Anda di halaman 1dari 7

Anggota Kelompok :

1.
2.
3.
4.

Andreansyah
Arum Sekar Telasi Nariswari
Gita Junita Sagala
Hanan Nindita

(170510150021)
(170510150035)
(170510150006)
(170510150048)

BADAN-JIWA-ROH
1. Pengantar
Manusia sering disebut sebagai makhluk mikrokosmos, karena di dalam diri manusia
ditemukan berbagai macam tingkatan makhluk hidup di dunia. Manusia merupakan makhluk
multidimensional. Badannya termasuk ke dalam dunia benda, jiwanya termasuk ke dalam
dunia makhluk hidup, serta rohnya bertransendensi terhadap dunia benda dan dunia makhluk
hidup. Terkadang arti dari jiwa dan roh dibedakan. Maka, pengertian jiwa diambil dari arti
biologisnya. Dalam tradisi Aristoteles, setiap makhluk hidup memiliki daya hidup yang biasa
disebut jiwa (anima). Aristoteles pun membedakan jiwa dan roh. Akan tetapi, pandangan
Aristoteles mengenai roh agak kabur dan tidak konsisten.
Thomas Aquino memiliki pandangan bahwa jiwa dan roh merupakan suatu kenyataan yang
berdwifungsi. Jiwa itu menjiwai badan (anima) dan jiwa yang sama itu juga menjadi prinsip
kegiatan khas manusiawi (roh)
Manusia adalah makhluk paradoksal. Paradoks ini berhubungan dengan jiwa manusia itu
sendiri. Manusia merupakan satu kesatuan, tetapi dalam satu kesatuan ini tampak adanya
keduaan. Yang merupakan jiwa dan badan (spirit-matter).
Masalah yang muncul ialah bagaimana dua hal ini dapat bersatu di dalam diri manusia. Dua
dimensi ini seringkali dianggap bertolak belakang dan berlawanan serta bertentangan satu
sama lain. menurut Plato, badan berasal dari dunia bawah sedangkan jiwa berasal dari dunia
atas. Tidak mengherankan apabila para filsuf tertarik untuk mereduksikan dimensi yang satu
dengan dimensi yang lain. manusia sulit untuk berdamai dengan kenyataan yang bersifat
paradoksal. Dalam materialisme Feuerbach serta dalam saintisme pada masa sekarang ini, hal
yang bersifat rohaniah direduksikan ke dalam hal yang bersifat materi. Dengan demikian,
pandangan mengenai manusia menjadi materialisme. Dalam spiritualisme, materi
direduksikan menjadi roh. Yang tak lain bahasa komunikasi Allah dengan roh manusia atau
lebih merupakan penampakan sementara Roh yang mutlak. Pandangan ini disebut
spiritualisme. Dalam diri manusia memang terdapat berbagai macam dimensi yang berbeda,
namun hal tersebut tidak dapat dipisahkan dan akan tetap bersatu.
2. Manusia Multidimensional :
Badan, jiwa, dan roh merupakan tiga dimensi yang berlainan yang bersatu di dalam diri
manusia. Unsur jasmaniah memiliki hubangan yang menyeluruh dengan manusia yang
membuat manusia dapat dijelaskan dengan metode alam. Manusia juga merupakan makhluk
biologis, yang membuat manusia dapat dijelaskan dengan ilmu hayat.

Lain hal dengan dimensi yang khas manusiawi. Dimensi ini tidak dapat diketahui dengan
melalui pengetahuan indrawi dengan metode empiris. Seperti misalnya indrawi hanya dapat
melihat bunga yang terkena sinar matahari membuka diri. Indra juga melihat bahwa anjing
bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. di sinilah terdapat refleksi terhadap diri, aku
sadar bahwa tindakanku tidak bebas. Aku berfikir terlebih dahulu, melihat segala macam
kemungkinan yang ada mempertimbangkan pro dan kontra, kemudian memutuskan. Maka,
argumentasi yang berdasarkan refleksi berbeda dengan metode alam. Bunga yang terbuka
karena terkena sinar matahari, serta anjing yang berpindah tempat, merupakan tindakan
akibat adanya rangsangan yang bersifat determinasi. Mereka tidak berdistansi terhadap
kemungkinan-kemungkinan lain. rangsangan merupakan hal yang paling kuat untuk
menentukan reaksi.
Ilmu-ilmu manusia dengan refleksi diri membahas hal yang manusiawi. Oleh karena itu, pada
manusia terdapat dua pengetahuan, yaitu pengetahuan indrawi dan pengetahuan atas refleksi
diri. Kedua sumber ini berbeda meskipun sangat erat bersatu. Ilmu alam hanya terbatas pada
dimensi empiris. Dimensi-dimensi yang lain tidak tetap tersembunyi. Tetapi berbeda dengan
manusia, pada jenis pengetahuan lain. manusia hadir pada dirinya, pada diri yang mencintai
dan pada diri yang berpikir sebelum bertindak. Melalui refleksi, manusia dapat membahas
apa itu cinta. manusia dapat mengetahui apakah ia sadar atau tidak dalam melakukan sesuatu
hal.
Manusia Mikrokosmos :
Meskipun manusia kerap kali mengulangi apa yang telah dikatakan oleh orang lain, manusia
tetap berdiri sendiri. Maksdunya adalah manusia juga tetap berpikir dan memiliki pendapat
sendiri. Karena manusia merupakan makhluk berakal yang bebas.
3. Vitalisme dan Mekanisme :
Mekanisme meyakini bahwa di antara makhluk hidup dan benda tidak ada perbedaan yang
berhubungan dengan hakikatnya. Berbeda dengan vitalisme yang meyakini bahwa terdapat
suatu perbedaan yang berhubungan dengan hakikat tersebut dan bersifat baru, yaitu daya
hidup (jiwa). Daya hidup menurut Vitalisme merupakan suatu tambahan yang serba baru,
sama sekali belum ditemukan pada benda dan tidak mungkin berasal dari evolusi dunia
benda.
4. Ciri khas makhluk hidup
Perbedaan antara benda dan makhluk hidup nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Namun bergerak sendirinya benda berbeda dengan bergerak sendiri nya pada makhluk hidup
dan sangat berbeda bergerak sendirinya pada manusia.
Analogi yang berlaku untuk self-movement dalam arti tertentu juga berlaku untuk segala
ciri yang khas untuk makhluk hidup. Sebagai ciri-ciri yang khas untuk makhluk hidup
umumnya disebut generation and reproduction (melahirkan hidup baru), juga nutrition
(makan dan minum). Makhluk hidup juga mempunyai suatu unity, Organ yang satu

membutuhkan organ yang lain, dan secara bersama-sama terarah kepada kepentingan
bersama. Makhluk hidup juga mempunya suatu individuality jadi tidak hanya suatu
himpunan sel-sel saja.
Kegiatannya bersifat immanent bukan mansient. Maksudnya bahwa kegiataan nya bukan
hanya mengerjakan suatu efek luar dari dirinya sendiri ( makan demi kesehatan organisme itu
sendiri). Berkat kegiatannya makhluk hidup menuju kepenuhan dari sebagai makhluk
biologis.
Kegiatan makhluk hidup bersifat spontaniesty dimna ia beradaptasi dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan nya. Akhirnya tampah suatu yang bersifat finality yaitu segala
kegiatannya terarah kepada suatu tujuan yang sama.
Segala kegiatan yang khas untuk makhluk hidup sedikit banyak dimiliki oleh benda meskipun
dalam keaddan yang lebih renda dan lebih dominan dalam kesatuannya dengan seluruh alam.
5. Ciri khas Manusia dan Analogi
Ciri khas makhluk hidup demikian juga ciri khas manusia yang tidak eksklusif melainkan
(ada kesamaan dan dalam kesamaan terkandung perbedaan). Dalam kesaaam adalah ada.
Perbedaan hubungan tingkat ber ada.
Memang pada manusia mucul suatu dimensi yang serba baru yang kita sebut dimensi
rohaniah, tetapi dimensi rohaniah, tidak terpisahkan dari dimensi jasmaniah. Manusia
seluruhnya jasmaniah dan seluruh nya rohania
6. Roh dan Materi
Manusia Dwitunggal
Ke khasan manusia ialah sifatnya yang multidimensional. Manusia terdiri dari jiwa-badanroh. Dalam diri manusia ada dua dimensi yaitu spirit and matter. Manusia merupakan
suatu kesatuan sekaligus dua. Dua kenyataan yang bertentangan namun dalam diri manusia
merupakan suatu kesatuan. Inilah yang membuat manusia menjadi suatu misteri di tengah
makhluk lainnnya. Ini pun menjadi segala paradox yang khas untuk manusia. Manusia
tertutup dan terbuka, bebas dan terikat, ia tahu dan ia tahu bahwa ia tahu, fana dan baka,
terbatas dan tidak terbatas.
7. Materialisme dan Spiritualisme
Dalam filsafat materialisme dan spiritualisme tidak dikenal sifat paradoks. Hal ini
dikarenakan dalam pandangan filsafat materialisme, dilihat mengenai semua evolusi yang
berasal dari anoganis ke hidup yang vegetatif sifatnya sensitif. Hidup intelektual merupakan
tambahan kompleksitas materi yang diuraikan dalam ilmu-ilmu positif dengan metodemetode empiris. Sedangkan spiritualisme merupakan kenyataan tentang dunia yang tidak
terlepas dari aku yang berfikir, berbicara, melihat, meraba, dan aku yang membayangkan.
Rohaniah merupakan seluruh kenyataan jasmaniah yang direduksi. Kenyataan dunia (esse)
merupakan bahan komunikasi antara Subjek Allah dengan manusia. Kenyataan dunia sebagai

suatu diri terhadap subjek yang mengenalnya tidak diakui. Roh adalah satu-satunya
kenyataan yang diakui dalam idealisme Fichte and Hegel.
Pertentangan tersebut bersumber dua pada cara manusia yang berlainan untuk mengenal
dirinya sendiru. Cara pertama, pengenalan yang menggunakan indra yang disempunakan
dalam metode alam, dengan cara ini manusia mengenal dirinya sebagai matter. Cara kedua,
menggunakan cara self-reflection yang disempurnakan oleh metode yang khas ilmu
manusia untuk mengenal diri sebagai makhluk rohaniah. Kedua metode ini bersifat abstrak
atau melihat aspek-aspeknya dari sisi tertentu dari seluruh kenyataan. Metode ilmu hanya
melihat dari kenyatn fisio-kimia, sedangkan benda dengan makhluk hidup dan makhluk hidup
dengan manusia hanyalah tambahan kompleksitas materi. Menurut metode self-reflection
kegiatan rohanish bergantung dengan kondisi badan, sedangkan hubungan yang terjalin tidak
tampak melaui refleksi. Metode refleksi hanya berkontak dengan aktivitas rohani tanpa apa
yang ada.
Sifat abstrak pada kedua metode tersebut menjadi alasan menuju ekstremisme. Melalui
refleksi manusia dapat mengetahui the inside, dan dari indra manusia dapat mengetahua
the outside. Evolusi menurut Ilmu alam menurupakan tambahan kompleksitas terhadap
evolusi materi, sehingga materialisme mngekstremkan the outside. Sedangkan evolusi
menurut spiritualisme, yaitu evolusi Roh yang Mutlak dan megekstremkan the inside.
Pandangan seorang tokoh Teilhard de Chardin mengenai manusia adalah bunga dalam setiap
evolusi yang mempunyai sifat rohani, yang diketahui melalui refleksi (the inside), dan sifat
kejasmanian yang nyata dalam tambahan kompleksitas (the outside) telah ditafsirkan dan
diperdalam oleh Van Melsen menjadi metafisika. Seluruh evolusi dilihat sebagai unfolding
of being, yang didalamnya terdapat pelbagai tingkatan ontologis yang berlainan, tetapi tetap
memiliki persamaan. Dasar kesamaan yang dimiliki adalah ada. Perbedaan berhubungan
dengan tingkatan ada. Benda, makhluk hidup, dan manusia merupakan bagian dari being.
Being membuka diri melalui pelbagai tingakatan ada yang menyatakan suatu hierarki
ada.
8. Kekhasan Manusia dalam Konteks Hierarki Ada
Berefleksi tentang kedudukan manusia di tengah makhluk hidup lainnnya. Persoalan
mengenai apakah cara berada manusia pada hakikatnya berlainan dengan cara berada
makhluk lainya. Monisme, baik yang bersifat materialis maupun yag bersifat spiritualis,
menghapus segala keduaan, yang akan menghapus segala perbedan yang berhubungan
dengan hakikatnya. Filsafat dualisme mengakui kekhasan roh dan materi, tetapi menganggap
asing satu sama lain karena keduanya berlainan ,sehingga saling tidak menganggap ada satu
sama lain.
Cara berada yang khas untuk benda, makhluk hidup, dan manusia merupakan perbedaan
dalam kesamaan (analogi). Bila ditanya, apakah perbedaan itu berhubungan dengan
hakikatnya sehingga perbedaan itu berifat eksklusif untuk makhluk hidup dan eksklusif untuk
manusia? kembali lagi ke contoh bergerak sendiri merupakan salah satu sifat dari makhluk
biologis. Bergerak sendiri secara analog juga ditemuan pada dunia benda. Hanya

manusialah yang mengerti arti bergerak sendiri. Hanya manusia dalam arti yang sungguhsungguh diri juga mengerti sungguh-sungguh self- movement, self-existence, selfdetermination, self-present. Namun, bergerak sendiri bukanlah eksklusif, melainkan
analog. Pada manusia bergerak sendiri memperoleh arti yang sungguh-sungguh, dan secara
analog terdapat benda yang berada ada tingkat yang lebih rendah dan lebih tinggi pada
tumbuhan dan hewan. Sebab pada manusia bergerak sendiri mendapat arti yang sungguhsungguh, maka perbedaan berhubungan dengan hakikatnya, namun tetap terdapat persamaan,
yaitu being. Dualisme mendukung pandangan ini karena adanya kehadiran daya hidup.
Namun, perbedaan tetap ada pada tngkat jasmani. Baru ppada mausia kita beralih pada
tingkat ontologi yang serba baru, tetapi tetap pada perspektif hierarki ada dan atas suatu
dasar kesamaan. Materi dan roh sama sekali tidak asing satu sama lain. Materi sama sekali
tidak tertutup untuk pelbagai jenis kegiatan yang khas manusiawi. Berkat perkembangan
teknik, sebagian kegiatan rohaniah manusia dipindahkan ke hal jasmaniah seperti mesin
hitung, komputer, dan mesin-mesin yang dapat mengoreksi sendiri. Alat-lat itu jauh lebih
pintar daripada manusia, maka, kegiatan khas manusiawi tidak sedemikian eksklusif
dimiliki oleh manusia sehingga materi sama sekali tertutup. Di sini pun nyata adanya suatu
persamaan sekaligus perbedaan. Hanya manusia yang sungguh-sungguh berfikir, intelegen,
dan bebas. Maka, perbedaan hubungan dengan hakikatnya dan mengandaikan dimensi
ontologi baru.
Ciri khas manusiawi bukan eksklusif untuk manusia, melainkan analog. Pertentanan dan
perbedaan antara materi danroh, determinisme dan kebebasan berbdasar pada suatu
kesamaan. Dalam arti tertentu pada materi ada cognitive function sehingga kita berbicara
tentang mechanism is-self-regulating mathines.
Jelas bahwa mesin hanya mengatur dan mengoreksi sendiri berkat manusia yang menciptakan
dan memprogram alat itu. Meteri terbuka untuk menerima otomatisme, namun manusialah
yang menciptakan dan memprogramnya. Ada suatu persamaan sekaligus perbedaan. Karena
itu, Van Melsen mengatakan, bahwa hidup sensitif dan hidup intelektual tidak boleh dilihat
sebagai additions, tetapi unfolding of being.
9. Perbedaan Berhubungan dengan Hakikatnya
Materi hidup infrahuman dan hidup manusia harus dilihat sebagai taraf-taraf dalam the
unfolding of being. Kita tidak menolak perbedaan yang berhubungan dengan hakikat antara
manusia dan mahluk hidup atau dengan benda. Perbedaan ini tidak terungkap dalam
pengertian yang eksklusif berlaku bagi tingkat ontology yang baru.
Aktivitas materi bersifat pasif, sedangkan aktivitas roh bersifat self. Determinisme alam
menjadi self determination. Materi tidak bersifat individual, tetapi sesuai dengan jenisnya.
Sifat pasif ini tampak juga dalam cara materi memperkenalkan diri. Perbedaan antara roh dan
materi berhubungan dengan hakikatnya. Perbedaan di antara materi dan manusia
berhubungan dengan hakikatnya karena hanya manusia yang dapat disebut diri.

Perbedaan ontologis diandaikan oleh ilmu alam, ilmu hayat dan ilmu manusia. Refleksi jenis
ini termasuk dalam filsafat. Ilmu alam salah kalau jenis ini tidak diakui dan metode ilmu alam
dimutlakkan.
Dalam perspektif ini being and knowing bukan merupakan suatu tambahan, melainkan
suatu cara berada dalam tingkat yang lebih tinggi. Kegiatan yang khas manusiawi bukanlah
tambahan, melainkan suatu cara berada yang lebih sempurna. Dapat dikatakan sesuatu yang
melulu materi merupakan cara berada yang lebih rendah, sedangkan hidup adalah suatu
cara berada yang mencapai perkembangan lebih tinggi. Konsep ini merumuskan ciri khas
hidup atau yang khas manusiawi. Karena materi ini merupakan cara berada, maka tetap
memiliki suatu kesamaan dan perbedaan. Ciri khas mahluk hidup terlebih lagi ciri khas
manusia adalah suatu perkembangan yang harus dilihat lebih sebagai unfelding daripada
sebagai tambahan.
Determinisme tidak asing di Indonesia. Roh dan materi dalam diri manusia merupakan dua
kenyataan. Penggerak ontologis seluruh evolusi ialah being, maka dalam bahasa metafisika
evolusi disebut unfolding of being. Manusia dapat disebut a being by excellence karea
bersifat rohaniah.
Roh dan materi juga kebebasan dan determinisme tidak bertentangan secara kontraduktoris.
Dalam keberbedaan ada suatu persamaan. Hidup bukan tambahan kepada materi dan roh
bukan tambahan pada mahluk hidup, dan kebebasan bukanlah tambahan, melainkan tujuan
evolusi. Perbedaan ditempatkan dalam hierarki ada.
10. Kekhasan Jiwa dalam Filsafat Thomas
Refleksi atas kegiatan rohaniah menyatakan kegiatan ini bertransendensi terhadap materi.
Thomas yakin bahwa roh atau jiwa pada hakikatnya berlainan dari materi dan mahluk hidup.
Akal budi membentuk ide-ide dengan abstraksi atas ruang dan waktu. Refleksi diri sendiri
membuktikan manusia bersifat rohaniah. Prinsip yang memungkinkan aku berpikir dan
memilih sendiri bukan materi, tetapi prinsip itu sendiri imaterill, dapat berdiri sendiri, tidak
tergantung pada badan dan dapat bergerak sendiri. Inilah unsur Platonis dalam filsafat
Thomas.
Semua kegiatan rohaniah tidak terlepas dari unsur jasmaniah. Manusia merupakan suatu
kesatuan dengan badan. Jiwa berfungsi sebagi bentuk badan. Jiwa tidak ada tanpa badan, dan
badan buan badan manusia jika tidak memiliki jiwa. Inilah unsur Aristoteles (hilomorfisme).
Dua pandngan diatas seolah-olah berkontradiksi, bagaimana jalan keluarnya? Untuk Plato,
jalan keluarnya ialah menyangkal kesatuan. Jiwa bersifat rohaniah dan badan hanya tempat
tinggal sementara. Menurut Aristoteles, jiwa berhenti berada kalau terlepas dari badan.
Thomas mengatakan bahwa manusia hanya memiliki satu jiwa. Jiwa secara intrinsic tidak
tergantung pada badan. Jiwa itu spiritual dan tidak tersusun. Dari segi objek pengetahuan dan
kehendaknya, ia tergantung pada badan san pengetahuan indrawi. Maka, jiwa yang dari diri
sendiri tidak tergantung dari badan sekaligus berfungsi sebagai forma corporis, yaitu
menjiwai badan dan setelah terpisah tetap terarah untuk bersatu dengan badan.

Pandangan Thomas, jiwa tergantung dan tidak tergantung dari badan. Untuk tidak jatuh ke
dalam suatu kontradiksi, maka dibedakan antara tidak tergantung secara intrinsik dan
tergantung secara ekstrinsik. Keadaan ini menurut Thomas, merupakan keadaan kurang luhur
karena jiwa tetap terarah kepada kesatuan badan.
Kritik terhadap Thomas ialah bahwa pandangannya masih bersifat dualisme. Jiwa dalam
dirinya sendiri merupakan suatu roh yang murni dan kesatuan dengan badan merupakan
sesuatu yang sekunder. Kegiatan rohaniah bertransendensi terhadap materi kurang lebih
disamakan dengan kegiatan rohaniah murni; karena itu, menuntut suatu prinsip yang murni
rohaniah. Karl Rahner mengatakan bahwa manusia adalah spirit-in-matter dan hal itu
bukan suatu sekunder, melainkan menyangkut hakikat dan berlaku untuk kebakaan dalam
bentuk mana pun.
Ada pelbagai tingkatan ada. Pengakuan secara implisit diandaikan oleh ilmu alam. Cara
berada yang khas untuk manusia ditempatkan dalam hierarki ada. Dengan hierarki
dimaksudkan ada tingkatan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Yang lebih tinggi bukan suatu
tambahan, malainkan unfolsing. Manusia bukan materi yang ditempel dengan roh,
melainkan materi yang dirohanikan ada seolah-olah membuka diri melalui tingkatan yang
lebih rendah menuju tingkatan yang lebih tinggi. Manusia berdiri sendiri, hadir pada dirinya
sendiri, menentukan dirinya sendiri, dan berharga karena dirinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai