Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan manusia dengan
sempurna. Memberikan nikmat terbesar iman dan islam yang tertancap mantap dilubuk hati
kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabatnya, tabiinnya, dan seluruh umatnya yang istiqomah mengikuti
tuntunan dan teladan sampai akhir zaman. Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul PERKEMBANGAN SOSIAL
EMOSIONAL ANAK. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak
terdapat kekeliruan, seperti pepatah yang mengatakan tak ada gading yang tak retak, kami
akan sangat berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.
Kelompok
Daftar Isi
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
BAB I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
10
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi mereka tidak
mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam pengembangan dirinya,
termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan dan program yang sesuai
dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk mencerdaskan dimensi perkembangannya
perlu ditangani secara serius. Dengan demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang
mampu mengisi kehidupannya secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Analisis
Kebutuhan AUD selain itu untuk mengetahui tentang pentingnya pengembangan sosial
emosional pada anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.
Banyak dialami oleh anak dan generasi sekarang, diantaranya disebabkan semakin
meningkatnya kesibukan orang tua mereka. Kedua orang tua yang sibuk bekerja diluar
rumah, mengakibatkan secara sosial maupun emosi menjadi kurang perhatian dan terlantar.
Kedua orang tua yang seringkali konflik dalam keluarga dan terjadi di hadapan anak-anak
juga akan mempengaruhi keadaan sosial dan emosi anak. Hal ini akan mengakibatkan anakanak menarik diri dari kehidupan sosial maupun emosi dengan keluarganya atau orang tua
mereka. Dampaknya, mereka menjadi penyendiri dan pemurung.
b.
Berbagai tekanan kerap kali menghampiri para pelajar, mulai dari kekurangan uang jajan,
berebut kendaraan umum pada saat akan berangkat sekolah, terbatasnya berbagai sarana
ekspresi dan aktualisasi diri di sekolah maupun di masyarakat dan lain-lain. Tuntutantuntutan yang berkembang akibat tayangan televisi, sajian radio, komunikasi telepon,
penggunaan internet, dan lain-lain cukup memberikan andil dalam menekan emosi dan proses
sosialisasi yang menggiring anak pada perilaku beringas dan kasar.
c.
Tampaknya sudah sulit kita mendengar kata maaf, ucapan terima kasih, ucapan salam, dan
perilaku kesopanan lainnya lahir dari mulut-mulut anak-anak pada jaman sekarang, bahkan
generasi yang lebih dewasa. Lihatlah bagaimana sikap para siswa kepada gurunya, lihatlah
perilaku anak pada orang tuanya, sungguh banyak contoh yang terkait dengan penyimpangan
perilaku ini.
d.
Adanya tekanan emosi membuat anak menjadi sering cemas, bahkan kemampuan
berkomunikasi dalam lingkungan sosialnya menjadi terganggu, misalnya saja karena stress
anak menjadi gagap pada saat diminta bercerita atau menyampaikan sesuatu yang telah
dipelajari.
e.
Perilaku Impulsif
Berbagai tekanan pada emosi dan sosial anak mengakibatkan anak kurang mau dan mampu
menahan diri untuk berbuat dan bertindak. Anak-anak pada saat ini sering kali melakukan
perbuatan dan tindakan menurut kehendak hatinya saja. Bahkan sering kali pada tempo yang
cepat mereka dapat merusak sesuatu tanpa berpikir akibat dan dampak-dampaknya. Sehingga
seringkali menjerumuskan dirinya pada keadaan yang merusak.
Ilustrasi diatas merupakan gambaran yang sangat memprihatinkan dari dampak kehidupan
saat ini yang dinamika dan kompleksitasnya kian hari kian meningkat. Kondisi diatas
menyiratkan betapa pentingnya aspek emosi dan sosial diperkenalkan ke anak-anak sebagai
generasi penerus bangsa secara benar sesuai dengan karakteristik dan peran
perkembangannya masing-masing.
Pembekalan dan pemberian rangsangan-rangsangan yang tepat pada emosi dan sosial anak
sejak dini, yaitu sejak usia prasekolah akan memberikan kekuatan kepada mereka untuk
mengenali, mengolah, mengontrol emosi secara lebih mantap sehingga diharapkan mereka
akan lebih mampu untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul selama proses
perkembangan emosinya.
2.
Alasan dan faktor lain yang perlu disadari tentang pentingnya pengembangan sosial
emosional anak sejak dini atau sejak mereka berada pada level prasekolah adalah anak
merupakan praktisi masa depan. Keberhasilan membina anak sejak dini, merupakan
kesuksesan bagi masa depan anak. Sebaliknya, kegagalan dalam memberikan pembinaan,
pendidikan, pengasuhan, dan perlakuan merupakan bencana bagi kehidupan anak di
kemudian hari.
Makna lain dari anak sebagai praktisi masa depan bahwa dalam diri anak perlu diberikan dan
dikembangkan nilai-nilai mendasar yang dapat digunakan secara fungsional dalam
kehidupannya kelak.
Diantara aspek mendasar adalah pengembangan aspek sosial emosional yang memadai. Sejak
dini anak harus sudah dikenalkan pada kemampuan mengenali, mengolah dan mengontrol
emosi serta perilaku sosialnya agar dapat merespons dengan baik setiap kondisi emosi dan
sosial yang merangsang di hadapannya. Dengan demikian, anak mempunyai kesiapan dan
kemampuan untuk beradaptasi serta mengatasi masalah dan tantangan yang timbul selama
proses perkembangannya. Artinya, keterampilan-keterampilan sosial emosional yang telah
mereka peroleh ketika masih kanak-kanak akan dapat mengantarkannya menjadi praktisi
sejati di masa yang akan datang, yaitu menjadi sosok yang siap menghadapi dunia modern
dan kompleks secara optimis dan lebih meyakinkan.
3.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% perkembangan individu terjadi
pada masa usia dini. Di usia ini kecerdasan individu mengalami rangkaian perubahan yang
luar biasa, dan sisanya hanya modifikasi dan pengayaan saja. Segala stimulasi dapat
merangsang dimensi perkembangannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan dapat
meningkatkan semua aspek kecerdasan termasuk kecerdasan sosial emosional.
Penelitian lainnya, terutama yang terkait dengan perkembangan kepribadian anak dilakukan
oleh Dr. Maria Montessori yang menyimpulkan bahwa usia sejak lahir hingga 6 tahun adalah
tahun formatif, yaitu usia terpenting dalam pembentukan kepribadian individu. Kepribadian
tersebut melembaga ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumber-sumber
kesenangan awal dengan tuntutan realitas pada usia kanak-kanak.
Oleh karena itu, jangan menelantarkan anak pada masa peka tersebut. Bila kita menyianyiakan dan menelantarkan anak balita, mungkin anak tersebut akan membawa cap atau
bekas yang sulit bahkan tidak bisa dihapus. Untuk itu fasilitasilah pertumbuhan dan
belajarnya secara optimal.
4.
Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosi karena secara umum
kecerdasan akademis atau IQ (Intelligence Quotient) relatif dipengaruhi oleh factor bawaan,
sedangkan kecerdasan emosi atau EI (Emotional Intelligence) dapat tumbuh dan berkembang
seumur hidup dengan proses belajar. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang dalam
kehidupan pribadi mereka paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80%
ditentukan factor lain, yaitu kecerdasan emosi.
Akan tetapi, bila kedua keterampilan tersebut diatas, yakni IQ dan EI tercapai secara efektif,
berarti kita sebagai orang tua dan para guru telah melahirkan generasi-generasi yang hebat.
5.
Pada awal masa kanak-kanak emosi anak sangat kuat. Masa tersebut merupakan saat
ketidakseimbangan ledakan-ledakan emosi. Hal itu biasanya tampak mencolok pada anak
usia 2,5 sampai 3,5 tahun yang dikenal dengan usia degil (dimana emosi terpusat pada kiri)
dan usia 5,5 sampai 6,5 tahun.
Pada usia tersebut, anak cenderung mengekspresikan emosi sebagai upaya mencari rasa
aman, baik ditampilkan melalui tangisan, atau melalui amarah. Keduanya merupakan cara
anak utuk mencari perhatian orang lain di sekitarnya. Hal tersebut sebetulnya wajar, tetapi
jika tidak segera diantisipasi sejak dini maka dikhawatirkan akan terbawa oleh anak hingga
dewasadan mengganggu kepribadiannya.
Melihat gejala-gejala tersebut, para orang tua atau guru prasekolah sudah seharusnya dapat
memberikan pembekalan yang memadai tentang pengelolaan emosi pada setiap anak agar
dapat memenuhi tuntutan penyesuaian diri dari lingkungannya, baik dari lingkungan
keluarga, sekolah maupun teman bermain. Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tersebut
tidak segera diupayakan maka dampak negatif tersebut di atas akan mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial anak lebih serius, yang dapat dilihat dari ekspresi
kesehariannya, misalnya:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tentu semua pihak tidak berharap dampak negative tersebut menimpa anak-anak usia dini.
Dengan pengembangan sosial emosional yang memadai diharapkan kesenjangan itu dapat
diantisipasi secara efektif.
takutnya.Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang penakut ,tingkat kecemasannya selalu
tinggi,tidak mandiri secara social maupun secara emosi,takut ditinggal atau berpergian
sendiri.Jika berlangsung lama maka hal tersebut akan mengganggu pada kehidupan
dewasanya kelak.Para orang tua termasuk guru,harus lebih waspada terhadap perilaku
kejahatan orang dewasa.Karena berakibat selain bahaya fisik,bahaya yang lebih besar,yaitu
gangguan emosi akan lebih menderitakan anak.Untuk itu,orang tua dan guru hendaklah sejak
dini menyadari betapa memperkenalkan dasar-dasar berperilaku pada anak sehingga perilaku
yang ditampilkannya tidak mengundang pihak lain untuk berbuat jahat pada dirinya.
c. Kurangnya fasilitas rekreasi.
Kegiatan rekreatif sangat berguna bagi pengembangan emosi anak.Anak yang sering diajak
ke tempat rekreasi oleh orang tua maupun gurunya akan lebih banyak mendapatkan stimulus
yang menyenangkan.Stimulus tersebut sangat berguna bagi pengembangan dan pematangan
emosi anak.Anak yang dalam kehidupannya difasilitasi dengan rekreatif,cenderung memiliki
emosi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak yang jarang atau bahkan tidak pernah
mendapatkannya.Kesenangan-kesenangan yang didapatkan melalui rekreasi,bukan hanya
membantu anak dalam mengatur dan mengendalikan emosinya,tetapi juga sangat positif
dalam menunjang pembentukan kecerdasan pada otak anak.Kegiatan menyenangakan akan
memperkuat daya tahan otak formal dan cara kerjanya.Jadi kepada orang tua atau guru dalam
memfasilitasi sarana rekreasi untuk anak hendaklah tidak tergantung pada
keformalannya,tetapi lebih pada pilihan akan keragaman,sifatnya yang menyenangkan,serta
aspek keterjangkauannya.Yang terpenting adalah pilihan tempat sarana rekreasi dapat
membantu perkembangan emosi anak secara positif.
d. Tidak adanya aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
Anak adalah sosok yang aktif,Lihatlah gerak mereka,bahkan jika ada anak yang tidak
menunjukan keaktifan maka kita harus menyimpulkan bahwa anak tsb sedang memiliki
masalah! Dinamika dan spontanitas untuk bergerak pada anak pra sekolah sangat tinggi
sehingga banyak yang menyimpulkan bahwa periode prasekolah adalah periode
bermain.Hampir setiap saatanak bermain dan aktif,baik pada kegiatan mandiri,kegiatan
kolompok,maupun bersama dengan orang dewasa.Tetapi oatut disayangkan,potensi anak
untuk bergerak aktif masih kurang mendapatkan sentuhan-sentuhan bermakna dari orang
dewasa sehingga sering sekali aktivitas anak yang berada di sekitar kita cendrung liar,tidak
terkendali dan berkembang apa adanya.Bagi pengembangan emosi,termasuk juga
pengembangan bidang lainnya,kondisi tersebut kurang menguntungkan,Nilai
konkontribusinya bagi belajar dan pengendalian emosi anak bisa sangat rendah.Untuk itu
sangat dianjurkan,aktivitas anak hendaklah pada kondisi yang terorganisasi,minimum pada
kondisi dibawah control dan kendali yang bersifat pedagogis maupun psikologis.Dengan
aktivitas yang terorganisasi,lingkungan dapat di-setting sesuai tuntutan perkembangan emosi
yang diharapkan.Begiyu pula sarana/alat/bahan sebagai bagian dari aktivitas anak dapat
disediakan dan dikemas sesuai kebutuhan perilaku.Hal terpenting adalah meminimalisai
berbagai kemungkinan yang dapat merusak perkembangan emosi anak.
3. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan
kepribadiannya dalam suatu kesatuan,tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya
gangguan emosi pada anak.Kegagalan di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan
emosi anak.Problema di sekolah sering ditimbulkan oleh program yang tidak memperhatikan
kemampuan anak. Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi yang
menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak,yaitu :
a. Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
Guru merupakan sumber idola dan keteladanan bagi anak,khususnya anak prasekolah.Banyak
anak yang mengidentifikasikan dirinya untuk berbuat sesuai dengan perilaku guru atau
bahkan mengikuti sepenuhnya segala yang disarankan gurunya.Dalam beberapa kasus,banyak
anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang diberikan gurunya dibandingkan jika
harus mengikuti hal-hal yang dianjurkan orang tuanya. Guru berhasil menjadi panutan
anak.Semua yang guru ajarkan,perintahkan dapat ditaati anak,bahkan mengakar kuat. Apa yg
akan terjadi pada diri anak jika guru yg diidolakannya atau dikagumi itu tiba-tiba bertindak
mengecewakannya. Misalkan saja anak dimarahi habis-habisan oleh guru tsb? Emosi anak yg
tadinya sudah dekat akan terganggu. Mungkin ia akan sangat kecewa kepada gurunya. Ia
akan menghindari bertemu dengan gurunya, lebih jauh lagi ia akan memusuhinya. Yang
berkecambuk pada diri anak ialah perasaan benci dan tidak percaya lagi kepada guru tersebut.
Untuk itu,jagalah keharmonisan dan hubungan baik antara guru dengan anak agar
perkembangan emosi anak terpelihara baik hingga dewasa.
b. Hubungan yang kurang harmonis dengan teman-temannya
Hubungan dengan teman sebaya sangat meningkat pada usia prasekolah. Frekuensi interaksi
dengan teman-temannya baik positif maupun negative terus berlanjut dan makin meningkat
pada usia tersebut. Teman, bagi anak adalah bagian beraktivitas yang sangat
2) keutuhan keluarga;
3) sikap dan kebiasaan orang tua.
Ketiga faktor kunci tersebut akan dijelaskan satu per satu pada pembahasan berikut.
1) Status sosial ekonomi keluarga
Keadaan sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan
anak. Apabila perekonomian keluarga cukup maka lingkungan material anak di dalam
keluarga tersebut menjadi lebih luas, Anak mendapat kesempatan yang lebih banyak
mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin tidak akan ia dapatkan jika
keadaan ekonomi keluarga tidak memadai. Interaksi mendidik antara anak dengan orang tua
akan lebih banyak dan lebih mendalam karena orang tua tidak disibukkan oleh urusan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun demikian, status sosial ekonomi keluarga bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak juga tergantung pada
sikap orang tua dan corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun keadaan sosial ekonomi
orang tua memuaskan jika mereka tidak memperhatikan pendidikan anak atau sering kali
bertengkar, perkembangan sosial anak akan terganggu. Akan tetapi, perkembangan sosial
anak ditentukan pula oleh sikap anak sendiri terhadap keadaan keluarga
2) Keutuhan keluarga
Yang dimaksud keluarga ialah hadirnya ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu keluarga.
Apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga dianggap sudah
tidak utuh lagi. Tetapi apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya jarang pulang ke rumah
karena tugas atau hal-hal lain dan hal ini terjadi berulang-ulang, atau apabila orang tua
bercerai maka dapat dikatakan juga sebagai keluarga yang tidak utuh. Semuanya itu akan
mempengaruhi perkembangan sosial anak prasekolah, bahkan hingga tingkatan tertentu dapat
mengganggunya. Misalkan saja jika anak hidup dalam pengasuhan keluarga yang bercerai
(broken home) maka cara anak menilai hubungan sosial menjadi berbeda dibandingkan
dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang normal. Anak dari keluarga
broken home secara sosial merasa malu dan akhirnya mempengaruhi kemampuan dan
kemauan berinteraksi dengan teman-temannya. Sebaliknya anak dengan kondisi keluarga
yang utuh akan mgmiliki keterampilan sosial lebih standar karena tidak dihinggapi beban
psikologis.
awal sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan maka selanjutnya mereka
akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Inilah maknanya usia prasekolah sebagai usia
emas (golden ages) dan fundamental dalam fase perkembangan dan pengembangan individu.
Semoga kita, para guru dan orang tua dapat memaknainya secara tepat dalam memfasilitasi
anak-anak. Selain berbagai faktor di atas yang bersifat umum, faktor yang dianggap dapat
menghambat perkembangan sosial anak prasekolah, menurut Sri Maryani Deliana (2000),
yaitu sebagai berikut.
1) Tingkah laku agresif
Tingkah laku agresif biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun
tingkah laku ini masih sering muncul, terlihat dari seringnya anak TK saling menyerang
secara fisik, misalnya mendorong, memukul atau berkelahi. Penyerangan dapat pula mereka
lakukan secara verbal, misalnya dengan mencaci, mengejek atau memperolok teman-teman
lain. Tingkah laku agresif selain mengganggu hubungan sosial juga melanggar aturan yang
diberlakukan di sekolah, misalnya suka berkelahi, merusak alat permainan milik teman atau
mengganggu anak lain.
2) Daya suai kurang
Daya suai yang kurang biasanya disebabkan karena cakrawala sosial anak yang relatif masih
kurang, masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Di sekolah pun biasanya mereka
belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri, tetapi makin lama ia di sekolah makin
bertambah daya suainya. Apabila ada anak yang tidak dapat menyesuaikan diri walaupun
sudah relatif lama bersekolah, guru harus dapat mencari faktor penyebabnya. Bila hal itu
tidak diperhatikan akan menyebabkan anak tersebut terasing dan selanjutnya tidak dapat
mengikuti kegiatan (pembelajaran) yang bersifat kelompok.
3) Pemalu
Rasa malu biasanya sudah terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya.
Rasa malu sebenamya normal dan wajar, tetapi bila anak sering kali menunjukkan rasa malu
maka hal inilah yang dianggap sebagai masalah. Anak biasanya tidak menunjukkan rasa malu
pada orang yang sudah dikenalnya, tetapi pada orang yang belum dikenalnya anak bersikap
pemalu. Pada umur 5 tahun perasaan malu yang berlebihan tidak hanya ditunjukkan pada
orang yang tidak dikenal, tetapi juga pada orang yang sudah dikenal, yaitu orang yang akan
memberikan penilaian terhadap tingkah lakunya. Anak selalu cemas dan takut pada reaksi
orang lain terhadap perbuatan atau tingkah lakunya. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang
sering dipermalukan atau dicela di depan orang lain. Kejadian-kejadian semacam ini akan
menyebabkan anak di masa mendatang tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
4) Anak manja
Memanjakan anak adalah suatu sikap orang tua yang selalu mengalah pada anaknya,
membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit, menentang atau
membantah. Contohnya, seorang ayah melarang anaknya pergi. Larangan itu membuat
anaknya menangis atau merengek dengan tujuan supaya diperbolehkan pergi. Untuk
menghentikan tangis anaknya si ayah mengalah dan memperbolehkannya pergi. Tingkah laku
anak seperti itu disebut manja, dan sikap orang tua yang tidak konsisten dengan perintahnya
hanya karena anak menangis atau merengek termasuk memanjakan anak.
5) Perilaku berkuasa
Perilaku berkuasa ini mulai muncul sekitar usia 3 tahun dan semakin meningkat dengan
bertambahnya kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada anak
laki-laki. Oleh karena itu, anak harus diberi pengertian bahwa ia mempunyai kedudukan yang
sama dengan teman-temannya. Tidak ada yang mempunyai hak yang lebih dibandingkan
dengan yang lain agar sikap ingin merajai ini sedikit demi sedikit berkurang.
6)Perilaku merusak
Ledakan amarah yang dilakukan oleh anak sering disertai tindakan merusak .benda-benda di
sekitarnya, tidak peduli miliknya sendiri atau milik orang lain. Semakin hebat marahnya,
semakin luas tindakan merusaknya. Contoh, seorang anak yang tidak diperbolehkan ikut
pergi dengan orang tuanya tiba-tiba mengambil barang milik orang tuanya dan merusaknya.
D.
1.
Beberapa metode yang dapat membantu proses perkembangan emosi anak , di antaranya
berikut ini.
a.
b.
2.
Bermain peran.
c.
Hand puppet.
d.
Bercerita.
e.
f.
g.
h.
Demonstrasi.
i.
Permainan personifikasi
Salah satu keahlian guru yang diharapkan adalah kemampuannya dalam memilih metode
pembelajaran yang paling tepat untuk anak didiknya. Metode yang dapat digunakan untuk
membantu proses pengembangan sosial di antaranya adalah:
a.
b.
c.
bermain kooperatif
d.
KESIMPULAN
Sosial emosional pada anak penting dikembangkan. Terdapat beberapa hal mendasar yang
mendorong pentingnya pengembangan sosial emosional tersebut, yaitu Pertama, makin
kompleksnya permasalahan kehidupan di sekitar anak, termasuk di dalamnya perkembangan
IPTEK yang banyak memberikan tekanan pada anak dan mempengaruhi perkembangan
emosi maupun sosial anak. Kedua, adalah penanaman kesadaran bahwa anak adalah praktisi
dan investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik aspek
perkembangan emosinya maupun keterampilan sosialnya. Ketiga, karena rentang usia penting
pada anak terbatas. Jadi, harus difasilitasi seoptimal mungkin agar tidak ada satu fase pun
yang terlewatkan. Keempat, ternyata anak tidak bisa hidup dan berkembang dengan IQ
semata, tetapi EI jauh lebih dibutuhkan sebagai bekal kehidupan. Kelima, telah tumbuh
kesadaran pada setiap anak tentang tuntutan untuk dibekali dan memiliki kecerdasan sosial
emosional sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Nugraha dkk, metode pengembangan sosial emosional, Universitas Terbuka,
Jakarta, 2008
http://rianiputri.wordpress.com/2012/12/13/pentingnya-pengembangan-sosial-emosionalpada-aud/
http://rachmimaulanaputri.blogspot.com/2012/12/pentingnya-pengembangan-sosial.html