LP Cedera Kepala
LP Cedera Kepala
DIRUANG ICU
RSUD KARAWANG
LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATDARURATAN DENGAN CIDERA KEPALA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai (tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho,
2011). Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
Cidera otak primer : Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung
dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder: Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah traum , iskemi serebral.
2. ETIOLOGI
A. Cedera akselerasi : terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (alat pemukul kepala menghantam kepala / peluru yang ditembakan ke
kapala)
B. Cedera deselerasi : terjadi kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada
kasus jatuh / tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca mobil.
C. Cedera akselersi-deselerasi : terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor dan efisode
kekerasan fisik
D. Cedera coup countre coup : terjadi pada kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dengan kuat mengenai are atulang tengkorak. (dipukul
bagian belakang kepala)
3. GEJALA
(elizabeth, j crowin, 2009)
- kesadaran menurun
- pola nafas abnormal
- sakit kepala disertai dengan peningkatan TIK
- Muntah proyektil
- Perubahan perilaku kognitif, dan sikap pada gerakan motorik
- Amnesia
-
Kontusio serebri : adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan>10
menit) di lobus frontal dan temporal
Komosio serebri : tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi kehilangan fugsi otak
sesaat (pingsan < 10 menit) amnesia pasca cedera kepala.
Epidural hematom: Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
duramater. akibat robeknya pembuluh darah arteri meningeal. Lokasi yang paling
2
4. PATOFISIOLOGI
Nurarif dkk. (2015)Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis medis & NANDA
(NICNOC). Edisi revisi jilid 3. Mediaction: yogyakarta
5. KLASIFIKASI
1. cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
- Tak ada fraktur tengkorak
- Tak ada contusio serebral (hematom)
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
2. cedera kepala sedang
- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
- Dapat mengalami fraktur tengkorak, Muntah, Kejang
3. cedera kepala berat
- GCS 3-8 (koma)
- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
- Tanda neurologist fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
7. PENATALAKSANAAN:
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
gangguan penglihatan
Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt raccoon eye, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Interaksi Sosial: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang
ulang, disartris, anomia.
4.
DIAGNOSA
9.
Perubahan perfusi jaringan
(serebral) b.d penghentian
aliran darah (hemoragi,
hematoma);
edema
cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia
(hipovolemia,
disritmia
jantung)
5. TUJUAN (NOC)
6.
15.
7.
(NIC)
INTERVENSI
22.
2
23. Ketidakefektif
an Pola Napas
b.d kerusakan
neurovaskuler
(cedera pada
pusat
pernapasan
otak)
25.
Tujuan:
24.
28.
3
mempertahankan
pola
pernapasan efektif.
26.
27. Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam
batas normal
31. NOC:
32.1. Nyeri terkontrol
33.2. Tingkat Nyeri
34.3. Tingkat kenyamanan
35.
36. Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . x
24 jam, klien dapat :
Mengontrol nyeri, de-ngan indikator:
Mengenal faktor-faktor penyebab
Tindakan
pertolong-an
non
farmakologi
37.Menggunakan anal-getik
Melaporkan gejala-gejala nyeri
38.Melaporkan nyeri
39.Frekuensi nyeri
40.Lamanya episode nyeri
49.
4
50.
Resiko tinggi terhadap
infeksi b.d jaringan trauma
48.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62. DAFTAR PUSTAKA
64.
63.
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya.
65.
69.
70.
66. Corwin, J elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC
67.
68.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
71.
72.