OLEH
NI PUTU WIDYA SULASMI
1102105027
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme cairan adalah sebagai berikut (FKUI, 2008 dalam Pranata, 2013):
1) Jika intake air terlalu banyak, maka tubuh akan mengurangi sekresi ADH (hormon anti
diuretik) dari hipofisis posterior. Sehingga, terjadi penurunan dalam reabsorbsi air di
tubulus distal dan haluaran urine akan meningkat.
2) Dengan adanya peningkatan pada volume plasma, maka venous return juga meningkat
yang menyebabkan peregangan dinding atrium kanan. Regangan ini akan merangsang
pelepasan Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan terjadilah peningkatan pengeluaran
natrium dan air lewat urine.
3) Sebaliknya jika tubuh mengalami defisit volume intravaskuler. Maka tubuh akan
meningkatkan sekresi ADH, sehingga reabsorbsi air di ginjal akan meningkat dan tubuh
memberikan peringatan dalam bentuk rasa haus.
4) Kondisi hipovolemia ini juga menyebabkan tekanan darah menurun. Sehingga akan
merangsang sistem rennin-angiotensin dan terjadilah respon berupa pengurangan
produksi urine.
a) Asupan Cairan
Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh manusia. Secara
fisiologis, manusia sudah dibekali dengan respon untuk memasukkan cairan ke dalam
tubuh. Respon haus merupakan refleks yang secara otomatis menjadi perintah kepada
tubuh memasukkan cairan. Pusat pengendali rasa haus berada di dalam hipotalamus otak
(Pranata, 2013).
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah 2.500 cc per
hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain.
Apabila terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh dimana asupan cairan kurang atau
adanya perdarahan, maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan darah (Alimul, 2006).
b) Pengeluaran/Haluaran Cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada
orang dewasa, dalam kondisi normal adalah 2.300 cc. Jumlah air yang paling banyak
keluar berasal dari eksresi ginjal (berupa urine), sebanyak 1.500 cc per hari pada orang
dewasa (Alimul, 2006).
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan
dan pengeluaran secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan, demam,
keringat, muntah, dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan
(Alimul, 2006). Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah:
1) Ginjal. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari. Produksi urine untuk semua usia adalah 1 ml/kg/jam.
Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1,5 liter/hari. Jumlah urine yang diproduksi
oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
2) Kulit. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Zat terlarut utama dalam keringat adalah natrium, klorida, dan
kalium. Kehilangan keringat yang nyata dapat bervariasi dari 0 sampai 1000 ml atau
lebih setiap jam, tergantung pada suhu lingkungan. Kehilangan air yang terus menerus
melalui evaporasi (kurang lebih 600 ml/hari) terjadi melalui kulit sebagai perspirasi
tidakkasat mata (Smeltzer & Bare, 2002). Insensible Water Loss (IWL) merupakan
kehilangan air dari tubuh tanpa kita rasakan. Kehilangan tersebut pada orang dewasa
sekitar 6 ml/kgBB/24jam. IWL bisa melalui keringat, udara pernapasan, dan eliminasi
alvi (Pranata, 2013). Sedangkan menurut Tarwoto dan Wartonah (2010) Isensible Water
Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24jam.
3) Paru-paru. Saat kita melakukan ekspirasi, tidak hanya CO2 yang kita keluarkan, tetapi
unsur air juga ikut keluar bersama karbondioksida. Jika kita menghembuskan napas di
depan kaca, maka kaca tersebut akan mengembun. Itulah sebagai bukti bahwa udara
ekspirasi mengandung air. IWL dari udara pernapasan sekitar 400 ml setiap harinya.
Akan tetapi, jumlah tersebut bisa meningkat terkait perubahan frekuensi dan kedalaman
pernapasan (Pranata, 2013)
4) Gastrointestinal. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap
hari sekitar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kgBB/24
jam (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari sekitar 100-200 ml. Teori lain juga
mengungkapkan bahwa kehilangan cairan tubuh melalui empat proses yaitu, urine, IWL,
keringat, dan feces. Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari yang
diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa kolon. Perawat di ruang ICU belum
menerapkan hal ini dikarenakan kondisi pasien yang tidak defekasi secara teratur.
Karakteristik pasien di ruang ICU adalah pasien yang harus bed rest total sehingga
menyebabkan peristaltik usus tidak adekuat dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan
metabolisme, sehingga pasien mengalami konstipasi. Namun, idealnya apabila pasien tidak
defekasi, maka dapat ditulis bahwa jumlah feses dalam cairan yang keluar adalah 0. Selain
karena kondisi pasien, perawat juga mengalami kesulitan untuk mengkonversikan jumlah
cairan keluar dari feses ke dalam satuan mililiter (ml).
Cairan yang keluar juga termasuk didalamnya adalah IWL, dimana IWL dapat dihitung
dengan menggunakan cara (15 x BB)/ 24 jam. Apabila ada penambahan suhu maka IWL
dapat dihitung dengan menggunakan cara IWL normal + 200 (suhu tubuh pasien 36,80C)
(Pranata, 2013). Berdasarkan hasil observasi di ruangan yaitu pada pasien Tn DM, IWL
ketika suhu tubuh meningkat tidak dihitung dan tetap digunakan rumus dengan menggunakan
rumus IWL normal.
Selain karena kondisi pasien, chart yang disediakan di ruang ICU juga tidak memiliki
kolom yang dapat digunakan untuk menuliskan berapa jumlah feses yang keluar. Memantau
keseimbangan cairan tubuh pasien untuk mencegah dehidrasi atau kelebihan cairan
merupakan hal dasar yang harus dihitung secara adekuat oleh masing-masing petugas
kesehatan. Smith and Roberts (2011) mengatakan bahwa seluruh cairan masuk dan keluar,
dari mana pun sumbernya harus didokumentasikan menggunakan angka yang jelas. Hal ini
sangat penting untuk mengetahui berapa banyak cairan yang masuk melalui pengobatan IV
line dan jumlah cairan enteral yang diminum. Penghitungan balance cairan dalam chart
seharusnya dihitung setiap satu atau 2 jam. Penggunaan yang menunjukkan hasil akhir pada
cairan masuk dan keluar masih didiskusikan dalam berbagai literatur (Bennett, 2010).
Penelitian terbaru oleh Perren et al (2011) memperkirakan bahwa hasil akhir balance cairan
khususnya pada ruangan intensif tidak akurat dan perlu dipertanyakan kembali. Menurut
Alison tahun 2011 chart standar yang dapat digunakan untuk mmenghitung balance cairan
adalah sebagai berikut.
10
11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan yang telah diuraikan dalam BAB II dan
BAB III maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut:
1) Keseimbangan cairan adalah istilah yang digunakan untuk menghitung cairan
masuk dan cairan keluar pada tubuh yang dapat digunakan sebagai acuan proses
metabolisme berlangsung normal atau tidak.
2) Penerapan penghitungan balance cairan di ruang ICU Timur sudah sesuai dengan
teori namun ada perbedaan karena tidak menghitung jumlah feses. Hal ini
disebabkan karena kondisi pasien dan chart yang disediakan oleh rumah sakit
tidak memiliki kolom yang dapat digunakan untuk menuliskan berapa jumlah
feses yang keluar.
3) Beberapa tindakan dalam penghitungan balance cairan tidak sesuai dengan SPO
yang disedikan oleh rumah sakit seperti tidak perlu menggunakan sarung tangan
ketika melakukan tindakan dan tidak menggunakan gelas ukur untuk menghitung
jumlah urine yang keluar.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil observasi dan kesimpulan tindakan pengukuran balance cairan pada
pasien di ruang ICU Timur RSUP Sanglah Denpasar, observer dapat mengusulkan beberapa
saran antara lain sebagai berikut. Mengacu pada kesimpulan diatas observer mengajukan
saran kepada:
1) Perawat di Ruang ICU Timur
Diharapkan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
terutama penghitungan balance cairan, agar memperhatikan SPO yang ada
sehingga hasil pemantauan balance cairan lebih akurat.
2) Observer selanjutnya
a. Agar mengembangkan observasi tentang pengukuran balance cairan pada
pasien dengan jumlah yang lebih banyak
b. Melakukan analisa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan
pengukuran balance cairan
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Moreno R, Singer B, Rhodes A. What is an ICU? In: Flaatten H, MorenoRO, Putensen
C, Rhodes A, editors. Organisation and management of intensive care. Berlin:
Medizinisch Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft; 2010.
2. Riitta-Liisa Lakanmaaa. 2012. Competence requirements in intensive and critical care
nursing Still in need of definition? A Delphi study. Department of Nursing Science,
University of Turku, Betaniankatu: Finland
3. Alison Shepherd. 2011. Measuring and Managing Fluid Balance. Nursing Times:
ProQuest Medical Library
4. Ethel Sloane. 2007. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC
5. Pranata, Andi Eka. 2013. Manajemen Cairan dan Elektrolit. Yogyakarta : Haikh
13
LAMPIRAN
RESUME PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN
1.
2.
bag.
Tanggal 29 April 2016
Balance cairan dilakukan pada pasien atas nama An RA dengan diagnosa Post VSD
Closure e.c. Small Perimembraneus VSD + Moderate DCSA VSD. Penghitungan
balance cairan dilakukan dengan menghitung cairan yang masuk dari IV line dan
titrasi obat yang masuk. Penghitungan cairan keluar dilakukan dengan melihat urine
output, jumlah drain, dan produksi pig tail. Pengukuran urine output dilakukan dengan
3.
4.
5.
urine bag.
Tanggal 3 Mei 2016
14
Balance cairan dilakukan pada pasien atas nama Tn NB dengan diagnosa Post
stabilisasi decompresi fusi e.c. patological fracture CV L4 frankle C e.c. metastatic
bone desease. Balance cairan dilakukan dengan mengobservasi cairan yang keluar
yaitu melalui NGT, drain, dan kateter urine dan menghitung cairan yang masuk dari
IV line. Penghitungan cairan keluar dari feses tidak dilakukan karena pasien tidak
dalam kondisi BAB. Penghitungan urine output dilakukan dengan melihat cairan yang
6.
7.
8.
9.
karena pasien tidak dalam kondisi BAB. Penghitungan urine output dilakukan dengan
10.
16
17