Anda di halaman 1dari 32

LI.

1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HIPERTENSI PADA KEHAMILAN


LO.1.1 KLASIFIKASI
LO.1.1.1 DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan
tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal. Preeklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal
terjadi.Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada
penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.
Diklasifikasikan menjadi :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
3. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan koma.
4. Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi adalah hipertensi kronik di sertai tandatanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
Preeklampsia dapat terjadi pada penderita hipertensi kronik yang sedang hamil. Latar
belakang hipertensi adalah renal atau dari sebab lain dan menjadi semakin berat dengan
adanya kehamilan. Superimposed preeklampsia sulit dibedakan dengan hipertensi kronik
yang tidak diawasi dengan baik, khusus nya bila pasien baru datang ke dokter setelah
kehamilan > 20 minggu. Diagnosa superimposed preeklampsia hanya ditegakkan pada
pasien hipertensi kronik, yang baru menunjukkan adanya proteinuria 3 gram / 24 jam
setelah kehamilan 20 minggu. Pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria ,
diagnosis hipertensi kronis superimposed preeklampsia ditegakkan hanya bila tekanan
darah semakin meningkat dan proteinuria semakin berat secara mendadak atau bila
disertai dengan salah satu atau beberapa tanda yang menunjukkan kriteria beratnya
preeklampsia.
5. Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalin, kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria.

Hipertensi Gestasional Ringan: jika usia kehamilan setelah 37 minggu, hasil kehamilan
sama atau lebih baik dari pasien normotensif, namun peningkatan kejadian induksi
persalinan dan operasi caesar terjadi.
Hipertensi Gestasional Berat: pasien ini memiliki tingkat yang lebih tinggi morbiditas
ibu atau janin, lebih tinggi bahkan dibandingkan pasien preeklampsia ringan, kasus ini
termasuk plasenta dan kelahiran prematur dengan kecil untuk usia gestasional normal.

LO.1.1.2 ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jeals.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
diantaranya yang banyak dianut adalah :
1) Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta, dan pembentukan
oksidan/radikal bebas Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan
radikal bebas/oksidan, salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil,
yang bersifat toksis terhadap membran sel endotel dan dapat merubah lemak
tak jenuh menjadi lemak peroksida yang akan merusak membran sel,
nukleus, dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada
hipertensi dalam kehamilan. Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan
beredar dalam darah sebagai bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh
oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat
dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan
mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang
dihasilkan plasenta iskemik.Disfungsi sel endotel. Endotel yang terpapar
peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan fungsi endotel,
yang mengakibatkan : Gangguan metabolisme prostaglandin yang normalnya
adalah vasodilator kuat. Dan aregasi trombosit ke daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.
Peningkatan faktor-faktor koagulasi
2) Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
Pada kehamilan normal, tubuh ibu
menerima hasil konsepsi, yang adalah benda asing, dengan baik. Disebabkan
oleh adanya HLA-G, yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi
terhadap hasil konsepsi.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah
plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam
memudahkan
vasodilatasi
pembuluh
darah
dan
matriks
di
sekitarnya.
3) Teori Genetik
Terdapat penelitian bahwa resiko hipertensi dalam kehamilan diturunkan dalam gen
tunggal pada ibu.
4) Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah
tidak peka terhadap bahan-bahan vasopressor, akibat adanya perlindungan dari
sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel
kehilangan daya refrakternya terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi
peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga
dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor.
5) Defisiensi Gizi
Penelitian lama menyebutkan bahwa

terdapat hubungan adanya defisiensi gizi terhadap terjadinya hipertensi dalam


kehamilan.
Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi
minyak ikan dapat menurunkan resiko. Penelitian lainnya juga menyebutkan,
wanita yang mengkonsumsi kalsium selama kehamilan, memiliki resiko lebih
rendah mengalami HDK, dan angka kejadian preeklamsia lebih rendah pada
wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya glukosa
6) Inflamasi
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa
lepasnya debris fibroblas akan merangsang terjadinya inflamasi. Pada
kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar, sehingga
proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan masalah.
Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi
leukosit yang sangat tinggi pada aliran darah ibu sehingga inflamasi yang
terjadi bersifat sistemik.

Bagan 1. Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan

LI.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI PREEKLAMSIA


LO.2.1 DEFINISI
Diagnosis preeklampsia akan ditegakkan apabila tekanan darah 140/90mmHg atau lebih yang
terjadi setelah 20 minggu masa gestasi. Proteinuria +1 (Dipstick) atau > 300mg/24 jam
Klasifikasi preeklampsia
a. Preeklampsia ringan
- Preeklamsi ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel (Prawirohardjo, 2008).
- Diagnosis PE ringan
Diagnosis preeklamsi ringan menurut Prawirohardjo 2008, ditegakkan
berdasarkan atas munculnya hipertensi disertai proteinuria pada usia kehamilan
lebih dari 20 minggu dengan ketentuan sebagai berikut:
a) TD .140/90 mmHg
b) Proteinuria: .300 mg/24 jam atau pemeriksaan kualitatif 1 atau 2+
c) Edema: edema generalisata (edema pada kaki, tangan,muka,dan perut).
b. Preeklampsia berat
- Preeklamsi berat adalah preeklamsi dengan tekanan darah .160/110 mmHg,
disertai proteinuria .5 g/24 jam atau 3+ atau lebih (Prawirohardjo, 2008).
- Diagnosa PE berat
Diagnosis preeklamsi berat menurut Prawirohardjo 2008, dan Wiknjosastro 2007,
ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih tanda/gejala berikut:
a) TD . 160/110 mmHg
b) Proteinuria .5 g/24 jam; 3 atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24jam
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
g) Edema paru-paru dan sianosis
h) Hemolisis mikroangiopatik
i) Trombositopenia berat: <100.000 sel/mm3atau penurunan trombosit dengan
cepat.
j) Gangguan fungsi hepar
k) Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
l) Sindrom HELLP
LO.2.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk di
antara trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak menimbulkan
morbiditas dan mortalitas karena kehamilan (Cunningham et al., 2006). Diperkirakan 6-8%

dari seluruh kehamilan mengalami penyulit ini (NHBPEP, 2000). Preeklampsia dan hipertensi
gestasional merupakan jenis yang paling sering terjadi, yakni rata-rata 70% dari wanitawanita yang didiagnosa dengan hipertensi kehamilan mengalami jenis hipertensi ini (Sibai,
2003).

LO.2.3 ETIOLOGI
Faktor Resiko
Banyak faktor yang berkaitan dengan meningkatnya resiko preeklampsia telah dapat
diidentifikasi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut, dengan frekuensi dan tingkat
keparahan penyakit ditemukan lebih tinggi pada lima faktor resiko pertama (Sibai, 2003) :
a) Kehamilan multipel (14%)
b) Hipertensi kronik maupun penyakit ginjal sebelumnya
c) Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya (18%).
d) Diabetes mellitus pregestasional
e) Riwayat trombofilia
f) Nuliparitas (2-7%)
g) Obesitas
h) Riwayat preeklampsia-eklampsia pada keluarga
1)

Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan 4 tahun
juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)

2)

Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia
35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham,
2006). Selain itu ibu hamil yang berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada
jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko
untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).

3)

Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil
atau sebelum umur kehamilan 20 minggu.Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi
berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.

4)

Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih
maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi.Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat
dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang
masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti
Indonesia insiden preeklamsi/eklampsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)

5)

Hiperplasentosis /kelainan trofoblast


Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi
terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi
uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi
preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes
melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa (Prawirohardjo,2008;
Cunningham, 2006).

6)

Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang
mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula,
sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan
genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya
mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang
merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008;
Cunningham, 2008).

7)

Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan
lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan
faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker)
dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko
preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks
massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk
mereka yang indeksnya 35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)

Etiologi
Penyebab mendasar preeklampsia tetap tidak diketahui (de Souza Rugolo et al., 2011 ;
NHBPEP, 2000 ; Sibai et al., 2005). ). Zweifel (1916) dalam Gant dan Worley (1980)
menyebut preeklampsia sebagai disease of theories karena terlalu banyak teori yang
dikemukakan untuk menjelaskan penyakit ini terutama berkaitan dengan etiologi serta
patogenesisnya dan istilah ini telah menjadi suatu kekhasan untuk preeklampsia dan
eklampsia selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, akhir-akhir ini ada kemajuan
dalam pemahaman tentang penyakit ini yang memimpin pada prediksi yang akurat,
pencegahan, dan pengobatan yang lebih baik (Lindheimer et al., 2008 ; Roberts dan
Cooper, 2001).
Pertimbangan utama mengarah pada plasenta sebagai fokus patogenik karena
preeklampsia dan eklampsia hanya terjadi pada keberadaan plasenta dan persalinan
menjadi penyembuhan definitif satu-satunya pada penyakit ini (NHBPEP, 2000 ; Roberts
dan Cooper, 2001). Oleh sebab itu penelitian-penelitian yang ada difokuskan pada
perubahan pembuluh darah ibu yang menyuplai aliran darah ke plasenta. Cunningham et
al. (2006) menyatakan preeklampsia sebagai sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan disfungsi endotel.

Teori plasenta sebagai dasar preeklampsia menjelaskan penyakit ini dalam dua tahap (de
Souza Rugolo, 2011 ; NHBPEP, 2000).
1. Tahap pertama disebut sebagai silent placental events, dimulai dengan plasentasi
yang buruk dan berkurangnya aliran darah ke plasenta. Keadaan ini menjadi
menyebabkan hipoksia plasenta yang berakibat pada pelepasan faktor-faktor hasil
produksi plasenta : mediator-mediator inflamasi seperti growth factors dan reseptor dapat
larut mereka, sitokin inflamasi, debris plasenta, dan stres oksidatif plasenta, yang
memasuki aliran darah maternal.
2. Tahap kedua adalah tahap maternal yang merupakan manifestasi nyata dari penyakit
ini. Tahap ini bergantung tidak hanya pada aksi dari faktor plasenta yang sudah
bersirkulasi, tetapi juga pada kesehatan ibu termasuk penyakit-penyakit yang mengenai
pembuluh darah (riwayat penyakit kardiorenal, metabolik, faktor genetik, obesitas).
Produk-produk plasenta ini menyebabkan disfungsi sel endotelial dan sindrom inflamasi
sistemik, yang menimbulkan manifestasi klinis pada preeklampsi.

Patogenesis Preeklampsia
Sumber : Preeclampsia : Effect on the Fetus and Newborn (American Academy of
Pediatrics, 2011).

Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat
menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar
atau mola )
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :
1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.

2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .


3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama
kehamilan.
4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).
5. Pengaruh genetik.
LO.2.4 PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunningham, 2003).Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.Penumpukan
trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.Nekrosis ginjal dapat menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac
output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trombositopeni.Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim
(Michael, 2005).
Perubahan pada sistem dan organ pada preeklamsi menurut Prawirohardjo 2008
adalah:
No
Perubahan
Normal
Preeklamsi
Keterangan
.
(Dibanding
(Dibanding
tidak hamil)
hamil normal)
1
Cardiac output
Meningkat
Meningkat
Pada hamil normal,
ketika resistensi perifer
belum meningkat.
Volume darah

Hipervolemia

Hipovolemia

Hipovolemia pada
preeklamsi akibat
vasokonstriksi
menyeluruh dan
peningkatan
permeabilitas vaskuler.

Meningkat

Tidak terjadi disproporsi


antara volume darah dan
volume intravaskular.

Resistensi perifer Menurun


3

Aliran darah ke :
a.
ut
ero plasenta
b.
gi
njal
c.
ot
ak
d.
he

Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat

Menurun
Menurun
Sama
Sama

Meningkat

Meningkat

Peningkatan berat badan


> 0,57 kg/ minggu harus

par
5

waspada kemungkinan
preeklamsi.

Berat badan
40% ada edema

60% hamil
dengan ipertensi
80% hamil
dengan ipertensi
dan proteinuria

Edema
6

Edema tidak dipakai lagi


sebagai kriteria reeklamsi
kecuali anasarka
-

Meningkat

Sama

Akibat : hipovolemia,
ekstravasasi albumin.
CVP dan PCWP
meningkat

Hemodilusi

Deformabilitas
meningkat
Hemokonsentras
i tinggi

Pada preeklamsi akibat :


hipovolemia dan
peningkatan resistensi
perifer Kecuali pada
preeklamsi diberi
diuretikum dosis tinggi,
restriksi garam dan
infuse oxytocine

Sel darah
7

Hemokonsentras
i
8
Menurun

Meningkat

Menurun

Meningkat

Menurun

Viskositas darah

Hematokrit
9

Elektrolit
10
Keseimbangan
asam basa
11
Natrium dan
kalium

Disesuaikan
dengan
peningkatan
cairan tubuh

Bertambah
menurunnya

Menurun

Bertambah
hiperlipidemia

Hiperlipidemia

Meningkat

12

Pada preeklamsi dengan


hipoksia dapat terjadi
gangguan keseimbangan
asam basa
Pada kejang eklamsi
kadar bikarbonat
menurun karena asidosis
laktat, dan hilangnya
karbondioksida
-

Protein serum
dan plasma
13

Menurun

Lipid plasma
Asam urat dan
kreatinin
14

Trombositopenia
Peningkatan
FDP Penurunan
anti trombin III

Akibat hipovelimia dan


peningkatan
permeabilitas vaskuler

Koagulasi dan
fibrinolisis
15

16

17

Kardiovaskular
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi
ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru (Cunningham et al., 2006).
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya tahanan
vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan kondisi kehamilan
normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia biasanya
tidak mengalami hipertensi yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi, namun
vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya (NHBPEP, 2000).
Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular pada
preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-penelitian kini difokuskan
untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan vasokontriksi, sebab
ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan peningkatan tromboksan pada
pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu, pada kehamilan normal respon
pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida dan amin vasoaktif khususnya
angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita dengan preeklampsia hiperresponsif
terhadap hormon-hormon ini (NHBPEP, 2000).

Ginjal
Patofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut :

Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi ginjal
dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar yang jauh di bawah kadar
nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun sehingga kadar
asam urat serum meningkat, umumnya 5 mg/cc. Klirens kreatinin juga menurun
sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai 1 mg/cc. Juga dapat terjadi
gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh oliguria atau anuria dan
azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum sekitar 1 mg/dl per hari), umumnya
dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya berkaitan dengan perdarahan saat
melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang memadai.
Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat dideteksi
dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan bengkak tetapi tidak
hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Sel-sel endotel membengkak
sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun parsial, dan terdapat fibril
(serabutserabut) yang merupakan materi protein, yang dahulu disangka sebagai penebalan
membran basal, mengendap di dalam dan di bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan
ini disebut endhoteliosis kapiler glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada
preeklampsia-eklampsia.
Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria akibat
meningkatknya ekskresi kalsium.
Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi.
Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada preeklampsia, umumnya
proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia
tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu.

Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Kerusakan hepar
pada preeklampsia dapat berkisar mulai dari nekrosis hepatoselular ringan (nekrosis
hemoragik periporta) dengan abnormalitas enzim serum (aminotransferase dan laktat
dehidrogenase) sampai dengan sindrom HELLP ( Hemolysis, Elevated liver enzymes,
Low platelet). Selain itu perdarahan dari lesi nekrosis hemoragik periporta dapat
menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk
hematom subkapsular, yang memerlukan tindakan pembedahan.

Sistem Saraf Pusat


Manifestasi preeklampsia pada susuanan saraf pusat telah lama diketahui. Perubahan
neurologik yang terjadi pada preeklampsia dapat berupa :
Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak.

Gangguan visus/penglihatan, terutama pada preeklampsia berat, akibat spasme arteri


retina dan edema retina. Gangguan visus yang terjadi dapat berupa pandangan kabur,
skotoma, dan buta kortikal (jarang). Prognosisnya baik dan penglihatan biasanya pulih
dalam seminggu.
Tanda neurologik fokal seperti hiperrefleksi dapat timbul dan memerlukan pemeriksaan
radiologik segera.
Edema serebri, yang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Gambaran utama
adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, dan gejala ini hilang timbul. Sebagian
pasien ada yang mengalami koma. Pada keadaan yang serius , pasien dapat mengalami
herniasi batang otak.
Kejang eklamptik. Eklampsia, yang merupakan fase konvulsi dari preeklampsia, menjadi
penyebab yang signifikan dari kematian maternal pada penyakit ini.

Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru, yang dapat
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler
paru, dan menurunnya diuresis.

Perubahan Hematologis
Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin disebabkan oleh
akativasi dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh
vasospasme yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas darah yang paling sering
dijumpai pada preeklampsia. Hitung trombosit yang sangat rendah meningkatkan resiko
perdarahan dan bila tidak segera dilakukan persalinan akan berakibat fatal.

Akibat preeklampsia pada janin


Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini
mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel
endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono
prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir
rendah, dan solusio plasenta.
LO.2.5 MANIFESTASI
Gejala dan tanda dari preeklamsia:
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia.
Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda
memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan
diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus
dipertimbangkan (William obstetri, 2010).
2. Edem

Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema
independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan
edema yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat
badan > 2 pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang
disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.

LO.2.6 DIAGNOSIS
Sesuai dengan definisinya, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah
hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin
pasti diagnosis preeklampsia.

1. Preeklamsia ringan

Hipertensi didefinisikan sebagai sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau diastolik 90 mmHg yang timbul pada wanita dengan tekanan darah normal
sebelumnya. Diagnosis preeklampsia yang akurat bergantung pada keakuratan pengukuran
tekanan darah (misalnya ukuran manset yang digunakan, posisi lengan setinggi level jantung,
dan kalibrasi alat) yang sangat penting pada wanita dengan obesitas.
Proteinuria minimal didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg (0,3 gr) protein dalam urin
per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat
proteinuria dapat berfluktuasi sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang
parah. Dengan demikian, satu sampel acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya
proteinuria yang signifikan. Dibutuhkan minimal dua sampel acak urin yang pengambilannya
terpisah setidaknya 6 jam. Pada preeklampsia berat, nilai dipstick urin sebaiknya tidak
digunakan.
Adanya kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis
meningkatkan kepastian preeklampsia sekaligus menjadi penanda beratnya preeklampsia
yang terjadi. Kelainan yang ditemukan mencakup jumlah urin yang semakin sedikit diikuti
dengan klirens yang menurun sehingga kreatinin plasma meningkat, abnormalitas enimenzim hati, dan trombositopenia. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia menunjukkan preeklampsia yang parah.

Gejala-gejala klinis yang bertambah juga menunjukkan keparahan preeklampsia yang terjadi.
Preeklampsia berat dibagi menjadi (1) preeklampsia berat tanpa impending preeclampsia dan
(2) preeklampsia berat dengan impending preeclampsia. Disebut impending preeclampsia
bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan
edema hepatoselular yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh
peningkatan enzim hati dalam serum dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri kehamilan
karena nyeri ini menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul
yang sangat berbahaya. Gejala lain yang ditemukan pada preeklampsia yang memberat
adalah disfungsi jantung dengan edema paru, gejala sistem saraf pusat yang berat dan
menetap (misalnya perubahan status mental, nyeri kepala, pandangan kabut, dan kebutaan),
serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata.
Tanpa adanya proteinuria, preeklampsia tetap harus dipertimbangkan jika hipertensi disertai
dengan kelainan temuan laboratorium dan gejala-gejala memberat sebagaimana ditemukan
pada preeklampsia berat.
2. Preeklamsia berat

Bentuk lain dari Preeklampsia Berat dengan morbiditas yang tinggi adalah sindroma
HELLP , yaitu preeklampsia yang disertai dengan :
1. Hemolisis
2. Elevated liver enzym
3. Low platelet (trombositopenia )
Tidak seperti gambaran khas dari pasien preeklampsia, Preeklampsia dengan sindroma
HELLP memilki karakteristik :

Multipara
Usia > 25 tahun
Terjadi pada kehamilan >; 36 minggu

LO.2.8 PENATALAKSANAAN
1.

Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan


pengelolaan dasar sebagai berikut :
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat2an untuk penyulitnya.
b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang
tergantung pada umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2,
yaitu:
- Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya :
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa.
- Aktif, agresif ; bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan
dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

2.
a.
b.
c.
d.
e.

Pemberian terapi medikamentosa


Segera masuk rumah sakit
Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi :
Loading dose (initial dose) : dosis awal
Maintenance dose : dosis lanjutan.

MANAGEMEN PREEKLAMSIA RINGAN


Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) atau rawat inap
(hospitalisasi).
a) Rawat jalan (ambulatoir)
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia
tirah baring masih diperlukan.
2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus.
3. Vitamin prenatal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.
b) Rawat inap (hospitalisasi)
Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah :
1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu.
2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu.
3. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat.

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga
dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan
jumlah cairan amnion.
Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan
tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi
selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

c) Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan


1. Usia kehamilan < 37 minggu
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
2. Usia kehamilan 37 minggu
Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang pada tanggal
taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan.

MANAJEMEN PREEKLAMPSIA BERAT


Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan
saat yang tepat untuk persalinan.
a) Pemberian terapi medikamentosa.
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Tirah baring ke kiri secara intermiten.
3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang dibagi atas
loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintenance dose (dosis lanjutan).
5. Anti hipertensi.
Diberikan bila tensi 180 /110 atau MAP 126.
6. Diuretikum.
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi
plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya
diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan edema anasarka.
7. Diet.
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.
b) Sikap terhadap kehamilannya
1. Perawatan konservatif/ekspektatif
Tujuan : mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi
syarat janin dapat dilahirkan dan meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu.
Indikasi : kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia.
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi,
baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO4 tidak diberikan loading dose intravena, tetapi
cukup intramuskuler. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34

minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan monitoring baik
terhadap ibu maupun janin.
Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan
aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya dan persalinan
diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.
2. Perawatan aktif/agresif
Tujuan : terminasi kehamilan.
Indikasi :
a. Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa (setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten ; setelah 24 jam sejak dimulainya
pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten), tanda dan
gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, dicurigai terjadi
solusio plasenta, timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan.
b. Indikasi janin : umur kehamilan 37 minggu, IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG,
NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal, timbulnya oligohidramnion.
c. Laboratorik : adanya tanda-tanda Sindrom HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum.
LO.2.8 DIAGNOSIS BANDING

EKLAMPSIA
Diagnosis eklampsia akan ditegakkan apabila terdapat kelainan pada masa
kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya
kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas. Diperkirakan disebabkan
oleh karena :
b. Trombosis oleh platelet
c. Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal
d. Perdarahan cortex cerebri
Kejadian eklampsia tidak memiliki korelasi dengan tingginya Tekanan Darah
Penatalaksanaan eklampsia
1. Merupakan keadaan gawat darurat obstetrik
2. Bersihkan jalan nafas dan berikan oksigen dalam sungkup
3. Posisi lateral
4. Ukur tekanan darah setiap 10 menit
5. Pasang infus
6. Pasang kateter urine menetap
7. Stabilisasi pasien :
Cegah serangan kejang ulangan dengan memberikan MgSO4 dosis
loading dan maintanance
Terminasi kehamilan bila : ( pilihan utama per vaginam ; kecuali bila ada
indikasi)
Hipoksia sudah diatasi
Kejang sudah dikendalikan

Tekanan diastolik 90 100 mmHg

SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA
Preeklampsia dapat terjadi pada penderita hipertensi kronik yang sedang hamil.
Latar belakang hipertensi adalah renal atau dari sebab lain dan menjadi semakin
berat dengan adanya kehamilan. Superimposed preeklampsia sulit dibedakan
dengan hipertensi kronik yang tidak diawasi dengan baik, khusus nya bila
pasien baru datang ke dokter setelah kehamilan > 20 minggu. Diagnosa
superimposed preeklampsia hanya ditegakkan pada pasien hipertensi kronik,
yang baru menunjukkan adanya proteinuria 3 gram / 24 jam setelah kehamilan
20 minggu. Pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria , diagnosis
hipertensi kronis superimposed preeklampsia ditegakkan hanya bila tekanan
darah semakin meningkat dan proteinuria semakin berat secara mendadak atau
bila disertai dengan salah satu atau beberapa tanda yang menunjukkan kriteria
beratnya preeklampsia.

LO.2.9 KOMPLIKASI
a.
PLASENTA PREVIA
Definisi plasenta previa
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa
adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).
Etiologi dan faktor resiko plasenta previa
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat
para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen
bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
Faktor Risiko Plasenta Previa
a. Faktor predisposisi

Menurut Manuaba (1998), faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35
tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas
kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan
pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur,
serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur
dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa
banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2)
Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda,
endometrium bekas persalinan berulang ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas
operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin
dan hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa
sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki
kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah
Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut
Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab sebab
terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan
kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur (Manuaba, 2001).
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi.
Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi
plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari)
Sastrawinata,(2005).
Klasifikasi plasenta previa
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir :
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.

Gambar 1. Klasifikasi plasenta previa


Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa berdasarkan
pada pembukaan 4 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 5 cm sebagian pembukaan ditutupi
oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian
menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium
bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan
keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).
Patofisiologi plasenta previa
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak
plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada
plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa
terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu
saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah
uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
Manifestasi plasenta previa
Gejala yang dapat ditemukan pada keadaan plasenta previa, yaitu:
a. Perdarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri serta berulang
b. darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi
perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya
c. timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin

belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena
letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)
Diagnosis plasenta previa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang (Wiknjosastro, 2005) :
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan
dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah;
Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa
sudah cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim,
terutama pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal
perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan
Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan USG abdomen,
yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
Diagnosis banding plasenta previa
Gejala dan tanda
Faktor
predisposisi
* Perdarahan tanpa nyeri, usia * multipara
gestasi >28 minggu
* mioma uteri
* Darah segar
* usia lanjut
*Perdarahan dapat terjadi
*kuretase
setelah miksi atau defekasi,
berulang
aktivitas fisik, kontraksi
* bekas SC
braxton hicks atau koitus
* merokok

* Perdarahan dengan nyeri


intermitten atau menetap
* Warna darah kehitaman dan
cair, tapi mungkin ada bekuan
jika solusio relatif baru
* Jika ostium terbuka, terjadi
perdarahan berwarna merah
segar.

* Hipertensi
* versi luar
*Trauma
abdomen
* Polihidramnion
* gemelli
* defisiensi gizi

Penyulit lain

Diagnosis

* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah janin
tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Syok yang tidak
sesuai dengan jumlah
darah (tersembunyi)
* anemia berat
* Melemah atau
hilangnya denyut
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan

Plasenta
previa

Solusio
plasenta

* Perdarahan intraabdominal
dan/atau vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian hilang setelah
terjadi regangan hebat pada
perut bawah (kondisi ini tidak
khas)

* Riwayat seksio
sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik

*Perdarahan berwarna merah


segar.
* Uji pembekuan darah tidak
menunjukkan adanya bekuan
darah setelah 7 menit
* Rendahnya faktor
pembekuan darah, fibrinogen,
trombosit, fragmentasi sel
darah

* solusio plasenta
* janin mati
dalam rahim
* eklamsia
* emboli air
ketuban

nyeri
*Syok atau takikardia
*Adanya cairan bebas
intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk uterus
abnormal atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding perut dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* perdarahan gusi
* gambaran memar
bawah kulit
* perdarahan dari
tempat suntikan jarum
infus

Ruptur
uteri

Gangguan
pembekuan
darah

Penatalaksanaan plasenta previa


Tindakan pada plasenta previa :
a. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum
yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
b. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
c. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
d. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi

Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus
perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston,
Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium
(diazepam) IM atau IV secara perlahan.

Komplikasi plasenta previa


Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah :
a. Perdarahan dan syok.
b. Infeksi.
c. Laserasi serviks.
d. Prematuritas atau lahir mati
b.
SOLUSIO PLASENTA
Definisi solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham
dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan
implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini terjadi di bawah
kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (5).
Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini
hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram .

Gambar 2.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

Epidemiologi solusio plasenta


Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam
500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di
dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk
insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8).
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500
persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut hasil penelitian
yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika
Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di
Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .
Klasifikasi solusio plasenta

Gambar 3. Klasifikasi solusio plasenta


Klasifikasi solusio placenta antara lain:
a. Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat
perlengkatannya.
b. Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari
tempat perlengketannya.
c. Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba
pada pemeriksaan dalam.
Manifestasi solusio plasenta
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya
menurut gejala klinis:
a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut
terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun
demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini
harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan
yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio
plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum
dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti
solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut
terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.
Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya

mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat.
Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
Patofisiologi solusio plasenta
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah
besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian
darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus
selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di
antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat
tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan
sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang
menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alatalat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak
berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin.
Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin
hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,tetapi
berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan
semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang


lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus.
Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan
beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun
dapat juga berasal dari anak.
Perdarahan keluar

Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative


1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.
lebih baik.
2. Plasenta terlepas sebagian atau
2. Plasenta terlepas luas,uterus
inkomplit.
keras/tegang.
3. Jarang berhubungan dengan
3. Sering berkaitan dengan hipertensi.
hipertensi.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan
dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
1.
2.
3.
4.

5.

6.

7.

Penyulit terhadap ibu


Berkurangnya darah dalam sirkulasi
darah umum
Terjadi penurunan tekanan
darah,peningkatan nadi dan pernapasan
Ibu tampak anemis
Dapat timbul gangguan pembekuan
darah,karena terjadi pembekuan
intravaskuler diikuti hemolisis darah
sehingga fibrinogen makin berkurang
dan memudahkan terjadinya perdarahan
(hipofibrinogenemia)
Dapat timbul perdarahan packapartum
setelah persalinan karena atonia uteri
atau gangguan pembekuan darah
Dapat timbul gangguan fungsi ginjal
dan terjadi emboli yang menimbulkan
komplikasi sekunder
Timbunan darah yang meningkat
dibelakang plasenta dapat menyebabkan
uterus menjadi keras,padat dan kaku.

Penyulit terhadap janin


1. Tergantung pada luasnya plasenta yang
lepas dapat menimbulkan asfiksia
ringan sampai kematian dalam uterus.

Diagnosis solusio plasenta


Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh,
perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas
sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal
tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat
langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung
ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat

kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Tatalaksana solusio plasenta
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
a.
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang
dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila
ada
perburukan
(perdarahan
berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan
USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b.
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio
plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan
dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktorfaktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan
infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin
saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi
solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak
yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila
telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap
oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus
secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi
yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal
meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin
terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah
harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan
rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam


sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan,
walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire)
tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan

Komplikasi solusio plasenta


Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan
adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari
hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah
pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat
terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian
disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan
darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat
perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan
mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi.
Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena
pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi
oleh platelet dan faktor pembekuan .
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita
hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar
fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan
darah.

c.
VASA PREVIA
Definisi vasa previa
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau
berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta)
sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.

Etiologi vasa previa


Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli, karena pada
kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh
janin, sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali
pusat/ insersi.
Patofisiologi vasa previa
Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan plasenta oleh pembuluhpembuluh darah yang berjalan dalam selaput janin. Kalau pembuluh darah tersebut
berjalan di daerah oestium uteri internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat
berbahaya bagi janin karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh
darah dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika perdarahan banyak
kehamilan harus segera di akhiri.
Manifestasi vasa previa
Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi velamentosa
ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah ketuban pecah
dan karena perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi
buruk. Bisa juga menyebabkan bayi itu meninggal.
Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum terjadinya
perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan
segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini.
Diagnosis vasa previa
Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal dengan
Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban
didepan ostium uteri internum.
Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 3 tetes larutan basa kedalam 1
mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap
berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan
campuran berubah warna menjadi coklat.
Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta
Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit
perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin

Penatalaksanaan vasa previa


Hanya melakukan diagnosa dan bila dicurigai bahwa ibu hamil mengalami kehamilan ganda
segera lakukan USG. Dan apabila mengetahui ibu positif mengalami insersio velamentosa,
lakukan rujukan pada Rumah Sakit (Seksio Sesarea).
d.

GAWAT JANIN

definisi
Gawat janin adalah kekhawatiran obstetri tentang keadaan janin, yang
kemudian berakhir dengan seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya. (Sarwono
Prawirohardjo.2009)
Dapat disimpulkan bahwa gawat janin pada persalinan adalah suatu keaadaan
dimana janin tidak mendapatkan O2 yang cukup, yang jika tidak segera ditangani maka
akan menyebabkan kerusakan permanen sistem saraf pusat dan organ lain serta
kematian.
Etiologi
Etiologi gawat janin yaitu terdiri dari berbagai hal baik dari faktor ibu maupun
faktor janin sehingga memicu terjadinya gawat janin, berikut etiologinya :
a.

Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam


waktu singkat)
1)
Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan
dengan pemberian oksitosin.
2)
Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena , posisi terlentang.
3)
Solusio plasenta.
4)
Plasenta previa dengan pendarahan.

b.

Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta


dalam waktu lama)
1) Penyakit hipertensi
2) Diabetes melitus
3) Postmaturitas atau imaturitas

c.
Kompresi (penekanan) tali pusat
d.
Isoimunisasi Rh.
Patofisiologi
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1.

2.

Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendahkarena


janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik,tetapi
sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsioksigen per gram
berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janinmengalami stress.
Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut
oksigen pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian
jugahalnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripadaorang
dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan
jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagaihasil metabolisme
oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2danair diekskresi melalui

3.

plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsiakibat dari perfusi ruang intervilli
yang berkurang, maka penyaluran oksigendan ekskresi CO2 akan terganggu yang
berakibat penurunan pH atautimbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama
menyebabkan janinharus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik
yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah
asidosismetabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arusdarah
uterus atau arus darah tali pusat.
Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan
jaringanakibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah
bilaterjadi hipoksia, sehingga jaringan vital (otak dan jantung) akan
menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan
perifer.Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar
jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.

e.
SINDROMA HELLP
Definisi
Adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar,
disfungsi hepar, dan trombositopenia. H : Hemolysis EL : Elevated Liver Enzym LP : Low
Platelets Counts
Diagnosis
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual,
muntah (semuanya ini mirip gejala infeksi virus).
Adanya tanda dan gejala preeclampsia
Tanda-tanda heolisis intravaskular (kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek.
Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatoit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH)
Trombositopenia (trombosit 150.000/ml)
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada daerah kuadran atas abdomen,
tanpa memandang ada tidaknya gejala preeclampsia harus dipertimbangkan syndroma
HELLP.
Klasifikasi Menurut Klasifikasi Mississippi
Berasarkan kadar trombosit darah, maka syndroma HELLP diklasifikasikan dengan nama
klasifikasi Mississippi.
Klas 1 : kadar trombosit 50.000/ml LDH 600 IU/l , AST dan/atau ALT 40 IU/l
Klas 2 : kadar trombosi >50.000 100.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40 IU/l
Klas 3 : kadar trombosit >100.000 150.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40 IU/l
Diagnosa Banding Pre-eklampsia-Syndrma HELLP
Trombotik angiopatik
Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
1. Acute fatty liver of pregnancy
2. Hipovolemia berat/perdarahan berat
3. sepsis
Kelainan jaringan ikat: SLE
Penyakit ginjal primer

LO.2.10 PROGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan preeklamsia ringan memiliki hasil kehamilan yang baik.
Eklampsia merupakan kondisi serius dengan sekitar mortalitas (kematian) tingkat 2%.
Risiko kekambuhan preeklampsia bervariasi sesuai dengan onset dan keparahan kondisi.
Wanita dengan preeklamsia berat yang memiliki onset kondisi awal kehamilan memiliki
risiko kekambuhan tertinggi. Studi menunjukkan tingkat kekambuhan 25% sampai 65%
untuk populasi ini. Hanya 5% sampai 7% dari wanita dengan preeklamsia ringan akan
memiliki preeklamsia pada kehamilan berikutnya.
Wanita dengan preeklamsia mungkin pada peningkatan risiko untuk penyakit kardiovaskular
di kemudian hari. Risiko ini terbesar pada wanita dengan onset awal preeklamsia berat.

LO.2.11 PENCEGAHAN
Pencegahan preeklamsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi
pada perempuan hamil yang memiliki resikno terjadinya preeklamsi.
Menurut Prawirohardjo 2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Pencegahan non medikal
Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana yaitu
dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung: a) minyak
ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA, b) antioksidan:
vitamin C, vitamin E, dll.c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalium.
b. Pencegahan dengan medikal
Pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat
terjadinya hipovolumia. Pemberian kalsium: 1.500-2.000mg/hari, selain itu dapat pula
diberikan zinc 200 mg/hari,magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat
mencegah preeklampsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100mg/hari atau
dipiridamole dan dapat juga diberikan obat anti oksidan misalnya vitamin C, Vitamin E.

Anda mungkin juga menyukai