Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara global Indonesia sebagai negara berkembang pada saat ini yang
mana lebih memberatkan pada sektor pembangunannya pada sector perindustrian
dengan dukungan sektor sektor lain. Namun dengan melihat keadaan
geografisnya negara kita adalah sebagian besar terdiri dari lautan, oleh karena itu
sektor angkutan laut sangat penting dalam menentukan pembangunan bangsa,
dimana angkutan laut berfungsi untuk menghubungkan antara pulau yang satu
dengan yang lainya.
Perkembangan industri perkapalan dinegara kita sangat pesat mengingat
akan kebutuhan akan tranportasi laut. Industri perkapalan dalam hal ini harus
beroperasi secara maksimal mungkin, agar mendapat kepercayaan terhadap
bangsa kita dari negara negara lain, namun kebiasaan yang ada dalam
pembuatan kapal mempunyai kendala-kendala antara lain ; Penyediaan komponen
tertentu, misalnya mesin yang berukuran besar dan penyediaan spare part dan
yang lainya. Oleh karena itu salah satu hal yang penting dalam penyelesaian suatu
kapal adalah tahanan dan propulsi (baling-baling).
Dalam mendesain sebuah kapal, salah satu faktor yang harus diperhatikan
adalah masalah tahanan dan propulsi kapal. Sebuah kapal yang bergerak pada air
akan mengalami tahanan yang menahan arah gerak maju dari kapal. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu mekanisme penghasil daya dorong untuk
melawan gaya tahanan itu. Adapun mekanisme penghasil daya dorong tersebut
berupa daya mesin yang akan menyalurkan daya melalui poros untuk diteruskan
ke propeller yang nantinya akan menghasilkan daya dorong untuk menggerakkan
kapal dan untuk melawan gaya tahanan yang dialami oleh kapal.

1.2 Rumusan Masalah


Telah banyak teori yang diajukan untuk menjelaskan cara sebuah propeller
yang menghasilkan gaya dorong yang baik. Semua teori tersebut dikembangkan
melalui pekerjaan yang sangat banyak baik secara teoritis maupun secara
percobaan melalui ilmu hidrodinamika.Sekalipun demikian belum ada teori yang
diajukan yang memperhitungkan semua faktor yang terlibat dalam aksi balingbaling,selain itu juga rumit sehingga perlu untuk menciptakan suatu alat yang
dapat memperhitungkan kecepatan serta ketelitian, hal ini yang dimaksud adalah
propeller ( baling baling ).

1.3 Batasan Masalah


Propeller ( baling- baling ) sebagai alat utama penggerak kapal
memerlukan suatu pendesainan yang tepat untuk menghasilkan gaya dorong yang
cukup dan searah dengan pergerakan kapal sehingga dalam pendesainan tersebut
harus mempunyai batasan yang jelas baik dari propeller maupun diluar propeller,
dalam hal ini adalah :
Type dan ukuran kapal
Type suatu kapal sangat berpengaruh terhadap pendesaianan propeller
karena untuk beberapa type kapal digunakan desain propeller yang khusus
antara lain: Kapal penumpang, kapal tunda, ferry, dan lain-lain. Sedangkan
ukuran suatu kapal khususnya sarat dan linggi buritan juga mempengaruhi
dimensi propeller yaitu diameter.

Metode perhitungan hambatan kapal


Dalam perhitungan hambatan kapal didapatkan nilai hambatan kapal,
dengan nilai tersebut sangat mempengaruhi proses pendesainan suatu
propeller yang menyangkut gaya dorong yang dihasilkan guna untuk
melawan hambatan pada kapal. Adapun metode yang dipakai adalah
metodhe guldhamer.

Perhitungan efisiensi propeller

Dalam perhitungan efisiensi propeller dapat dihasilkan kerja propeller


yang sangat efektif pada dimensi tertentu yang juga dapat memenuhi
persyaratan teknis dan diperoleh efisiensi yang baik dan batas
kemungkinan kavitasi yang masih diizinkan

Desain profil daun propeller


Baling-baling merupakan suatu alat bentuk penggerak kapal. Sebuah
baling-baling yang berhubungan dengan hub atau Boss yang mana
merupakan bagaian yang dapat dilepas. Permukaan daun baling-baling
yang menghadap kebelakang disebut sisi, baliknya disebut punggung atau
sisi belakang ( back ) atau sisi tekanan rendah.
Untuk merencanakan daun propeller dibutuhkan data :
Kecepatan ( knot )
Daya Mesin ( hp )
Putaran Propeller ( Rpm )
Diameter Propeller ( m )

1.4 Tujuan Dan Kegunaan


Tujuan dari pendesainan

propeller adalah untuk mendapatkan suatu

propeller yang mampu menghasilkan gaya dorong yang semaksimal mungkin


untuk sebuah kapal, adapun kegunaanya adalah untuk mengefisiensi kerja sistem
penggerak kapal sehingga kapal dapat dioprasikan dengan sebaik - sebaiknya.

1.5 Sistematika Penulisan


Bab I Pendahuluan.
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Batasan masalah

1.4 Tujan dan kegunaan


1.5 Sistematika penulisan
Bab II Landasan teori
2.1 Teori hambatan
2.2 Metode perhitungan hambatan
2.3 Hubungan interaksi Kapal Mesin Propeller
2.4 Teori perancangan baling-baling
2.5 Efisiensi propeller
Bab III Penyajian data
3.1 Ukuran utama
3.2 Perhitungan hambatan
3.3 Kerangka pemikiran
Bab IV Pembahasan
4.1 Perhitungan efisiensi
4.2 Desain baling-baling
Bab V Penutup
5.1 Berisi kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Hambatan


Tahanan (resistance) pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja
pada kapal sedemikian rupa sehingga melawan arah gerakan kapal tersebut.
Tahanan tersebut sama dengan komponen gaya fluida yang bekerja sejajar
dengan sumbu gerakan kapal. Tahanan total diberi notasi Rt, dapat diuraikan
menjadi sejumlah komponen yang berbeda yang diakibatkan oleh berbagai macam
penyebab dan saling berinteraksi dalam cara yang benar-benar rumit.
Agar dapat menangani tahanan secara praktis, maka tahanan total harus
ditinjau secara praktis pula; untuk tahanan total dapat dipandang sebagai suatu
yang terdiri dari komponen yang dapat saling dikombinasikan dengan memakai
berbagai cara yang berbeda. Tahanan spesifik kapal (R/0,5V2S) sebagai fungsi
angka Froude atau Fn. Dengan memakai definisi yang dipakai ITTC, selama
memungkinkan.

2.2 Metode Perhitungan Hambatan Kapal


Adapun metode yang digunakan dalam perhitungan hambatan dalam pendesainan
sebuah propeller yaitu Metode Gudhamer dalam publikasi Ship Resistance
( Guldhamer dan Harvald, 1965, 1974 ) disajikan koordinasi dari hasil yang
dikumpulkan dari berbagai pengujian dari tangki percobaan.

Penganalisaan ini dilakukan dengan cara :


1.

Semua data diajukan pada daerah ( lingkup ) model dan tahanan


model ( Rtm) sebagai ditentukan fungsi kecepatan.

2.

Koefisien tahanan sisa spesifik model ( Ctm ) :

Ctm = RTM / VM 2 SM
Dimana

= massa jenis

Vm

= kecepatan model, Sm : permukaan basah.

3. Koefisien tahanan sisa spesifik ditentukan dari :


Cr = Ctm - Cfm
CFm adalah koefisien tahanan gesek spesifik dipakai untuk menentukan
koefisien tahanan gesek
Cf = 0,075 / ( log Ro 2 ) 2
Ro adalah bilangan Reynolds.
4.

CR dinyatakan sebagai fungsi angka froude.

Fr =
V adalah kecepatan kapal, g = Gravitasi bumi, dan L = panjang kapal.
5.

Hasilnya dikelompokan menurut ratio panjang displasement L /V 1/3


koefisien prismatic (), V adalah volume displasemen, B adalah lebar
kapal, T adalah sarat kapal dan adalah koefisien midship.

=
6.

Diagram utama digambarkan untuk menyatakan kurva rata-rata CR untuk


rasio lebar sarat B/T : 2,5.

2.3.

Hubungan Interaksi Kapal - Mesin - Propeller

Korelasi antara Kapal - Mesin - Baling-baling digambarkan dengan suatu


kurva batas daerah kerja mesin dalam laju kisaran terhadap daya. Titik kerja untuk
gabungan ketiga sistem selalu terletak pada kurva ini. Ketiga komponen digabung
bersama sehingga jika satu komponen berubah maka kedua komponen lainnya
juga akan berubah.
Ketiga komponen ditinjau secara terpisah untuk memeriksa interaksi
antara kapal, mesin dan propeller kemudian dicocokkan dengan karakteristik
untuk kapal dan baling-baling pada daerah kerja mesin induk.
2.3.1. Kondisi kapal
Untuk percobaan, kondisi kapal harus bermuatan penuh , baru dicat,
badannya bersih dan keadaan cuaca tenang. Pada kenyataan kondisi demikian sulit
dipenuhi sehingga untuk memperkirakan daya penggerak dipakai kondisi yang
lain yang disepakati pemilik kapal. Untuk itu , diperlukan kelonggaran kondisi
kerja pada tahanan kapal dan daya kapal.
2.3.2. Mesin
Kemampuan mesin yang maksimum sehingga dapat menghasilkan laju
kisaran yang ditentukan dan berlayar pada kecapatan dinas menjadikan kapal
beroperasi secara ekonomis. Hal ini terjadi jika kurva kapal baling-baling melalui
titik laju kisaran maksimum.
Daya yang diperlukan untuk menghasilkan laju kisaran maksimum
diperoleh dengan mempergunakan mesin yang jumlah silindernya banyak. Daya
yang sama dapat juga diperoleh dengan mempergunakan mesin yang silindernya
sedikit. Dengan demikian harga mesin akan lebih murah tetapi konsumsi bahan
bakarnya lebih banyak. Hal ini menyebabkan pemilik kapal cenderung memilih
mesin yang mempunyai silinder banyak dengan harga mahal tetapi biaya operasi
bahan bakarnya lebih murah.
2.3.3. Propeller / Baling-baling
Propeller menyerap daya dari mesin untuk menghasilkan laju kisaran.
Untuk mendapatkan kurva baling-baling yang cocok dengan karakteristik mesin

induk maka rasio langkah ulir baling-baling

( P/D ) divariasikan. Untuk

mendapatkan interaksi sebaik mungkin antara kapal dan propeller, semakin tinggi
efisiensi propeller jika angka maju ( J = Va / n D ) tetap. Penambahan jumlah daun
propeller akan menurunkan efisiensi. Efisiensi juga akan naik jika garis tengah
propeller diperbesar dan laju kisaran diturunkan.
2.3.4. Macam Macam Jenis Propeller
1) Fixed Pitch Propeller (FPP)
Fixed Pitch Propeller (FPP) atau baling-baling dengan pitch tetap. Tipe
propeller ini biasa digunakan untuk kapal besar dengan rpm relatif rendah dan
torsi yang dihasilkan tinggi, pemakaian bahan bakar lebih ekonomis, noise atau
getaran

minimal,

dan

kavitasi

minimal. Propeller tipe ini adalah


jenis baling-baling paling populer
digunakan pada kapal laut, seperti
halnya semua jenis baling-baling,
FPP menghasilkan

gaya

dorong

melalui gaya lift yang dihasilkan


oleh blade baling-baling. Bagian
blade propeller yang digunakan mirip dengan airfil yang bekerja pada beberapa
sudut aliran fluida.
2) Controtable Pitch Propeller (CPP)
Controtable Pitch Propeller (CPP) atau tipe propeller dengan pitch yang
dapat diubah-ubah. Propeller ini merupakan baling-baling kapal dengan langkah
daun propeller yang dapat diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan misalnya untuk
rpm rendah biasa digunakan pitch yang besar dan rpm tinggi digunakan pitch
yang pendek. Baling-baling CPP juga efektif digunakan bila kapal manuver serta
gerak mundur dengan hanya mengubah putaran atau mengubah arah pitch balingbaling pada putaran konstan. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi waktu
yang dibutuhkan untuk mengubah arah dorong kapal serta dapat menciptakan
pemakaian bahan bakar seefektif mungkin. Tipe propeller ini biasanya digunakan
oleh kapal ikan dan kapal tug boat. Namun hal yang perlu diingat bahwa CPP

hanya memiliki satu desain pitch, mengubah posisi pitch berarti akan mengurangi
efisiensi baling-baling.
3) Integrated Propeller and Rudder (IPR)
Integrated Propeller and Rudder merupakan tipe propeller yang hubnya
sudah terintegrasi dan berpadu dengan rudder. Ini
adalah pengembangan terbaru dari propulsi kapal.
Kondisi ini menyebabkan arus air dari propeller yang
melewati rudder akan memberikan peningkatan
pengendalian dan pengaturan rudder, sehingga
diperoleh penurunan pemakaian bahan bakar.
4) Adjustable Bolted Propeller (ABP)
Adjustable Bolted Propeller (ABP) merupakan pengembangan FPP,
dimana daun baling-balingnya dapat dibuat terpisah kemudian dipasang pada boss
propeller dengan baut, sehingga dapat distel pitchnya
pada nilai optimum yang akan dicapai (allows the
most efficient blade matching for optimum efficiency
while simplifying the installation process), dengam
pembuatan daun secara terpisah, ongkos pembuatan
dapat

ditekan

(butuh

satu

cetakan/mold

daun

propeller) termasuk pengirimannya.


5) Azzimuth Thrusters
Azzimuth thruster digunakan untuk mempermudah kapal dalam manuver,
namun pemakaian alat penggerak dengan posisi berada di bagian atas sehingga
memberi tempat yang lebih lapan untuk menempatkan penggerak utamanya, baik
berupa motor diesel atau motor listrik.
Propeller

tipe

ini

sering

disebut

sebagai baling-baling dengan poros


penggerak

vertikal.

Hal

ini

memungkinkan untuk memutar balingbaling

dapat

menghasilkan

daya

dorong dengan arah yang diperlukan.


Umumnya propeller ini dipasang baik

secara

terbuka

maupun

menggunakan

saluran. Sudut propeller umumnya dibuat


lebih rumit dibanding poros propeller
normal sehingga propeller jenis ini lebih
mahal. Juga diameter hub lebih besar
sehingga

dapat

menurunkan

efisiensi

propulsi. Keuntungan propeller jenis ini


adalah jika difungsikan sebagai propulsi
penarik,

baling-baling

dapat

dipasang

didepan poros vertikal, demikian pula sebaliknya ketika thruster difungsikan


sebagai pendorong kapal, maka akan dibelakang poros vertikal. Untuk kasus
menarik, aliran fluida menuju propeller lebih seragam, hal tersebut akan
mengurangi getaran dan kavitasi propeller. Untuk azzimuth thruster yang berputar
pada sumbu vertikal hal tersebut akan memudahkan kapal manuver atau gerakan
dinamis lainnya.
6) Electrical Poods
Penggunaan propulsi motor listrik mulai dari 5
sampai dengan 25 Mwatt, menggantikan penggunaan
propeller dengan poros dan rudder konvensional.
Teknologi Pod, memungkinkan untuk menerapkan
propeller pada aliran air yang optimal (hydrodynamically optimised). Pod propeller diadopsi dari
Azimuth Propeller, dengan menempatkan electro motor
di dalam pod diluar badan kapal.
7) Tunner Thrusters

10

Propeller yang ditempatkan di dalam terowongan ini biasa digunakan


untuk tujuan manuver, sehingga mempermudah kapal manuver terutama di
pelabuhan. Dengan adanya tabung yang menyelubungi propeller, maka pola aliran
air disekitar propeller terkonsentrasi menjadi aliran
laminar

dan

sentakan

air

yang

seringkali

membahayakan konstruksi linggi buritan dapat


diminimalisasi.
8) Waterjet
Propulsi jenis ini adalah memanfaatkan
fluida air untuk mendapatkan gaya dorong kapal. Propulsi jenis ini banyak
digunakan untuk kapal berkecepatan untuk kapal berkecepatan tinggi untuk
mendapatkan gaya dorong, air yang melewati impeler dipercepat dengan
menggunakan pompa melewati bagian bawah lambung kapal, selanjutnya
meninggalkan kapal dari bagian buritan kapal. Propulsi ini memiliki banyak
keuntungan terhadap kerusakan serta bahaya baling-baling khususnya untuk kapal
penyelamat. Pada saat manuver, kemudi kapal dapat diabaikan karena kapal dapat
memutar hanya dengan mengarahkan outlet pada waterjet sesuai keperluan.
Propulsi waterjet juga sangat menguntungkan jika digunakan pada perairan
dangkal. Namun umumnya efisiensi propulsi jenis waterjet lebih rendah
dibandingkan dengan penggunaan sebuah baling-baling pada kapal.
9) Contra Rotaing
Contra rotating atau dua propeller yang dipasang secara berlawanan pada
satu poros pendorong. Dengan menempatkan baling-baling kedua (belakang) satu
poros pendorong dengan baling-baling pertama (depan) hal tersebut mendapatkan
sejumlah keuntungan tambahan diantaranya adalah baling-baling kedua
(belakang) dapat memulihkan rotasi slip stream yang disebabkan oleh balingbaling pertama (depan). Efisiensi propulsi pada jenis
propeller ini sangat sulit diperoleh dikarenakan
pengaturan

kendali

yang

dikompleks

serta

dibutuhkannya konsentrasi poros pendorong pada


setiap operasinya.

11

2.4 Komponen propeller

1) Propeller blade atau baling-baling ditempelkan pada hub, dan hub dipasang
pada sebuah poros ujung poros baling-baling. Baling-baling berputar pada
garis tengah poros. Arah rotasi (maju normal) bila dilihat dari belakang
berputar ke kanan searah jarum jam.
2) Blade edge atau pinggir blade dalam hal ini dikenal dalam dua bagian, pinggir
blade bagian depan disebut leading edge (nose) dan edge bagian belakang
disebut trailing edge (tail). Sedangkan pertemuan kedua pinggir blade (leading
edge dan trailing edge) disebut blade trip. Pada titik blade tip diameter (D)
atau radius (R=D/2) baling-baling diukur.
3) Balde surface atau permukaan blade dalam hal ini dikenal pula dalam dua
bagian, permukaan blade bagian belakang (back) didefinisikan sebagai
permukaan blade berada dimana arah poros itu datang sedangkan permukaan
yang lainnya disebut permukaan blade bagian depan (face), ketika kapal
bergerak maju, masuknya aliran air melalui belakang baling-baling. Karena
proses maju tersebut hal ini mempercepat bagian belakang baling-baling.
Karena proses maju tersebut hal ini mempercepat bagian belakang propeller
memiliki tekanan rata-rata rendah dan permukaan blade bagian depan
memiliki tekanan rata-rata tinggi (perbedaan antar tekanan ini menghasilkan
gaya dorong), permukaan blade bagian depan juga disebut permukaan tekanan
dan belakang disebut permukaan hisap.

12

4) Propeller hub umumnya berputar simetris karena jangan sampai menggangu


aliran air bekerja. Blade baling-baling ditempelkan ke hub pada daerah fillet
atau akar blade. Selanjutnya sebuah topi dipasang pada ujung hub.
2.4.1. Propeller Line
Sketsa propeller line diberikan dalam gambar di bawah ini :

a) Propeller reference line atau garis normal terhadap poros propeller


b) Generator linea adalah garis interseksi antara pitch helical sumbu x poros
terhadap propeller referance line
c) Blade reference line adalah garis ketebalan maximum blade propeller

Bentuk umum blade section ditunjukkan pada gambar dibawah ini

13

a) Chord Length (CL) atau panjang chord adalah jarak antara hidung (leading
edge) dan ekor (trailing edge) propeller pada chord line antara ujung leading
dan trailing edge. Panjang Chord (CL) juga disebut garis hidung -ekor.
b) Camber atau tebal profil t(x) adalah jarak antara permukaan hisap (suction)
dan permukaan tekanan (pressure) yang diukur tegak lurus terhadap koordinat
sumbu-y
c) Angle of attack adalah sudut antara chord line dan arah aliran fluida.
2.4.2. Blade Contour Area
Dalam penggambaran baling-baling dikenal 2 perbandingan luasan
blade yang digunakan yaitu :
a) Projected area of blade atau luasan blade kontur (Ap) dberikan sebagai
perbandingan antara luasan blade kontur (luasan blade secara transversal) dan
luas keseluruhan bidang baling-baling (Ao = 0,25 D2) dimana D adalah
diameter baling-baling.
b) Developed area of blade atau luasan blade (AD) diberikan sebagai
perbandingan antara luasan blade (luasan blade secara vertikal) dan luas
keseluruhan bidang baling-baling (Ao)

14

2.4.3.
Rake
Rake adalah jarak dari propeller plane ke generator line pada arah sumbu
poros x. Rake propeller dibagi dalam dua komponen : generator line rake (iG)
dan skew inducted reke (is) yang didefinisikan sbb :
IT (r) = iG (r) + is (r)
IT (r) = rG tan (m)
Catatan :
a) Propeller reference line atau garis normal terhadap poros propeller
b) Generator line adalah garis interaksi antara pitch helic sumbu x poros
terhadap propeller reference line

2.4.4.

Skew
Setengah panjang garis chord dari masing-masing penampang radial

baling-baling umumnya tidak garis lurus, tapi melengkung terhadap putaran pisau.

15

Skew umumnya dinyatakan sebagai perpindahan keliling ujung baling-baling


dibuat non dimensi dengan diameter baling-baling.

2.5 Teori perancangan Baling baling


2.5.1. Teori Sederhana Aksi Baling baling ( Putaran mur pada baut )
Pada permulaan perkembangan teori yang mempelajari bekerjanya
baling baling ulir, baling baling dijelaskan secara sederhana. Azas yang
dipergunakan menerangkan hal tersebut adalah azas mur yang berputar pada suatu
baut. Dalam satu kisaran baling-baling harus bergerak ke depan sejauh jarak yang
sama dengan langkah ulirnya P ( pitch ). Jadi, kalau roda baling-baling berputar n
kali putaran per menit maka dalam satu menit roda baling baling akan bergerak
sejauh n kali P.
Propeller tersebut dalam satu kisaran sebenarnya hanya hanya bergerak
maju sejauh jarak kurang dari n kali P. Hal ini disebabkan karena air dipercepat
kebelakang.
Perbedaan jarak tersebut disebut Slip. Slip diperhitungkan dalam hal
propeller mediumnya adalah air bukannya benda padat seperti keadaan mur dan
baut. Menurut teori ini bahwa efisiensi baling baling adalah :

16

n = TVA / TnP = 1 - SR
Dimana : T

= gaya dorong ( N ; KN )

= putaran propeller . menit

= Pitch daun baling-baling ( m )

VA

= Kecepatan air yang melalui bidang piringan


baling-baling ( m / detik ; knot )

Harga slip ratio nyata Sr menggambarkan usaha untuk mengerakan air


agar air bergerak kebelakang. Harganya selalu positif agar kapal bergerak maju
( ada usaha agar air bergerak kebelakang ). Harga slip ratio khayal / semu Sa
dipakai untuk mengetahui bekerjanya propeller apakah normal atau tidak.
Dari persamaan diatas bila tidak ada slip ( Sr = 0 ) nilai efisiensi ( menjadi
1 atau 100 %. Hal ini tidak mungkin sebab bila tidak ada slip berarti tidak ada
percepatan air ditimbulkan oleh baling-baling untuk menghasilkan dorongan.
Disebabkan karena adanya kemungkinan nilai Sr dapat menjadi nol maka teori ini
tidak cocok dipergunakan untuk menerangkan fenomena baling-baling kapal.
Oleh karena itu dikembangkan teori lain.

2.5.2 Teori Momentum


Teori ini menganggap bahwa propeller sebagai alat untuk mempercepat
pindahnya air sampai ketempatnya didepan daun baling-baling

( dibelakang

kapal ). Air akan mengalami percepatan aksial (a ) dan menimbulkan slip dengan
kecepatan kearah belakang kapal akibat gerak berputarnya daun baling-baling
dengan letaknya yang condong terhadap sumbu baling-baling.
Reaksi yang timbul akibat percepatan air kebelakang menimbulkan gaya
dorong. Air akan mengalami perlambatan yang teratur akibat gaya-gaya dari
viskositas air setelah melalui propeller. Hal ini menyebabkan energi propeller
terbuang sehinga ada kehilangan energi. Sumber lain yang menyebabkan
kehilangan energi :

17

1).

Tahanan akibat gesekan daun baling-baling , dan

2).

Baling-baling memberi putaran pada arus slip untuk mempercepat air.


Efisiensi propeller dinyatakan dengan sebagai perbandingan kerja yang

berguna untuk menggerakan kapal dengan kerja yang diberikan propeller.


Dengan adanya percepatan air a yang terdorong kebelakang kapal
menyebabkan efisiensi ( = 100 % maka a = 0 . Berarti air tidak dipercepat yang
menyebabkan tidak ada gaya dorong yang diberikan oleh propeller kepada kapal.
Kemunkinan untuk memperbesar efisiensi adalah dengan memperkecil
percepatan arus slip. Hal ini dilakukan dengan mamakai propeller dengan
diameter besar dan diputar selambat mungkin.
Dari segi teori momentum , baling-baling disamakan dengan jenis propulsi
jet karena arus slip yang dipercepat kebelakang merupakan arus jet.
2.5.3 Teori Elemen Daun
Teori elemen daun memakai cara penjumlahan gaya - gaya dan momenmomen yang timbul pada setiap potongan melintang daun (aerofil) sepanjang
radius baling-baling . Sebuah daun propeller yang dipotong membentuk aerofil ini
bergerak di air dengan kecepatan V dengan suatu sudut pengaruh terhadap arah
geraknya.
Pada permukaan punggung aerofil tekanannya rendah, sedang pada
bagaian bawah aerofil tekananya tinggi . Akibatnya timbul efek isapan kearah
pungung aerofil. Resultan dari gaya-gaya tekanan iniadalah Fn. Akibat gesekan ,
muncul pula gaya Ft. Resultan dari gaya Ft dan Fn adalah F. Arah Ft tegak lurus
terhadap permukaan kerja aerofil sedang arah Ft tegak lurus arah Fn.
Gaya F diurai menjadi lift tegak lurus ( gaya angkat ) dan drag ( gaya
penahan ). Arah lift tegak lurus dengan arah gerak aerofil sedang sedang arah
drag tegak lurus terhadap arah lift.
Besarnya lift dan drag dinyatakan sebagai berikut ;
Lift :

dL = C1 p V 2 dA

18

Drag : dD = Cd . p V
Dimana :
C1

Koefisien lift ;

CD

Koefisien Drag;

Cd

densitas fluida ; V =Kecepatan aliran fluida ;

Luas daerah permukaan aerofil

Kemudian lift dan drag diuraikan kearah tranlasi ( ke arah maju kapal dan
kearah tegak lurus terhadap arah maju kapal ) menimbulkan gaya dorong / thrust
( sesuai arah maju kapal ) dan gaya torsi / torque ( arahnya tegak lurus arah gerak
maju kapal ).
Besarnya thrust dan torque dinyatakan sebagai berikut.
DT

= dL . cos B dD . sin B

DQ

= (dL . sin B + dD . cos B ) r

Thrust : T = Z S R rH dQ . dR
Torque : Q = Z S R rH dQ . dR
T

= thrust / gaya dorong ; Q = Torsi / Torque

= Jumlah daun baling-baling ; R = jari-jari propeller

= jari-jari propeller sampai pada penampang yang ditinjau

rH

= jari-jari hub

Hal-hal yang harus dipelajari dan diperkirakan dengan sebaik-baiknya


untuk memperhitungkan besar thrust dan torqoe dengan sempurna adalah sebagai
berikut :
Air yang melalui aerofil ( sebagai bagaian dari baling baling ) telah
mendapatkan percepatan seperti telah diterangkan pada teori momentum.

Gaya

19

-gaya yang bekerja pada daun berubah karena letak karena letak daun berikutnya
saling berdekatan.
2.5.4 Teori Sirkulasi
Teori sirkulasi didasarkan pada konsep bahwa gaya angkat yang
ditimbulkan propeller disebabkan oleh adanya aliran sirkulasi yang terjadi
disekeliling daun. Aliran sirkulasi menyebabkan penurunan tekanan pada
punggung daun serta kenaikan kecepatan
Setempat dan kenaikan tekanan pada sisi muka daun dan penurunan kecepatan
setempat.
Kecepatan fluida terhadap elemen daun merupakan penjumlahan dari
kecepatan tranlasi dan kecepatan sirkulasi.
Besarnya gaya angkat dari gaya tahan dinyatakan sebagai berikut :
dL

= ( . V G . . Dr)

DD

= CD ( . ( . VG 2 ) c . dr

VG

= Kecepatan fluida ; = sirkulasi ; c = filamen pusaran;

Dr

= lebar penampang daun ; CD = Koefisien drag;

= densitas fluida

Menurut teori ini diperhitungkan untuk merencanakan propeller dapat


dilakukan dengan dua cara :
Perhitungan untuk mencari geometri propeller terbaik, dan
Perhitungan untuk

mengetahui karakter propeller yang sudah diketahui

geometrinya.
2.5.5 Efisiensi Propeller
Adanya kerugian kerugian tenaga pada propeller menentukan efisiensi
propeller. Ada empat macam efisiensi propeller.

20

a.

Efisiensi lambung /Hull efisiensi


Propeller bekerja menghasilkan gaya dorong pada badan kapal (thrust

T) pada suatu kecepatan aliran air VA yang memasuki budang piringan atau
diskus propeller. Akibatnya, kapal begerak pada kecepatan Vs. Hasil perkalian
T. VA merupakan tenaga kuda yang diberikan baling-baling / propeller yang
berwujud sebagai gaya dorong. Hasil itu disebut Thrust Horse Power (THP).
Hasil perkalin tahanan total kapal RT dengan kecepatan kapal Vs merupakan
tenaga kuda efektif kapal. Hasil perkalian tahanan total ini disebut efektif
horse power (EHP).
Harga perbandingan EHP dengan THP disebut

hull efisiensi / efisiensi

lambung / efisiensi badan kapal.


Hull effisiensi = e h = EHP = (1 t)
THP
t

(1 w)

= thrust deduction ; w = wake faction menurut Taylor

Harga eh biasanya lebih dari satu sebab untuk kapal kapal type biasa dan
berbaling baling tunggal harga w lebih dari t merupakan fungsi dari w.

b.

Effisiensi Baling-baling / Propeller Effisiensi


Kerugian energi baling baling disebabkan oleh dua factor utama,
yaitu :

1). Kerugian akibat sejumlah massa yang bergerak berputar kebelakang.


Energi dihabiskan akibat geseka-gesekan dari partikel air itu sendiri .
Kerugian ini dapat dikurangi dengan mempergunakan system putaran
lambat pada massa air yang banyak. Jadi, dipergunakan baling-baling
dengan diameter besar dengan jumlah putaran yang lambat. Meskipun
demikian baling-baling dengan diameter sebesar bagaimanapun tidak akan
mempunyai effisiensi lebih dari 70 %.

21

2). Kerugian karena adanya daya tahan pada daun propeller sewaktu bergerak
didalam air. Hal ini disebabkan oleh viskositas air dan gesekan air pada
daun tersebut . Kerugian ini dikurangi dengan mempergunakan daun
propeller yang sempit. Dengan mempersempit luas tiap daun maka luas
permukaan daun berkurang. Untuk mendapat luasan permukaan daun total
yang sama seperti sebelum daun dipersempit maka jumlah daun ditambah
tetapi effisiensi daun berkurang.
Menurut hasil percobaan ditangki percobaan, Hanya sedikit
perbedaan effisiensi pada propeller berdaun tiga dengan empat dan antara
empat dengan lima. Effisiensi akan berkurang dengan bertambahnya
jumlah daun propeller Z.
Keuntungan daun propeller berdaun banyak untuk mengurangi
getaran kapal yang ditimbulkan oleh propeller terutama pada besar dengan
propeller tunggal.
Propeller effisiensi didefinisikan sebagai berikut :
Ep

=THP
DHP

DHP (Delivered horse power) yaitu tenaga kuda yang ditranmisikan dari
poros kepropeller. DHP diukur dengan percobaan open water test.
Propeller diciba tanpa dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini
berbeda dengan DHP sesungguhnya./ Perbandingan antara kedua DHP
yang berbeda tersebut menghasilkan relative rotative efficiency ( err).

c.

Propulsive Coefficient ( PC )
Propulsive coefficiency adalah harga perbandingan antara EHP ( dari

bahan kapal tanpa adanya tonjolan tonjolan dan kelonggaran kelonggaran


lain) dengan BHP untuk motor diesel dan SHP ( shaft horse power / daya yang
disalurkanmesin keporos ) untuk kapal kapal turbin.
22

PC = EHP ; PC = EHP
BHP
d.

SHP

Relative Rotative Effisisncy


Quasi Propulsive Coefficient

( QPC ) adalah nilai koeffisien yang

dipergunakan untuk menjaga agar nilai PC tidak berubah akibat berubahnya


effisiensi mekanis mesin induk.Nilai QPC ini menggantikan nilai PC.
Harga PC lebih besar dari nilai hasil perkalian eh dengan ep. Hal ini
disebabkan timbunya factor yang disebut Relative Rotative Efficiency ( err )
sehinga nilai PC menjadi QPC , QPC = eh. Ep. Err.
Hal tersebut berlaku dalam percobaan self Propuled. Percobaan ini
adalah percobaan model kapal yang dilengkapi dengan model balong-baling
dan dapat bergerak sendiri ditangki percobaan sesuai

kecepatan yang

ditentukan. Model kapal mempergunakan propeller tunggal. Harga propeller


effisiensi pada open water test ep, harga wake dan harga thrust deducation
diikutsertankan dalam perhitngan.
Dalam perencanaan propeller sebaiknya nilai err yang dipakai tidak
lebih dari 1,03 dengan mengabaikan apakah ada tonjolan tonjolan ( tiang
kemudi ; bagain depan kemudi yang dipasang dibelakang atau dimuka
propeller.
2.5.6 Effisiensi Baling-baling / Propeller Effisiensi
Kerugian energi baling baling disebabkan oleh dua factor utama, yaitu :
1). Kerugian akibat sejumlah massa yang bergerak berputar kebelakang. Energi
dihabiskan akibat gesekan gesekan dari partikel air itu sendiri . Kerugian ini
dapat dikurangi dengan mempergunakan sistem putaran lambat pada massa air
yang banyak. Jadi, dipergunakan baling-baling dengan diameter besar dengan
jumlah putaran yang lambat. Meskipun demikian baling-baling dengan
diameter

sebesar

lebih dari

70 %.

bagaimanapun

tidak

akan

mempunyai

effisiensi

23

2). Kerugian karena adanya daya tahan pada daun propeller sewaktu bergerak
didalam air. Hal ini disebabkan oleh viskositas air dan gesekan air pada daun
tersebut. Kerugian ini dikurangi dengan mempergunakan daun propeller yang
sempit. Dengan mempersempit luas tiap daun maka luas permukaan daun
berkurang. Untuk mendapat luasan permukaan daun total yang sama seperti
sebelum daun dipersempit maka jumlah daun ditambah tetapi effisiensi daun
berkurang. Menurut hasil percobaan ditangki percobaan. Hanya sedikit exit
perbedaan effisiensi pada propeller berdaun tiga dengan empat dan antara
empat dengan lima. Effisiensi akan berkurang dengan bertambahnya jumlah
daun propeller Z.
Keuntungan daun propeller berdaun banyak untuk mengurangi getaran
kapal yang ditimbulkan oleh propeller terutama pada besar dengan propeller
tunggal
Propeller effisiensi didefinisikan sebagai berikut :

DHP ( Delivered horse power ) yaitu tenaga kuda yang ditransmisikan dari
poros kepropeller. DHP diukur dengan percobaan open water test. Propeller
dicoba tanpa dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini berbeda dengan DHP
sesungguhnya. Perbandingan antara kedua DHP yang berbeda tersebut
menghasilkan relative rotative efficiency (rr).
2.5.7 Propulsive Coefficient ( PC )
Propulsive coefficiency adalah harga perbandingan antara EHP ( dari
badan kapal tanpa adanya tonjolan tonjolan dan kelonggaran kelonggaran lain)
dengan BHP untuk motor diesel dan SHP ( shaft horse power / daya yang
disalurkan mesin keporos ) untuk kapal kapal turbin.

PC =

; PC =

24

2.5.8 Relative Rotative Effisisncy


Quasi Propulsive Coefficient (QPC) adalah nilai koeffisien yang
dipergunakan untuk menjaga agar nilai PC tidak berubah akibat berubahnya
effisiensi mekanis mesin induk. Nilai QPC ini menggantikan nilai PC.
Harga PC lebih besar dari nilai hasil perkalian h dengan p. Hal ini
disebabkan timbunya faktor yang disebut Relative Rotative Efficiency ( rr )
sehinga nilai PC menjadi QPC , QPC = h. p. rr.
Hal tersebut berlaku dalam

percobaan self Propulsed. Percobaan ini

adalah percobaan model kapal yang dilengkapi dengan model baling-baling dan
dapat bergerak sendiri ditangki percobaan sesuai kecepatan yang ditentukan.
Model kapal mempergunakan propeller tunggal. Harga propeller effisiensi pada
open water test ep, harga wake dan harga thrust deducation diikut sertakan dalam
perhitungan.
Dalam perencanaan propeller sebaiknya nilai err yang dipakai tidak lebih
dari 1,03 dengan mengabaikan apakah ada tonjolan tonjolan ( tiang kemudi
yaitu bagain depan kemudi yang dipasang dibelakang atau dimuka propeller.

2.5.9 Kavitasi
Secara singkat kavitasi adalah pembentukan gelembung gelembung pada
permukaan daun. Sering terjadi pada bagian belakang permukaan daun / back
side. Kavitasi baru diketahui tahun 1890 oleh Charles Parson ( inggris ) dari
pengalamanya mengenai perahu-perahu kecepatan tinggi. Peristiwa itu ia buktikan
pada kapal turbin.
Apabila tekanan pada permukaan pungung daun dikurangi sampai suatu
harga dibawah tekanan statis fluida maka akan menyebabkan tekanan daun
menjadi negatif. Pada kenyataanya tekanan negatif tidak dapat terjadi. Hal ini
menyebabkan suatu reaksi lain. Fluida meninggalkan permukaan daun kemudian
membentuk gelembung-gelembung / kavitasi . Gelembung gelembung ini berisi
25

udara atau uap air. Gelembung-gelembung terjadi ditempat puncak lengkungan


tekanan rendah.
Gelembung gelembung yang terjadi akan melintasi dan menyusur
permukaan daun sampai kebelakang daun dan akan hancur pada daerah yang
tekananya tinggi dibanding tekanan yang terjadi pada permukaan punggung daun.
Gaya yang terjadi pada proses penghancuran gelembung-gelembung ini kecil
tetapi luas permukaan yang dipengaruhi oleh gaya ini lebih kecil dibanding gaya
yang mempengaruhinya sehingga akan timbul tekanan yang besar berwujud
letusan. Gaya letusan ini menyebabkan ratique / lelah pada daun.
Teori lain menyatakan bahwa peletusan atau penghancuran gelembung
-gelembung tidak terjadi. Hal ini terjadi adalah gelembung tadi mengecil sampai
sangat kecil dan bertekanan sangat tinggi. Tekanan yang sangat tinggi ini
menyebabkan ratique pada permukaan daun.
Peletusan gelembng kavitasi dapat dikurangi dengan menghindari adanya
puncak tekanan rendah yang mencolok pada punggung permukaan daun. Tekanan
rendah yang terjadi dapat diperbaiki dan puncak yang mencolok dapat diratakan
dengan mengurangi beban permukaan daun. Jadi, dengan memperluas permukaan
daun dapat mengurangi kavitasi.

Akibat yang Ditimbulkan Oleh Kavitasi :


1). Timbul erosi dan getaran yang menyababkan daun retak. Erosi disebabkan
oleh aksi mekanis terbentuknya dan terurainya gelembung-gelembung
kavitasi.
2). Effisiensi turun. Hal ini disebabkan oleh sifat dari bentuk aerofil tidak
dapat lagi menghasilkan gaya propulsi.

Pencegahan Kavitasi :

26

1). Menambah luas daun baling baling dengan cara memperbesar tiap
daunnya Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban yang dialami oleh
daun setiap luas.
2). Mempergunakan tipe irisan daun yang dapat mengurangi terjadinya
puncak tekanan rendah yang mencolok dipermukaan punggung daun.
Juga diusahakan agar tekanan rendah yang terjadi dipermukaan daun
dapat serat mungkin.
Terowongan kavitasi dipergunakan untuk mempelajari kavitasi. Cara
kerjanya

sama dengan terowongan angin yang dipakai untuk keperluan

aeronautika. Model baling-baling ditempatkan dalam terowongan yang berisi air


dengan tekanan fluida yang dapat diatur sehinga model propeller seolah-olah
bekerja sesuai dengan kerja propeller yang sebenarnya.
Air diputar sepanjang terowongan tertutup. Model propeller yang diuji
ditempatkan didalam terowongan dan kecepatan propeller diatur. Model propeller
ini dipantau melalui jendela kaca disisi terowongan.
Dengan memperguanakan terowongan ini , haraga thrust, torque, effisiensi
baling - baling pada berbagai harga slip dan perihal kavitasinya dapat diketahui .
Yang penting adalah mengetahui kapan kavitasi mulai terjadi. Hal ini dilihat
melalui jendela kaca pemeriksaan.
Melalui jendela kaca, baling-baling terlihat seolah diam tidak berputar.
Ditempat baling-baling dipasang lampu Stroboskopik yang bersinar dan padam
secara bergantian setiap satu kali putaran baling-baling terlihat seolah diam.
Terowongan ini dapat juga dipakai pada keadaan tidak berkavitasi.

27

BAB III
DATA KAPAL
3.1 DATA KAPAL RANCANGAN
3.1.1 UKURAN UTAMA
LWL = 92 m

LBP

= 89.2 m

= 14.00 m

= 5.820 m

= 8.4 m

3.1.2 KOEFISIEN BENTUK


Cb

= 0,70

Cm

= 0,98

Cw

= 0,81

Cp

= 0,86

3.1.3 DATA TAMBAHAN


Vs

= 13 knot
= 13 x 0.5144
= 6.6872 m/s

= 150 rpm (putaran propeller)

= 4 daun ( lebih baik dalam mengurangi getaran atau vibrasi )

RT

= 182.104717 KN

EHP

= 2010.061 Hp
= 1498.903 kW

(1 HP = 1,341 kW

28

BAB IV
PEMBAHASAN

1.1 PENENTUAN EFISIENSI PROPELLER


1.1.1
Langkah- langkah Perhitungan
1.1.1.1 Perhitungan daya Motor
Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu,
maka akan mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah
gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi
oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal
(propulsor). Daya yang disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari
Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB)
yang merupakan daya luaran motor penggerak kapal.

Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam


melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara
lain :
(i)
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
(vi)

Daya Efektif (Effective Power-PE);


Daya Dorong (Thrust Power-PT);
Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD);
Daya Poros (Shaft Power-PS);
Daya Rem (Brake Power-PB);
Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).

29

1. Perhitungan Effective Horse Power (EHP)


Effective horse power adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk
mengatasi gaya hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari
satu tempat ke tempat yang lain dengan kecepatan servis sebesar VS. Daya Efektif
ini merupakan fungsi dari besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal.
Berdasarkan tugas tahanan kapal, nilai Effective Horse Power (EHP) kapal
rancangan adalah :
EHP

= 2010.06 Hp
= 1498.903 Kw

2. Perhitungan Wake Friction (w)


Adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air yang
menuju ke baling-baling, perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan
aliran air akan menghasilkan harga koefisien arus ikut.
Didalam perencanaan ini menggunakan single screw propeller, sehingga :
w

= 0,5 Cb 0,05
= (0,5 0,70) 0,05
= 0,3

3. Perhintungan Thrust Deduction Factor (t)


Gaya dorong T yang diperlukan untuk mendorong kapal harus lebih besar
dari R kapal, selisih antara T dengan R = T R disebut penambahan tahanan, yang
pada prakteknya hal ini dianggap sebagai pengurangan atau deduksi dalam gaya
dorong baling-baling, kehilangan gaya dorong sebesar (T-R) ini dinyatakan dalam
fraksii deduksi gaya dorong.
Nilai t dapat dihitung apabila nilai w diketahui, dengan rumus :
t

=kw

Dimana :

30

k = koefisien yang besarnya tergantung dari bentuk buritan, tinggi kemudi, dan
kemudi kapal
k = 0,5 0,7 (untuk kemudi yang stream line dan mempunyai konstruksi belahan
pada tepat segaris dengan sumbu baling-baling)
k = 0,7 0,9 (untuk kemudi yang stream line biasa)
k = 0,9 1,05 (untuk kapal-kapal kuno yang terdiri dari satu lembar pelat
lempeng)
Sehingga :
t

=kw

nilai k diambil 0,7

= 0,7 0,3
= 0,21
4. Perhitungan Speed of Advance (Va)
Keberadaan lambung kapal didepan propeller mengubah rata-rata
kecepatan lokal dari propeller. Jika kapal bergerak dengan kecepatan Vs dan
akselerasi air di bagian propeller akan bergerak kurang dari kecepatan kapal
tersebut. Akselerasi air tersebut bergerak dengan kecepatan Va, diketahui sebagai
Speed of Advance. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Va

= (1 - w) Vs
= (1 0,32) 13
= 9.1 knots

5. Pehitungan Efisiensi Propulsi


a. Efisiensi Relatif Rotatif (R)
Nilai dari R untuk single screw ship antara 1,0 1,1. Diambil : 1,1
b. Efisiensi Propulsi (o)
Efisiensi Propulsi (o) adalah open water efficiency yaitu efficiency dari
propeller pada saat dilakukan open water test.nilainya antara 40-70%, dan diambil
: 60 % atau 0,6

31

c. Efisiensi Lambung (H)


Efisiensi lambung (H) adalah rasio antara daya efektif (PE) dan daya dorong
(PT). Efisiensi Lambung ini merupakan suatu bentuk ukuran kesesuaian
rancangan lambung(stern) terhadap propulsor arrangement-nya, sehingga
efisiensi ini bukanlah bentuk power conversion yang sebenarnya. Maka nilai
Efisiensi Lambung inipun dapat lebih dari satu, pada umumnya diambil angka
sekitar 1,05. Pada efisiensi lambung, tidak terjadi konversi satuan secara
langsung. Atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
H

= (1 - t) / (1 - w)
= (1 0,224) / (1 0,32)
= 1.12857

6. Efisiensi transmisi
transmisi = 0.98 untuk mesin kapal di belakang
0.97 untuk mesin kapal di tengah
(memilih 0.98 karena pada kapal rancangan saya letak mesinnya berada
di belakang)
7. Efisiensi asumsi (asumsi)
Nilai dari Asumsi . Dari hasil penelitian 0.4 0.7
Diambil 0.6
8. Perhitungan Delivered Horse Power (DHP)
DHP = EHP / asumsi
= 2010.06 / 0.6
= 3029,03 HP
9. Perhitungan Thrust Horse Power (THP)
Ketika kapal bergerak maju, propeller akan berakselerasi dengan air.
Akselerasi tersebut akan meningkatkan momentum air. Berdasarkan hukum kedua

32

newton, gaya ekuivalen dengan peningkatan akselerasi momentum air, disebut


thrust. Intinya, THP adalah daya yang dikirimkan propeller ke air.
THP = T x Va
= 234.67 x 4.54
= 1065.402 KW
10. Perhitungan Shaft Horse Power (SHP)
Untuk kapal dengan perletakan kamar mesin yang berada di belakang
kapal, kerugian mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi apabila perletakan kamar
mesin tersebut berada di tengah kapal maka kerugian mekanis yang ditimbulkan
adalah 3%. Dalam perencanaan ini, kamar mesin kapal akan diletakkan di
belakang kamar mesin, sehingga menggunakan nilai kerugian mekanis sebesar
2%.
SHP

= DHP / transmisi
= 3029,03 HP / 0,98
= 3090,84 HP

11. Pehitungan Koefisien Propulsi (QPC)


Koefisien propulsi adalah perkalian antara efisiensi lambung kapal,
efisiensi propeller dan efisiensi relatif-rotatif.
QPC = R x o x H
= 1 x 0.6 x 0.98
= 0.663

1.2
1.2.1

PERENCANAAN PROPELLER DAN PENCEGAHAN KAVITASI


Tujuan
Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik

propeller yang sesuai dengan karakteristik badan kapal(badan kapal yang tercelup
ke air) dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal.

33

Dengan diperolehnya karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi


daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.
Langkah langkah dalam pemilihan type propeller :
1

Perhitungan dan pemilihan type propeller (Engine Propeller Matching)

Perhitungan syarat kavitasi

Design dan gambar type propeller.

Design Condition
Dalam melakukan perancangan propeller, pertama kali yang harus

dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung


terhadap perancangan, yang mana meliputi Power, Velocities, Forces, dan
Efficiencies.
Ada tiga parameter utama yang digunakan dalam perancangan propeller,
antara lain : Delivered Horse Power (DHP); Rate of Rotation (N); dan Speed of
Advance (Va), yang selanjutnya disebut sebagai kondisi perancangan (Design
Condition). Adapun definisi dari masing-masing kondisi perancangan adalah
sebagai berikut :
a

Delivered Horse Power (DHP), adalah power yang di-absorb oleh


propeller dari Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Horse Power
(THP).
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, digunakan nilai DHP adalah sebesar
:
DHP = 3029,03HP

Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller. Putaran propeller


direncanakan berkisar di 150 RPM, dari putaran main engine sebesar 1000
rpm.

Speed of Advance (Va), adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller.
Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal) yang mana
hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow
displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung
kapal hingga disk propeller. Dari perhitungan sebelumnya, telah
didapatkan harga Va sebesar :

34

Va = 9,1 knot
2

Optimum Diameter Dan Pitch Propeller


Prosedur perancangan propeller dengan menggunakan bantuan data yang

diturunkan dari pengujian-pengujian model propeller series (Standard Series


Open Water Data), adalah dimaksudkan agar nilai diameter dan pitch yang
optimal dari propeller yang dirancang tersebut dapat didefinisikan. Adapun
prosedur perancangan dengan menggunakan Bp- Diagram yang dikembangkan
oleh Taylor adalah sebagai berikut :
1

Menentukan Nilai BP ( Power Absorbtion )


Nilai BP diperoleh dari rumusan :
Bp

N SHP 0 ,5
Va2 ,5
0.5

2.5

= 150 x 3090.84 / 9,1

250 (1192.92)0,5
(8,5995)2,5

= 33,383
2

Pembacaan Diagram Bp-1


Pada pembacaan diagram Bp-1, nilai Bp harus dikonversikan ke satuan british

terlebih dahulu, dengan rumusan:


Bp-1 = 0,1739 Bp
= 0,1739 33,383
= 1.0047
3 Menentukan Nilai Tekanan Pada Poros Propeller ( Po - Pv )
Nilai Po - Pv diperoleh dari rumusan :
Po - Pv

= 99,60 (10,05 h)
= 99,60 (10,05 4,2871)
= 56,5146 KN/m2

4 Menetukan Ae/Ao
Ae/Ao

1 , 3+( 0 ,3 Z T )
+k
( PoPv ) Dp 2

= 1.3 + (0.3 x 4 x 220,448) / (56,5146) x 3.882 + 0.2


= 0.502
35

Karena pada diagram taylor terdapat Ae/Ao = 0,502 maka akan diambil
yaitu 0,55. Sehingga tipe propeller yang akan dipilih dari tipe : Type B4 55

5 Menentukan Nilai (P/DO) dan o (1/J) Dari Pembacaan BP - o Diagram


Dengan nilai Bp sebesar 1,0047 tersebut, pada diagram Bp- untuk tipe
contoh tipe propeller ditarik garis hingga memotong maximum efficiency line.
Dari titik potong itu kemudian ditarik garis ke kiri sehingga didapatkan nilai
(P/D)o sebesar 0,74 dan juga (1/J)o = 2,3, sehingga:
o = [(1/J)o]/0,009875
= 2.3 / 0.009875
= 232,91
Catatan : diagram Bp- yang digunakan pada Contoh kasus Untuk tipe
Propeller B4-55 :

Sebenarnya (1/J) adalah sama dengan , yang membedakan adalah (1/J)


menggunakan satuan internasional (SI) sedangkan menggunakan satuan British.
Pada perhitungan selanjutnya notasi yang akan dipakai seterusnya adalah untuk
mewakili (1/J).

36

1. Menentukan Nilai Diameter Optimum (D0) dari pembacaan diagram BP-


Nilai Do atau diameter propeller pada kondisi open water dapat dihitung
dengan formulasi sebagai berikut :
D o=

o V a
N

Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55 :


DO = 232.91 x 9,1 / 150
= 14,129 ft
= 4,134 m

(1ft = 0,3048 m)

2. Menentukan Nilai Diameter Maksimal (Db)


Nilai DB diperoleh dari rumusan :
Db = 0,96 x Do ( untuk single screw Propeller )
Db = 0,98 x D0 ( untuk twin screw Propeller )
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55 :
Db = 0,96 Do
Db = 0,96 x 12.00
= 11,52 feet = 3.51 m
3. Menentukan Nilai Pitch Propeler (Po)
Nilai P0 diperoleh dari rumusan :
(P/D)o

= 0,82

Po

= 0,82 Do
= 0.82 x 3.88

= 3,181 meter

4. Menentukan Nilai b
Nilai b diperoleh dari rumusan :
b

= (Nprop Db) / Va

Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55:

= (150 13,56) / 9.1


= 222,78

5. Menentukan Nilai 1/Jb


Nilai 1/Jb diperoleh dari rumusan :
1/Jb

= b 0,009875

Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55 :

37

= 222,78 0,009875
= 2.11

Menghitung nilai (P/D)B


Setelah nilai B didapatkan, maka nilai tersebut diplotkan ke diagram Bp-

dan dipotongkan dengan maximum efficiency line seperti pada pembacaan


diagram Bp- untuk kondisi open water, sehingga diperoleh nilai (P/D) B = 0,86
serta efisiensi behind the ship o = 0,551. Dari harga-harga yang telah didapatkan
tersebut, maka nilai pitch propeller behind the ship dapat dihitung sebagai berikut:
(P/D)b = 0,86
PB

= 0,84 x Db
= 0,84 x 3.88
= 3,3368 meter

Contoh perhitungan di atas jika dimasukkan dalam tabel sesuai dengan


tipe propeller masing-masing adalah sebagai berikut :

Menentukan Effisiensi Masing-Masing Type Propeller


Langkah-langkah diatas dilakukan pula untuk masing-masing variasi rasio

gearbox sehingga didapat berbagai nilai efisiensi propeller.

Perhitungan Kavitasi
Perhitungan kavitasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan

suatu propeller bebas dari kavitasi yang menyebabkan kerusakan fatal terhadap
propeller. Perhitungan kavitasi ini dengan menggunakan Diagram Burrils.
Prosedur yang digunakan untuk menghitung angka kavitasi adalah sebagai
berikut:

Menghitung nilai Ae

38

Ao

=
= 3.14 (12,97/2)2
= 132,2

Ae = Ao x (Ae/Ao)
= 132,2 x 0.502
= 66,34
Berikut adalah tabel nilai Ae untuk setiap tipe propeller :

b Menghitung nilai Ap

Ap = Ad x (1,067 (0,229 x

))

dimana : Ad = Ae

= 66,342 x (1.067 (0.229 x 0.86))


= 57,72
Berikut adalah tabel nilai Ap untuk setiap tipe propeller :

Menghitung nilai (Vr)2


Vr2 = (Va2 + (0,7 x p x n x D)2)0,5
=

(9,12 + ( 0.7 x 1.025 x 150 x 3.95)2)0.5

3363,039

Berikut adalah tabel nilai Vr2 untuk setiap tipe propeller :

dMenghitung Nilai Gaya Dorong/Thrust (T)

39

T= RT/(1-t)
= 182.16(1- 0.224)
= 234.75 KN
e

Menghitung Nilai TC
T
2
Ap 0 , 5 (Vr)

TC H =

= 234.75 / 57,72 x 0.5 x 1.025 x (3363,039)2


= 0.0000005
Dimana :
= massa jenis air laut yaitu 1.025 kg/m3
Berikut adalah tabel nilai TCH untuk setiap tipe propeller :

Menghitung nilai 0.7R


0,7R =

188 , 2+(19 , 62 H )
2
2
2
Va +(4 , 836 n D )

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture Halaman 182)


dimana:

H = tinggi sumbu poros dari base line ( m )


VA = speed of advance ( m/s )
N = putaran propeller
D = diameter propeller ( m )

Nilai

0.7R

tersebut di plotkan pada Burrill Diagram untuk memperoleh C

diagram (pada lampiran). Untuk syarat terjadinya kavitasi adalah C


hitungan < C diagram.
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55 :
H

= 4.101 m

0,7R = 0.097
Masukkan nilai

0,7 R

ke diagram burill sehingga akan diperoleh nilai C

diagram.

40

Untuk 0,7R = 0.076 didapat nilai TC diagram sebesar 0,235


Setelah didapat nilai c

diagram

selanjutnya dicek dengan syarat kavitasi untuk

menentukan apakah propeller yang dipilih mengalami kavitasi atau tidak.


Contoh kasus Untuk tipe Propeller B4-55:
C hitungan < C diagram
0.00009 < 0,111
<Tidak Kavitasi>

Propeller yang dipilih telah memenuhi syarat kavitasi karena nilai c lebih kecil
dari nilai c max, hal ini berarti bahwa propeller tersebut bebas dari kavitasi.
Berikut adalah tabel kavitasi masing-masing jenis propeller :

41

ENGINE PROPELLER MATCHING


3

Data Propeller
Type Propeller

: B4 - 55

propeller
P/D
Diameter (m)
RPM prop

: 0,6
: 0,72
: 3.66 m
: 150 rpm

Tahanan total pada saat clean hull (lambung bersih, tanpa kerak) :
RT service
= 182.16 kN
= 18216 N
1 Menghitung Koefisien
Rumus :

RT = 0,5 x x Ctotal x S x Vs2


RT = x Vs2
=

Rt
Vs 2

= 18216 / 6.6872
= 2724.01
(Suryo Widodo Adjie, Engine Propeller Matching)
2 Menghitung Koefisien
=

( 1t ) x (1w)2 x D 5 x n2

= 39.846
3 Membuat kurva KT J
Sebelum membuat kurva KT - J,dicari nilai KT terlebih dahulu dengan
rumusan:

42

KT= x J

TABEL KT J

Lalu dibuat kurva KT- J. Kurva ini merupakan interaksi lambung kapal
dengan propeller.
HUBUNGAN TAHANAN TOTAL (Kn) TERHADAP V (KN0T)
f(x) = - 1.44x^2 + 39.85x + 118.76
R = 0.99
R total

Polynomial (R total)

43

Lalu kurva KT J tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk


mendapatkan titik operasi propeller.

Membuat Kurva Open Water


Pada langkah ini, dibutuhkan grafk open water test untuk propeller yang

telah dipilih yakni B4-40. Setelah itu dicari nilai masing-masing dari KT, 10KQ,
dan behind the ship. Tentu saja dengan berpatokan pada nilai P/Db yang telah
didapat pada waktu pemilihan propeller.

Sehingga dari kurva open water B3-65 didapatkan data sebagai berikut :

44

DESAIN PROPELLER
Gambar baling-baling sekrup dibuat menggunakan berbagai proyeksi
diantaranya :
a

Expanded Blade Area


Sejumlah parameter penting dalam penggambaran expanded blade area

baling-baling :
Chord length (Cr) atau panjang chord, dalam hal ini adalah panjang chord
pada jari-jari tertentu. Panjang chord dapat ditentukan dengan persamaan 5.1 dan
konstanta jari-jari (K(r)) sebagaimana tertera pada tabel 5.1
K ( r ) D EAR
c ( r )=
Z
Dimana :
K(r)

= Konstanta jari-jari

= Diameter propeller

EAR

= Rasio luas bentang daun propeller (Ae/Ao)

= Jumlah daun

Tabel 5.1 Blade Contour of the B-Series Propeller

45

Dalam Tabel 5.1, skew didefinisikan sebagai jarak antara bagian mid chord
dan generator line. Skew dibuat dalam bentuk non-dimensi terhadap cr. Sebuah
skew positif didefinisikan mid chord diposisikan maju dari garis generator line.
Konstanta K(r) dapat digunakan untuk semua area ratio, meskipun
awalnya didefinisikan dari sebuah tabel series untuk dua atau tiga daun. Tetapi
untuk propeller dengan series terakhir (empat-tujuh daun) memiliki sedikit
perbedaan kontur dan perbedaan tersebut dapat diabaikan, khususnya terhadap
kinerja propeller.
Blade section atau bagian daun, dalam penggambarannya bagian daun
tersebut dikenal dengan nama : jarak dari generator line ke garis propeller (c(gl),
jarak dari garis tepi leading edge (c(te) ke garis propeller dan jarak dari garis tepi
trailing edge (c(te) ke garis propeller dalam hal ini adalah jarak pada jari-jari
tertentu. Sebagaimana persamaan 5.2 dan gambar 5.1
C(r) = CLE + CTE

Gambar 5.1 Defenition of Blade Section


Sehingga perhitungan propeller adalah sebagai berikut:
PROPELLER
Type

= Wegeningen B4-55

Diameter propeller(m) Db

= 3.88 m = 3666 mm

untuk AE/A0

= 0,55

Z Propeller

=4

46

Tabel 5.2 Menentukan c (te) dan c (le)

Tabel 5.3 Menentukan Ketebalan maksimum Thickness dan Posisi dari


Maksimum Thickness

Tabel 5.4. Ordinat bagian belakang (back) daun pada


leading edge

47

Tabel 5.5 Ordinat bagian muka (face) daun pada leading edge

Pada geometri propeller bagian daun didefinisikan relatif terhadap posisi


ketebalan maksimum, baik untuk permukaan tekanan maupun hisap. Sehingga
geometri bagian diberikan dalam empat bagian :
a
b
c
d

Permukaan hisap antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (LE)
Permukaan hisap antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (TE)
Permukaan tekanan antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (LE)
Permukaan tekanan antara titik ketebalan maksimum dan edge depan (TE)

Dr

Sr
Br
Ar

Dimana Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik


tersebut pada blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line.
Tmax merupakan maximum blade thicknes, tte:tle merupakan ketebalan blade
section pada bagian trailing edge serta leading edge.
Tabel 5.6 Ordinat bagian belakang (back) daun pada trailing edge

48

Tabel 5.7 Ordinat bagian muka (face) daun pada trailing edge

b Pitch

Distribusi Pitch
Diameter Propeller
P/D
Pitch (P)

= 3.666 m
= 0,82
= P/D Dp
= 0.84 x 3.88 m
= 3,2
P/2
= 0.507 m
Tabel 5.10 Pitch Propeller
49

0.2 R =
0.3 R =
0.4 R =
0.5 R =
0.6 R =

P/ 2
P/ 2
P/ 2
P/ 2
P/ 2

x
x
x
x
x

82.20%
88.70%
95.00%
99.20%
100%

=
=
=
=
=

0.416
0.449
0.481
0.503
0.507

m
m
m
m
m

Penggambaran Propeller
-

Ordinat back trailling edge

Ordinat back leading edge

Ordinat face trailling edge

Ordinat face leading edge

50

Dari gambar distribusi pitch diatas, selanjutnya dibuat garis-garis yang


memotong masing-masing elemen blade, dan dari garis tersebut dibuat garis tegak
lurus dan diplotkan pada gambar expanded.

Untuk

gambar

developed

dan

projected

diperoleh

dengan

memproyeksikan masing-masing panjang A, B, C, D, dan E berturut-turut untuk


masinhg-masing r/R propeller. Sedangkan untuk gambar side view, diperoleh
dengan memproyeksikan panjang garis F dan H.

51

3
1

PERENCANAAN POROS DAN PERLENGKAPAN PROPELLER


Perencanaan Diameter Poros Propeller
Langkah-langkah perhitungan perencanaan diameter poros

propeller adalah :
1
2
3
4
5

Menghitung daya perencanaan


Menghitung kebutuhan torsi
Menghitung tegangan yang diijinkan
Menghitung diameter poros
Pemeriksaan persyaratan (koreksi)
Langkah perhitungannya sebagai berikut:
1
Menghitung Daya Perencanaan
Daya Poros
SHP = 3090,84 HP
Factor Koreksi Daya :
a

fc = 1,2 2,0 (Daya maksimum)

fc = 0,8 1,2 (Daya rata-rata)

fc = 1,0 1,5 (Daya normal)

Diambil fc = 0.8
Maka Daya Perencanaan :
Pd = fc x SHP
= 0.8 x 3090,84
= 2472,674 kW
2 Menghitung Kebutuhan Torsi

52

Dimana N adalah putaran propeller, dalam perencanaan ini putaran


propeller didapatkan sebesar = 150 Rpm
Pd = 2472,674 kW
Sehingga:
T = 9,74 x 105 x (2472,674 / 150 )
= 133,79 x 105 kg/mm
3 Menghitung Tegangan Yang Diizinkan

Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 42 MC,
dengan memiliki harga:
b = 113.628 kg/mm2 = 1136.28 N/mm2
Sf1 = 6 (untuk material baja karbon)
Sf2 = 1,3 3 , dalam perhitungan ini diambil nilai 3
46,531
kg
Sehingga : a = 6 1,3 =5,965 mm2 ((5.1 / ds3) x Kt x Cb x T))
= 6,313 kg/mm2
4 Menghitung Diameter Poros
Diameter Poros

[( )

5,1
Ds=
x KT x Cb x T
a

1
3

KT = untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya antara 1,0 1.5, diambil 1,5


Cb = diperkirakan adanya beban lentur,nilainya antara 1,2 2,3,diambil 2.3
Sehingga :
Ds = [( 5,1/6,313) x 1,5 x 2.3 x 13379915,75 ]
Ds = 124,112 mm
Diambil 120 mm sebagai perencanaan,
Syarat
< a
Tegangan yang Bekerja pada Poros ( )

53

5,1 x T
3
Ds
=

(kg/mm2)

2,613 kg/mm2

(Syarat

Terpenuhi)

5 Pemeriksaan Persyaratan (Koreksi)


Ds
= F x k x { Pw / (N x (1-(di/da)4)) x Cw }1/3
Dimana :
F

= faktor untuk tipe instalasi propulsi yaitu 100

= nilai koefisien poros baling-baling yaitu 1,26 pelumasan

Pw

= SHP yaitu 2472,674 kW

= putaran propeller yaitu 150 rpm

1-(di/da)4

=1

Rm

= kekuatan tarik material yaitu 400-800 N/mm2, dipilih 600 N/mm2

Cw

= 560 / (Rm + 160)


= 0.737

Sehingga :
Ds

= 100 x 1,26 x {2472,674 / (150 x 1 x 0.737 }1/3


= 334,101 mm

Jadi dari persyaratan harga Ds berdasarkan perhitungan telah memenuhi syarat :


124,112 mm > 334,101 mm
Ds Ds
Pemilihan diameter direncanakan antara range batas minimum dari peraturan
BKI dan batasan maksimum hasil perhitungan , dengan demikian maka diameter
poros berada pada range tersebut.

54

Perencanaan Perlengkapan Propeller

Keterangan Gambar :
Dba

= Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )

Dbf

= Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )

Db

= Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2

Lb

= Panjang boss propeller ( m )

LD

= Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )

tR

= Tebal daun baling baling ( cm )

tB

= Tebal poros boss propeller ( cm )

rF

= Jari jari dari blade face ( m )

rB

= Jari jari dari blade back ( m )

Boss Propeller
1 Diameter Naf (Dn)
Dn
= 0,167 x Dp
= 0,167 x 3,88 m
= 0.648 m
2

Diameter Boss Propeller terkecil (Dba)

55

Dba/Dn

= 0,85 s/d 0,9 diambil 0,875

Dba

= 0,875 x Dn
= 0,875 x 0.648 m
= 0.567 m

Diameter Boss Propeller terbesar (Dbf)


Dbf/Db
= 1,05 1,10 diambil 1,10
Dbf
= 1,10 x Dn
= 1.10 x 0.648
= 0.713 mm
Diameter As Propeller terkecil (Db)
Db

= Dn / 2,4
= 0.648 / 2,4
= 0.27 m

Diameter As Propeller terbesar (Dd)


Dd

= Dn / 1,9
= 0.648 / 1,9
= 0.341 m

6 Panjang Boss Propeller (Lb)


Lb/Ds
= 1,8 2,4 diambil 2,4
Lb
= 2,4 x Dn
= 2,4 x 0,648
= 1.1145 m
7 Tebal Maksimum Daun (tr)
tr
= 0,045 x Dprop
= 0,045 x 3.88
= 0.1746 m
8 Tebal Maksimum Daun (tb)
tb/tr

= 0,045

tb

= 0,045 x tr
= 0,045 x 0,1746
= 0,0079 m

9 Jari Jari Dari Blade Face (rf)

56

rf/tr

= 0,03

rf

= 0,03 x tr
= 0,03 x 0,1746
= 0.0052 m

10

Jari Jari Dari Blade Back (rb)

rb/tr

= 0.04

rb

= 0.04 x tr
= 0.04 x 0.1746
= 0,007 m

11

Panjang Lubang Dalam Boss Propeller


Ln/ Lb

= 0,3

Ln

= 0,3 x Lb
= 0.3 x 1.1145
= 0,3343 m

12

Tebal Ujung Daun Propeller (tip)


Tip

= 0,0035 x Dp
= 0,0035 x 3.88
= 0,0136 m

Perencanaan Poros
1.Diameter poros propeller
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec. 4.C.2 hal. 4-1 diberikan formula :
D = F x k x {Pw / (n x (1 -(di/da)4 )) x Cw }1/3
Dimana :
F = Faktor untuk tipe instalasi propulsi
= 100
K = nilai koefisien poros baling-baling
= 1.26 (untuk poros pelumasan minyak)
Pw = Pd = SHP = 3056.7 x 0.8
= 2472,674
n1= 180 rpm
(1 - (di/da)4) = 1
57

(poros yang direncanakan tidak memiliki lubang tengah di = 0)


Cw = 560 / (Rm + 160 )
Rm = kekuatan tarik material
= 0.737
= (400 600) N/mm2
Dipilih = 600 N/mm2
Maka :
D=ds = 100x1x(2472,674/(180x1x0.737)) mm
= 334,101 mm
= 0.334 m
Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso tabel 1.7 hal 9 dipilh diameter poros :
D = ds= 334 m
4 Perencanaan bahan poros (ds)
Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso hal. 8 diberikan formula :
ds = {( 5,1 / a ) x Kt x Cb x T }1/3
dimana :
Kt = faktor koreksi jika terjadi sedikit kejutan dan tumbukan
= (1.0 1.5)
Dipilih
= 1.5
Cb
= faktor koreksi jika terjadi pembebanan lentur
= ( 1,2 ~ 2,3 )
Dipilih
= 2.3
T
= momen puntir
Momen puntir = 9,74 x 105 x ( Pd / n1 )
= 13379915,75 kg mm
a
= Tegangan geser
maka :
ds
= {( 5,1 / a ) x Kt x Cb x T }1/3
a
= {( 5,1 / ds3) x Kt x Cb x T }
= (5.1/0.334) x 1.5x 2.3 x 13379915,75
= 6.313 kg/mm2
a
= b / (Sf1 x Sf2)
dimana:
Sf2

Sf2

= Faktor keamanan untuk bahan S-C dengan pengaruh massa dan


baja paduan
=6
= Faktor keamanan karena poros memiliki alur pasak bertangga

dan memiliki kekerasan permukaan


= (1.3 3.0)
=3
Maka, kekuatan tarik b yang dialami poros adalah:
b
= a x (Sf1 x Sf2)
= 6.313 x 6 x 3
= 113,628kg/mm2
Dengan demikian bahan poros yang dipilih adalah baja khrom molibden (JIS
G 4105), SCM2 dengan kekuatan tarik 85 kg / mm2. Bahan poros dianggap

58

aman karena kekuatan tarik dari poros adalah 14.68kg/mm2 lebih kecil dari
kekuatan tarik bahan.
5 Perencanaan Lapisan Pelindung Poros (Stern Tube)
1 Tebal minimum lapisan pelindung poros S1
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec. 4.D.3.2.3 hal. 4-3 diberikan formula:
S1
= ( 0,03 X ds ) + 7,5
= 17,523 mm
2 Tebal minimum S2 (shaft liner)
Dari buku "BKI 1996" Vol III Ssec. 4.D.3.2.3 hal. 4-3 diberikan formula:
S2
= 0,75 x S1
= 13,142 mm
6 Perhitungan Bantalan Poros
1. Panjang bantalan depan (forward bearing) L1
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.D.5.2.2 hal. 4-5 diberikan formula :
L1
= 0,8 x ds
= 267,28 mm
2 Panjang bantalan belakang (after bearing) L2
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.D.5.2.2 hal. 4-5 diberikan formula :
L2
= 2,0 x ds
= 668,201 mm
3 Clearance antara poros dan bantalan C
Dalam "Handbook Surveyor BKI" tentang Propeller Shaft Clearance
diberikan formula:
C
= ( 0,001 x ds ) + 0,3 mm
= 0,634 mm
4 Jarak bantalan Lmax
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.5.1 hal. 4-5 diberikan formula :
Lmax = K2 x (ds/n)1/2
untuk n > 350 rpm
Dimana :
K2
= 8400
(untuk bantalan timah putih dengan pelumasan minyak)
n
= 180 rpm
maka :
Lmax = 11444,099 mm
7 Perencanaan Kopling Poros dan Baut Kopling ( Shaft Coupling and
Coupling Bolts )
Dalam perencanaan ini, desainer menggunakan kopling tetap tipe flens.
Kopling ini adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan
daya dari poros pengggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa
terjadi slip), dimana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus
atau sedikit berbeda tapi selalu Sedangkan baut merupakan pengikat yang
sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau kerusakan pada
mesin atau poros. Pemilihan baut harus dilakukan dengan seksama untuk

59

mendapat ukuran yang sesuai ukuran kopling dan baut dapat ditentukan
sebagai berikut :
1. Tebal flens kopling Tf
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.4.4 hal 4-4 diberikan formula :
Tf
= 25% x ds
= 83,525 mm
2. Panjang flens kopling poros Lhub
Dari buku "Elemen Mesin (Elemen Konstruksi dari Bangunan Mesin)" hal
191 diberikan formula :
Lhub
= ( 1,25 ~ 1,5 ) x ds
= 1,5 x ds
= 501,15 mm
3. Diameter taper bagian bawah du
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.2 hal. 4-2 dijelaskan bahwa shaft
taper ( C ) untuk flens kopling berada diantara 1/10 ~ 1/20
C
= ( ds - du ) / Lhub
Dimana :
C
= rasio taper
= 0.067
Maka :
du
= ds - (C x Lhub)
= 300,69 mm
Dari rules "BKI 1996" Vol.III Sec.4.D.2 hal. 4-3, nilai diameter taper du tidak
boleh kurang dari 60% ds
4. Diameter nut d1 dan diameter mur ass baling-baling d2
d1
= 60 % ds
= 200,46 mm
5 Diameter hub d3 dan diameter lingkar baut d4
d3
= ( 1,8 ~ 2,0 ) x ds
= 2,0 x ds
= 634,791 mm
6 Diameter flens kopling df
Dari buku "Machine Design" hal 482 diberikan formula :
df
= ( 2 x d 4 ) - d3
= 968,89 mm
7 Diameter baut pada kopling flens dk
dk
= 16 x {(106 x Pw)/(n1 x z x D x Rm)}1/2
dimana :
z
= jumlah baut yang direncanakan
= 12 buah
D = d4 = diameter jarak lingkar baut
Maka :
dk
= 16 x ((106 x 2472,674) / (180 x 12 x 0.801 x 600))0.5
= 24,681 mm
8 Perencanaan Spie Pada Kopling Flens
1 Gaya tangensial pada permukaan poros F

60

Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso hal 25 diberikan formula :


F
= T / (ds / 2)
= 80095, 140 kg
Ukuran spie
Lebar b
= ( 25 ~ 35 )% x ds
= 30% x ds
= 100,23 mm
Panjang l
= ( 0,75 ~ 1,5 ) x ds
= 1 x ds
= 334,1 mm
Tinggi h
=2xt
Maka :
h
= 2 x 23,973
= 47,947 m

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a. Efisiensi suatu kapal berpengaruh pada baik dan buruknya baling-baling
(propeller) ditinjau dari segi produktivitasnya dalam menghasilkan daya

61

dorong dan didefenisikan dalam rasio antara tenaga pendorong yang


menghasilkan gaya dorong tersebut.
b. Faktor-faktor yaang mempengaruhi efisiensi propeller suatu kapal adalah :
~ Besarnya tahanan total pada suatu kapal
~ Besarnya kecepatan
~ Faktor deduksi gaya dorong
~ Fraksi arus ikut
~ Jumlah daun dan diameter baling-baling
~ Sarat pada suatu kapal
c. Kavitasi pada suatu kapal merupakan fenomena yang terjadi apabila balingbaling bekerja dengan beban yang relatif tinggi daan merupakan proses dinamis
dalam fluida
d. Dalam mendesain suatu propeller perlu diperhatikan korelasi antara efisiensi
dan kavitasi pada suatu kapal

5.1 Saran
Dalam merancang suatu propeller, kita jangan terpaku pada satu literatur atau
buku saja, tetapi sebaiknya bisa merujuk dari beberapa buku agar hasil akhir yang
kita dapatkan bisa memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Principles of Naval Architecture. Vol. II Edward V. Lewis, Editor .

Tahanan dan Propulsi Kapal SV. Aa. Harvald .

Wageningen

Propulsion and Steurn hal. 437 tabel 232c.

62

Basic Ship Design

Porpulsi Kapal Ir. Mnasyur Hasbullah, M.Eng.

Introduction to naval Architecture, Thomas C.Gillmer

Propulsion und Steurn.

Arsip Propulsi.

Rumus / Referensi

Arus ikut / wake fraction ( w )


W = 2 . Cb5 ( 1 Cb ) + 0,04

Diameter Propeller ( Dp )
( Tahanan Dan Propulsi Kapal hal.137 )

63

Dp = 2/3 . T

asusmsi = 0,4 ~ 0,7

Fraksi Deduksi gaya dorong / Thrust deduction


t

= 0,325 . Cb 0,1885 . Dp / (B/T) 0,5

Kecepatan air masuk / speed of advance ( Va )


("Principles of naval architecture"hal.194)
Va

= Vs ( 1 w )

Gaya dorong Thrust ( T )


("Principles of naval architecture"hal.152)
T

= (Rt / 1 t )/2

( untuk Twin Screw )

Tekanan pada poros propeller ( po - pv )


("Tahanan Kapal dan Propulsi Kapal, Harvald"hal 199)
Po pv

= 99,6 + 10,05 . h

Rasio luas bentang daun propeller


("Principles of naval architecture")

Ae / Ao =

+ k, di mana k = 0 ; Z = 4

Jarak sumbu poros ke lunas


(Principal of Naval Architecture Vol.II Hal. 159)
E

= 0,045 . T + 0,5 Dpopt

Tinggi air diatas poros ( h ) immersion of propeller shaft


(Tahanan dan propulsi kapal, Harvald. Hal.199)
h

=((DE)+H)

Effisiensi lambung

dimana H = % LWL

( H )

("Introduction to naval Architecture, Thomas C.Gillmer" Hal.243)

64

Efisiensi Rotasi (R)


R

= 0,95 ~ 1,00

= O. H. R

Koreksi QPC terhadap asusmsi


Koreksi

( untuk Twin Screw )

Quasi Propulsif Coeficient (QPC)


QPC

= ( 1 t ) / ( 1 Wm )

= asusmsi QPC / asusmsi x 100%

DHP (Delivery Horse Power)


= EHP / asusmsi

SHP (Shaft Horse Power)


("Principle of naval architecture" hal.102)
= DHP / 0,98

BHP (Brake Horse Power)


= SHP / 0.98

Nilai Ap/Ad (projected Blade Area Ratio)


Ap/Ad = 1,067 0.229.P/D

Nilai Ao (Disk Area)


Ao

Nilai Ad (developed blade ratio)


Ad

= Ap / Ad x Ad

Nilai Vr2 (kecepatan Relatif Air pada 0,7 R)


Vr2

= Ae / Ao x Ao

Nilai Ap (Projected Blade Area)


Ap

= (/4)Dpopt2

= Va2 + (0.7ns x Dpopt)2

Nilai q0,7R (kecepatan Dinamis Pada 0,7 R)

65

q0,7R

Koefisien Tc
c

= 1/2 x p x Vr2

= [(T/AP) / q0,7R

Nilai 0.7R (Angka Kavitasi)


0.7R

= [(Po Pv) + p.g.h / (q0,7R)]

66

Anda mungkin juga menyukai