PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
2.
Ctm = RTM / VM 2 SM
Dimana
= massa jenis
Vm
Fr =
V adalah kecepatan kapal, g = Gravitasi bumi, dan L = panjang kapal.
5.
=
6.
2.3.
mendapatkan interaksi sebaik mungkin antara kapal dan propeller, semakin tinggi
efisiensi propeller jika angka maju ( J = Va / n D ) tetap. Penambahan jumlah daun
propeller akan menurunkan efisiensi. Efisiensi juga akan naik jika garis tengah
propeller diperbesar dan laju kisaran diturunkan.
2.3.4. Macam Macam Jenis Propeller
1) Fixed Pitch Propeller (FPP)
Fixed Pitch Propeller (FPP) atau baling-baling dengan pitch tetap. Tipe
propeller ini biasa digunakan untuk kapal besar dengan rpm relatif rendah dan
torsi yang dihasilkan tinggi, pemakaian bahan bakar lebih ekonomis, noise atau
getaran
minimal,
dan
kavitasi
gaya
dorong
hanya memiliki satu desain pitch, mengubah posisi pitch berarti akan mengurangi
efisiensi baling-baling.
3) Integrated Propeller and Rudder (IPR)
Integrated Propeller and Rudder merupakan tipe propeller yang hubnya
sudah terintegrasi dan berpadu dengan rudder. Ini
adalah pengembangan terbaru dari propulsi kapal.
Kondisi ini menyebabkan arus air dari propeller yang
melewati rudder akan memberikan peningkatan
pengendalian dan pengaturan rudder, sehingga
diperoleh penurunan pemakaian bahan bakar.
4) Adjustable Bolted Propeller (ABP)
Adjustable Bolted Propeller (ABP) merupakan pengembangan FPP,
dimana daun baling-balingnya dapat dibuat terpisah kemudian dipasang pada boss
propeller dengan baut, sehingga dapat distel pitchnya
pada nilai optimum yang akan dicapai (allows the
most efficient blade matching for optimum efficiency
while simplifying the installation process), dengam
pembuatan daun secara terpisah, ongkos pembuatan
dapat
ditekan
(butuh
satu
cetakan/mold
daun
tipe
ini
sering
disebut
vertikal.
Hal
ini
dapat
menghasilkan
daya
secara
terbuka
maupun
menggunakan
dapat
menurunkan
efisiensi
baling-baling
dapat
dipasang
10
dan
sentakan
air
yang
seringkali
kendali
yang
dikompleks
serta
11
1) Propeller blade atau baling-baling ditempelkan pada hub, dan hub dipasang
pada sebuah poros ujung poros baling-baling. Baling-baling berputar pada
garis tengah poros. Arah rotasi (maju normal) bila dilihat dari belakang
berputar ke kanan searah jarum jam.
2) Blade edge atau pinggir blade dalam hal ini dikenal dalam dua bagian, pinggir
blade bagian depan disebut leading edge (nose) dan edge bagian belakang
disebut trailing edge (tail). Sedangkan pertemuan kedua pinggir blade (leading
edge dan trailing edge) disebut blade trip. Pada titik blade tip diameter (D)
atau radius (R=D/2) baling-baling diukur.
3) Balde surface atau permukaan blade dalam hal ini dikenal pula dalam dua
bagian, permukaan blade bagian belakang (back) didefinisikan sebagai
permukaan blade berada dimana arah poros itu datang sedangkan permukaan
yang lainnya disebut permukaan blade bagian depan (face), ketika kapal
bergerak maju, masuknya aliran air melalui belakang baling-baling. Karena
proses maju tersebut hal ini mempercepat bagian belakang baling-baling.
Karena proses maju tersebut hal ini mempercepat bagian belakang propeller
memiliki tekanan rata-rata rendah dan permukaan blade bagian depan
memiliki tekanan rata-rata tinggi (perbedaan antar tekanan ini menghasilkan
gaya dorong), permukaan blade bagian depan juga disebut permukaan tekanan
dan belakang disebut permukaan hisap.
12
13
a) Chord Length (CL) atau panjang chord adalah jarak antara hidung (leading
edge) dan ekor (trailing edge) propeller pada chord line antara ujung leading
dan trailing edge. Panjang Chord (CL) juga disebut garis hidung -ekor.
b) Camber atau tebal profil t(x) adalah jarak antara permukaan hisap (suction)
dan permukaan tekanan (pressure) yang diukur tegak lurus terhadap koordinat
sumbu-y
c) Angle of attack adalah sudut antara chord line dan arah aliran fluida.
2.4.2. Blade Contour Area
Dalam penggambaran baling-baling dikenal 2 perbandingan luasan
blade yang digunakan yaitu :
a) Projected area of blade atau luasan blade kontur (Ap) dberikan sebagai
perbandingan antara luasan blade kontur (luasan blade secara transversal) dan
luas keseluruhan bidang baling-baling (Ao = 0,25 D2) dimana D adalah
diameter baling-baling.
b) Developed area of blade atau luasan blade (AD) diberikan sebagai
perbandingan antara luasan blade (luasan blade secara vertikal) dan luas
keseluruhan bidang baling-baling (Ao)
14
2.4.3.
Rake
Rake adalah jarak dari propeller plane ke generator line pada arah sumbu
poros x. Rake propeller dibagi dalam dua komponen : generator line rake (iG)
dan skew inducted reke (is) yang didefinisikan sbb :
IT (r) = iG (r) + is (r)
IT (r) = rG tan (m)
Catatan :
a) Propeller reference line atau garis normal terhadap poros propeller
b) Generator line adalah garis interaksi antara pitch helic sumbu x poros
terhadap propeller reference line
2.4.4.
Skew
Setengah panjang garis chord dari masing-masing penampang radial
baling-baling umumnya tidak garis lurus, tapi melengkung terhadap putaran pisau.
15
16
n = TVA / TnP = 1 - SR
Dimana : T
= gaya dorong ( N ; KN )
VA
( dibelakang
kapal ). Air akan mengalami percepatan aksial (a ) dan menimbulkan slip dengan
kecepatan kearah belakang kapal akibat gerak berputarnya daun baling-baling
dengan letaknya yang condong terhadap sumbu baling-baling.
Reaksi yang timbul akibat percepatan air kebelakang menimbulkan gaya
dorong. Air akan mengalami perlambatan yang teratur akibat gaya-gaya dari
viskositas air setelah melalui propeller. Hal ini menyebabkan energi propeller
terbuang sehinga ada kehilangan energi. Sumber lain yang menyebabkan
kehilangan energi :
17
1).
2).
dL = C1 p V 2 dA
18
Drag : dD = Cd . p V
Dimana :
C1
Koefisien lift ;
CD
Koefisien Drag;
Cd
Kemudian lift dan drag diuraikan kearah tranlasi ( ke arah maju kapal dan
kearah tegak lurus terhadap arah maju kapal ) menimbulkan gaya dorong / thrust
( sesuai arah maju kapal ) dan gaya torsi / torque ( arahnya tegak lurus arah gerak
maju kapal ).
Besarnya thrust dan torque dinyatakan sebagai berikut.
DT
= dL . cos B dD . sin B
DQ
Thrust : T = Z S R rH dQ . dR
Torque : Q = Z S R rH dQ . dR
T
rH
= jari-jari hub
Gaya
19
-gaya yang bekerja pada daun berubah karena letak karena letak daun berikutnya
saling berdekatan.
2.5.4 Teori Sirkulasi
Teori sirkulasi didasarkan pada konsep bahwa gaya angkat yang
ditimbulkan propeller disebabkan oleh adanya aliran sirkulasi yang terjadi
disekeliling daun. Aliran sirkulasi menyebabkan penurunan tekanan pada
punggung daun serta kenaikan kecepatan
Setempat dan kenaikan tekanan pada sisi muka daun dan penurunan kecepatan
setempat.
Kecepatan fluida terhadap elemen daun merupakan penjumlahan dari
kecepatan tranlasi dan kecepatan sirkulasi.
Besarnya gaya angkat dari gaya tahan dinyatakan sebagai berikut :
dL
= ( . V G . . Dr)
DD
= CD ( . ( . VG 2 ) c . dr
VG
Dr
= densitas fluida
geometrinya.
2.5.5 Efisiensi Propeller
Adanya kerugian kerugian tenaga pada propeller menentukan efisiensi
propeller. Ada empat macam efisiensi propeller.
20
a.
T) pada suatu kecepatan aliran air VA yang memasuki budang piringan atau
diskus propeller. Akibatnya, kapal begerak pada kecepatan Vs. Hasil perkalian
T. VA merupakan tenaga kuda yang diberikan baling-baling / propeller yang
berwujud sebagai gaya dorong. Hasil itu disebut Thrust Horse Power (THP).
Hasil perkalin tahanan total kapal RT dengan kecepatan kapal Vs merupakan
tenaga kuda efektif kapal. Hasil perkalian tahanan total ini disebut efektif
horse power (EHP).
Harga perbandingan EHP dengan THP disebut
(1 w)
Harga eh biasanya lebih dari satu sebab untuk kapal kapal type biasa dan
berbaling baling tunggal harga w lebih dari t merupakan fungsi dari w.
b.
21
2). Kerugian karena adanya daya tahan pada daun propeller sewaktu bergerak
didalam air. Hal ini disebabkan oleh viskositas air dan gesekan air pada
daun tersebut . Kerugian ini dikurangi dengan mempergunakan daun
propeller yang sempit. Dengan mempersempit luas tiap daun maka luas
permukaan daun berkurang. Untuk mendapat luasan permukaan daun total
yang sama seperti sebelum daun dipersempit maka jumlah daun ditambah
tetapi effisiensi daun berkurang.
Menurut hasil percobaan ditangki percobaan, Hanya sedikit
perbedaan effisiensi pada propeller berdaun tiga dengan empat dan antara
empat dengan lima. Effisiensi akan berkurang dengan bertambahnya
jumlah daun propeller Z.
Keuntungan daun propeller berdaun banyak untuk mengurangi
getaran kapal yang ditimbulkan oleh propeller terutama pada besar dengan
propeller tunggal.
Propeller effisiensi didefinisikan sebagai berikut :
Ep
=THP
DHP
DHP (Delivered horse power) yaitu tenaga kuda yang ditranmisikan dari
poros kepropeller. DHP diukur dengan percobaan open water test.
Propeller diciba tanpa dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini
berbeda dengan DHP sesungguhnya./ Perbandingan antara kedua DHP
yang berbeda tersebut menghasilkan relative rotative efficiency ( err).
c.
Propulsive Coefficient ( PC )
Propulsive coefficiency adalah harga perbandingan antara EHP ( dari
PC = EHP ; PC = EHP
BHP
d.
SHP
kecepatan yang
sebesar
lebih dari
70 %.
bagaimanapun
tidak
akan
mempunyai
effisiensi
23
2). Kerugian karena adanya daya tahan pada daun propeller sewaktu bergerak
didalam air. Hal ini disebabkan oleh viskositas air dan gesekan air pada daun
tersebut. Kerugian ini dikurangi dengan mempergunakan daun propeller yang
sempit. Dengan mempersempit luas tiap daun maka luas permukaan daun
berkurang. Untuk mendapat luasan permukaan daun total yang sama seperti
sebelum daun dipersempit maka jumlah daun ditambah tetapi effisiensi daun
berkurang. Menurut hasil percobaan ditangki percobaan. Hanya sedikit exit
perbedaan effisiensi pada propeller berdaun tiga dengan empat dan antara
empat dengan lima. Effisiensi akan berkurang dengan bertambahnya jumlah
daun propeller Z.
Keuntungan daun propeller berdaun banyak untuk mengurangi getaran
kapal yang ditimbulkan oleh propeller terutama pada besar dengan propeller
tunggal
Propeller effisiensi didefinisikan sebagai berikut :
DHP ( Delivered horse power ) yaitu tenaga kuda yang ditransmisikan dari
poros kepropeller. DHP diukur dengan percobaan open water test. Propeller
dicoba tanpa dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini berbeda dengan DHP
sesungguhnya. Perbandingan antara kedua DHP yang berbeda tersebut
menghasilkan relative rotative efficiency (rr).
2.5.7 Propulsive Coefficient ( PC )
Propulsive coefficiency adalah harga perbandingan antara EHP ( dari
badan kapal tanpa adanya tonjolan tonjolan dan kelonggaran kelonggaran lain)
dengan BHP untuk motor diesel dan SHP ( shaft horse power / daya yang
disalurkan mesin keporos ) untuk kapal kapal turbin.
PC =
; PC =
24
adalah percobaan model kapal yang dilengkapi dengan model baling-baling dan
dapat bergerak sendiri ditangki percobaan sesuai kecepatan yang ditentukan.
Model kapal mempergunakan propeller tunggal. Harga propeller effisiensi pada
open water test ep, harga wake dan harga thrust deducation diikut sertakan dalam
perhitungan.
Dalam perencanaan propeller sebaiknya nilai err yang dipakai tidak lebih
dari 1,03 dengan mengabaikan apakah ada tonjolan tonjolan ( tiang kemudi
yaitu bagain depan kemudi yang dipasang dibelakang atau dimuka propeller.
2.5.9 Kavitasi
Secara singkat kavitasi adalah pembentukan gelembung gelembung pada
permukaan daun. Sering terjadi pada bagian belakang permukaan daun / back
side. Kavitasi baru diketahui tahun 1890 oleh Charles Parson ( inggris ) dari
pengalamanya mengenai perahu-perahu kecepatan tinggi. Peristiwa itu ia buktikan
pada kapal turbin.
Apabila tekanan pada permukaan pungung daun dikurangi sampai suatu
harga dibawah tekanan statis fluida maka akan menyebabkan tekanan daun
menjadi negatif. Pada kenyataanya tekanan negatif tidak dapat terjadi. Hal ini
menyebabkan suatu reaksi lain. Fluida meninggalkan permukaan daun kemudian
membentuk gelembung-gelembung / kavitasi . Gelembung gelembung ini berisi
25
Pencegahan Kavitasi :
26
1). Menambah luas daun baling baling dengan cara memperbesar tiap
daunnya Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban yang dialami oleh
daun setiap luas.
2). Mempergunakan tipe irisan daun yang dapat mengurangi terjadinya
puncak tekanan rendah yang mencolok dipermukaan punggung daun.
Juga diusahakan agar tekanan rendah yang terjadi dipermukaan daun
dapat serat mungkin.
Terowongan kavitasi dipergunakan untuk mempelajari kavitasi. Cara
kerjanya
27
BAB III
DATA KAPAL
3.1 DATA KAPAL RANCANGAN
3.1.1 UKURAN UTAMA
LWL = 92 m
LBP
= 89.2 m
= 14.00 m
= 5.820 m
= 8.4 m
= 0,70
Cm
= 0,98
Cw
= 0,81
Cp
= 0,86
= 13 knot
= 13 x 0.5144
= 6.6872 m/s
RT
= 182.104717 KN
EHP
= 2010.061 Hp
= 1498.903 kW
(1 HP = 1,341 kW
28
BAB IV
PEMBAHASAN
29
= 2010.06 Hp
= 1498.903 Kw
= 0,5 Cb 0,05
= (0,5 0,70) 0,05
= 0,3
=kw
Dimana :
30
k = koefisien yang besarnya tergantung dari bentuk buritan, tinggi kemudi, dan
kemudi kapal
k = 0,5 0,7 (untuk kemudi yang stream line dan mempunyai konstruksi belahan
pada tepat segaris dengan sumbu baling-baling)
k = 0,7 0,9 (untuk kemudi yang stream line biasa)
k = 0,9 1,05 (untuk kapal-kapal kuno yang terdiri dari satu lembar pelat
lempeng)
Sehingga :
t
=kw
= 0,7 0,3
= 0,21
4. Perhitungan Speed of Advance (Va)
Keberadaan lambung kapal didepan propeller mengubah rata-rata
kecepatan lokal dari propeller. Jika kapal bergerak dengan kecepatan Vs dan
akselerasi air di bagian propeller akan bergerak kurang dari kecepatan kapal
tersebut. Akselerasi air tersebut bergerak dengan kecepatan Va, diketahui sebagai
Speed of Advance. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Va
= (1 - w) Vs
= (1 0,32) 13
= 9.1 knots
31
= (1 - t) / (1 - w)
= (1 0,224) / (1 0,32)
= 1.12857
6. Efisiensi transmisi
transmisi = 0.98 untuk mesin kapal di belakang
0.97 untuk mesin kapal di tengah
(memilih 0.98 karena pada kapal rancangan saya letak mesinnya berada
di belakang)
7. Efisiensi asumsi (asumsi)
Nilai dari Asumsi . Dari hasil penelitian 0.4 0.7
Diambil 0.6
8. Perhitungan Delivered Horse Power (DHP)
DHP = EHP / asumsi
= 2010.06 / 0.6
= 3029,03 HP
9. Perhitungan Thrust Horse Power (THP)
Ketika kapal bergerak maju, propeller akan berakselerasi dengan air.
Akselerasi tersebut akan meningkatkan momentum air. Berdasarkan hukum kedua
32
= DHP / transmisi
= 3029,03 HP / 0,98
= 3090,84 HP
1.2
1.2.1
propeller yang sesuai dengan karakteristik badan kapal(badan kapal yang tercelup
ke air) dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal.
33
Design Condition
Dalam melakukan perancangan propeller, pertama kali yang harus
Speed of Advance (Va), adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller.
Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal) yang mana
hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow
displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung
kapal hingga disk propeller. Dari perhitungan sebelumnya, telah
didapatkan harga Va sebesar :
34
Va = 9,1 knot
2
N SHP 0 ,5
Va2 ,5
0.5
2.5
250 (1192.92)0,5
(8,5995)2,5
= 33,383
2
= 99,60 (10,05 h)
= 99,60 (10,05 4,2871)
= 56,5146 KN/m2
4 Menetukan Ae/Ao
Ae/Ao
1 , 3+( 0 ,3 Z T )
+k
( PoPv ) Dp 2
Karena pada diagram taylor terdapat Ae/Ao = 0,502 maka akan diambil
yaitu 0,55. Sehingga tipe propeller yang akan dipilih dari tipe : Type B4 55
36
o V a
N
(1ft = 0,3048 m)
= 0,82
Po
= 0,82 Do
= 0.82 x 3.88
= 3,181 meter
4. Menentukan Nilai b
Nilai b diperoleh dari rumusan :
b
= (Nprop Db) / Va
= b 0,009875
37
= 222,78 0,009875
= 2.11
= 0,84 x Db
= 0,84 x 3.88
= 3,3368 meter
Perhitungan Kavitasi
Perhitungan kavitasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan
suatu propeller bebas dari kavitasi yang menyebabkan kerusakan fatal terhadap
propeller. Perhitungan kavitasi ini dengan menggunakan Diagram Burrils.
Prosedur yang digunakan untuk menghitung angka kavitasi adalah sebagai
berikut:
Menghitung nilai Ae
38
Ao
=
= 3.14 (12,97/2)2
= 132,2
Ae = Ao x (Ae/Ao)
= 132,2 x 0.502
= 66,34
Berikut adalah tabel nilai Ae untuk setiap tipe propeller :
b Menghitung nilai Ap
Ap = Ad x (1,067 (0,229 x
))
dimana : Ad = Ae
3363,039
39
T= RT/(1-t)
= 182.16(1- 0.224)
= 234.75 KN
e
Menghitung Nilai TC
T
2
Ap 0 , 5 (Vr)
TC H =
188 , 2+(19 , 62 H )
2
2
2
Va +(4 , 836 n D )
Nilai
0.7R
= 4.101 m
0,7R = 0.097
Masukkan nilai
0,7 R
diagram.
40
diagram
Propeller yang dipilih telah memenuhi syarat kavitasi karena nilai c lebih kecil
dari nilai c max, hal ini berarti bahwa propeller tersebut bebas dari kavitasi.
Berikut adalah tabel kavitasi masing-masing jenis propeller :
41
Data Propeller
Type Propeller
: B4 - 55
propeller
P/D
Diameter (m)
RPM prop
: 0,6
: 0,72
: 3.66 m
: 150 rpm
Tahanan total pada saat clean hull (lambung bersih, tanpa kerak) :
RT service
= 182.16 kN
= 18216 N
1 Menghitung Koefisien
Rumus :
Rt
Vs 2
= 18216 / 6.6872
= 2724.01
(Suryo Widodo Adjie, Engine Propeller Matching)
2 Menghitung Koefisien
=
( 1t ) x (1w)2 x D 5 x n2
= 39.846
3 Membuat kurva KT J
Sebelum membuat kurva KT - J,dicari nilai KT terlebih dahulu dengan
rumusan:
42
KT= x J
TABEL KT J
Lalu dibuat kurva KT- J. Kurva ini merupakan interaksi lambung kapal
dengan propeller.
HUBUNGAN TAHANAN TOTAL (Kn) TERHADAP V (KN0T)
f(x) = - 1.44x^2 + 39.85x + 118.76
R = 0.99
R total
Polynomial (R total)
43
telah dipilih yakni B4-40. Setelah itu dicari nilai masing-masing dari KT, 10KQ,
dan behind the ship. Tentu saja dengan berpatokan pada nilai P/Db yang telah
didapat pada waktu pemilihan propeller.
Sehingga dari kurva open water B3-65 didapatkan data sebagai berikut :
44
DESAIN PROPELLER
Gambar baling-baling sekrup dibuat menggunakan berbagai proyeksi
diantaranya :
a
baling-baling :
Chord length (Cr) atau panjang chord, dalam hal ini adalah panjang chord
pada jari-jari tertentu. Panjang chord dapat ditentukan dengan persamaan 5.1 dan
konstanta jari-jari (K(r)) sebagaimana tertera pada tabel 5.1
K ( r ) D EAR
c ( r )=
Z
Dimana :
K(r)
= Konstanta jari-jari
= Diameter propeller
EAR
= Jumlah daun
45
Dalam Tabel 5.1, skew didefinisikan sebagai jarak antara bagian mid chord
dan generator line. Skew dibuat dalam bentuk non-dimensi terhadap cr. Sebuah
skew positif didefinisikan mid chord diposisikan maju dari garis generator line.
Konstanta K(r) dapat digunakan untuk semua area ratio, meskipun
awalnya didefinisikan dari sebuah tabel series untuk dua atau tiga daun. Tetapi
untuk propeller dengan series terakhir (empat-tujuh daun) memiliki sedikit
perbedaan kontur dan perbedaan tersebut dapat diabaikan, khususnya terhadap
kinerja propeller.
Blade section atau bagian daun, dalam penggambarannya bagian daun
tersebut dikenal dengan nama : jarak dari generator line ke garis propeller (c(gl),
jarak dari garis tepi leading edge (c(te) ke garis propeller dan jarak dari garis tepi
trailing edge (c(te) ke garis propeller dalam hal ini adalah jarak pada jari-jari
tertentu. Sebagaimana persamaan 5.2 dan gambar 5.1
C(r) = CLE + CTE
= Wegeningen B4-55
Diameter propeller(m) Db
= 3.88 m = 3666 mm
untuk AE/A0
= 0,55
Z Propeller
=4
46
47
Tabel 5.5 Ordinat bagian muka (face) daun pada leading edge
Permukaan hisap antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (LE)
Permukaan hisap antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (TE)
Permukaan tekanan antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (LE)
Permukaan tekanan antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (TE)
Dr
Sr
Br
Ar
48
Tabel 5.7 Ordinat bagian muka (face) daun pada trailing edge
b Pitch
Distribusi Pitch
Diameter Propeller
P/D
Pitch (P)
= 3.666 m
= 0,82
= P/D Dp
= 0.84 x 3.88 m
= 3,2
P/2
= 0.507 m
Tabel 5.10 Pitch Propeller
49
0.2 R =
0.3 R =
0.4 R =
0.5 R =
0.6 R =
P/ 2
P/ 2
P/ 2
P/ 2
P/ 2
x
x
x
x
x
82.20%
88.70%
95.00%
99.20%
100%
=
=
=
=
=
0.416
0.449
0.481
0.503
0.507
m
m
m
m
m
Penggambaran Propeller
-
50
Untuk
gambar
developed
dan
projected
diperoleh
dengan
51
3
1
propeller adalah :
1
2
3
4
5
Diambil fc = 0.8
Maka Daya Perencanaan :
Pd = fc x SHP
= 0.8 x 3090,84
= 2472,674 kW
2 Menghitung Kebutuhan Torsi
52
Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 42 MC,
dengan memiliki harga:
b = 113.628 kg/mm2 = 1136.28 N/mm2
Sf1 = 6 (untuk material baja karbon)
Sf2 = 1,3 3 , dalam perhitungan ini diambil nilai 3
46,531
kg
Sehingga : a = 6 1,3 =5,965 mm2 ((5.1 / ds3) x Kt x Cb x T))
= 6,313 kg/mm2
4 Menghitung Diameter Poros
Diameter Poros
[( )
5,1
Ds=
x KT x Cb x T
a
1
3
53
5,1 x T
3
Ds
=
(kg/mm2)
2,613 kg/mm2
(Syarat
Terpenuhi)
Pw
1-(di/da)4
=1
Rm
Cw
Sehingga :
Ds
54
Keterangan Gambar :
Dba
Dbf
Db
Lb
LD
tR
tB
rF
rB
Boss Propeller
1 Diameter Naf (Dn)
Dn
= 0,167 x Dp
= 0,167 x 3,88 m
= 0.648 m
2
55
Dba/Dn
Dba
= 0,875 x Dn
= 0,875 x 0.648 m
= 0.567 m
= Dn / 2,4
= 0.648 / 2,4
= 0.27 m
= Dn / 1,9
= 0.648 / 1,9
= 0.341 m
= 0,045
tb
= 0,045 x tr
= 0,045 x 0,1746
= 0,0079 m
56
rf/tr
= 0,03
rf
= 0,03 x tr
= 0,03 x 0,1746
= 0.0052 m
10
rb/tr
= 0.04
rb
= 0.04 x tr
= 0.04 x 0.1746
= 0,007 m
11
= 0,3
Ln
= 0,3 x Lb
= 0.3 x 1.1145
= 0,3343 m
12
= 0,0035 x Dp
= 0,0035 x 3.88
= 0,0136 m
Perencanaan Poros
1.Diameter poros propeller
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec. 4.C.2 hal. 4-1 diberikan formula :
D = F x k x {Pw / (n x (1 -(di/da)4 )) x Cw }1/3
Dimana :
F = Faktor untuk tipe instalasi propulsi
= 100
K = nilai koefisien poros baling-baling
= 1.26 (untuk poros pelumasan minyak)
Pw = Pd = SHP = 3056.7 x 0.8
= 2472,674
n1= 180 rpm
(1 - (di/da)4) = 1
57
Sf2
58
aman karena kekuatan tarik dari poros adalah 14.68kg/mm2 lebih kecil dari
kekuatan tarik bahan.
5 Perencanaan Lapisan Pelindung Poros (Stern Tube)
1 Tebal minimum lapisan pelindung poros S1
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec. 4.D.3.2.3 hal. 4-3 diberikan formula:
S1
= ( 0,03 X ds ) + 7,5
= 17,523 mm
2 Tebal minimum S2 (shaft liner)
Dari buku "BKI 1996" Vol III Ssec. 4.D.3.2.3 hal. 4-3 diberikan formula:
S2
= 0,75 x S1
= 13,142 mm
6 Perhitungan Bantalan Poros
1. Panjang bantalan depan (forward bearing) L1
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.D.5.2.2 hal. 4-5 diberikan formula :
L1
= 0,8 x ds
= 267,28 mm
2 Panjang bantalan belakang (after bearing) L2
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.D.5.2.2 hal. 4-5 diberikan formula :
L2
= 2,0 x ds
= 668,201 mm
3 Clearance antara poros dan bantalan C
Dalam "Handbook Surveyor BKI" tentang Propeller Shaft Clearance
diberikan formula:
C
= ( 0,001 x ds ) + 0,3 mm
= 0,634 mm
4 Jarak bantalan Lmax
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.5.1 hal. 4-5 diberikan formula :
Lmax = K2 x (ds/n)1/2
untuk n > 350 rpm
Dimana :
K2
= 8400
(untuk bantalan timah putih dengan pelumasan minyak)
n
= 180 rpm
maka :
Lmax = 11444,099 mm
7 Perencanaan Kopling Poros dan Baut Kopling ( Shaft Coupling and
Coupling Bolts )
Dalam perencanaan ini, desainer menggunakan kopling tetap tipe flens.
Kopling ini adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan
daya dari poros pengggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa
terjadi slip), dimana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus
atau sedikit berbeda tapi selalu Sedangkan baut merupakan pengikat yang
sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau kerusakan pada
mesin atau poros. Pemilihan baut harus dilakukan dengan seksama untuk
59
mendapat ukuran yang sesuai ukuran kopling dan baut dapat ditentukan
sebagai berikut :
1. Tebal flens kopling Tf
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.4.4 hal 4-4 diberikan formula :
Tf
= 25% x ds
= 83,525 mm
2. Panjang flens kopling poros Lhub
Dari buku "Elemen Mesin (Elemen Konstruksi dari Bangunan Mesin)" hal
191 diberikan formula :
Lhub
= ( 1,25 ~ 1,5 ) x ds
= 1,5 x ds
= 501,15 mm
3. Diameter taper bagian bawah du
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.2 hal. 4-2 dijelaskan bahwa shaft
taper ( C ) untuk flens kopling berada diantara 1/10 ~ 1/20
C
= ( ds - du ) / Lhub
Dimana :
C
= rasio taper
= 0.067
Maka :
du
= ds - (C x Lhub)
= 300,69 mm
Dari rules "BKI 1996" Vol.III Sec.4.D.2 hal. 4-3, nilai diameter taper du tidak
boleh kurang dari 60% ds
4. Diameter nut d1 dan diameter mur ass baling-baling d2
d1
= 60 % ds
= 200,46 mm
5 Diameter hub d3 dan diameter lingkar baut d4
d3
= ( 1,8 ~ 2,0 ) x ds
= 2,0 x ds
= 634,791 mm
6 Diameter flens kopling df
Dari buku "Machine Design" hal 482 diberikan formula :
df
= ( 2 x d 4 ) - d3
= 968,89 mm
7 Diameter baut pada kopling flens dk
dk
= 16 x {(106 x Pw)/(n1 x z x D x Rm)}1/2
dimana :
z
= jumlah baut yang direncanakan
= 12 buah
D = d4 = diameter jarak lingkar baut
Maka :
dk
= 16 x ((106 x 2472,674) / (180 x 12 x 0.801 x 600))0.5
= 24,681 mm
8 Perencanaan Spie Pada Kopling Flens
1 Gaya tangensial pada permukaan poros F
60
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Efisiensi suatu kapal berpengaruh pada baik dan buruknya baling-baling
(propeller) ditinjau dari segi produktivitasnya dalam menghasilkan daya
61
5.1 Saran
Dalam merancang suatu propeller, kita jangan terpaku pada satu literatur atau
buku saja, tetapi sebaiknya bisa merujuk dari beberapa buku agar hasil akhir yang
kita dapatkan bisa memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Wageningen
62
Arsip Propulsi.
Rumus / Referensi
Diameter Propeller ( Dp )
( Tahanan Dan Propulsi Kapal hal.137 )
63
Dp = 2/3 . T
= Vs ( 1 w )
= (Rt / 1 t )/2
= 99,6 + 10,05 . h
Ae / Ao =
+ k, di mana k = 0 ; Z = 4
=((DE)+H)
Effisiensi lambung
dimana H = % LWL
( H )
64
= 0,95 ~ 1,00
= O. H. R
= ( 1 t ) / ( 1 Wm )
= Ap / Ad x Ad
= Ae / Ao x Ao
= (/4)Dpopt2
65
q0,7R
Koefisien Tc
c
= 1/2 x p x Vr2
= [(T/AP) / q0,7R
66