MANDIRI SK 1 Zakirah Edit
MANDIRI SK 1 Zakirah Edit
Hipertensi Gestasional Ringan: jika usia kehamilan setelah 37 minggu, hasil kehamilan
sama atau lebih baik dari pasien normotensif, namun peningkatan kejadian induksi
persalinan dan operasi caesar terjadi.
Hipertensi Gestasional Berat: pasien ini memiliki tingkat yang lebih tinggi morbiditas
ibu atau janin, lebih tinggi bahkan dibandingkan pasien preeklampsia ringan, kasus ini
termasuk plasenta dan kelahiran prematur dengan kecil untuk usia gestasional normal.
LO.1.1.2 ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jeals.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
diantaranya yang banyak dianut adalah :
1) Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta, dan pembentukan
oksidan/radikal bebas Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan
radikal bebas/oksidan, salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil,
yang bersifat toksis terhadap membran sel endotel dan dapat merubah lemak
tak jenuh menjadi lemak peroksida yang akan merusak membran sel,
nukleus, dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada
hipertensi dalam kehamilan. Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan
beredar dalam darah sebagai bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh
oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat
dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan
mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang
dihasilkan plasenta iskemik.Disfungsi sel endotel. Endotel yang terpapar
peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan fungsi endotel,
yang mengakibatkan : Gangguan metabolisme prostaglandin yang normalnya
adalah vasodilator kuat. Dan aregasi trombosit ke daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.
Peningkatan faktor-faktor koagulasi
2) Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
Pada kehamilan normal, tubuh ibu
menerima hasil konsepsi, yang adalah benda asing, dengan baik. Disebabkan
oleh adanya HLA-G, yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi
terhadap hasil konsepsi.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah
plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam
memudahkan
vasodilatasi
pembuluh
darah
dan
matriks
di
sekitarnya.
3) Teori Genetik
Terdapat penelitian bahwa resiko hipertensi dalam kehamilan diturunkan dalam gen
tunggal pada ibu.
4) Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah
tidak peka terhadap bahan-bahan vasopressor, akibat adanya perlindungan dari
sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel
kehilangan daya refrakternya terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi
peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga
dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor.
5) Defisiensi Gizi
Penelitian lama menyebutkan bahwa
dari seluruh kehamilan mengalami penyulit ini (NHBPEP, 2000). Preeklampsia dan hipertensi
gestasional merupakan jenis yang paling sering terjadi, yakni rata-rata 70% dari wanitawanita yang didiagnosa dengan hipertensi kehamilan mengalami jenis hipertensi ini (Sibai,
2003).
LO.2.3 ETIOLOGI
Faktor Resiko
Banyak faktor yang berkaitan dengan meningkatnya resiko preeklampsia telah dapat
diidentifikasi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut, dengan frekuensi dan tingkat
keparahan penyakit ditemukan lebih tinggi pada lima faktor resiko pertama (Sibai, 2003) :
a) Kehamilan multipel (14%)
b) Hipertensi kronik maupun penyakit ginjal sebelumnya
c) Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya (18%).
d) Diabetes mellitus pregestasional
e) Riwayat trombofilia
f) Nuliparitas (2-7%)
g) Obesitas
h) Riwayat preeklampsia-eklampsia pada keluarga
1)
Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun
juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)
2)
Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia
35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham,
2006). Selain itu ibu hamil yang berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada
jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko
untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).
3)
Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil
atau sebelum umur kehamilan 20 minggu.Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi
berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.
4)
Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih
maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi.Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat
dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang
masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti
Indonesia insiden preeklamsi/eklampsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)
5)
6)
Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang
mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula,
sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan
genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya
mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang
merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008;
Cunningham, 2008).
7)
Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan
lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan
faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker)
dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko
preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks
massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk
mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)
Etiologi
Penyebab mendasar preeklampsia tetap tidak diketahui (de Souza Rugolo et al., 2011 ;
NHBPEP, 2000 ; Sibai et al., 2005). ). Zweifel (1916) dalam Gant dan Worley (1980)
menyebut preeklampsia sebagai disease of theories karena terlalu banyak teori yang
dikemukakan untuk menjelaskan penyakit ini terutama berkaitan dengan etiologi serta
patogenesisnya dan istilah ini telah menjadi suatu kekhasan untuk preeklampsia dan
eklampsia selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, akhir-akhir ini ada kemajuan
dalam pemahaman tentang penyakit ini yang memimpin pada prediksi yang akurat,
pencegahan, dan pengobatan yang lebih baik (Lindheimer et al., 2008 ; Roberts dan
Cooper, 2001).
Pertimbangan utama mengarah pada plasenta sebagai fokus patogenik karena
preeklampsia dan eklampsia hanya terjadi pada keberadaan plasenta dan persalinan
menjadi penyembuhan definitif satu-satunya pada penyakit ini (NHBPEP, 2000 ; Roberts
dan Cooper, 2001). Oleh sebab itu penelitian-penelitian yang ada difokuskan pada
perubahan pembuluh darah ibu yang menyuplai aliran darah ke plasenta. Cunningham et
al. (2006) menyatakan preeklampsia sebagai sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan disfungsi endotel.
Teori plasenta sebagai dasar preeklampsia menjelaskan penyakit ini dalam dua tahap (de
Souza Rugolo, 2011 ; NHBPEP, 2000).
1. Tahap pertama disebut sebagai silent placental events, dimulai dengan plasentasi
yang buruk dan berkurangnya aliran darah ke plasenta. Keadaan ini menjadi
menyebabkan hipoksia plasenta yang berakibat pada pelepasan faktor-faktor hasil
produksi plasenta : mediator-mediator inflamasi seperti growth factors dan reseptor dapat
larut mereka, sitokin inflamasi, debris plasenta, dan stres oksidatif plasenta, yang
memasuki aliran darah maternal.
2. Tahap kedua adalah tahap maternal yang merupakan manifestasi nyata dari penyakit
ini. Tahap ini bergantung tidak hanya pada aksi dari faktor plasenta yang sudah
bersirkulasi, tetapi juga pada kesehatan ibu termasuk penyakit-penyakit yang mengenai
pembuluh darah (riwayat penyakit kardiorenal, metabolik, faktor genetik, obesitas).
Produk-produk plasenta ini menyebabkan disfungsi sel endotelial dan sindrom inflamasi
sistemik, yang menimbulkan manifestasi klinis pada preeklampsi.
Patogenesis Preeklampsia
Sumber : Preeclampsia : Effect on the Fetus and Newborn (American Academy of
Pediatrics, 2011).
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat
menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar
atau mola )
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :
1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.
Hipervolemia
Hipovolemia
Hipovolemia pada
preeklamsi akibat
vasokonstriksi
menyeluruh dan
peningkatan
permeabilitas vaskuler.
Meningkat
Aliran darah ke :
a.
ut
ero plasenta
b.
gi
njal
c.
ot
ak
d.
he
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun
Menurun
Sama
Sama
Meningkat
Meningkat
par
5
waspada kemungkinan
preeklamsi.
Berat badan
40% ada edema
60% hamil
dengan ipertensi
80% hamil
dengan ipertensi
dan proteinuria
Edema
6
Meningkat
Sama
Akibat : hipovolemia,
ekstravasasi albumin.
CVP dan PCWP
meningkat
Hemodilusi
Deformabilitas
meningkat
Hemokonsentras
i tinggi
Sel darah
7
Hemokonsentras
i
8
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat
Menurun
Viskositas darah
Hematokrit
9
Elektrolit
10
Keseimbangan
asam basa
11
Natrium dan
kalium
Disesuaikan
dengan
peningkatan
cairan tubuh
Bertambah
menurunnya
Menurun
Bertambah
hiperlipidemia
Hiperlipidemia
Meningkat
12
Protein serum
dan plasma
13
Menurun
Lipid plasma
Asam urat dan
kreatinin
14
Trombositopenia
Peningkatan
FDP Penurunan
anti trombin III
Koagulasi dan
fibrinolisis
15
16
17
Kardiovaskular
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi
ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru (Cunningham et al., 2006).
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya tahanan
vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan kondisi kehamilan
normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia biasanya
tidak mengalami hipertensi yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi, namun
vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya (NHBPEP, 2000).
Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular pada
preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-penelitian kini difokuskan
untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan vasokontriksi, sebab
ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan peningkatan tromboksan pada
pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu, pada kehamilan normal respon
pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida dan amin vasoaktif khususnya
angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita dengan preeklampsia hiperresponsif
terhadap hormon-hormon ini (NHBPEP, 2000).
Ginjal
Patofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut :
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi ginjal
dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar yang jauh di bawah kadar
nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun sehingga kadar
asam urat serum meningkat, umumnya 5 mg/cc. Klirens kreatinin juga menurun
sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai 1 mg/cc. Juga dapat terjadi
gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh oliguria atau anuria dan
azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum sekitar 1 mg/dl per hari), umumnya
dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya berkaitan dengan perdarahan saat
melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang memadai.
Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat dideteksi
dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan bengkak tetapi tidak
hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Sel-sel endotel membengkak
sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun parsial, dan terdapat fibril
(serabutserabut) yang merupakan materi protein, yang dahulu disangka sebagai penebalan
membran basal, mengendap di dalam dan di bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan
ini disebut endhoteliosis kapiler glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada
preeklampsia-eklampsia.
Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria akibat
meningkatknya ekskresi kalsium.
Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi.
Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada preeklampsia, umumnya
proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia
tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu.
Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Kerusakan hepar
pada preeklampsia dapat berkisar mulai dari nekrosis hepatoselular ringan (nekrosis
hemoragik periporta) dengan abnormalitas enzim serum (aminotransferase dan laktat
dehidrogenase) sampai dengan sindrom HELLP ( Hemolysis, Elevated liver enzymes,
Low platelet). Selain itu perdarahan dari lesi nekrosis hemoragik periporta dapat
menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk
hematom subkapsular, yang memerlukan tindakan pembedahan.
Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru, yang dapat
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler
paru, dan menurunnya diuresis.
Perubahan Hematologis
Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin disebabkan oleh
akativasi dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh
vasospasme yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas darah yang paling sering
dijumpai pada preeklampsia. Hitung trombosit yang sangat rendah meningkatkan resiko
perdarahan dan bila tidak segera dilakukan persalinan akan berakibat fatal.
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema
independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan
edema yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat
badan > 2 pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang
disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
LO.2.6 DIAGNOSIS
Sesuai dengan definisinya, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah
hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin
pasti diagnosis preeklampsia.
1. Preeklamsia ringan
Hipertensi didefinisikan sebagai sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau diastolik 90 mmHg yang timbul pada wanita dengan tekanan darah normal
sebelumnya. Diagnosis preeklampsia yang akurat bergantung pada keakuratan pengukuran
tekanan darah (misalnya ukuran manset yang digunakan, posisi lengan setinggi level jantung,
dan kalibrasi alat) yang sangat penting pada wanita dengan obesitas.
Proteinuria minimal didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg (0,3 gr) protein dalam urin
per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat
proteinuria dapat berfluktuasi sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang
parah. Dengan demikian, satu sampel acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya
proteinuria yang signifikan. Dibutuhkan minimal dua sampel acak urin yang pengambilannya
terpisah setidaknya 6 jam. Pada preeklampsia berat, nilai dipstick urin sebaiknya tidak
digunakan.
Adanya kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis
meningkatkan kepastian preeklampsia sekaligus menjadi penanda beratnya preeklampsia
yang terjadi. Kelainan yang ditemukan mencakup jumlah urin yang semakin sedikit diikuti
dengan klirens yang menurun sehingga kreatinin plasma meningkat, abnormalitas enimenzim hati, dan trombositopenia. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia menunjukkan preeklampsia yang parah.
Gejala-gejala klinis yang bertambah juga menunjukkan keparahan preeklampsia yang terjadi.
Preeklampsia berat dibagi menjadi (1) preeklampsia berat tanpa impending preeclampsia dan
(2) preeklampsia berat dengan impending preeclampsia. Disebut impending preeclampsia
bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan
edema hepatoselular yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh
peningkatan enzim hati dalam serum dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri kehamilan
karena nyeri ini menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul
yang sangat berbahaya. Gejala lain yang ditemukan pada preeklampsia yang memberat
adalah disfungsi jantung dengan edema paru, gejala sistem saraf pusat yang berat dan
menetap (misalnya perubahan status mental, nyeri kepala, pandangan kabut, dan kebutaan),
serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata.
Tanpa adanya proteinuria, preeklampsia tetap harus dipertimbangkan jika hipertensi disertai
dengan kelainan temuan laboratorium dan gejala-gejala memberat sebagaimana ditemukan
pada preeklampsia berat.
2. Preeklamsia berat
Bentuk lain dari Preeklampsia Berat dengan morbiditas yang tinggi adalah sindroma
HELLP , yaitu preeklampsia yang disertai dengan :
1. Hemolisis
2. Elevated liver enzym
3. Low platelet (trombositopenia )
Tidak seperti gambaran khas dari pasien preeklampsia, Preeklampsia dengan sindroma
HELLP memilki karakteristik :
Multipara
Usia > 25 tahun
Terjadi pada kehamilan >; 36 minggu
LO.2.8 PENATALAKSANAAN
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan
jumlah cairan amnion.
Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan
tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi
selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan monitoring baik
terhadap ibu maupun janin.
Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan
aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya dan persalinan
diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.
2. Perawatan aktif/agresif
Tujuan : terminasi kehamilan.
Indikasi :
a. Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa (setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten ; setelah 24 jam sejak dimulainya
pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten), tanda dan
gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, dicurigai terjadi
solusio plasenta, timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan.
b. Indikasi janin : umur kehamilan 37 minggu, IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG,
NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal, timbulnya oligohidramnion.
c. Laboratorik : adanya tanda-tanda Sindrom HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum.
LO.2.8 DIAGNOSIS BANDING
EKLAMPSIA
Diagnosis eklampsia akan ditegakkan apabila terdapat kelainan pada masa
kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya
kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas. Diperkirakan disebabkan
oleh karena :
b. Trombosis oleh platelet
c. Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal
d. Perdarahan cortex cerebri
Kejadian eklampsia tidak memiliki korelasi dengan tingginya Tekanan Darah
Penatalaksanaan eklampsia
1. Merupakan keadaan gawat darurat obstetrik
2. Bersihkan jalan nafas dan berikan oksigen dalam sungkup
3. Posisi lateral
4. Ukur tekanan darah setiap 10 menit
5. Pasang infus
6. Pasang kateter urine menetap
7. Stabilisasi pasien :
Cegah serangan kejang ulangan dengan memberikan MgSO4 dosis
loading dan maintanance
Terminasi kehamilan bila : ( pilihan utama per vaginam ; kecuali bila ada
indikasi)
Hipoksia sudah diatasi
Kejang sudah dikendalikan
SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA
Preeklampsia dapat terjadi pada penderita hipertensi kronik yang sedang hamil.
Latar belakang hipertensi adalah renal atau dari sebab lain dan menjadi semakin
berat dengan adanya kehamilan. Superimposed preeklampsia sulit dibedakan
dengan hipertensi kronik yang tidak diawasi dengan baik, khusus nya bila
pasien baru datang ke dokter setelah kehamilan > 20 minggu. Diagnosa
superimposed preeklampsia hanya ditegakkan pada pasien hipertensi kronik,
yang baru menunjukkan adanya proteinuria 3 gram / 24 jam setelah kehamilan
20 minggu. Pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria , diagnosis
hipertensi kronis superimposed preeklampsia ditegakkan hanya bila tekanan
darah semakin meningkat dan proteinuria semakin berat secara mendadak atau
bila disertai dengan salah satu atau beberapa tanda yang menunjukkan kriteria
beratnya preeklampsia.
LO.2.9 KOMPLIKASI
a.
PLASENTA PREVIA
Definisi plasenta previa
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa
adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).
Etiologi dan faktor resiko plasenta previa
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat
para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen
bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
Faktor Risiko Plasenta Previa
a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35
tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas
kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan
pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur,
serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur
dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa
banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2)
Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda,
endometrium bekas persalinan berulang ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas
operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin
dan hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa
sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki
kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah
Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut
Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab sebab
terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan
kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur (Manuaba, 2001).
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi.
Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi
plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari)
Sastrawinata,(2005).
Klasifikasi plasenta previa
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir :
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.
belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena
letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)
Diagnosis plasenta previa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang (Wiknjosastro, 2005) :
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan
dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah;
Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa
sudah cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim,
terutama pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal
perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan
Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan USG abdomen,
yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
Diagnosis banding plasenta previa
Gejala dan tanda
Faktor
predisposisi
* Perdarahan tanpa nyeri, usia * multipara
gestasi >28 minggu
* mioma uteri
* Darah segar
* usia lanjut
*Perdarahan dapat terjadi
*kuretase
setelah miksi atau defekasi,
berulang
aktivitas fisik, kontraksi
* bekas SC
braxton hicks atau koitus
* merokok
* Hipertensi
* versi luar
*Trauma
abdomen
* Polihidramnion
* gemelli
* defisiensi gizi
Penyulit lain
Diagnosis
* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah janin
tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Syok yang tidak
sesuai dengan jumlah
darah (tersembunyi)
* anemia berat
* Melemah atau
hilangnya denyut
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
Plasenta
previa
Solusio
plasenta
* Perdarahan intraabdominal
dan/atau vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian hilang setelah
terjadi regangan hebat pada
perut bawah (kondisi ini tidak
khas)
* Riwayat seksio
sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik
* solusio plasenta
* janin mati
dalam rahim
* eklamsia
* emboli air
ketuban
nyeri
*Syok atau takikardia
*Adanya cairan bebas
intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk uterus
abnormal atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding perut dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* perdarahan gusi
* gambaran memar
bawah kulit
* perdarahan dari
tempat suntikan jarum
infus
Ruptur
uteri
Gangguan
pembekuan
darah
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus
perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston,
Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium
(diazepam) IM atau IV secara perlahan.
mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat.
Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
Patofisiologi solusio plasenta
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah
besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian
darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus
selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di
antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat
tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan
sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang
menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alatalat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,tetapi
berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan
semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.
Perdarahan tersembunyi
5.
6.
7.
kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Tatalaksana solusio plasenta
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
a.
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang
dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila
ada
perburukan
(perdarahan
berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan
USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b.
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio
plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan
dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktorfaktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan
infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin
saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi
solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak
yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila
telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap
oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus
secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi
yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin
terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah
harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan
rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.
c.
VASA PREVIA
Definisi vasa previa
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau
berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta)
sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
GAWAT JANIN
definisi
Gawat janin adalah kekhawatiran obstetri tentang keadaan janin, yang
kemudian berakhir dengan seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya. (Sarwono
Prawirohardjo.2009)
Dapat disimpulkan bahwa gawat janin pada persalinan adalah suatu keaadaan
dimana janin tidak mendapatkan O2 yang cukup, yang jika tidak segera ditangani maka
akan menyebabkan kerusakan permanen sistem saraf pusat dan organ lain serta
kematian.
Etiologi
Etiologi gawat janin yaitu terdiri dari berbagai hal baik dari faktor ibu maupun
faktor janin sehingga memicu terjadinya gawat janin, berikut etiologinya :
a.
b.
c.
Kompresi (penekanan) tali pusat
d.
Isoimunisasi Rh.
Patofisiologi
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1.
2.
3.
plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsiakibat dari perfusi ruang intervilli
yang berkurang, maka penyaluran oksigendan ekskresi CO2 akan terganggu yang
berakibat penurunan pH atautimbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama
menyebabkan janinharus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik
yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah
asidosismetabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arusdarah
uterus atau arus darah tali pusat.
Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan
jaringanakibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah
bilaterjadi hipoksia, sehingga jaringan vital (otak dan jantung) akan
menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan
perifer.Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar
jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.
e.
SINDROMA HELLP
Definisi
Adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar,
disfungsi hepar, dan trombositopenia. H : Hemolysis EL : Elevated Liver Enzym LP : Low
Platelets Counts
Diagnosis
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual,
muntah (semuanya ini mirip gejala infeksi virus).
Adanya tanda dan gejala preeclampsia
Tanda-tanda heolisis intravaskular (kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek.
Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatoit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH)
Trombositopenia (trombosit 150.000/ml)
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada daerah kuadran atas abdomen,
tanpa memandang ada tidaknya gejala preeclampsia harus dipertimbangkan syndroma
HELLP.
Klasifikasi Menurut Klasifikasi Mississippi
Berasarkan kadar trombosit darah, maka syndroma HELLP diklasifikasikan dengan nama
klasifikasi Mississippi.
Klas 1 : kadar trombosit 50.000/ml LDH 600 IU/l , AST dan/atau ALT 40 IU/l
Klas 2 : kadar trombosi >50.000 100.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40 IU/l
Klas 3 : kadar trombosit >100.000 150.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40 IU/l
Diagnosa Banding Pre-eklampsia-Syndrma HELLP
Trombotik angiopatik
Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
1. Acute fatty liver of pregnancy
2. Hipovolemia berat/perdarahan berat
3. sepsis
Kelainan jaringan ikat: SLE
Penyakit ginjal primer
LO.2.10 PROGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan preeklamsia ringan memiliki hasil kehamilan yang baik.
Eklampsia merupakan kondisi serius dengan sekitar mortalitas (kematian) tingkat 2%.
Risiko kekambuhan preeklampsia bervariasi sesuai dengan onset dan keparahan kondisi.
Wanita dengan preeklamsia berat yang memiliki onset kondisi awal kehamilan memiliki
risiko kekambuhan tertinggi. Studi menunjukkan tingkat kekambuhan 25% sampai 65%
untuk populasi ini. Hanya 5% sampai 7% dari wanita dengan preeklamsia ringan akan
memiliki preeklamsia pada kehamilan berikutnya.
Wanita dengan preeklamsia mungkin pada peningkatan risiko untuk penyakit kardiovaskular
di kemudian hari. Risiko ini terbesar pada wanita dengan onset awal preeklamsia berat.
LO.2.11 PENCEGAHAN
Pencegahan preeklamsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi
pada perempuan hamil yang memiliki resikno terjadinya preeklamsi.
Menurut Prawirohardjo 2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Pencegahan non medikal
Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana yaitu
dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung: a) minyak
ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA, b) antioksidan:
vitamin C, vitamin E, dll.c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalium.
b. Pencegahan dengan medikal
Pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat
terjadinya hipovolumia. Pemberian kalsium: 1.500-2.000mg/hari, selain itu dapat pula
diberikan zinc 200 mg/hari,magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat
mencegah preeklampsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100mg/hari atau
dipiridamole dan dapat juga diberikan obat anti oksidan misalnya vitamin C, Vitamin E.