Salmonela1 PDF
Salmonela1 PDF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRACT
TATIT DIAH NAWANG RETNO. Comparison between SNI and Salmonella
Latex Text Method to Monitor Contamination of Salmonella spp. in Day Old
Chick (DOC) Boxes. Under direction of EKO SUGENG PRIBADI and TITIEK
SUNARTATIE.
Fifty DOC boxes, which were supplied by five breeding company, was
examined to Salmonella contamination. SNI and Salmonella latex test method
were used for the research. The result indicated four boxes were positive which
examined by SNI method and five boxes were positive which examined by
Salmonella latex test method.
With confidence level of 95% Salmonella latex test has sensitivity of 100%
and specificity of 97.8% and the value of kappa statistic was 0.878 or excellent
value.
Salmonella latex test are containing flagella antibody. This method need
time 24-hours faster and cheaper than SNI method. Salmonella latex test can be
used as an alternative screening test of Salmonella contamination in clinical or
animal product samples. Unfortunately, this method is able to detect flagellaSalmonella only.
Key word : Salmonella contamination, DOC transportation boxes, SNI method,
Salmonella latex test method
RINGKASAN
TATIT DIAH NAWANG RETNO. Perbandingan Metode SNI dengan Metode
Salmonella Latex Test untuk Memantau Pencemaran Salmonella spp. pada Kotak
Pengangkutan Day Old Chick (DOC). Dibimbing oleh EKO SUGENG PRIBADI
dan TITIEK SUNARTATIE.
Salmonella spp. adalah bakteri patogen utama penyebab demam typhoid dan
penyakit pullorum pada unggas. Kecenderungan yang berkembang saat ini kasus
salmonellosis banyak menyerang reptilia dan anak ayam umur sehari yang
diperjualbelikan secara bebas. Jumlah kasus yang dilaporkan masih sedikit
dibandingkan kejadian nyata di lapangan. Salah satu persyaratan untuk
melalulintaskan DOC di wilayah Republik Indonesia adalah, bebas avian
salmonellosis dengan menunjukkan bukti hasil laboratorium. Sebagai instansi
yang berada pada garda depan, Badan Karantina Pertanian dituntut untuk
melakukan pelayanan kepada pengguna jasa secara cepat dan pro fesional.
Mengacu dari hal tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan metode baku yang digunakan, dalam hal ini metode SNI dan
metode uji cepat yaitu Salmonella latex test untuk memantau pencemaran
Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC.
Metode yang digunakan dalam memantau pencemaran Salmonella spp. pada
kotak pengangkutan DOC adalah, yang pertama dengan menggunakan uji
kualitatif yang sesuai dengan SNI yang mengacu pada Bacteriological Analytical
Manual, Food and Drug Administration, AOAC International yang terdiri dari
beberapa tahapan yaitu pra-pengayaan, pengayaan, isolasi dan identifikasi serta
uji serologik. Metode yang kedua, menggunakan uji cepat yaitu Salmonella latex
test sebagai uji presumtif Salmonella spp., dengan prinsip aglutinasi terhadap
antibodi yang terkandung di dalam Salmonella khususnya antibodi terhadap
antigen flagella. Sejumlah besar antigen flagella Salmonella digunakan untuk
menghasilkan antisera polyvalent dalam kelinci. Antibodi yang telah dipurifikasi
digunakan untuk memberikan efek peka terhadap partikel latex.
Sebanyak 50 contoh kotak pengangkutan DOC diambil dari 5 perusahaan
pembibitan ayam yang berbeda untuk diuji menggunakan dua metode pengujian.
Metode pengujian pertama adalah Metode SNI dan metode pengujian kedua
menggunakan Salmonella latex test, untuk mengetahui adanya cemaran
Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC. Dari hasil pengujian dengan
metode SNI menunjukkan 4 kotak tercemar Salmonella spp. atau sekitar 8% dari
total jumlah contoh. Dari hasil pengamatan terhadap koloni dan uji untuk isolasi
dan identifikasi serta uji serologik didapatkan spesies S. Entertidis dari contoh
yang diduga Salmonella.
Dari hasil pengujian menggunakan Salmonella latex test menunjukkan
5 kotak atau sekitar 10% tercemar Salmonella spp.. Dengan tingkat kepercayaan
95% hasil pengujian Salmonella latex test diperoleh kepekaan 100% dan
kekhususan 97,8%. Kepekaan adalah proporsi kotak pengangkutan DOC yang
tercemar Salmonella spp. yang memberikan hasil uji positif, sedangkan
kekhususan adalah proporsi kotak pengangkutan DOC yang tidak tercemar
Salmonella spp. yang memberikan hasil uji negatif. Nilai prediktif positif atau
proporsi kotak pengangkutan DOC yang tercemar Salmonella spp. diantara contoh
yang bereaksi positif dengan metode Salmonella latex test sebesar 80% dan nilai
prediktif negatif atau proporsi kotak pengangkutan DOC yang tidak tercemar
Salmonella spp. diantara contoh yang memberikan reaksi negatif dengan
menggunakan metode Salmonella latex test sebesar 100%.
Dengan adanya perbedaan hasil antara metode SNI dan Salmonella latex test
maka dianalisis dengan menggunakan analisis statistik kappa untuk menguji
kesesuaian dua pengujian. Metode baku memberikan prevalensi yang nampak
sebesar 0,08, sedangkan dengan metode Salmonella latex test memberikan
prevalensi sebesar 0,1. Kedua metode tersebut sama-sama memberikan reaksi
positif terhadap 8% dari keseluruhan contoh yang diperiksa. Data ini memberikan
indikasi pengujian yaitu proporsi positif yang lebih besar daripada yang lain dan
arahan untuk menghitung kesesuaian diantara kedua metode yang digunakan.
Nilai kappa yang diperoleh sebesar 0,878 yang berarti bagus sekali atau
kesesuaian antara pengujian dengan metode SNI dan Salmonella latex test
menunjukkan nilai bagus sekali.
Metode Salmonella latex test juga memiliki keuntungan dan kerugian.
Keuntungan penggunaan metode ini adalah menyingkat waktu 24 jam lebih cepat
serta memerlukan biaya yang lebih hemat dibandingkan metode SNI. Kerugian
Salmonella latex test adalah hanya spesies Salmonella yang berflagella yang dapat
terlacak oleh alat uji ini.
Dengan adanya cemaran S. Enteritidis pada kotak pengangkut DOC,
menjadikan kotak pengangkut sebagai sumber penularan bagi orang-orang yang
bersentuhan langsung dengan kotak pengangkut DOC tersebut. Misalnya pekerja
kandang, penjual DOC dan anak-anak yang membeli DOC yang diperjualbelikan
secara bebas, tenaga kesehatan hewan ataupun petugas di laboratorium yang
menangani pemeriksaan cemaran mikroba.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan
salmonellosis, yang berasal dari kotak pengangkutan DOC adalah dengan cara
membakar kotak tersebut setelah DOC dibongkar di tempat tujuan dan
mengkampanyekan anjuran cuci tangan setelah menangani atau memegang hewan
piara terutama DOC. Pencegahan terhadap pentingnya menjaga higienitas diri
dilakukan pada semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa.
Pencegahan dilakukan terutama bagi mereka yang rentan terpapar oleh cemaran
Salmonella khususnya bagi petugas karantina. Tindakan pencegahan seperti
tersebut di atas harus dilakukan untuk memutus mata rantai penularan
salmonellosis dan demi terwujudnya wilayah Negara Republik Indonesia yang
bebas penyakit hewan menular.
Salmonella latex test lebih efektif dan efisien dibandingan dengan metode
SNI. Salmonella latex test dapat digunakan sebagai uji tapis, baik pada contoh
klinis maupun produk peternakan untuk hasil yang cepat dan akurat. Hasil
pengujian cepat dan akurat sangat diperlukan terutama bagi instansi seperti
karantina sebagai garda terdepan dalam lalulintas hewan dan produk hewan
Kata kunci : cemaran Salmonella, kotak pengangkutan DOC, metode SNI,
metode Salmonella latex test
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu
Judul Tesis
Nama
NIM
:
:
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji Syukur pada Tuhan Yang Maha Kasih penulis panjatkan yang telah
mengkaruniakan berkat anugerah dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan September 2008 ialah Perbandingan Metode SNI dengan Metode
Salmonella Latex Test untuk Memantau Pencemaran Salmonella spp. pada Kotak
Pengangkutan Day Old Chick (DOC).
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. drh.
Eko Sugeng Pribadi, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan drh. Titiek
Sunartatie, M.S. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penulisan tesis ini, Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, serta seluruh staf pengajar
pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membimbing,
mengarahkan, membantu dan memberikan saran-saran kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Badan
Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa serta ijin belajar sehingga
penulis dapat menempuh pendidikan magister pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor, serta khususnya kepada Ir. Syukur
Iwantoro, M.S, MBA. yang memacu, mendorong dan memberi cambuk semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan seluruh tugas dan kewajiban untuk meraih
gelar Magister Sains.
Kepada Drh. Bambang Erman, penghargaan dan terima kasih penulis
sampaikan atas ijin yang diberikan kepada penulis demi lancarnya penyelesaian
tugas-tugas akhir serta arahan dan masukannya kepada penulis.
Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada suami dan anakanak tercinta, drh. Sintong HMT Hutasoit, M.Si., Keyra Beatrice Maduma Putri
Hutasoit dan Kevin Leondra Sahatma Raja Putra Hutasoit, Papa dan Mama di
Yogyakarta, Bapak (Alm) dan Mama di Siborongborong serta keluarga besar R.
Soewito dan keluarga besar Hutasoit atas perhatian, pengertian dan kasihnya
selama ini.
Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Bpk. Agus Haryanto yang telah
memberikan waktu, tenaga dan kesabarannya pada penulis dalam menyelesaikan
tesis ini serta Ibu Esih dan Bapak Ismet, staf laboratorium Mikrobiologi Medik,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, IPB atas bantuan dan arahannya selama ini.
Ungkapan terima kasih disampaikan juga kepada Kepala Pusat Karantina
Hewan, Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta, teman-teman Program
Khusus S2 Karantina, rekan-rekan di bidang Karantina Hewan Ekspor dan Antar
Area atas perhatian, dukungan dan kerjasamanya selama ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Januari 1976 sebagai putri
pertama dari 3 bersaudara pasangan dr. Purnomo Subagyo, M.Sc. dan Widiarti
Rumendah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri
Ungaran II Yogyakarta tahun 1988, pendidikan Sekolah Menengah Pertama
Negeri 5 Yogyakarta tahun 1991 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri
8 Yogyakarta tahun 1994.
Pada tahun 1994 penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan menyandang gelar Dokter
Hewan pada tahun 2000.
Penulis menikah dengan drh. Sintong HMT Hutasoit, M.Si. pada tanggal 28
Oktober 2000 di Yogyakarta dan dikaruniai dua orang anak, putri dan putra, yang
pertama Keyra Beatrice Maduma Putri Hutasoit dan yang kedua Kevin Leondra
Sahatma Raja Putra Hutasoit.
Saat ini penulis bekerja pada Pusat Karantina Hewan, Badan Karantina
Pertanian di Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.. xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR.
xiv
PENDAHULUAN..
Latar Belakang... 1
Permasalahan.
Tujuan Penelitian... 3
Manfaat Penelitian. 3
Hipotesis Penelitian...
TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella spp.
4
4
Penularan Salmonella
11
Diagnosis Salmonella..
15
15
16
16
16
Metode Pengujian
17
17
24
Rancangan Penelitian
24
Analisis Data.
25
26
26
28
31
33
Kesimpulan..
33
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
34
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Diagnosis salmonellosis..
13
14
18
23
Gambaran koloni dari media HEA dan uji biokimiawi contoh yang
diduga positif Salmonella
27
Hasil uji Salmonella dengan metode SNI dan Salmonella latex test....... 28
29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
27
28
27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salmonella spp. merupakan mikroorganisme yang dikenal sebagai major
food borne pathogen pada manusia dan menyebar di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat dilaporkan setidaknya terdapat 800.000 sampai 4 juta infeksi Salmonella
setiap tahunnya dan sekitar 500 dari kasus tersebut bersifat fatal (Ahmed et al.
2005).
Kecenderungan yang berkembang saat ini kasus salmonellosis tidak hanya
sebatas pada keracunan makanan tetapi sudah dapat diisolasi dari reptilia dan
unggas umur sehari (day old chick, DOC) yang diperjualbelikan untuk mainan
anak-anak. Tingkat kejadian ditemukannya Salmonella dalam kasus ini dapat
mencapai 76.000-140.000 kasus per tahunnya (Warwick et al. 2001).
Secara resmi kejadian luar biasa yang disebabkan oleh Salmonella di
Indonesia belum banyak dilaporkan. Kasus salmonellosis di Indonesia
diperkirakan sebanyak 60.000 hingga 1.300.000 kasus dengan sedikitnya 20.000
kematian per tahun (Suwandono et al. 2005). Di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat telah banyak dilaporkan adanya kejadian luar biasa
salmonellosis. Namun persentase jumlah yang dilaporkan masih terlalu kecil
dibandingkan dengan wabah yang sebenarnya terjadi.
Salmonella tidak hanya menyerang hewan ternak tetapi juga menyerang hewan
piaraan dan dapat diisolasi dari bahan autopsi yang terdiri dari organ, darah dan
feses (PAHO 2003).
Avian salmonellosis telah ada di berbagai peternakan dengan tingkatan yang
berbeda. Pada umumnya penyakit tradisional misalnya fowl typhoid dan pullorum
telah dapat dikendalikan dengan baik meskipun penyakit ini masih tetap banyak di
beberapa negara di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, Eropa Timur, Asia,
Afrika. Bagaimanapun juga infeksi paratyphoid salmonellosis masih merupakan
salah satu masalah yang harus dihadapi. Infeksi pada burung/unggas yang
mungkin dapat menimbulkan gejala klinis atau unggas tersebut dapat menjadi
agen carrier food-borne salmonellosis. Penularan salmonellosis dapat terjadi
secara vertikal. Pencemaran silang oleh Salmonella dapat terjadi dalam suatu
Permasalahan
Semua produk pertanian khususnya hewan dan produk hewan yang
dilalulintaskan dari dan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia maupun
antar pulau harus memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan tugas
pokok dan fungsi karantina, yaitu mencegah masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit hewan karantina. Salah satu persyaratan yang dibutuhkan untuk
pengangkutan antar area khususnya pemasukan day old chicks (DOC) adalah
dilengkapi Surat Keterangan Kesehatan yang didalamnya memuat pernyataan
tentang persyaratan yang mengharuskan bahwa dari peternakan asal dalam waktu
6 bulan harus bebas Salmonella yang dibuktikan dengan uji laboratorium dan
tidak ada bukti gejala klinis avian salmonellosis.
Penentuan adanya pencemaran Salmonella perlu dibuktikan dengan uji
laboratorium. Metode pengujian Salmonella untuk sampel yang berasal dari
lingkungan dalam hal ini adalah kotak pengangkutan DOC adalah metode yang
diambil dari SNI. Metode lain yang telah ada di Badan Karantina Pertanian untuk
menguji adanya cemaran Salmonella adalah metode cepat menggunakan
Salmonella latex test dengan prinsip aglutinasi. Sampai saat ini belum diketahui
metode Salmonella latex test terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan
dengan metode SNI. Karantina mempunyai wewenang melakukan pemeriksaan
terhadap hewan dan produk hewan yang dilalulintaskan baik dari dalam dan luar
negeri maupun antar pulau di pintu pemasukan dan pengeluaran, untuk itu
membutuhkan uji cepat dalam mendiagnosis suatu penyakit dan mengidentifikasi
adanya kuman patogen.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode SNI dengan Salmonella
latex test untuk memantau pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan
DOC.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat berupa pembuktian penggunaan uji
yang efektif dan efisien dalam melacak adanya pencemaran Salmonella spp.
khususnya pada kotak pengangkutan DOC, sehingga dapat digunakan sebagai uji
baku melacak Salmonella spp. pada instansi karantina.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
H0
H1
: metode Salmonella latex test lebih efektif dan efisien untuk memantau
pencemaran Salmonella spp. pada kotak pengangkutan DOC
dibandingkan metode SNI.
TINJAUAN PUSTAKA
Salmonella spp.
lagi menjadi 2.000 serotipe tergantung kepada antigen somatik dan flagella yang
dimiliki. Serotipe paratifoid dari S. Typhi dan S. Enteritidis, Paratyphi A dan
Paratyphi C merupakan spesies Salmonella yang khas pada manusia. Serotipe
Paratyphi B dijumpai pada sapi, babi, anjing dan unggas. S. Cholera-suis dan
beberapa serotipe S. Enteritidis seperti Gallinarum, Pullorum, Abortus equi dan
Dublin teradaptasi pada hewan dan dapat ditularkan juga ke manusia. Sebagian
besar serotipe dari S. Enteritidis merupakan bakteri dari berbagai jenis hewan,
vertebrata dan invertebrata. S. Arizonae mempunyai kurang lebih 300 serotipe.
Terdapat lebih dari 2.500 serotipe Salmonella yang tersebar di seluruh dunia,
diantara serotipe tersebut yang menyerang unggas adalah S. Pullorum dan S.
Gallinarum.
Serotipe Salmonella mempunyai induk semang khas. S. Thypi dan S. Paratyphi
menyerang manusia dan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan serta
dema tifus dan paratifus. S. Dublin menyerang ternak sapi, S. Abortus equi
menyerang kuda, S. Typhimurium terutama menyerang itik dan rodensia,
sedangkan S. Pullorum dan S. Gallinarum menyerang ayam (Anonimus 2004). S.
Gallinarum dan S. Pullorum merupakan agen penyebab fowl thypoid atau penyakit
pullorum yang ditandai dengan diare berwarna kehijauan. Juga, dapat
menyebabkan penyakit kronis saluran genitalis yang dapat menurunkan produksi
telur dengan tingkat kematian sampai 100% (Proux et al. 2002).
S. Enteritidis dikenal sebagai patogen yang penting, baik pada unggas maupun
manusia. Kasus keracunan makanan pada manusia berkaitan erat dengan
meningkatnya jumlah ayam dan telur ayam yang tercemar oleh serotipe S.
Enteritidis (Thorns et al. 1996). Bakteri ini bertahan hidup pada waktu yang lama
dalam lingkungan (Hopper dan Mawer 1988).
Habitat alami kuman Salmonella adalah saluran pencernaan walaupun dapat
ditemukan juga di organ lain seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung,
paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum. Hewan dan unggas yang
menderita salmonellosis dapat menjadi pembawa (carrier) yang menetap
(persisten). Kuman Salmonella dapat diisolasi dari tanah, air, limbah yang
tercemar dengan material feses (Ray 2001).
Penularan Salmonella
Penularan Salmonella pada manusia terjadi karena menelan organisme yang
ada di dalam makanan yang berasal dari hewan yang terinfeksi atau makanan
yang tercemar oleh kotoran hewan atau kotoran orang yang terinfeksi. Penularan
juga terjadi dari bahan-bahan makanan seperti telur, produk telur yang tidak
dimasak dengan baik, air yang tercemar, daging dan produk daging, unggas dan
produk unggas. Salmonellosis juga dapat ditularkan melalui hewan piara seperti
kura-kura, iguana, anak ayam atau obat-obatan berbahan dasar hewan yang tidak
disucihamakan (Anonimus 2005).
hewan carier & sakit
hewan rentan
feses
Memakan
makanan asal
hewan
Pencemaran makanan
dan lingkungan
Air dan
termakan
sayuran
Rute fekal-oral
Jalur utama penularan S. Enteritidis secara vertikal melalui telur dan secara
horizontal melalui rute fekal oral (Hopper dan Mawer 1988).
Penularan parathypoid salmonella secara oral pertama kali karena adanya
kolonisasi di dalam saluran pencernaan, dan selalu berakhir pada perlekatan yang
menetap dalam feses. Invasi ke dalam saluran pencernaan memicu perbanyakan
Salmonella dalam sistem makrofag pada organ hati dan limpa dan menyebar ke
seluruh jaringan. Bakterimia dapat terjadi setelah melalui tahap-tahap tersebut dan
berakhir kepada kematian (Thiagarajan et al. 1994)
PAHO (2003) menyatakan S. Typhi dan S. Paratyphoid merupakan serotipe
yang dominan pada manusia, dan hewan berperan sebagai sumber penularan
Salmonella. Makanan yang sering menyebabkan infeksi Salmonella pada manusia
pada umumnya berasal dari unggas, babi, sapi, telur, susu dan hasil olahannya.
Makanan yang berasal dari sayuran yang tercemar oleh produk-produk hewan,
kotoran manusia, pengolahan komersil juga merupakan sumber cemaran
Salmonella. S. Typhi dan beberapa Salmonella lainnya juga dapat mencemari air
yang digunakan sebagai sumber air bersih.
Di Amerika Serikat pernah dilaporkan adanya kematian 2 orang anak kecil
karena salmonellosis dari reptil yang menjadi hewan piara. Sementara kejadian
kasus salmonellosis karena reptil seperti kura-kura mencapai 280.000 kasus per
tahunnya (Warwick et al. 2001).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nakamura di Jepang pada
tahun 1986 menunjukkan bahwa 10% dari total produk hewan yang diproduksi
tercemar oleh Salmonella dan dari seluruh persentase tersebut mayoritas oleh
spesies S. Enteritidis, sedangkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa produk hewan yang tercemar oleh Salmonella sebanyak 24%
(Nakamura et al. 1994).
terinfeksi menunjukkan gejala depresi, lemah dan diare (Wray et al. 1996).
Tingkat kematian sangat tinggi pada anak ayam umur di bawah satu minggu.
Ayam dewasa yang terinfeksi menunjukkan pertumbuhan yang lamban serta
adanya lesi fokal, perikarditis dan septikemia (Lister 1988). Bakteri ini bertahan
hidup untuk waktu yang lama dalam lingkungan (Hopper dan Mawer 1988). S.
Enteritidis ditemukan pada unggas dan masuk ke dalam peternakan karena adanya
populasi rodensia di peternakan ayam. S. Enteritidis dapat menginfeksi ayam
tanpa menimbulkan gejala-gejala penyakit khususnya pada ayam petelur (Cogan
dan Humphrey 2003).
S. Enteritidis dikenal sebagai patogen yang penting, baik pada unggas
maupun manusia. Kasus keracunan makanan pada manusia berkaitan erat dengan
meningkatnya jumlah ayam yang tercemar oleh serotipe S. Enteritidis (Thorns et
al. 1996). Terdapat tiga macam serotipe yang berkaitan dengan food-borne
disease yang terjadi di negara-negara Eropa, Amerika dan Inggris. Wabah
salmonellosis tersebut disebabkan oleh S. Enteritidis phage tipe 4, 8 dan 23. Dari
beberapa tipe tersebut, tipe phage 4 merupakan serotipe yang paling patogen
terhadap ayam (Dhillon et al. 1999). Di Indonesia S. Enteritidis tipe phage 4
awalnya ditemukan dari anak ayam umur sehari (DOC) yang berasal dari
peternakan pembibitan parent stock maupun grand parent stock (Poernomo
2000).
Salmonella secara cepat dapat menembus dinding dan membran telur tetas.
Kondisi selama masa inkubasi dapat yang padanya meningkatkan proliferasi sel
bakteri ke dalam usus. Setiap orang, binatang, arthropoda, tumbuh-tumbuhan,
tanah atau barang-barang, atau kombinasi dari keduanya, yang padanya
Salmonella dapat hidup dengan baik, merupakan sumber utama bagi jalur
penularan Salmonella ke dalam telur tetas. Reservoir dapat bertahan dalam
kondisi yang optimal dan hanya dapat disingkirkan setelah telur-telur tersebut
difumigasi (Cox et al. 1991). Salmonella yang telah berproliferasi ke dalam
membran telur akan tertelan oleh embrio dan bertahan di dalam tubuh embrio
sampai masa penetasan. Anak ayam yang telah ditetaskan dan terinfeksi
Salmonella secara cepat dapat menularkan kuman tersebut kepada anak ayam
lainnya dalam suatu kelompok (Cason et al. 1994). Infeksi Salmonella pada anak
ayam yang baru menetas sangat berbahaya karena anak ayam tersebut belum
memiliki mikroflora saluran pencernaan yang matang dan Salmonella akan
berkolonisasi secara cepat di dalam saluran pencernaan anak ayam tersebut
(Blankenship et al. 1993).
Ternak ayam yang tidak memperlihatkan gejala klinis dan mati, atau ayam
sembuh dari infeksi, dapat menjadi pembawa menahun yang sewaktu-waktu dapat
mengeluarkan bakteri S. Enteritidis melalui fesesnya (Gast 1997).
Penularan salmonellosis pada hewan tergantung dari beberapa faktor risiko.
Faktor-faktor risiko tersebut diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Observasi studi veteriner terhadap salmonellosis dengan hipotesis faktor
risiko berdasarkan spesies
Species
Penyakit
Referensi
Kuda
Infeksi
Salmonella spp.
Sapi
Salmonellosis
Un ggas
Salmonellosis
timbul juga dipengaruhi oleh sifat virulensi dan invasi bakteri, jumlah bakteri
yang termakan, daya tahan tubuh inang yang dipengaruhi oleh umur dan
kesehatan penderita (Supardi dan Sukamto 1999).
Vought dan Tatini (1998) mengemukakan bahwa wabah salmonellosis
di Inggris telah terjadi pada orang dewasa akibat memakan es krim yang tercemar
S. Enteritidis sebanyak 107 colony forming unit (CFU). Pada orang dewasa yang
memakan makanan tercemar bakteri tersebut sebanyak 105-106 CFU dilaporkan
tidak menunjukkan gejala klinis penyakit. Namun, beberapa penelitian
menyatakan bahwa sejumlah kecil S. Enteritidis dalam makanan (105 CFU) telah
dapat menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut
mengandung banyak lemak dan atau gula yang dapat melindungi Salmonella dari
lambung yang bersifat asam sehingga bakteri tersebut dapat mencapai usus halus
dan menimbulkan gejala penyakit.
Investigasi Centers for Disease Control (CDC) pada tahun 2006 dalam
penelitian yang dilakukan selama 5 tahun terakhir melaporkan rata-rata kejadian
salmonellosis mencapai 86 kasus per tahun. Isolat yang paling banyak ditemukan
dalam kasus tersebut adalah Typhimurium. Kejadian wabah salmonellosis
dilaporkan terdapat 171 kasus di 19 negara yang dilaporkan sejak 1 September
2006. Median usia penderita salmonellosis adalah 36 tahun, dan 59% diantaranya
adalah wanita. Sebanyak 73 penderita mengalami diare dan 14 (19%) dirawat di
rumah sakit. Namun, tidak ada laporan mengenai kematian yang dilaporkan dari
kejadian-kejadian sakit tersebut (Anonimus 2006).
Salmonellosis menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, mual,
muntah, sakit perut dan diare (Anonimus 2002).
Menurut Jawets et al. (2001) gejala salmonellosis dibedakan menjadi
demam enterik, bakterimia dengan luka fokal dan enterokolitis. Pada demam
enterik memiliki masa inkubasi pada 10-14 hari yang diikuti dengan demam, rasa
tidak enak badan, sakit kepala, konstipasi, bradycardia dan myalgia, dan angka
kematian dapat mencapai 10-15%. Lesi ditemukan di jaringan organ tubuh seperti
hiperplasia dan nekrosis jaringan getah bening, hepatitis, nekrosis dari ginjal,
radang limpa, periosteum dan paru-paru. Pada kasus bakterimia yang bersifat
lokal yang menyertai infeksi oral, ada invasi awal pada aliran darah dengan luka
Demam enterik
7-20 hari
Septikemia
Beragam
Enterokolitis
8-48 jam
Tidak diketahui
Tiba-tiba
Tiba-tiba
Demam
Berangsur-angsur
naik dengan
stadium typoidal
Beberapa minggu
Durasi
penyakit
Simtom
Mula-mula
gastrointestina konstipasi,
l
selanjutnya diare
berdarah
Pembiakan
Positif pada 1-2
darah
minggu sakit
Pembiakan
Positif selama 2
feses
minggu, negatif
pada awal sakit
Suhu meningkat
secara tiba-tiba
Suhu tidak
terlalu tinggi
Beragam
2-5 hari
Tidak ada
Mual, muntah,
pada onset diare
Positif selama
demam tinggi
Sering positif
Negattif
Positif secara
cepat setelah
onset
Sementara Supardi dan Sukamto (1999) menjelaskan beragamnya gejalagejala infeksi yang timbul setelah tertelannya sel-sel Salmonella. Hal ini
tergantung dari daya virulensi, invasi dari serotipe dan galur bakteri tersebut,
jumlah sel yang tertelan dan daya tahan tubuh yang dipengaruhi oleh umur dan
kesehatan penderita. Kebanyakan Salmonella menyebabkan demam enterik yang
disertai dengan diare, tetapi beberapa serotipe seperti S. Typhi, S Paratyphi A, B
dan C, serta S. Cholerasuis sering menimbulkan bakteremia. Gejala infeksi, waktu
inkubasi dan tanda-tanda yang ditimbulkan oleh masing-masing serotipe
Salmonella dapat dilihat pada Tabel 3.
Serotipe/Galur
S. cholerasuis
Enteritidis,
Typhimurium,
Heidelberg,
Derby
Java
Demam typhoid
(demam enterik)
Demam
paratyphoid
(demam enterik)
infantis
Montevideo dsb
Typhi
(antigen 7-28 hari, rata-rata 14 hari
Vi)
Septikemia, malaise, demam
tinggi terus-menerus, batuk,
anoreksia, mual, muntah,
konstipasi, denyut nadi lambat,
limpa membesar, hidung
berdarah, bercak merah pada
dada, perspirasi meningkat,
menggigil, diare, perdarahan pada
anus, penyembuhan lambat 1-8
minggu.
Paratyphi A
1-15 hari
Paratyphi B
Infeksi saluran darah, pusing,
Paratyphi C
demam terus menerus, persirasi
Sendai
profus, mual, muntah, sakit perut,
limpa membesar, diare, kadangkadang bercak merah, lebih
ringan dan lebih singkat (1-3
minggu)
Diagnosis Salmonella
Diagnosis salmonellosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikrobiologik
dengan tahapan-tahapan yaitu pembiakan pra-pengayaan, pembiakan pengayaan,
media pembeda, pembiakan medium selektif dan uji biokimia. Identifikasi akhir
dapat dilakukan dengan uji serologik, yaitu dengan uji aglutinasi untuk
mengelompokkan Salmonella dengan antigen O: A, B, C, D dan E. (Jawets et al.
2001).
Metode Pengujian
Ada dua macam metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji
kualitatif sesuai dengan Metode SNI yang diacu dari Isolation and Enumeration
dalam Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration. AOAC
International (BAM 2001); dan yang kedua adalah Salmonella latex test.
Pra-pengayaan
Kotak pengangkutan DOC dengan luas 10 x 10 cm2 di-swab menggunakan
swab sucihama yang sebelumnya telah dibasahi dengan PBS pH 7,4. Swab-swab
tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer atau wadah sucihama yang berisi
lactose broth. Kemudian diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam 2 jam.
Pengayaan
Biakan pra-pengayaan diaduk secara perlahan kemudian diambil,
dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 10 ml media TTB, dan 0,1 ml ke
dalam 10 ml media RV. Untuk contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp.
tinggi (high microbial load), maka media RV diinkubasikan pada suhu 42 0C
0,2 0C selama 24 jam 2 jam, sedangkan untuk media TTB diinkubasi pada suhu
43 0C 0,2 0C selama 24 jam 2 jam. Untuk contoh dengan dugaan cemaran
Salmonella spp. rendah (low microbial load), maka media RV diinkubasikan pada
suhu 42 0C 0,2 0C selama 24 jam 2 jam, sedangkan untuk media TTB
diinkubasi pada suhu 35 0C 2 0C selama 24 jam 2 jam.
Sebanyak dua atau lebih biakan bakteri diambil dengan jarum se dari masingmasing media pengayaan yang telah diinkubasikan, dan diinokulasikan pada
media HE, XLD dan BSA. Selanjutnya media-media tersebut diinkubasi pada
suhu 35 0C selama 24 jam 2 jam. Bila masa inkubasi telah tercapai dan koloni
yang tumbuh di Media BSA belum jelas, maka inkubasi dilanjutkan lagi selama
24 jam 2 jam. Pengamatan dilakukan terhadap koloni Salmonella pada media
HE, yakni koloni yang terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik
hitam (H2S). Pada media XLD pengamatan diarahkan kepada koloni yang terlihat
merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni
hitam. Pada media BSA pengamatan diarahkan kepada koloni yang terlihat
keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar koloni berwarna
coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi hitam.
Tahap selanjutnya adalah mengambil koloni yang diduga Salmonella dari
ketiga media tersebut dan diinokulasikan ke media TSIA dan LIA. Inokulasi
dilakukan dengan cara menusukkan jarum inokulasi ke dasar media agar dan
selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua media diinkubasi pada suhu
35 0C selama 24 jam 2 jam. Setelah masa inkubasi tercapai, dilakukan
pengamatan terhadap koloni yang mengarah kepada koloni Salmonella dengan
menggunakan hasil reaksi seperti yang tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4
Media
TSIA
LIA
Bagian Miring
Agar
(Slant)
Alkalin / K
(merah)
Bagian Dasar
Agar
(Buttom)
Asam / A
(kuning)
H2S
Gas
Positif
(hitam)
Negatif/
positif
Alkalin / K
(ungu)
Alkalin / K
(ungu)
Positif
(hitam)
Negatif/
positif
Uji Biokimiawi
Uji Urease
Koloni yang positif Salmonella dari TSIA diinokulasikan dengan se
ke urea broth. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam 2
jam. Hasil uji positif ditandai dengan perubahan warna kuning menjadi
merah. Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna.
Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji urease.
Uji Indole
Koloni dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diinokulasikan pada SIM dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 2 jam.
Sebanyak 0,2-0,3 ml Reagen Kovacs ditambahkan ke atas permukaan media
setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji positif ditandai dengan adanya
cincin merah di permukaan media. Hasil uji negatif ditandai dengan
terbentuknya cincin kuning. Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji
Indole.
merah jambu
Umumnya
Uji Sitrat
Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diinokulasikan ke dalam SCA dengan se. Kemudian diinkubasi pada suhu
35 0C selama 96 jam 2 jam. Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan
koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hasil uji
negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh
sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna. Umumnya Salmonella
memberikan hasil positif pada uji sitrat.
Uji Gula-Gula
a) Phenol Red Dulcitol Broth atau Purple Broth Base dengan 0,5%
Dulcitol
Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diambil dan inokulasikan pada mdium dulcitol broth. Kemudian
diinkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam 2
jam. Reaksi positif oleh Salmonella ditandai dengan pembentukan gas
dalam tabung Durham dan warna kuning (pH asam) pada media. Reaksi
negatif oleh Salmonella ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada
tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa) untuk
indikator phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple.
Uji Serologik
-
Uji substrat
Positif
Negatif
Glucose (TSI)
Lysine decarboxylase
(LIA)
H 2S (TSI dan LIA)
Lysine decarboxylase
broth
Phenol red dulcitol broth
Warna ungu
Warna kuning
3
4
5
Hitam
KCN broth
Ada pertumbuhan
7
8
9
Malonat broth
Uji Urease
Uji Indole
Warna biru
Warna merah
Permukaan warna merah
10
11
12
Aglutinasi
Aglutinasi
Warna kuning
dengan/tanpa gas
+
+
+
13
Salmonella
Warna kuning
dengan/tanpa gas
14
15
Uji voges-proskauer
Uji methyl red
16
Simmons sitrat
+
+a)
-b
+
+
+
-b)
+
-
Keterangan :
a
) Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah negatif
b)
Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah positif
Salmonella spp. dari media Blood Agar diambil dan dilarutkan dalam larutan
NaCl fisiologis 0,85% di kartu reaksi. Kemudian reagen latex diteteskan
disamping suspensi tersebut. Kedua larutan dicampurkan dan kartu uji digoyanggoyang dengan gerakan melingkar selama dua menit. Dilakukan pengamatan adatidaknya reaksi aglutinasi
Reaksi dinyatakan positif jika terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit dan tidak
terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit pada kontrol latex (Anonimus 2007).
Rancangan Penelitian
Contoh yang diperiksa adalah kotak pengangkutan DOC yang
dilalulintaskan melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pengambilan
contoh dilakukan dengan metode acak berkelompok (cluster random sampling).
Jumlah contoh diambil secara proporsional sebanyak 50 kotak yang berasal dari
lima perusahaan pembibitan yang berbeda dan 50 kotak yang dicemari
S. Enteritidis sebagai kontrol positif. Dari kelima perusahaan pembibitan tersebut
diambil masing-masing 10 contoh. Contoh diambil dari dinding bagian dalam dan
bagian bawah kotak pengangkutan DOC pada luasan 10 x 10 cm2 menggunaan
gauze swab yang telah dibasahi phosphat buffer saline (PBS) pH 7,4. Kapas
tersebut kemudian dimasukkan ke sebuah tabung Erlenmeyer berisi 100 ml
lactose broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 0C (Wray dan Davies
1994).
Terhadap kotak-kotak yang menunjukkan hasil positif adanya cemaran
Salmonella spp., selanjutnya dilakukan pemeriksaan identifikasi Salmonella spp.
dan keragaman spesies Salmonella yang ada.
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif, yaitu mengumpulkan,
menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi
dalam bentuk tabel dan gambar (Montgomery 2001) dan dilakukan analisis
statistik kappa untuk kesesuaian dua pengujian (Thrusfield 2005).
Tabel 6
No
Perusahaan
HEA
Gambaran koloni dari media HEA dan uji biokimiawi contoh yang
diduga positif Salmonella
TSIA
LIA
Dul
Lac
Suc
MR
VP
Indol
Citrat
Urea
Motilitas
A5
A9
B2
B5
B7
B8
Kontrol positif
Kontrol negatif
Hijau
kebiruan,
rata
Hijau
kebiruan,
rata
Hijau
kebiruan,
rata
Hijau
kebiruan,
rata
Hijau
kebiruan,
rata
Hijau
kebiruan,
rata
Hijau
kebiruan,
rata
-
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
non
motil
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
motil
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
motil
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
motil
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
motil
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
non
motil
b/a,
+,+
b/b,
+,+
+/+
-/-
-/-
positif
negatif
negatif
positif
negatif
motil
Gambar 2 Koloni Salmonella pada media HEA dari 6 contoh yang diduga positif
Media TSIA
Media LIA
Gambar 3 Hasil uji khas Salmonella pada media TSIA dan LIA
Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode Salmonella Latex Test
Pengujian 50 contoh kotak pengangkutan DOC terhadap adanya cemaran
Salmonella spp. menggunakan metode Salmonella latex test menunjukkan hasil
hanya lima contoh sampel positif Salmonella spp. (10%). Contoh yang bereaksi
positif dengan Salmonella latex test ditandai dengan adanya reaksi aglutinasi pada
kartu reaksi seperti pada Gambar 4.
terjadi aglutinasi
Tabel 7 Hasil uji Salmonella dengan metode SNI dan Salmonella latex test
Kotak
Kontrol
Kontrol
DOC (%)
Positif (%)
Negatif (%)
SNI
4/50 (8)
50/50 (100)
50/50 (100)
Salmonella latex test
5/50 (10)
50/50 (100)
50/50 (100)
Untuk membandingkan antara metode SNI dan Salmonella latex test
Metode
Positif
Negatif
Metode SNI
Positif
Negatif
4
1
0
45
4
46
Jumlah
5
45
50
Kepekaan dan kekhususan Salmonella latex test mencapai 100% dan 97,8%
dengan tingkat kepercayaan 95%. Kepekaan adalah proporsi kotak pengangkutan
DOC yang tercemar Salmonella spp. yang memberikan hasil uji positif,
sedangkan kekhususan adalah proporsi kotak pengangkutan DOC yang tidak
tercemar Salmonella spp. yang memberikan hasil uji negatif. Dengan
menggunakan data Tabel 8 Salmonella latex test memberikan nilai pendugaan
(prediktif) positif sebesar 80% dan nilai prediktif negatif sebesar 100%. Nilai
prediktif positif adalah proporsi kotak pengangkutan DOC yang yang tercemar
Salmonella spp. diantara contoh yang bereaksi positif dengan metode Salmonella
latex test, sedangkan nilai prediktif negatif adalah proporsi kotak pengangkutan
DOC yang tidak tercemar Salmonella spp. diantara contoh yang memberikan
reaksi negatif dengan menggunakan metode Salmonella latex test. Nilai prediksi
pengujian telah digunakan sebagai cara untuk memilih pengujian yang dilakukan,
namun nilai prediksi tidak hanya dipengaruhi oleh kepekaan dan kekhususannya,
tetapi dipengaruhi juga oleh prevalensi yang sebenarnya. Prevalensi sebenarnya
biasanya sulit diketahui, maka tidak dapat secara langsung dianggap bahwa suatu
pengujian yang memiliki nilai prediksi tertinggi selalu paling peka dan khas.
Untuk menentukan kesesuaian antara pengujian baku dan pengujian baru
dilakukan analisis statitstik kappa (Thrusfield 2005). Metode SNI memberikan
prevalensi yang nampak sebesar 0,08, sedangkan dengan Salmonella latex test
memberikan prevalensi sebesar 0,1 dan kedua metode tersebut sama-sama
memberikan reaksi positif terhadap 8% dari keseluruhan contoh yang diperiksa.
Data ini tidak memberikan petunjuk bahwa reaksi positif berarti status hewan di
lapangan terinfeksi oleh Salmonella spp. dan reaksi negatif berarti status hewan di
lapangan tidak terinfeksi Salmonella spp., tetapi hanya memberikan indikasi
pengujian yang memberikan proporsi positif yang lebih besar daripada yang lain
dan arahan untuk menghitung kesesuaian diantara kedua metode yang digunakan.
Dari Tabel 8 diperoleh nilai kappa sebesar 0,878. Berdasarkan Budiharta dan
Suardana (2007) nilai kappa 0,7-1,0 dinilai bagus sekali, 0,5kappa<0,7 dinilai
bagus, 0,4kappa<0,5 dinilai cukup dan <0,4 dinilai jelek. Dari hasil analisis
pengujian dengan metode SNI dan Salmonella latex test diperoleh kesesuaian
bagus sekali. Maka metode Salmonella latex test dapat digunakan sebagai uji tapis
untuk mengetahui adanya cemaran Salmonella spp. baik dari contoh klinis
maupun dari contoh produk-produk pertanian.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian terhadap penggunaan metode
Salmonella latex test. Keuntungan yang diperoleh dengan metode tersebut adalah:
dapat menyingkat waktu kurang lebih 24 jam dibandingkan dengan metode SNI
yang memakan waktu lebih lama untuk mengetahui adanya cemaran Salmonella
dalam kotak pengangkutan DOC. Studi yang dilakukan oleh Metzler dan
Nachamkin (1988) menjelaskan bahwa penggunaan metode Salmonella latex test
dapat menyingkat waktu kurang lebih 21 jam per 100 contoh karena tidak
dilakukan uji biokimiawi untuk menduga adanya cemaran Salmonella.
Keuntungan lain dari penggunaan metode Salmonella latex test yaitu adanya
pengurangan media yang digunakan dalam uji biokimiawi, menyingkat prosedur
yang digunakan untuk membiakkan bakteri dari feses, membaca dan
menginterpretasikan hasil biakan pada lempengan agar dan uji tapis terhadap
cemaran Salmonella spp. (Hinrichs et al. 1985). Salmonella latex test terbukti
cukup efisien dilihat dari segi pembiayaan. Untuk memeriksa 50 contoh yang diuji
menggunakan Salmonella latex test membutuhkan biaya kurang lebih
Rp 1.750.000,-. Dengan metode SNI menghabiskan biaya sekitar Rp 3.750.000,Jadi dengan menggunakan metode Salmonella latex test dapat menghemat biaya
sekitar Rp 2.000.000,- per 50 contoh. Dalam penelitiannya dengan menggunakan
Salmonella latex test terhadap 100 contoh yang diuji, Metzler dan Nachamkin
(1988) menyatakan dapat dilakukan penghemat biaya sekitar USD 251.2. Dengan
demikian, pengguna jasa laboratorium, dalam hal ini adalah pemilik produk, tidak
perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memeriksakan produk yang dikirim
olehnya.
diperjualbelikan secara bebas dan menjadi hewan piara atau mainan bagi
konsumen khususnya anak-anak.
Pencegahan terhadap pentingnya menjaga higienitas diri dilakukan pada
semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang dewasa terutama bagi
mereka yang rentan terpapar oleh cemaran Salmonella spp.. Bagi petugas
karantina tindakan pencegahan seperti tersebut di atas harus dilakukan dan
menjadi standar operasional prosedur dalam menangani hewan maupun produk
hewan khususnya kotak pengangkutan DOC sebagai salah satu upaya untuk
memutus mata rantai penularan salmonellosis dan demi terwujudnya tugas pokok
dan fungsi karantina yaitu mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit
hewan karantina baik dari luar negeri maupun antar pulau atau antar area di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia.
Kesimpulan
Pemeriksaan terhadap 50 contoh kotak pengangkutan DOC dengan metode
SNI diperoleh hasil adanya pencemaran S. Enteritidis pada empat contoh kotak
(8%) dan dengan Salmonella latex test diperoleh hasil lima contoh kotak positif
Salmonella spp. (10%).
Salmonella latex test dapat digunakan sebagai alternatif uji tapis dalam
melacak cemaran Salmonella karena merupakan salah satu uji cepat yang efektif
dan efisien. Pembuktian dilakukan dengan analisis statistik yaitu dengan tingkat
kepercayaan 95% memiliki nilai kepekaan 100% dan kekhususan 97,8%. Analisis
statistik kappa menunjukkan nilai 0,878 yang berarti kesesuaian pengujian antara
metode SNI dan Salmonella latex test dalam memantau pencemaran Salmonella
spp. bagus sekali serta metode ini lebih menyingkat waktu dan murah
dibandingkan metode SNI.
Saran
Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap infeksi salmonelosis, perlu
dikembangkan pemakaian metode yang lebih peka dalam melacak keberadaan
kuman Salmonella pada produk-produk peternakan. Juga, perlu dilakukan adanya
validasi alat uji tapis sebelum diperkenalkan sebagai uji lapang.
Perlu dilakukan pengujian menggunakan rapid test lainnya yang mengandung
antibodi terhadap antigen selain flagella dari Salmonella.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed AM, Nakano H, Shimamoto T. 2005. Molecular characterization of
integrons in non-typhoid Salmonella serovars isolated in Japan:
description on an usual class 2 integron. J Antimicrob Chemo 55: 371-374.
[Anonimus]. 2002. Food Safety and Foodborne Illnes. Washington DC: World
Health Organization.
[Anonimus]. 2004. Salmonellosis, Manual Diagnosis Test and Vaccines for
Terrestrial Animal. Chapter 2.10.3. Office International des Epizooties.
Paris.