TUGAS INDIVIDU
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila
Soekarno
mengemukakan bahaya-bahaya
yang dapat
timbul dari
nasionalisme.
Dasar ketiga yang dikemukakan oleh soekarno adalah dasar mupakat, dasar perwakilan,
dasar permusyawaratan. Dasar keempat adalah kesejahteraan. Dan prinsip kelima
diutarakan oleh Soekarno yaitu prinsip Ketuhanan.
SIDANG UMUM KEDUA BADAN PENYELIDIK USAHA-USAHA PERSIAPAN
KEMERDEKAAN INDONESIA
Sidang umum kedua Badan Penyelidik Usah-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dibuka pada tanggal 10 Juli 1945. Panitia itu terdiri dari delapan orang, yaitu: Soekarno,
Moh. Hatta, Sutardjo, Wachid Hasjim, Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Muh. Yamin
dan Maramis. Panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang, yaitu: Moh. Hatta, Muh.
Yamin, Subardjo, Maramis, Soekarno, Abd. Kahar Moezakkir, Wachid Hasyim, Abikusno
Tjokrosujoso dan Agus Salim. Panitia ini diadakan untuk mendapatkan satu modus, satu
persetujuan, antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Antara golongan Islam dan
golongan kebangsaan itu berbunyi sebagai berikut: Rancangan ini kemudian dikenal
sebagai Piagam Jakarta.
Jalannya Sidang Umum Kedua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Ketua Badan membentuk tiga panitia kerja: Pertama, panitia untuk merancang Undang-Undang
Dasar; kedua, panitia untuk mempelajari hal pembelaan tanah air; ketiga, panitia untuk
mempelajari hal keuangan dan perekonomian.
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Soekarno. Mengadakan rapat pada
tanggal 11 Juli 1945. Ada tiga hal yang harus dikerjakan oleh panitia ini: (a) declaration of rights
(pernyataan kemerdekaan); (b) preambule; (c) undang-undang dasar.
Berkenaan dengan preambule, Latuharharry menyatakan:
Berkeberatan tentang kata-kata berdasar atas ke-Tuhanan,dengan kewajiban melakukan sjariat
buat pemeluk pemeluknya. Karena itu diminta supaya didalam Undang-undang Dasar diadakan
pasal jang terang; kalimat ini bisa juga menimbulkan kekatjauan misalnya terhadap adat-istiadat.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar
Adapun mengenai Pokok-Pokok Pikiran Tentang dasar dan tentang sifat-sifat negara, Soepomo
memberikan uraian, yang intinya adalah:
1
Bahwa pokok-pokok pikiran tentang dasar dan tentang tentang sifat-sifat negara
keluarga bangsa-bangsa.
Berdasarkan kepada aliran kekeluargaan itu, maka negara berkedaulatan rakyat,
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Berdasarkan kepada modus kompromi antara golongan kebangsaan dan golongan islam,
maka negara memperhatikan keistimewaan penduduk yg terbesar, ialah penduduk yang
beragama Islam.
Soepomo mulai menjelaskan Undang-Undang Dasar bab demi bab. Uraian mengenai
materi rancangan Undang-Undang Dasar ini meliputi:
1 Bentuk dan kedaulatan negara;
2 Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3 Presiden dan wakil Presiden (2 orang);
4 Dewan Pertimbangan Agung;
5 Menteri-menteri Negara;
6 Dewan Perwakilan Rakyat;
7 Warga negara;
di
dalam
pandangan-pandangan
yang
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ideologi Barat Modern Sekular tampak dari pendapat-pendapat yang
menghendaki masuknya hak-hak dasar di dalam Undang-Undang Dasar,
inilah yang sebetulnya melahirkan panitian sembilan (tim 9) untuk mencari solusi soal
dasar negara.
Upaya Ke Piagam Jakarta
Usulan ini mendapat perlawanan dari kelompok nasionalis, sehingga perdebatan yang
sengit tidak dapat dihindarkan. Upaya memasukkan Piagam Jakarta berbuntut pada
pembubaran majelis Konstituante melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 setelah kedua
kubu yang berbeda pandangan tersebut tidak berhasil menemukan kata sepakat. Setelah
pembubaran majelis Konstituante ini, nyaris tidak ada lagi perjuangan mengembalikan
Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD 1945.
Namun, pascareformasi 1998, wacana formalisasi syariat Islam kembali menguak,
bahkan mewarnai konstelasi perpolitikan Tanah Air melalui proses amandemen UndangUndang Dasar (UUD) 1945.
Di ranah politik formal, tuntutan penerapan syariat Islam mulai mencuat saat sidang
tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1999 yang mengagendakan
amandemen UUD 1945. Wacana tersebut terus mengemuka dalam empat kali
pelaksanaan sidang tahunan MPR hingga tahun 2002.
Wacana ini dimotori oleh partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan (sekarang PKS).
Tuntutan tiga partai ini adalah menerapkan syariat Islam, salah satunya dengan cara
mengembalikan tujuh kata yang dihapus dalam Piagam Jakarta dan diakomodir dalam
amandemen UUD 1945, Pasal 29 ayat 1. Namun, sejarah mencatat upaya tersebut gagal
direalisasikan.
Piagam Jakarta dalam Perkembangannya
Pokok ini hendak mengintrodusir sejumlah fenomena terkait perjuangan untuk kembali
ke Piagam Jakarta hingga sekarang. Bahkan ada kelompok-kelompok tertentu tetap
menginginkan untuk menggantikan pembukaan UUD 1945 dengan rumusan sebagaimana
yang termuat dalam Piagam Jakarta itu. organisasi politik dan sosial pun hingga kini
masih memperjuangkan hal tersebut. Salam satu kelompok atau organisasi politik yang
masih menginginkan perubahan konstitusi dengan Piagam Jakarta yaitu Partai Bulan
Bintang. Menurut ketua umum partai ini, Piagam Jakarta adalah hukum yang mengatur
supaya umat Islam mempunyai hak-hak untuk melaksanakan Syariat Islam.
Piagam Jakarta tidak hanya menyangkut hak individu tetapi juga mencakup hak
pemerintah untuk mengatur dan menegakan Syariat Islam. Dengannya negara
bertanggungjawab untuk menjalankan syariat hukum Islam supaya non muslim tidak
terabaikan. Piagam Jakarta yang terhapus dari UUD 1945 merupakan hak umat Islam
Indonesia untuk memperjuangkannya Syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Piagam
Jakarta sebagai sejarah tidak dapat diabaikan oleh umat Islam karena merupakan hak
mereka.
Piagam Jakarta bagi mereka yang mempertahankan untuk tetap memberlakukannya sebab
ia bukan hanya produk sejarah tapi juga sebuah produk hukum. Alasan mendasarnya
adalah ketujuh kata itupun sudah kembali tercantum dalam Keppres No. 150/1959
sebagai konsideran pada dekrit presiden 5 Juli 1959. Konsekuensinya adalah segala
produk hukum seharusnya mengacu pada Piagam Jakarta.
Ideologi Barat Modern Sekular. Akan tetapi beberapa bagian dari UUDS 1950 itu memuat
elemen-elemen yang diambil dari Ideologi Barat Modern Sekular.
KONFLIK IDEOLOGI
Sistem demokrasi liberal parlementer yang dianut oleh Undang-Undang Dasar sementara 1950
disertai dengan berkembangnya kompleksitas ideologi di dalam kehidupan kehidupan politik di
Indonesia (yang dalam garis besarnya masih tetap berada di sekitar Ideologi Kebangsaan, dengan
berbagai aliran dan percampuran didalamnya), menyebabkan berkembangnya perbedaanperbedaan sikap dan pendapat menjadi pertentagan-pertentangan dan perpecahan-perpecahan.
Satu dan lain hal keadaan tersebut menyebabkan terjadinya instalibitas pemerintahan yang tiada
habis-habisnya.
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TENTANG PANCASILA DALAM PERIODE INI
Periode ini merupakan suatu fase yang penting di dalam perkembangan pemikiran mengenai
Pancasila. Konflik pemikiran mengenai Pancasila seperti itu telah pula memperjelas pemikiran
mengenai hubungan antara Pancasila sebagai ideologi Kebangsaan dan kepribadian bangsa
Indonesia
SEMINAR PANCASILA 1, UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bahwa di dalam periode ini telah terjadi fase refleksif di dalam pemikiran mengenai pancasila ,
hal itu tampak pula diselenggarakannya Seminar Pancasila 1 oleh Universitas Gadjah Mada di
Yogyakarta. Karena itu seminar ini menampilkan berbagai pendekatan intelektual terhadap
Pancasila yang sifatnya tercampur: ada pendekatan ideologis, ada pendekatan ilmiah dan ada
pendekatan filosofis.
PERIODE DEMOKRASI TERPIMPIN
1
dasar negara, walaupun sementara itu Undang-Undang Dasar Sementara 1950 masih
tetap berlaku, di mana di dalam Pembukaannya Pancasila adalah tetap merupakan dasar
negara. Dan dengan dekrit Presiden Soekarno 5 Juli krisis status konstitusional pancasila
diakhiri dengan menyatakan berlaku kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan eksistensi
Konstitusional Pancasila sebagai dasar negara.
(b)Jalur kenegaraan
Perkembangan pemikiran mengenai Pancasila di dalam jalur kenegaraan ini didukung
secara formal dan penuh oleh Pemerintah, ABRI dan Golongan Karya . Pancasila juga
memperoleh status yang semakin jelas didalam jalur ini, baik sebagai ideologi
kebanggaan, sebagai dasar negara maupun sebagai sumber hukum.
(c)Simposium UI 1966
Dalam jalur akademis, tema pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen itu diawali oleh simposium UI, Pada tahun 1966. Sama dengan seminar
Pancasila 1 yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada maka simposium itu
merupakan
percampuran
antara
sifat
ideologis-politis
dengan
sifat
akademis.
(f)Pergumuian Ideologi
Pada Tanggal 5 Juli 1959 Dekrit Presiden Soekarno tidak menghentikan pergumuian
ideologi yang terjadi di Indonesia bahkan membentuk perkembangan pemikiran
mengenai pancasila.
(g) Teori untuk memperoleh pemahaman tentang Pancasila dan menuju Pancasila sebagai
Dasar Teori
Selama 30 tahun perkembangan pemikiran pancasila membawa dua dimensi
permasalahan. Yang pertama yaitu adanya bermacam-macam pendekatan intelektual
terhadap pancasila dan yang kedua yaitu membawa proses eksplisitasi status maupun
substansi pancasila sebagai ideologi, dasar negara dan sumber hukum.
3
dengan permintaan rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke
waktu.
Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di
BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana
filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep
humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi
parlementer, dan nasionalisme.
Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya
kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila
merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan
akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut
Sukarno Ketuhanan adalah asli berasal dari Indonesia, Keadilan Soasial terinspirasi
dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan
Persatuan.
Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang
disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya
dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan Pancasila truly Indonesia. Semua sila
dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butirbutir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat
Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan,
Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary,
Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Jika dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila
tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal
kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan
kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1.
2.
3.
4.
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah
kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli
filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan
seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan
menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti
diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah
suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah
paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila
suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia
Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana
tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup).
Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan
yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalanpersoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa
terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul,
baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan
besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan
pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman
bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang
timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan
hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan
memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa
Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil
antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa
datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di
kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu
haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan
negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik
Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan
ekonomi, sosial dan budaya.
Piagam Jakarta dibuat pada tanggal 10-16 Juli 1945, untuk mencapai kesepakatan sidang
berlangsung dengan penuh pro dan kontra yang melibatkan dua kelompok kebangsaan yakni
kelompok nasionalis dan kelompok Islam. Dalam piagam ini tertuang arah dan tujuan bernegera
serta memuat pula lima rumusan dasar negara (Pancasila).
Pada tanggal 29 April 1945 BPUPKI dibentuk sebagai pelaksanaan janji pemerintah pendudukan
Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dan ketika ingin membahas dasar
negara secara lebih serius BPUPKI membentuk tim kecil yang berisi sembilan tokoh yang
dianggap mewakili dua kelompok penting tersebut. Diantaranya adalah Ir Sukarno, Mohammad
Hatta, Mr AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H Agus Salim, Mr
Achmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, dan Mr Muhammad Yamin.. Pada sidang tersebut
berhasil membuat naskah pembukaan undang-undang dasar dan rumusan dasar negara meski ada
sedikit perbedaan, misalnya dengan apa yang dipidatokan oleh Sukarno pada 1 Juni 1945.
Dalam Piagam Jakarta itu terdapat rumusan sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan ini pada
tanggal 18 Agustus 1945 berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesepakatan ini terjadi
setelah adanya lobi dari Bung Hatta kepada kelompok Islam yang di pimpin oleh Ki Bagus
Hadikusumo karena ada utusan kelompok dari tokoh Indonesia timur yang "mengancam" akan
memisahkah diri dari Indonesia bila rumusan sila pertama dalam Piagam Jakarta tetap
menggunakan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Pada awalnya Ki Bagus Hadikusumo menolak, bahkan dia merasa dikhianati. Namun, dia
kemudian berhasil dibujuk dengan mengingatkan adanya ancaman pemisahan diri dari beberapa
tokoh wilayah Indonesia timur tersebut, dengan nada yang berat Ki Bagus bisa menerimanya
dengan memberikan syarat dialah yang menentukan rumusan sila pertama Pancasila setelah tujuh
kalimat itu dihapus. Ki Bagus tidak memilih kata "ketuhanan" saja, tetapi menambahkannya
dengan "Yang Maha Esa" atau menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Mengenai perubahan rumusan sila pertama Guru Besar Kajian Islam Universitas Paramadina
Prof DR Abdul Hadi WM mengatakan bahwa rumusan sila pertama Pancasila itu berasal dari
golongan nasionalis Islam. Pendapat yang sama juga dikatakan pakar hukum tata negara,
almarhum Dr Hazairin. Beliau berpendapat bahwa rumusan sila itu memang merupakan bukti
kelapangan
dada
tokoh-tokoh
Islam
seperti
tertuang
dalam
bukunya, Demokrasi
kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan
serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia
yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik
golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa
adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.