Anda di halaman 1dari 22

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan manusia dengan
sempurna. Memberikan nikmat terbesar iman dan islam yang tertancap mantap dilubuk hati
kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabatnya, tabiinnya, dan seluruh umatnya yang istiqomah mengikuti
tuntunan dan teladan sampai akhir zaman. Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul PERKEMBANGAN SOSIAL
EMOSIONAL ANAK. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak
terdapat kekeliruan, seperti pepatah yang mengatakan tak ada gading yang tak retak, kami
akan sangat berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.

Bojonegoro, 09 Desembar 2015

Kelompok

Daftar Isi
Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii

BAB I Pendahuluan

Bab II Pembahasan

Kesimpulan

Daftar Pustaka

10

BAB I
Pendahuluan
A.

Latar Belakang

Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi mereka tidak
mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam pengembangan dirinya,
termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan dan program yang sesuai
dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk mencerdaskan dimensi perkembangannya
perlu ditangani secara serius. Dengan demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang
mampu mengisi kehidupannya secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat.
B.

Rumusan Masalah

1.

Apakah pengertian dari perkembangan sosial emosional?

2.

Mengapa sosial emosional perlu dikembangkan?

3.

apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak?

4.

Bagaimana metode pengembangan emosi dan sosial anak?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Analisis
Kebutuhan AUD selain itu untuk mengetahui tentang pentingnya pengembangan sosial
emosional pada anak usia dini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Perkembangan Sosial Emosional

Menurut Harlock, perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang


sesuai dengan tuntutan sosial. Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan
norma dan nilai. Sementara emosi adalah suatu keadaan atau situasi yang utuh dapat berupa
pikiran ataupun perasaan yang nampak pada perubahan biologis yang muncul dari perilaku
seseorang. Bahasa emosi mengarah pada sebuah perasaan atau pikiran. Jadi seseorang
dikatakan berkembang emosinya apabila ia sudah mampu menunjukkan tindakan yang sesuai
dengan aturan yang telah dibuat.
B.

Mengapa Sosial Emosional Perlu Dikembangkan

1.

Kompleksitas Kehidupan yang Dihadapi Anak

Perkembangan zaman termasuk perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,


dan seni tidak seluruhnya membawa kehidupan ini menjadi lebih teratur, tenteram, damai,
dan bahagia. Kondisi tersebut justru menjadikan kehidupan ini semakin kompleks, bahkan
menyebabkan dunia ini semakin sulit untuk didiami, dikendalikan, dan dinikmati.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap perilaku dan sikap sosial emosional anak,
keadaan kehidupan saat ini sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku anak. Keadaan
lingkungan kehidupan saat ini banyak berakibat buruk terhadap perkembangan dan
kehidupan sosial emosional anak. Ternyata kehidupan yang teramat sibuk, mengakibatkan
timbulnya tekanan-tekanan pada sosial emosional anak sehingga berdampak pada anak-anak
zaman sekarang, yaitu menjadi lebih mudah kesal dan marah terutama dalam menanggapi
segala sesuatu mengenai dirinya.
Beberapa contoh perilaku emosi dan sosial yang menyertai generasi sekarang dapat
digambarkan sebagai berikut:
a.

Perilaku Kesepian dan Pemurung

Banyak dialami oleh anak dan generasi sekarang, diantaranya disebabkan semakin
meningkatnya kesibukan orang tua mereka. Kedua orang tua yang sibuk bekerja diluar
rumah, mengakibatkan secara sosial maupun emosi menjadi kurang perhatian dan terlantar.

Kedua orang tua yang seringkali konflik dalam keluarga dan terjadi di hadapan anak-anak
juga akan mempengaruhi keadaan sosial dan emosi anak. Hal ini akan mengakibatkan anakanak menarik diri dari kehidupan sosial maupun emosi dengan keluarganya atau orang tua
mereka. Dampaknya, mereka menjadi penyendiri dan pemurung.
b.

Perilaku Beringas dan Kasar

Berbagai tekanan kerap kali menghampiri para pelajar, mulai dari kekurangan uang jajan,
berebut kendaraan umum pada saat akan berangkat sekolah, terbatasnya berbagai sarana
ekspresi dan aktualisasi diri di sekolah maupun di masyarakat dan lain-lain. Tuntutantuntutan yang berkembang akibat tayangan televisi, sajian radio, komunikasi telepon,
penggunaan internet, dan lain-lain cukup memberikan andil dalam menekan emosi dan proses
sosialisasi yang menggiring anak pada perilaku beringas dan kasar.
c.

Perilaku Rendahnya Sopan Santun

Tampaknya sudah sulit kita mendengar kata maaf, ucapan terima kasih, ucapan salam, dan
perilaku kesopanan lainnya lahir dari mulut-mulut anak-anak pada jaman sekarang, bahkan
generasi yang lebih dewasa. Lihatlah bagaimana sikap para siswa kepada gurunya, lihatlah
perilaku anak pada orang tuanya, sungguh banyak contoh yang terkait dengan penyimpangan
perilaku ini.
d.

Perilaku Cemas dan Gugup

Adanya tekanan emosi membuat anak menjadi sering cemas, bahkan kemampuan
berkomunikasi dalam lingkungan sosialnya menjadi terganggu, misalnya saja karena stress
anak menjadi gagap pada saat diminta bercerita atau menyampaikan sesuatu yang telah
dipelajari.

e.

Perilaku Impulsif

Berbagai tekanan pada emosi dan sosial anak mengakibatkan anak kurang mau dan mampu
menahan diri untuk berbuat dan bertindak. Anak-anak pada saat ini sering kali melakukan
perbuatan dan tindakan menurut kehendak hatinya saja. Bahkan sering kali pada tempo yang
cepat mereka dapat merusak sesuatu tanpa berpikir akibat dan dampak-dampaknya. Sehingga
seringkali menjerumuskan dirinya pada keadaan yang merusak.

Ilustrasi diatas merupakan gambaran yang sangat memprihatinkan dari dampak kehidupan
saat ini yang dinamika dan kompleksitasnya kian hari kian meningkat. Kondisi diatas
menyiratkan betapa pentingnya aspek emosi dan sosial diperkenalkan ke anak-anak sebagai
generasi penerus bangsa secara benar sesuai dengan karakteristik dan peran
perkembangannya masing-masing.
Pembekalan dan pemberian rangsangan-rangsangan yang tepat pada emosi dan sosial anak
sejak dini, yaitu sejak usia prasekolah akan memberikan kekuatan kepada mereka untuk
mengenali, mengolah, mengontrol emosi secara lebih mantap sehingga diharapkan mereka
akan lebih mampu untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul selama proses
perkembangan emosinya.
2.

Anak adalah Praktisi dan Investasi Masa Depan

Alasan dan faktor lain yang perlu disadari tentang pentingnya pengembangan sosial
emosional anak sejak dini atau sejak mereka berada pada level prasekolah adalah anak
merupakan praktisi masa depan. Keberhasilan membina anak sejak dini, merupakan
kesuksesan bagi masa depan anak. Sebaliknya, kegagalan dalam memberikan pembinaan,
pendidikan, pengasuhan, dan perlakuan merupakan bencana bagi kehidupan anak di
kemudian hari.
Makna lain dari anak sebagai praktisi masa depan bahwa dalam diri anak perlu diberikan dan
dikembangkan nilai-nilai mendasar yang dapat digunakan secara fungsional dalam
kehidupannya kelak.
Diantara aspek mendasar adalah pengembangan aspek sosial emosional yang memadai. Sejak
dini anak harus sudah dikenalkan pada kemampuan mengenali, mengolah dan mengontrol
emosi serta perilaku sosialnya agar dapat merespons dengan baik setiap kondisi emosi dan
sosial yang merangsang di hadapannya. Dengan demikian, anak mempunyai kesiapan dan
kemampuan untuk beradaptasi serta mengatasi masalah dan tantangan yang timbul selama
proses perkembangannya. Artinya, keterampilan-keterampilan sosial emosional yang telah
mereka peroleh ketika masih kanak-kanak akan dapat mengantarkannya menjadi praktisi
sejati di masa yang akan datang, yaitu menjadi sosok yang siap menghadapi dunia modern
dan kompleks secara optimis dan lebih meyakinkan.
3.

Fase Strategis Pendidikan dan Pengembangan Anak

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% perkembangan individu terjadi
pada masa usia dini. Di usia ini kecerdasan individu mengalami rangkaian perubahan yang
luar biasa, dan sisanya hanya modifikasi dan pengayaan saja. Segala stimulasi dapat
merangsang dimensi perkembangannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan dapat
meningkatkan semua aspek kecerdasan termasuk kecerdasan sosial emosional.
Penelitian lainnya, terutama yang terkait dengan perkembangan kepribadian anak dilakukan
oleh Dr. Maria Montessori yang menyimpulkan bahwa usia sejak lahir hingga 6 tahun adalah
tahun formatif, yaitu usia terpenting dalam pembentukan kepribadian individu. Kepribadian
tersebut melembaga ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumber-sumber
kesenangan awal dengan tuntutan realitas pada usia kanak-kanak.
Oleh karena itu, jangan menelantarkan anak pada masa peka tersebut. Bila kita menyianyiakan dan menelantarkan anak balita, mungkin anak tersebut akan membawa cap atau
bekas yang sulit bahkan tidak bisa dihapus. Untuk itu fasilitasilah pertumbuhan dan
belajarnya secara optimal.
4.

Upaya Mengimbangi Pandangan Tentang Keunggulan IQ Dibandingkan EI

Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosi karena secara umum
kecerdasan akademis atau IQ (Intelligence Quotient) relatif dipengaruhi oleh factor bawaan,
sedangkan kecerdasan emosi atau EI (Emotional Intelligence) dapat tumbuh dan berkembang
seumur hidup dengan proses belajar. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang dalam
kehidupan pribadi mereka paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80%
ditentukan factor lain, yaitu kecerdasan emosi.
Akan tetapi, bila kedua keterampilan tersebut diatas, yakni IQ dan EI tercapai secara efektif,
berarti kita sebagai orang tua dan para guru telah melahirkan generasi-generasi yang hebat.
5.

Tuntutan Agar Anak Segera Memiliki Keterampilan Mengelola Emosi Sosialnya

Pada awal masa kanak-kanak emosi anak sangat kuat. Masa tersebut merupakan saat
ketidakseimbangan ledakan-ledakan emosi. Hal itu biasanya tampak mencolok pada anak
usia 2,5 sampai 3,5 tahun yang dikenal dengan usia degil (dimana emosi terpusat pada kiri)
dan usia 5,5 sampai 6,5 tahun.
Pada usia tersebut, anak cenderung mengekspresikan emosi sebagai upaya mencari rasa
aman, baik ditampilkan melalui tangisan, atau melalui amarah. Keduanya merupakan cara

anak utuk mencari perhatian orang lain di sekitarnya. Hal tersebut sebetulnya wajar, tetapi
jika tidak segera diantisipasi sejak dini maka dikhawatirkan akan terbawa oleh anak hingga
dewasadan mengganggu kepribadiannya.
Melihat gejala-gejala tersebut, para orang tua atau guru prasekolah sudah seharusnya dapat
memberikan pembekalan yang memadai tentang pengelolaan emosi pada setiap anak agar
dapat memenuhi tuntutan penyesuaian diri dari lingkungannya, baik dari lingkungan
keluarga, sekolah maupun teman bermain. Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tersebut
tidak segera diupayakan maka dampak negatif tersebut di atas akan mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial anak lebih serius, yang dapat dilihat dari ekspresi
kesehariannya, misalnya:
a.

Mengidap rasa cemas yang berkepanjangan

b.

Memiliki kecenderungan depresi

c.

Bersikap bermusuhan terhadap anak atau orang lain

d.

Terkena gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk, dan sebagainya

e.

Mengalami gangguan makan

f.

Bersikap agresif terhadap teman atau anak lain

Tentu semua pihak tidak berharap dampak negative tersebut menimpa anak-anak usia dini.
Dengan pengembangan sosial emosional yang memadai diharapkan kesenjangan itu dapat
diantisipasi secara efektif.

C.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL


ANAK
1).Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosional anak

Mengacu kepada Setiawan (1995),terdapat seumlah factor yang mempengaruhi


perkembangan emosi anak prasekolah atau TK,bahkan hingga mampu menimbulkan
gangguan yang mencemaskan para pendidik dan orang tua.Faktor-faktor tersebut yaitu
meliputi :

a.keadaan didalam diri individu ;


b.konflik-konflik dalam prises perkembangan ;
c.sebab-sebab yang bersumber dari lingkungan.
Untuk memahaminya ketiga faktor tersebut akan diuraikan satu persatu.
Pengaruh keadaan individu sendiri.
a.Keadaan diri individu
seperti usia,keadaan fisik,intelegensi,peran seks,dll (Hurlock,1980) dapat mempengaruhi
perkembangan individu.Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh atau apapun
yang dianggap oleh diri anak sebagai sesustu kekurangan pada dirinya dan akan sangat
mempengaruhi perkembangan emosinya.Kadang-kadang juga berdampak lebih jauh pada
kepribadian anak.Dalam kondisi ini perilaku-perilaku umum yang biasanya muncul adalah
mudah tersinggung,merasa rendah diri atau menarik diri dari lingkungannya,dll.Dampak yang
muncul pada anak akibat keadaan dirinya tersebut,pada tingkatan tertentu akan sangat
membahayakan,terutama pada saat anak mengidentifikasi diri dan menemukan bahwa hal
tersebut merupakan factor nyata yang dianggap dapat merendahkan dirinyadalam
lingkungannya.Hal tersebut akan semakin mempengaruhi jika lingkungan secara nyata
menghindari dirinya dan memberikan reaksi penolakan.Lebih jauh lagi,mungkin anak akan
menjadi antisocial,bahkan ingin menghancurkan diri dan lingkungannya akibat frustrasi yang
kuat.Perlu ada tindakan preventif untuk menghindari dampak serius dari pengaruh emosi
yang timbuldari dalam diri anak.Kita perlu mempersiapkan tindakan kuratif untuk menjaga
kemungkinan dampak buruk yang datang secara tiba-tiba.Tindakan preventif yang utama
adalah membangun kesadaran bahwa kekurangan yang dimiliki oleh anak tersebut adalah
suatu kewajaran,dan semua anak atau orang pasti memiliki kekurangan,hanya yang barbeda
adalah letak dan dibagian mana kekurangan itu berada.Jika kesadaran telah terbangun maka
upaya selanjutnya adalah menurunkan reaksi-reaksi negative yang sering kali muncul,dan
jika mungkin menghilangkannya sama sekali.Jika tahap kedua tersebut berhasil,harus diikuti
dengan membangkitkan semangat anak untuk berperan kembali didalam
lingkungannya,bahkan diarahkan untuk dapat berprtestasi serta berkompetisi sesuai dengan
kemampuan dan keberadaan dirinya.Tidak mudah memang untuk melakukan rangkaian
tindakan tersebut.Tetapi dengan berbekal kesabaran dan tanggung jawab,seorang guru
ataupun orang tua sebagai pihak yang harus membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak,haruslah menjalani treatment tersebut dengan penuh kesadaran.

b.Konflik-konflik dalam proses perkembangan.


Didalam menjalani fase-fase perkembangan,tiap anak harus melalui beberapa macam konflik
yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses,tetapi ada juga anak yang mengalami
gangguan atau hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini.Anak yang tidak dapat
mengatasi konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan emosi.
c. Sebab-sebab Lingkungan
Anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi perkembangan emosi dan
kepribadiannya. Apabila pengaruh dari lingkungan ini tidak baik maka perkembangan
kepribadiannya akan terpengaruh juga.Ketiga factor yang berpengaruh terhadap
perkembangan tersebut adalah sebagai berikut.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan emosi anak-anak
usia prasekolah.Disanalah pengalaman-pengalaman pertamadidapatkan oleh anakanak.Keluarga sangat berpengaruh dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman
emosi.Keluarga adalah lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang
dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.Gaya pengasuhan
yang diperoleh anak dari keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi
anak.Gaya pengasuhan tidak peduli membuat anak impulsive,dan gaya pengasuhan otoriter
menjadikan anak seorang pemarah (Fawzia Aswin Hadist 1995).Jadi,kesuksesan
pertumbuhan dan belajar selanjutnya akan banyak pipengaruhi oleh pertumbuhan dan belajar
sebelumnya.Jika emosi anak tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik dalam
keluarganya maka dilingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik pula,anak dapat
belajar dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan barunya itu.Namun jika
pertumbuhan dan belajar anak dalam keluarga tidak memadai maka penyesuaian emosi
berikutnya juga akan terhambat bahkan mungkin mendapat beberapa gangguan.
Lingkungan Sekitarnya
Kondisi lingkungan di sekitar anak akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta
perkembangan emosi dan pribadi anak.Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan
sekitarnya akan dapat memicu anak dalam berekspresi.Frekuensi dan intensitas ekspresi anak
akan sangat ditentukan oleh kadar stimulus yang diterimanya.Kondisi lingkungan yang dapat
mempengaruhi emosi pada anak bahkan mingkin mengganggunya,adalah sebagai berikut. a.

Daerah yang terlalu padat.


Daerah yang terlalu padat dengan beragam ciri khas penduduk,akan banyak mengganggu
perkembangan emosi anak.Apalagi jika pada lingkungan tersebut perbandingan antara anakanak yang dapat dijadikan sebagai teman sebaya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
kumpulan orang-orang dewasa.Hal ini akan mengakibatkan anak mendapatkan jauh lebih
banyak tekanan dari orang-orang dewasa yang berada disekitarnya,hal ini tentu akan berbeda
dengan anak yang hidup di lingkungan yang tidak terlalu padat,yang tekananya menjadi lebih
sedikit.Anak tang hidup dilingkungan padat,apalagi terlalu banyak orang
dewasanya,cenderung lebih banyak mendapat stimulasi negative dari lingkungan tsb.Sedikit
saja kesalahan yang dilakukan anak akan menimbulkan kemaran dari orang dewasa.Anak
dengan kondisinya yang masih lemahsering kali mendapat tekanan dalam bentuk
cacian,pemaksaan perintah,ancaman,bahkan mungkin juga tontonan perilaku yang tidak
selayaknya ditampilkan oleh orang dewasa .Segala stimulasi negative akan sering diterima
anak.Dari hasil penelitian di beberapa Negara yang padat penduduknya,diketahui bahwa
anak-anak setidaknya mendapat 6 stimulasi negative untuk 1 stimulasi positif
(Nugraha,2000).Apa yang terjadi jika kondisi demikian selalu dihapi anak? Emosi anak
menjadi sangat tertekan,anak menjadi merasa dirinya kurang berharga di mata
lingkungannya.Akibatnya,ia akan menjadi anak yang kurang peduli,bahkan mungkin menjadi
anak yang beringas karena selalu diperlakukan kasar.Atas ketidakberdayaan anak akan
menjadi individu yang tidak memiliki inisiatif dalam menghadapi masalahnya,atau mungkin
menjadi pendendam.Akan sangat berbeda dengan anak yang diam di lingkungan standar yang
penduduknya seimbang.Di lingkungan ini anak menerima perlakuan yang lebih sesuai
dengan taraf perkembangan emosinya.Walaupun demikian,pada lingkungan penduduk yang
ideal pun tekana-tekanan pada anak dapat tetap saja terjadi.Tetapi secara
umum,keseimbangan jimlah kepadatan panduduk baik tinggi maupun rendah akan
mempengaruhi perkembangan emosi anak.
b. Daerah yang memiliki angka kejahatan tinggi.
Kejahatan perilaku orang dewasa baik langsung maupun tidak langsung yang menyangkut
anak-anak prasekolah akan sangat berpengaruh pada mereka.Secara umum,dilingkungan anak
yang rawan tindakan kejahatan akan mengakibatkan para keluarga yang tinggal disana selalu
diliputi kekhawatiran,kecemasan,dan ketakutan.Ketakutan dari keluaraga tsb akan menjalar
atau dirasakan juga oleh anak,apalagi jika keluarga tersebut kuat dalam mengekspresikan rasa

takutnya.Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang penakut ,tingkat kecemasannya selalu
tinggi,tidak mandiri secara social maupun secara emosi,takut ditinggal atau berpergian
sendiri.Jika berlangsung lama maka hal tersebut akan mengganggu pada kehidupan
dewasanya kelak.Para orang tua termasuk guru,harus lebih waspada terhadap perilaku
kejahatan orang dewasa.Karena berakibat selain bahaya fisik,bahaya yang lebih besar,yaitu
gangguan emosi akan lebih menderitakan anak.Untuk itu,orang tua dan guru hendaklah sejak
dini menyadari betapa memperkenalkan dasar-dasar berperilaku pada anak sehingga perilaku
yang ditampilkannya tidak mengundang pihak lain untuk berbuat jahat pada dirinya.
c. Kurangnya fasilitas rekreasi.
Kegiatan rekreatif sangat berguna bagi pengembangan emosi anak.Anak yang sering diajak
ke tempat rekreasi oleh orang tua maupun gurunya akan lebih banyak mendapatkan stimulus
yang menyenangkan.Stimulus tersebut sangat berguna bagi pengembangan dan pematangan
emosi anak.Anak yang dalam kehidupannya difasilitasi dengan rekreatif,cenderung memiliki
emosi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak yang jarang atau bahkan tidak pernah
mendapatkannya.Kesenangan-kesenangan yang didapatkan melalui rekreasi,bukan hanya
membantu anak dalam mengatur dan mengendalikan emosinya,tetapi juga sangat positif
dalam menunjang pembentukan kecerdasan pada otak anak.Kegiatan menyenangakan akan
memperkuat daya tahan otak formal dan cara kerjanya.Jadi kepada orang tua atau guru dalam
memfasilitasi sarana rekreasi untuk anak hendaklah tidak tergantung pada
keformalannya,tetapi lebih pada pilihan akan keragaman,sifatnya yang menyenangkan,serta
aspek keterjangkauannya.Yang terpenting adalah pilihan tempat sarana rekreasi dapat
membantu perkembangan emosi anak secara positif.
d. Tidak adanya aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
Anak adalah sosok yang aktif,Lihatlah gerak mereka,bahkan jika ada anak yang tidak
menunjukan keaktifan maka kita harus menyimpulkan bahwa anak tsb sedang memiliki
masalah! Dinamika dan spontanitas untuk bergerak pada anak pra sekolah sangat tinggi
sehingga banyak yang menyimpulkan bahwa periode prasekolah adalah periode
bermain.Hampir setiap saatanak bermain dan aktif,baik pada kegiatan mandiri,kegiatan
kolompok,maupun bersama dengan orang dewasa.Tetapi oatut disayangkan,potensi anak
untuk bergerak aktif masih kurang mendapatkan sentuhan-sentuhan bermakna dari orang
dewasa sehingga sering sekali aktivitas anak yang berada di sekitar kita cendrung liar,tidak
terkendali dan berkembang apa adanya.Bagi pengembangan emosi,termasuk juga
pengembangan bidang lainnya,kondisi tersebut kurang menguntungkan,Nilai

konkontribusinya bagi belajar dan pengendalian emosi anak bisa sangat rendah.Untuk itu
sangat dianjurkan,aktivitas anak hendaklah pada kondisi yang terorganisasi,minimum pada
kondisi dibawah control dan kendali yang bersifat pedagogis maupun psikologis.Dengan
aktivitas yang terorganisasi,lingkungan dapat di-setting sesuai tuntutan perkembangan emosi
yang diharapkan.Begiyu pula sarana/alat/bahan sebagai bagian dari aktivitas anak dapat
disediakan dan dikemas sesuai kebutuhan perilaku.Hal terpenting adalah meminimalisai
berbagai kemungkinan yang dapat merusak perkembangan emosi anak.
3. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan
kepribadiannya dalam suatu kesatuan,tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya
gangguan emosi pada anak.Kegagalan di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan
emosi anak.Problema di sekolah sering ditimbulkan oleh program yang tidak memperhatikan
kemampuan anak. Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi yang
menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak,yaitu :
a. Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
Guru merupakan sumber idola dan keteladanan bagi anak,khususnya anak prasekolah.Banyak
anak yang mengidentifikasikan dirinya untuk berbuat sesuai dengan perilaku guru atau
bahkan mengikuti sepenuhnya segala yang disarankan gurunya.Dalam beberapa kasus,banyak
anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang diberikan gurunya dibandingkan jika
harus mengikuti hal-hal yang dianjurkan orang tuanya. Guru berhasil menjadi panutan
anak.Semua yang guru ajarkan,perintahkan dapat ditaati anak,bahkan mengakar kuat. Apa yg
akan terjadi pada diri anak jika guru yg diidolakannya atau dikagumi itu tiba-tiba bertindak
mengecewakannya. Misalkan saja anak dimarahi habis-habisan oleh guru tsb? Emosi anak yg
tadinya sudah dekat akan terganggu. Mungkin ia akan sangat kecewa kepada gurunya. Ia
akan menghindari bertemu dengan gurunya, lebih jauh lagi ia akan memusuhinya. Yang
berkecambuk pada diri anak ialah perasaan benci dan tidak percaya lagi kepada guru tersebut.
Untuk itu,jagalah keharmonisan dan hubungan baik antara guru dengan anak agar
perkembangan emosi anak terpelihara baik hingga dewasa.
b. Hubungan yang kurang harmonis dengan teman-temannya
Hubungan dengan teman sebaya sangat meningkat pada usia prasekolah. Frekuensi interaksi
dengan teman-temannya baik positif maupun negative terus berlanjut dan makin meningkat
pada usia tersebut. Teman, bagi anak adalah bagian beraktivitas yang sangat

berharga.Aktivitas bersama teman dalam berkelompok, bagi mereka sangat mengasikkan.


Mereka dapat saling berbagi tugas,saling berbagi peran, dan saling berbagi kesibukan.
Bahkan pada usia prasekolah, teman sering kali menjadi bahan identifikasi diri dan
kebutuhannya yang cukup kuat.
Betapa hebat pengaruh teman pada emosi dan perilaku anak.Untuk itu sebaiknya orang tua
atau guru dapat memelihara hubungan keharmonisan pertemanan di antara anak, sebab jika
terjadi pertengkaran, permusuhan atau percekcokan akan berdampak pada perkembangan
emosi anak tersebut. Mungkin semula berkembang emosi senang akan persahabatan,tetapi
berubah menjadi emosi kebencian dan permusuhan. Yang paling dikhawatirkan adalah
perilaku yang menjurus pada keinginan menyakiti teman.Meskipun kecil sifatnya,tetapi hal
itu akan berdampak serius, misalkan saja perilaku mencubit,mendorong,atau memukul
temannya akan berdampak pada perubahan emosi lanjutan yang negative. Pelaku akan
menjadi anak yg sok jagoan,sedangkan penderita akan menjadi anak penakut dan cemas.
2). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan sosial anak? Dengan kata lain
faktor-faktor apa yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak prasekolah atau TK?
Soetarno (1989) berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau
luar keluarga. Kedua faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock (1978) dengan faktor ketiga,
yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Penjelasan dari kedua faktor tersebut dapat
dicermati pada uraian berikut ini.
a.Faktor lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Didalam
keluarga yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati inilah manusia pertama kali belajar
memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, belajar membantu
orang lain. Pengalaman-pengalaman berinteraksi sosial dalam keluarga turut menentukan
tingkah lakunya terhadap orang-orang lain dalam kehidupan sosial di luar keluarga. Apabila
interaksi sosialnya di dalam keluarga tidak lancar atau tidak wajar maka interaksinya dengan
masyarakat juga berlangsung tidak wajar atau akan mengalami gangguan.
Di antara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
1) status sosial ekonomi keluarga;

2) keutuhan keluarga;
3) sikap dan kebiasaan orang tua.
Ketiga faktor kunci tersebut akan dijelaskan satu per satu pada pembahasan berikut.
1) Status sosial ekonomi keluarga
Keadaan sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan
anak. Apabila perekonomian keluarga cukup maka lingkungan material anak di dalam
keluarga tersebut menjadi lebih luas, Anak mendapat kesempatan yang lebih banyak
mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin tidak akan ia dapatkan jika
keadaan ekonomi keluarga tidak memadai. Interaksi mendidik antara anak dengan orang tua
akan lebih banyak dan lebih mendalam karena orang tua tidak disibukkan oleh urusan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun demikian, status sosial ekonomi keluarga bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak juga tergantung pada
sikap orang tua dan corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun keadaan sosial ekonomi
orang tua memuaskan jika mereka tidak memperhatikan pendidikan anak atau sering kali
bertengkar, perkembangan sosial anak akan terganggu. Akan tetapi, perkembangan sosial
anak ditentukan pula oleh sikap anak sendiri terhadap keadaan keluarga
2) Keutuhan keluarga
Yang dimaksud keluarga ialah hadirnya ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu keluarga.
Apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga dianggap sudah
tidak utuh lagi. Tetapi apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya jarang pulang ke rumah
karena tugas atau hal-hal lain dan hal ini terjadi berulang-ulang, atau apabila orang tua
bercerai maka dapat dikatakan juga sebagai keluarga yang tidak utuh. Semuanya itu akan
mempengaruhi perkembangan sosial anak prasekolah, bahkan hingga tingkatan tertentu dapat
mengganggunya. Misalkan saja jika anak hidup dalam pengasuhan keluarga yang bercerai
(broken home) maka cara anak menilai hubungan sosial menjadi berbeda dibandingkan
dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang normal. Anak dari keluarga
broken home secara sosial merasa malu dan akhirnya mempengaruhi kemampuan dan
kemauan berinteraksi dengan teman-temannya. Sebaliknya anak dengan kondisi keluarga
yang utuh akan mgmiliki keterampilan sosial lebih standar karena tidak dihinggapi beban
psikologis.

3) Sikap dan kebiasaan orang tua


Tingkah laku orang tua sebagai pemimpin kelompok dalam keluarga sangat mempengaruhi
suasana interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi
anak. Orang tua yang otoriter dapat mengakibatkan anak tidak taat, takut, pasif, tidak
memiliki inisiatif, tak dapat merencanakan sesuatu, serta mudah menyerah. Orang tua yang
terlalu melindungi anak dan menjaga anak secara berlebihan akan membuat anak sangat
tergantung pada orang tua. Orang tua yang menunjukkan sikap menolak, yang menyesali
kehadiran anak akan menyebabkan anak menjadi agresif dan memusuhi, suka berdusta, dan
suka mencuri.
Semua pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku sosial selanjutnya sehingga anak
menjadi terhambat dalam merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya karena
pengaruh suasana interaksi keluarga. Untuk itu sangat penting bagi orang tua untuk mampu
mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif pada perilaku sosial anaknya.
Faktor dari luar rumah
Pengalaman sosial awal di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam rumah dan
merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Jika hubungan
mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah menyenangkan, mereka akan
menikmati hubungan sosial tersebut dan ingin mengulanginya. Sebaliknya, jika hubungan itu
tidak menyenangkan atau menakutkan, anak-anak akan menghindarinya dan kembali kepada
anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.
Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk berperilaku
dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat terhadap pengakuan dan
penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa kanak-kanak, pengaruh kelompok teman
sebaya lebih kuat dibandingkan dengan sewaktu masa prasekolah, yaitu ketika anak masih
kecil dan kurang berminat bermain dengan teman sebaya. Jika anak mempunyai teman
bermain yang lebih tua, ia akan berusaha untuk tidak ketinggalan dari temannya sehingga ia
akan mengembangkan pola perilaku yang lebih matang dibandingkan dengan teman
sebayanya. Akan tetapi, jika teman yang lebih tua suka memerintah sehingga si anak tidak
dapat menikmati permainan, ia mungkin akan memilih bermain dengan anak-anak yang lebih
muda dan memerintah temannya itu, seperti yang dilakukan anak yang lebih tua terhadapnya.
Hal ini akan menimbulkan pola perilaku yang tidak sosial. Jika anak mempunyai teman
bermain dan saudara-saudara yang sejenis, ia akan mengalami kesulitan melakukan
penyesuaian sosial yang baik dengan teman bermain dari lawan jenis.

b.Faktor Pengaruh pengalaman sosial awal


Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya. Banyaknya
pengalaman bahagia yang diperoleh sebelumnya akan mendorong anak mencari pengalaman
semacam itu lagi pada perkembangan sosial selanjutnya. Sejumlah studi terhadap manusia
dari semua tingkatan umur, membuktikan bahwa pengalaman awal tidak hanya penting bagi
masa kanak-kanak, tetapi juga penting bagi perkembangan anak di kemudian hari. Dalam
penelitian Waldrop dan Halyerson ditemukan bahwa sosiobilitas anak pada umur 2,5 tahun
dapat digunakan untuk meramalkan sosiobilitas pada umur 7,5 tahun. Karena pola sikap dan
perilaku cenderung menetap maka ada keharusan meletakkan dasar yang baik pada tahap
awal perilaku sosial pada setiap anak. Yang jelas para guru atau orang tua jangan sampai
menggelincirkan anak melalui pilihan sosial yang keliru yang akan mengakibatkan kerusakan
pada penyesuaian diri dan perilaku dalam kehidupan anak selanjutnya.
Kekuatan perilaku sosial awal sebagai pola perilaku yang cenderung menetap mampu
mempengaruhi perilaku anak pada situasi sosial selanjutnya. Oleh karena itu, pengalaman
sosial awal anak harus difasilitasi dengan situasi sosial yang positif dan dapat diterima oleh
lingkungan yang luas. Jika lingkungan tidak mampu menyediakan situasi sosial yang
kondusif maka akan menimbulkan kerugian sosial bagi anak juga dapat mencemaskan orang
tua dan guru. Situasi sosial yang dikemas oleh orang tua dan guru hendaklah mencerminkan
kesinambungan dan konsistensi sehingga perilaku sosial anak terjaga secara terus-menerus.
Artinya, jika telah diciptakan situasi sosial yang ideal bagi anak di .sekolah maka hendaklah
diikuti dengan penciptaan lingkungan sosial yang senada di rumah maupun dalam kelompok
bermainnya. Konsistensi dalam memfasilitasi perilaku sosial yang berkesinambungan akan
membentuk pola perilaku positif yang menetap dan menjadi bekal berharga bagi anak untuk
menyesuaikan diri dalam lingkungan lain. Pola perilaku ini juga bermanfaat pada saat anak
berinteraksi maupun berkomunikasi ataupun dalam melakukan aktivitas lainnya pada
lingkungan sosial selanjutnya.
Pengalaman awal social juga menentukan dan berpengaruh terhadap partisipasi social anak.
Jika pilihan dan variasi kegiatan social yang diikuti anak sebagaimana yang disajikan di atas
menyenangkan maka selanjutnya anak akan menjadi lebih aktif untuk mengikuti aktivitas
social karena dianggap memenuhi kepuasannya. Akan tetapi, apabila anak dihadapakan pada
pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan, bahkan merasa tertekan maka pada
perkembangan selanjutnya ia akan menghindari berpartisipasi, bahkan akan menarik diri dari
lingkungan sosialnya.
Kesimpulan dari uraian di atas, kalimat kuncinya adalah berilah anak prasekolah pengalaman

awal sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan maka selanjutnya mereka
akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Inilah maknanya usia prasekolah sebagai usia
emas (golden ages) dan fundamental dalam fase perkembangan dan pengembangan individu.
Semoga kita, para guru dan orang tua dapat memaknainya secara tepat dalam memfasilitasi
anak-anak. Selain berbagai faktor di atas yang bersifat umum, faktor yang dianggap dapat
menghambat perkembangan sosial anak prasekolah, menurut Sri Maryani Deliana (2000),
yaitu sebagai berikut.
1) Tingkah laku agresif
Tingkah laku agresif biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun
tingkah laku ini masih sering muncul, terlihat dari seringnya anak TK saling menyerang
secara fisik, misalnya mendorong, memukul atau berkelahi. Penyerangan dapat pula mereka
lakukan secara verbal, misalnya dengan mencaci, mengejek atau memperolok teman-teman
lain. Tingkah laku agresif selain mengganggu hubungan sosial juga melanggar aturan yang
diberlakukan di sekolah, misalnya suka berkelahi, merusak alat permainan milik teman atau
mengganggu anak lain.
2) Daya suai kurang
Daya suai yang kurang biasanya disebabkan karena cakrawala sosial anak yang relatif masih
kurang, masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Di sekolah pun biasanya mereka
belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri, tetapi makin lama ia di sekolah makin
bertambah daya suainya. Apabila ada anak yang tidak dapat menyesuaikan diri walaupun
sudah relatif lama bersekolah, guru harus dapat mencari faktor penyebabnya. Bila hal itu
tidak diperhatikan akan menyebabkan anak tersebut terasing dan selanjutnya tidak dapat
mengikuti kegiatan (pembelajaran) yang bersifat kelompok.
3) Pemalu
Rasa malu biasanya sudah terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya.
Rasa malu sebenamya normal dan wajar, tetapi bila anak sering kali menunjukkan rasa malu
maka hal inilah yang dianggap sebagai masalah. Anak biasanya tidak menunjukkan rasa malu
pada orang yang sudah dikenalnya, tetapi pada orang yang belum dikenalnya anak bersikap
pemalu. Pada umur 5 tahun perasaan malu yang berlebihan tidak hanya ditunjukkan pada
orang yang tidak dikenal, tetapi juga pada orang yang sudah dikenal, yaitu orang yang akan
memberikan penilaian terhadap tingkah lakunya. Anak selalu cemas dan takut pada reaksi
orang lain terhadap perbuatan atau tingkah lakunya. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang

sering dipermalukan atau dicela di depan orang lain. Kejadian-kejadian semacam ini akan
menyebabkan anak di masa mendatang tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
4) Anak manja
Memanjakan anak adalah suatu sikap orang tua yang selalu mengalah pada anaknya,
membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit, menentang atau
membantah. Contohnya, seorang ayah melarang anaknya pergi. Larangan itu membuat
anaknya menangis atau merengek dengan tujuan supaya diperbolehkan pergi. Untuk
menghentikan tangis anaknya si ayah mengalah dan memperbolehkannya pergi. Tingkah laku
anak seperti itu disebut manja, dan sikap orang tua yang tidak konsisten dengan perintahnya
hanya karena anak menangis atau merengek termasuk memanjakan anak.
5) Perilaku berkuasa
Perilaku berkuasa ini mulai muncul sekitar usia 3 tahun dan semakin meningkat dengan
bertambahnya kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada anak
laki-laki. Oleh karena itu, anak harus diberi pengertian bahwa ia mempunyai kedudukan yang
sama dengan teman-temannya. Tidak ada yang mempunyai hak yang lebih dibandingkan
dengan yang lain agar sikap ingin merajai ini sedikit demi sedikit berkurang.
6)Perilaku merusak
Ledakan amarah yang dilakukan oleh anak sering disertai tindakan merusak .benda-benda di
sekitarnya, tidak peduli miliknya sendiri atau milik orang lain. Semakin hebat marahnya,
semakin luas tindakan merusaknya. Contoh, seorang anak yang tidak diperbolehkan ikut
pergi dengan orang tuanya tiba-tiba mengambil barang milik orang tuanya dan merusaknya.

D.

Metode Pengembangan Emosi dan Sosial Anak

1.

Metode Pengembangan Emosi

Beberapa metode yang dapat membantu proses perkembangan emosi anak , di antaranya
berikut ini.
a.

Bernyanyi dan bermain musik.

b.

2.

Bermain peran.
c.

Hand puppet.

d.

Bercerita.

e.

Gerak dan lagu.

f.

Relaksasi dan meditasi.

g.

Permainan feeling band (band perasaan).

h.

Demonstrasi.

i.

Permainan personifikasi

Metode Pengembangan Sosial

Salah satu keahlian guru yang diharapkan adalah kemampuannya dalam memilih metode
pembelajaran yang paling tepat untuk anak didiknya. Metode yang dapat digunakan untuk
membantu proses pengembangan sosial di antaranya adalah:
a.

metode pengelompokan anak

b.

modelling dan imitating

c.

bermain kooperatif

d.

belajar berbagi (sharing).

KESIMPULAN
Sosial emosional pada anak penting dikembangkan. Terdapat beberapa hal mendasar yang
mendorong pentingnya pengembangan sosial emosional tersebut, yaitu Pertama, makin
kompleksnya permasalahan kehidupan di sekitar anak, termasuk di dalamnya perkembangan
IPTEK yang banyak memberikan tekanan pada anak dan mempengaruhi perkembangan
emosi maupun sosial anak. Kedua, adalah penanaman kesadaran bahwa anak adalah praktisi
dan investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik aspek
perkembangan emosinya maupun keterampilan sosialnya. Ketiga, karena rentang usia penting
pada anak terbatas. Jadi, harus difasilitasi seoptimal mungkin agar tidak ada satu fase pun
yang terlewatkan. Keempat, ternyata anak tidak bisa hidup dan berkembang dengan IQ
semata, tetapi EI jauh lebih dibutuhkan sebagai bekal kehidupan. Kelima, telah tumbuh
kesadaran pada setiap anak tentang tuntutan untuk dibekali dan memiliki kecerdasan sosial
emosional sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Nugraha dkk, metode pengembangan sosial emosional, Universitas Terbuka,
Jakarta, 2008
http://rianiputri.wordpress.com/2012/12/13/pentingnya-pengembangan-sosial-emosionalpada-aud/
http://rachmimaulanaputri.blogspot.com/2012/12/pentingnya-pengembangan-sosial.html

Anda mungkin juga menyukai