: Parasetamol
: N-Acetil-4-amino fenol, Acetaminofen
O
NH
CH3
OH
N-asetil-4-amino fenol
Rumus Molekul
Berat Molekul
Kemurnian
Efek Terapeutik
Pemerian
: C8H9NO2
: 151,61
: Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 100,0% C8H9NO2
: Analgetik dan antipiretik.
: Hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
(FI IV : 649)
larutan alkali hodroksida membentuk larutan jenuh dalam air dengan pH 5-6,5.
pKa
: 9,5 (250C)
(Codex :638)
Khasiat dan Penggunaan : Analgetikum dan antipiretikum
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
Titik Lebur
: Antara 168 - 172 C
6. Sifat Kimia
Parasetamol sangat stabil pada cairan yang mengandung air
T dalam larutan buffer pH 6 = 21,8 tahun
pH 2 = 0,73 tahun
pH 9 = 2.28 tahun
Reaksi degradasi dikatalisis oleh asam dan basa, hasil degradasi berupa paminofenol dan asam asetat.
Penyimpanan, dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya.
(FI IV : 649)
Dalam larutan, paracetamol membutuhkan proteksi dari cahaya
Pada keadaan kering,stabil sampai temperatur 450C.
(Codex : 638)
Terjadi degradasi bila ada p-aminofenol yang timbul akibat adanya oksidasi
oleh cahaya. Diidentifikasi dari warna pink-coklat-hitamdengan terbentuknya
quinonimine. Parasetamol relatif stabil terhadap oksidasi. (Codex : 638)
7. Stabilitas
Bahan padat :
Terhadap suhu
: stabil
Terhadap cahaya
: tidak stabil
Terhadap kelembaban : stabil
Bahan Kelarutan
: Terhadap pelarut : Stabil
BAB II
TINJAUN FARMAKOLOGIS BAHAN OBAT
2.1.
Tinjauan Farmakologi
Asetaminophen merupakan derivate para amino fenol. Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminophen di Indonesia diknal dengan
nama paracetamol dan tersedia sebagai obat bebas. Asetaminophen merupakan
metabolit fenasetin dengan efek anti piretik yang sama dan telah digunakan Sejak
1893. Walaupun demikian laboran kerusakan fatal hepar akibat over dosis akut perla
diperhatikan. Perlu diperhatikan pemakai maupun dokter bahwa efek anti inflamasi
paracetamol hampir tidak ada.
(Ganiswara, 2003)
2.2.
Farmakokinetik
Absorpsi
Dapat terabsorpsi secara cepat dan sempurna dan dipengaruhi oleh pengosongan
lambung, makanan dan waktu obat dikonsumsi.
Distribusi
Didistribusikan secara luas keseluruh tubuh dengan volume sekitar 1 liter/KgBB, 80%
sampai 40% terikat protein plasma.
Metabolisme
Paracetamol dimetabolisme dihati menjadi epoksida, N-dehidroksilasi metabolit.
Metabolit ini bertanggung jawab untuk nekrosis hati pada overdosis paracetamol.
Eksresi
Di ekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai paracetaml (3%) dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjugasi. Sekitar 80% dari dosis terapi dieksresikan melalui urine
dalam rentan waktu 24 jam.
(Codex : 639)
2.3.
2.4.
2.5.
Farmakodinamik
Efek analgesik paracetamol mempunyai kemampuan untuk menghambat
siklooksigenase (COX) dan inhibisi sintesis prostaglandin yang diakibatkannya sangat
berperan untuk efek terapeutik.
Efek analgesik paracetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurai nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh
karena itu paracetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Paracetamol merupakan
penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan pendarahan lambung
tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan &
keseimbangan asam basa.
Paracetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan
menimbulkan nefrropatianalgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya
dosis lebih besar tidak menolong. Karena hampir tidak mengiritasi lambung,
paracetamol sering dikombinasi dengan AINS untuk efek analgesik.
Efek Samping
Efek samping OAINS (Obat Antiinflamasi Non Steroid), termasuk
paracetamol sering terjadi, sebagian karena pemberian dosis tinggi dalam waktu yang
panjang dan sebagian karena penggunaan yang luas pada pasien lanjut usia yang
rentan terhadap efek samping. Efek samping tersebut termasuk : traktus
gastrointestinal, nefroloksisitas, serta bronkospasme khususnya pada pasien asma,
ruam kulit dan alergi lainnya.
(Farmakologi At a Glance : 71)
2.5.
Toksisitas Akut
Akibat dosis toksik serius adalah nekrosis hati (nekrosis tubulus renalis dan
koma hiploglemik bisa terjadi). Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian tunggal
10-15 gram (200-250 mg/kgBB). Anorexia, mual, muntah, sakit perut (pada 24 jam
pertama dapat berlangsung lebih dari seminggu. Gangguan hepar dapat terjadi dengan
gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin
serum serta pemanjangan masa profrombin. Kerusakan hati dapat mengakibatkan
ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Keracunan akut ini biasanya diobati secara simtomatik dan suportif,
tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat, yaitu dengan
memperbaiki cadangan glutation hati. N-asetilisis-tein cukup efektif bila diberikan
peroral 24 jam setelah minum dosis toksik paracetamol.
(Ganiswara, 2003)
2.6.
Dosis
Dosis Parasetamol
Dewasa
Anak-anak
60 120 mg
1 6 tahun
= 120 250 mg
7 12 tahun
(BNF 61 :259)
Neonates 28 - 32 minggu
o Dosis tunggal = 20 mg/kg BB
o 10 mg/kg BB 15 mg/kg BB tiap 8 12 jam
Maksimal 30 mg/kg BB
Neonates diatas 30 minggu
o Dosis tunggal = 20 mg/kg BB
o 10 15 mg/kg BB tiap 6 8 jam
Maksimal 60 mg/kg BB/hari
1 3 bulan = 30 60 mg tiap 8 jam
(Martindale 36 :110)
pyrexia,
jika