Menurut
Rahmawati
dalam
Lestari
(2011)
Natrium
Tetraborat
Fungsi boraks yang sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non
pangan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan
pengontrol kecoa (Suhanda, 2012). Menurut Yuliarti (2007) boraks merupakan
pembersih, fungisida, herbisida, dan insektisida yang bersifat tioksik atau beracun
untuk manusia. Boraks dapat memberi dampak negatif bagi tubuh. Sering
mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati,
lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria
(tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan
depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan
kematian (Nasution, 2009; Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat merupakan
bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus aureus.
Gejala pemakaian asam borat yang berulang adalah mual, muntah, diare, suhu
tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous, bahkan dapat
menimbulkan syok. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25
gram, sedangkan pada anak dosis 5-6 gram (Cahyadi, 2006). Akibat dari konsumsi
boras dalam jumlah sedikit demi sedikit namun dalam jangka waktu yang panjang
adalah mengakibatkan iritasi pada kulit, mata atau saluran respirasi, mengganggu
kesuburan dan janin (Yuliarti, 2007).
Ada beberapa metode yang dipakai untuk pengujian identifikasi boraks,
diantaranya adalah dengan menggunakan asam sulfat pekat dan alkohol.
Pengujian ini sering disebut uji nyala api. Penggunaan metanol atau etanol dalam
sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan maka alkohol akan
terbakar dengan nyala yang pinggirannya hijau yang disebabkan oleh
pembentukan metal borat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Selain itu dapat
menggunakan uji kertas kunyit yaitu menggunakan sehelai kertas kunyit
(turmeric) dicelupkan kedalam larutan suatu borat yang diasamkan dengan asam
klorida encer, lalu dikeringkan pada suhu 100C, kertas ini menjadi coklat
kemerahan. Metode lain dalam identifikasi boraks adalah menggunakan asam
sulfat pekat, larutan perak nitrat, dan larutan barium klorida (Vogel, 1979).
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Depkes R.I, dan Dirjen POM, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988: Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.
Lestari, S. 2011. Identifikasi Boraks Dalam Bakso Dengan Reaksi Nyala. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Nasution, A. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan
Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Analisa Boraks pada
Bubur Ayam yang Dijual di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012.
Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah Yang Beredar
Di Kota Makassar. Jurnal Chemica Vol. 11 Nomor 1.
Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.
Widyaningsih, D dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Jakarta: Trubus Agrisarana.
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.