riwayat Penyakit Dahulu : Apakah klien pernah mengalami
kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti
sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan
secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau
gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana
penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
3. Riwayat Keluarga Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/
eklamsia, penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif
lainnya.
4. Kebutuhan sehari-hari
- Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastic
- Sirkulasi : Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan
bradikardi, disritmia
- Integritas Ego : Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis) Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan inpulsif.
- Eliminasi :Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi
- Makanan/Cairan Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia).
- Neurosensori :Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
- Gangguan pengecapan, juga penciuman : Perubahan kesadaran bisa sampai
koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan
pupil, deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan
(pengecapan, penciuman dan pendengaran) tidak seimbang, reflek tendon
dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadriplegi. sensitive
terhadap sentuhan, gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh,
- Nyeri/kenyamanan : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama. : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
- Pernafasan: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena
respirasi
- Keamanan: Trauma baru/trauma karena kecelakaan : Fraktur/dislokasi,

gangguan penglihatan
Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt raccoon eye, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Interaksi Sosial: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang
ulang, disartris, anomia.

2. DIAGNOSA & INTERVENSI


3.
NO
8.
1

4.
DIAGNOSA
9.
Perubahan perfusi jaringan
(serebral) b.d penghentian
aliran darah (hemoragi,
hematoma);
edema
cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia
(hipovolemia,
disritmia
jantung)

5. TUJUAN (NOC)
6.

15.

10.1. Status sirkulasi


11.2. Perfusi jaringan serebral
12.
13. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .x
24 jam, klien mampu mencapai :
14.1.
Kesadaran normal
Tekanan darah batas normal
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tanda TIK
Klien mampu berko-munikasi
dengan je-las dan sesuai kemampuan
Klien menunjukkan perhatian,
konsen-trasi, dan orientasi
Klien
mampu
mem-proses
informasi
Klien mampu mem-buat keputusan
de-ngan benar

7.
(NIC)

INTERVENSI

16. Monitor Tekanan Intra Kranial


1 Catat perubahan respon klien terhadap stimulus / rangsangan
2 Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3 Monitor intake dan output
4 Pasang restrain, jika perlu
5 Monitor suhu dan angka leukosit
6 Kaji adanya kaku kuduk
7 Kelola pemberian antibiotik
8 Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40 O dengan leher dalam posisi
netral
9 Minimalkan stimulus dari lingkungan
10 Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan
TIK
11 Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik
17.
18. Monitoring Neurologis (2620)
1 Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2 Monitor tingkat kesadaran klien
3 Monitor tanda-tanda vital
4 Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
5 Monitor respon klien terhadap pengobatan
6 Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7 Observasi kondisi fisik klien
19.
20.
21. Terapi Oksigen (3320)
1 Bersihkan jalan nafas dari secret
2 Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3 Berikan oksigen sesuai instruksi
4 Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6 Observasi tanda-tanda hipoventilasi

22.
2

23. Ketidakefektif
an Pola Napas
b.d kerusakan
neurovaskuler
(cedera pada
pusat
pernapasan
otak)

25.
Tujuan:

24.

28.
3

29. Nyeri akut b.d


dengan agen
injuri fisik.
30.

mempertahankan
pola
pernapasan efektif.
26.
27. Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam
batas normal

31. NOC:
32.1. Nyeri terkontrol
33.2. Tingkat Nyeri
34.3. Tingkat kenyamanan
35.
36. Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . x
24 jam, klien dapat :
Mengontrol nyeri, de-ngan indikator:
Mengenal faktor-faktor penyebab
Tindakan
pertolong-an
non
farmakologi
37.Menggunakan anal-getik
Melaporkan gejala-gejala nyeri
38.Melaporkan nyeri
39.Frekuensi nyeri
40.Lamanya episode nyeri

7 Monitor respon klien terhadap pemberian oksige


8 Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikas
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel
7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
8. Lakukan ronsen thoraks ulang.
9. Berikan oksigen
45.Manajemen nyeri
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, dan beratnya nyeri
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
5. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon
penerimaan klien terhadap nyeri.
6. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
7. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial
8. Sediakan lingkungan yang nyaman.
9. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
10. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri
berlangsung.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri
12. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
13. Kolaborasi dengan pemberian terapi sesuai intruksi
46.
47.

49.
4

50.
Resiko tinggi terhadap
infeksi b.d jaringan trauma

41.Ekspresi nyeri; wa-jah


42.Perubahan respirasi rate
43.Perubahan tekanan darah
44.Kehilangan nafsu makan
- Tingkat
kenyamanan,
dengan
indicator
- Klien melaporkan kebutuhan tidur
dan istirahat tercuku
51.

48.

1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci


tangan yang baik
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya
inflamasi
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran)
4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret
paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum
5. Kolaborasi dengan pemberiann antibiotik sesuai indikasi

52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.

60.
61.
62. DAFTAR PUSTAKA
64.

63.
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya.
65.

69.
70.

66. Corwin, J elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC
67.
68.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
71.
72.

Anda mungkin juga menyukai