Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS RESIKO PENGURUSAN IBADAH HAJI di INDONESIA

Tugas Mata Kuliah Enterprise Risk Management


Dosen Pembimbing : Ivan Lanovara, S.T., M.I.T., Ph.D

Disusun Oleh :
Fauziah Amalia Devi
(14916106)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap bulan Dzulhijah tiba maka perhatian dunia khususnya ummat
islam di berbagai belahan bumi akan tertuju pada proses Ibadah Haji di Mekkah.
Ibadah haji merupakan ibadah yang merupakan rukun Islam yang kelima yang
wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Umat Islam yang wajib melaksanakan
ibadah haji adalah yang memenuhi syarat istitaah baik secara finansial, fisik
maupun mental. Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun Islam yang
mengintepretasikan seluruh tataran syariah di dalamnya. Bahkan ibadah haji

merupakan investasi syiar dan kekuatan Islam yang dahsyat, hal ini terefleksi
dalam prosesi Wukuf, Thawaf, Sai dan Jamarat yang dilakukan oleh seluruh
jamaah haji. Bagi masyarakat Indonesia, melaksanakan ibadah haji merupakan
sebuah dambaan, tidak hanya sebagai pencapaian puncak spiritual seseorang
dalam menjalankan agamanya namun juga sebagai salah satu bentuk simbol
eksistensi seseorang di tengah lingkungan sosial dan masyarakat, hal inilah yang
mendorong semangat atau ghiroh ummat islam di Indonesia sangatlah tinggi
sehingga disetiap penyelenggaraaan ibadah haji tiap tahunnya kontingen jamaah
haji Indonesia adalah yang terbesar dari seluruh Negara, hal ini cukup beralasan
mengingat Indonesia termasuk urutan atas Negara dengan populasi jumlah ummat
islam tertinggi di dunia.
Ibadah haji merangkai semua jenis ibadah dalam rangkaian yang
sempurna. Dimulai dari deklarasi ihram yang wajib diucapkan secara lisan,
seorang haji harus menahan diri dari berbagai larangan tertentu selama masih
berihram. Kemudian dilanjutkan dengan thawaf dan sai yang melibatkan seluruh
tubuh. Dilengkapi dengan wukuf di Padang Arafah dan melempar jumrah, prosesi
diakhiri dengan menyembelih hewan kurban yang merupakan ibadah harta.
Bahkan ibadah haji adalah ibadah yang paling menyita energi dan menelan biaya.
Seluruh kemampuan yang diperlukan dalam ibadah-ibadah sebelumnya tercurah
pada ibadah haji, sehingga pantas dikatakan bahwa ibadah haji adalah puncak dari
ekspresi ketaatan hamba.
Namun pelaksanaan dan pelayanan ibadah haji di Indonesia tidak lepas
dari berbagai permasalahan pelik, meskipun pemerintah berusaha melakukan
perbaikan dari musim haji satu ke depannya. Akan tetapi kenyataan dilapangan
embuktkan bahwa masalah dalam pelaksanaan ibadah haji tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Padahal masalah ini sering terulang tiap tahun tanpa ada
pemecahan masalah yang berarti. Yang menjadi pertanyaan mengapa Kementrian
Agama seperti tidak mampu mengantisipasi dan sekaligus mencari solusi yang
tepat atas permasalahan tersebut. Ada kritik bahwa Kementrian Agama perlu
merekrut akhli manajemen krisis dan majemen resiko, yang mampu melakukan
identifikasi masalah dengan cepat, cermat dan tepat sehingga bisa menemukan
solusi terbaik , dengan mengantisipasi semua resiko yang mungkin terjadi. Oleh

karena itu paper ini akan menganalisis resiko yang menyeluruh mengenai
pelaksanaan ibadah haji di Indonesia.
B. Pembatasan Masalah
Permasalahan akan

ditinjau

mulai

daripendaftaran

aktivitas

pemberangkatan, aktivitas formal ibadah haji sampai dengan aktivitas non formal.
C. Tujuan
Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui resiko apa saja yang
potensial dalam pelakasanaan ibadah haji.

BAB II
ISI
A. Aktivitas Pendaftaran Ibadah Haji
Aktivitas pendaftaran ibadah haji yang akan dibahas dalam paper ini
adalah pendaftaran regular melalui pemerintah, bukan haji plus atau khusus.
1. Pembukaan rekening haji
Pembukaan rekening haji hanya bisa dilakukan di bank tertentu yang
ditunjuk sebagai bank penerima setoran. diantaranya adalah: BRI, BRI
Syariah, BNI, Bank Muamalat, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, BTN,
Bank Jateng dan Bank Mega Syariah. Rekening haji berbeda dengan
rekening umum.
Resiko yang dapat terjadi dalam pelaksanaan prosedur ini adalah :
No
1

Resiko
Calon jamaah haji harus pergi ke bank
yang sudah ditunjuk. Tidak masalah jika
rumah tinggal calon haji dekat dengan
bank terkait. Permasalah terjadi ketika
calhaj bertempat tinggal dipelosok dan ini

sangat menyulitkan
2

Kuota jamaah haji yang terbatas maka


calhaj harus menunggu lama walaupun
sudah membayar 25 juta dan mendapatkan

nomor porsi dan SPPH


Resiko inflasi mata

uang

rupiah.

Berangkat 15 tahun lagi sedangkan uang


makin susut nilainya
2. Mencari surat keterangan sehat dan jenis golongan darah di puskesmas
No

Resiko

Kekeliruan dan ketidak akuratan isi surat


keterangan sehat. Karena biasanya petugas
puskesmas cuek dengan pengurusan
seperti ini

Kebingungan calon haji karena tidak ada


papan penuntun di puskesmas untuk
mengurus surat sehat

3. Mengisi SPPH di Kantor Kementrian Agama Kabupaten


Pelayanan ini hanya dilayani di Kantor Kementerian Agama Kota atau
Kabupaten (bukan di KUA kecamatan). Ketika memasuki Kantor
Kementerian Agama, dilayani di ruangan pendaftaran haji. Di beberapa kota
pendaftaran haji bergabung dengan kantor seksi PHU (Penyelenggaraan
Haji dan Umrah).
4. Pemorsian di Bank
5. Melapor ke Kementrian Agama
Setelah mendapatkan nomor porsi dan bukti setoran awal BPIH, langkah
terakhir adalah melaporkan kembali ke Kantor Kementerian Agama dengan
membawa berkas berikut:
a. Bukti setoran awal BPIH (berwarna)

b. 1 Lembar SPPH
c. Pas foto dengan rincian: berwarna, 80% wajah, pakaian gelap,
background putih (tidak berkacamata) = 34 (10 lembar), 46 (2
lembar)
d. FC Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas (4 Lembar)
e. FC Akta Kelahiran / Buku Nikah / Ijazah (2 Lembar)
f. FC Kartu Keluarga 2 Lembar)
g. FC KTP (sesuai dengan domisili)
No

Resiko

Terselipnya berkas karena terlalu banyak

Berkas tidak dapat diterima karena tidak


lengkap. Bagi orang jaman dulu yang
tidak punya akta lahir harus urus surat
kelahiran di kelurahan setempat.

B. Aktivitas pra Keberangkatan


Memperhatikan terhadap SDM penyelenggara ibadah haji, penyelenggara
ibadah haji tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain yang ada di pusat juga
ada di daerah-daerah kabupaten/kota. Tentu saja juga dengan kualitas pemahaman
dan pemikiran yang sangat variatif. Ada yang sangat care terhadap
penyelenggaraan ibadah haji dan ada pula yang hanya sebagai pelaku atau
pelaksana kegiatan. Resiko yang terjadi adalah penanganan haji yang ala kadarnya
dan tidak maksimal. Padahal mereka adalah tim yang secara langsung terlibat dan
menjadi satu kesatuan dengan jamaah haji di Mekkah maupun Madinah. Dengan
demikian, mereka memiliki peran yang sangat signifikan untuk mengarahkan para
jamaah haji pada prosesi ibadahnya.
C. Aktivitas Keberangkatan
1. Persiapan di rumah
a. Menyiapkan keperluan selama di tanah suci
No
Resiko
1
Walaupun pengurusan visa untuk jamaah
haji termasuk mudah tetapi ada kasus

bawhwa banyak jamaah haji yang terlantar


karena visa terlambat dating.
b. Menuliskan semua identitas diri pada tas
c. Menjaga kondisi kesehatan dan membawa obat-obatan yang penting
No

Resiko

Bagasi overload karena membawa barang


bawaan terlalu berlebihan

Koper akan tertukar di bandara karena tag


name lupa tidak tertulis

2. Keberangkatan ke asrama haji embarkasi


No
1

Resiko
Tertinggal rombongan ketika akan menuju
asrama haji

2
3

Salah masuk rombongan


Barang bawaan tertinggal dirumah

3. Tiba di Asrama Haji


4. Menjelang keberangkatan ke bandara
No
1

Resiko
Penumpukan jamaah haji dari asrama haji

2
3

Kebingungan jamaah haji lanjut usia


Mental jamaah haji yang drop karena
merasa nervous

5. Di Pesawat
6. Kedatangan di Tanah Suci

Setiba di bandara King Abdul Aziz Jeddah maka jamaah akan berkumpul da
diperiksa segala kelengkapan dokumennya.
No
1
2
3

Resiko
Jamaah haji tertukar rombongan
Jamaah haji mengalami jetlag
Resiko tertular penyakit di bandara karena
pernah ada kasus flu babi dan antrax

7. Persiapan Miqat dan Umroh


8. Menuju ke Mekkah
a. Tiba di pondokan haji
No
1

Resiko
Barang bawaan hilang karena ketinggalan

2
3

di bis
Berebut kamar
Kelelahan karena tidak bisa istirahat
diperjalanan

b. Persiapan umrah
No
1

Resiko
Melanggar larangan ihram

c. Masuk masjidil haram


d. Thawaf
Resiko yang bisa dialami oleh jamaah haji perepuan adalah tidak bisa
melaksanakan thawaf dikarenakan mengalami haid. Dia tidak dapat
melakukan thawaf ifadlah yang merupakan rukun haji. Bila sampai dengan
masa pemulangan dia masih haid maka ia bisa melakukan thawaf ifadlah
dalam keadaan tidak suci dengan resiko mendapatkan dosa karena ia masuk
masjid dalam keadaan tidak suci dan harus membayar dam berupa seeokar
unta, menurut madzhab Hanafi.
e. Sai

Resiko berdesak-desakan saat sai jarang terjadi, karena kedatangan jamaah


di kota Mekah tentunya tidak berbarengan dari seluruh negara. Jamaah
Indonesia saja rentang waktunya hampir 40 hari.
f. Tahallul
Setelah melaksanakan Ibadah Umrah, kembali ke pondokan. Kegiatan seharihari selama di Makkah, ibadah di Masjidil Haram. Selama di Tanah Suci
perbanyak minum dan makan makanan yang bergizi tinggi serta tidur yang
cukup sebab untuk kesiapan untuk melaksanakan ibadah Haji saat tanggal 8
Dzulhijjah. Permasalahan yang ada antara lain :
1) Katering yang terlambat.
Catering yang terlambat pernah terjadi sehingga jamaah haji mengalami
kelaparan dahsyat. Dikarenakanketerlambatan catering ini banyak jamaah
yang sakit bahkan meninggal dunia.
2) Tidak cocok makanan
Walaupun makanan yang tersdia merupakan makanan yang sudah
disesuaikan dengan lidah Indonesia, tetapi mungkin bagia jamaah yang
tua maka hal ini merupakan masalah.
D. Pelaksanaan Ibadah Haji tanggal 8 dzulhijjah
Pagi hari tanggal 9 Dzulhijjah setelah makan pagi sebaiknya jamaah haji
beristirahat (1-2 jam) mungkin semalam tidak bisa tidur agar tubuh segar dan
tidak mengantuk selama wukuf. Waktu wukuf mulai tergelincir matahari sampai
terbenam matahari. Resiko yang terjadi saat wukuf yaitu :
1. Wukuf di arafah tidak terlalu beresiko berdesak-desakan karena walaupun
wukuf di Arafat waktunya juga tertentu( 9 Dhulhijah), tetapi jamaah tidak
bergerak, diam di tenda ataupun duduk di suatu tempat.
2. Bagi jamaah perempuan yang biasanya riskan bila kulitnya gosong maka hal
ini patut diwaspadai. Karena panasnya terik sinar matahari maka sebaiknya
tetap berada di kemah selama wukuf untuk menghindari sengatan matahari.
Bila ke kamar mandi, carilah waktu-waktu senggang/ lengang agar tidak
terlalu lama antri.
3. Melanggar pantangan ihram, maka harus berhati-hati
4. Berdesak-desakan saat sore hari setelah maghrib saat jamaah haji akan
diberangkatkan menuju Muzdalifah untuk mabit. Resiko lain adalah jamaah
hilang terpencar

5. Permasalahan bahasa yang menjadi kendala, bisa saja menggunakan bahasa


isyarat. Tetapi untuk jamaah tua ini menjadi masalah pelik. Walaupun di
Arab Saudi banyak orang yang menguasai bahasa Indonesia.
E. Di Muzdalifah
1. Sesampai di Muzdalifah, jamaah haji akan ditempatkan dalam suatu area
terbuka dimana area tersebut berpagar dan hanya diberi tanda dengan
Nomor Maktab. Resiko yang ada yaitu, jamaah kebingungan karena pintu
masuk berbeda dengan pintu keluar. Sebaiknya jamaah tidak perlu
berjalan-jalan, bisa kesasar atau ketinnggal ke maktab lain, akibatnya
jamah akan diberangkatkan ke kemah di Mina yang berbeda dengan
maktab sendiri.
2. Lewat tengah malam jamaah haji akan diberangkatkan lagi menuju ke
kemah di Mina untuk melaksanakan melontar jamrah. Dibandingkan
rukun maupun wajib haji lainnya, menurut saya, pelemparan jamarat
adalah aktivitas yang paling beresiko. Jamaah akan melakukan aktivitas
tersebut pada waktu yang telah ditentukan dan harus bergerak (berjalan
kaki ataupun menggunakan sarana tertentu), selama tiga hari berturut-turut
(tanggal 11,12, dan/atau 13 Dhulhijah). Selain itu bia juga ketinggalan bus
rombongan karena bedesak-desakan. Yang paling penting resiko terberat
adalah jamaah tidak sadar masih ihram, karena tak jarang saling dorong
dan salin caci maki, berbuat jidal (berbantah-bantahan) padahal masih
dalam kondisi ihram.
D.

Di Mina Tanggal 10 Dzulhijjah


1. Di Mina resiko yang banyak terjadi adalah kasus orang yang tersesat
karena arah jalannya satu jalur jika salah ambil jalan maka akan memutar
yang jauh padahal ditempuh dengan jalan kaki.
2. Jamaah terinjak karena ingin cari afdhal tapi dengan mengorbankan diri
sendiri.
3. Kepalanya terlontar kerikil yang dilempar oleh jamaah di belakangnya
yang lemparannya tidak sukses mengenai jamarat.
Mengenai resiko-resiko karena adanya bencana alam yang tidak bisa kita

prediksi bisa saja terjadi contohnya musibah bencana banjir yang dapat tiba-tiba

terjadi, angina topan dan badai angin, badai padang pasir. Selain itu human error
juga dapat menyebabkan musibah yang dahsyat seperti jatuhnya crane di Masjidil
haram pada musim haji tahun kemarin. Ini merupakan resiko yang mungkin saja
bisa terjadi.
Menurut saya mengubah mindset para pendamping haji dari orientasi
surplus pahala sentris ke pahala dan keselamatan sentris merupakan hal yang
penting untuk mengurangi resiko. Tidak ada artinya tujuan memperoleh pahala
yang lebih besar tetapi keselamatan tidak diperhatikan. Makanya, mindset mencari
keafdholan (keutamaan) harus diubah menjadi kemaqbulan. Bukankah haji yang
mabrur sudah cukup menjadi kendaraan seseorang untuk memasuki surga dan
keridlaan Allah. Sampai saat ini masih banyak tim pendamping haji yang merasa
bahwa

dirinya

paling

tahu

mengenai

medan

haji,

sehingga

dengan

pengetahuannya itu dijadikan sebagai justifikasi untuk mengajak para jamaah haji
dalam mengejar keutamaan haji. Sebagaimana contoh haji tahun ini (2015) yang
menuai masalah bagi jamaah haji Indonesia, sesungguhnya dipicu oleh ajakanajakan untuk menunaikan keutamaan haji dimaksud. Padahal Pemerintah Arab
Saudi sudah memberikan jadwal bagi jamaah Asia untuk melempar jumrah pada
jam tertentu, akan tetapi ada sekian banyak tim pemandu haji yang melakukan
berbeda dengan time schedule dimaksud.
Resiko kesehatan jamaah haji juga tinggi karena padatnya aktivitas saat
melakukan ibadah haji. Bermalam di Musdalifah di ruang terbuka, beratapkan
langit dan berlantai tanah yang dipenuhi dengan debu dan manusia yang sangat
padat dan diselimuti cuaca dingin. Lontar Jumroh sekali sehari selama tiga hari.
Perjalanan dari pemondokan ke Jamarat berjarak 2-5 km, sangat padat oleh
jemaah yang lalu lalang, dan berdesakan saat melontar jumroh. Sebelum
berangkat menunaikan ibadah haji, seyogyanya calon jemaah haji harus
melakukan persiapan- persiapan. Persiapan tentang ilmu manasik haji juga
persiapan fisik dan mental. Persiapan fisik dan mental meliputi pemeriksaan
kesehatan, persiapan dalam menghadapi perubahan cuaca dan iklim di negara
Saudi Arabia, persipan untuk menjaga kondisi fisik yang baik dan prima, sehingga
dapat menjalankan ibadah haji dengan optimal.

Masalah lain yang terjadi saat pemulangan jamaah haji. Urusan bagasi
jemaah haji yang overload dalam penerbangannya pulang, masih saja terjadi.
Bukan hanya akibat si jemaah haji yang membandel, namun juga pemahaman
petugas lapangan mengenai kuota berat bagasi ternyata belum seragam dan
prakteknya yang cenderung sekedar gugur kewajiban instansinya sendiri.
sebaiknya peraturan kuota bagasi kembali digiatkan. Meski sudah disosialisasikan
sedari awal dan ada tercantum di dalam buku panduan manasik, tidak ada
salahnya jemaah haji diingatkan lagi dan lagi. Sosialisasi serupa plus perbaikan
alur kerja dan koordinasi juga harus dilakukan kepada petugas di lapangan,
terutama dari Kementerian Agama yang sehari-hari berhubungan langsung dengan
jemaah haji. Agar tidak lagi menyampaikan informasi yang keliru atau terlalu dini
menggumpulkan tas koper jemaah haji. Kurangnya pemahaman yang diperparah
dengan informasi keliru, sangat merugikan jemaah haji. Aneka rupa cendera mata
berharga yang terlanjur mereka beli sebagai oleh-oleh bagi sanak keluarganya,
terpaksa ditinggal begitu saja di bandara tanpa ada kepastian jaminan bisa
mendapatkanya kembali setiba di embarkasi kelak.

Anda mungkin juga menyukai