DEMAM THYPOID
A. PENGERTIAN
Demam typoid (typus abdominalis, Typoid fever) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi atau Salmonella Paratyphi A,B, atau C. Penyakit ini
mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat berlangsung lebih kurang 3
minggu disertai dengan demam, toksemia, gejala-gejala perut, pembesaran limpa dan
erusi kulit, Soedarto (1996).
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi hebat yang diawali di selaput lendir usus
dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu jaringan di seluruh tubuh, Tambayong
(2000).
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Penyebarannya melalui lima F yaitu : Feses (tinja), Flies (lalat), Food (makanan), Finger
(jari tangan) dan Fomites (muntah), Wulandari (2008).
B. ETIOLOGI
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella (S.
typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B dan S. paratyphi C) yaitu salmonella thyposa basil
gram negatif yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama
yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa
penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung
empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi
karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian
besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya
tidak jelas.
Penyebab penyakit typhoid fever secara umum adalah sebagai berikut :
1. Makanan dan minuman yang terkontaminasi, serta pada alat tidur yang kotor
2. Terjadinya penetrasi ke dalam mukosa usus halus dan dengan cepat masuk ke aliran
limfe, kelenjar limfe dan aliran darah
3. Kelainan inflamasi setempat hanya sedikit, yang menyerangkan mengapa gejalagejala intestinal sedikit pada stadium ini
4. Maka inkubasi berbanding terbalik dengan jumlah kuman yang masuk (5 sampai 10 hari)
5. Bila dinding usus terserang secara progresif, menjadi tipis dan mudah terjadi perforasi.
Typhoid fever merupakan salah satu bakterimia yang disertai peradangan yang
menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan
misalnya sistem hematopoietik yang berbentuk darah, limfiod usus kecil, kelenjar limfa
abdomen, limfe dan sumsum tulang.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan Salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman Salmonella
Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan
dan makanan yang tercemar kuman Salmonella Thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Setelah kuman masuk ke dalam mulut ketika orang makan dan minum,
makanan masuk ke lambung dan bercampur dengan HCl. Sebagian kuman dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus halus yang mencapai jaringan limfoid
plaque di ilium terminalis yang mengalami hipertropi. Jika bakteri masuk bersama-sama
cairan, maka terjadi pengenceran asam lambung yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit.
Daya hambat asam lambung ini juga akan menurun pada waktu terjadi pengosongan
lambung, sehingga ba=kteri akan lebih leluasa masuk ke dalam usus penderita,
memperbanyak diri dengan cepat, kemudian memasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Kuman Salmonella thyposa kemudian menembus ke lamina
propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga
mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella typhi
masuk aliran darah melalui ductus thorasicus. Kuman-kuman Salmonella typhi lain
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
plaque payeri, limfa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Demam
disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Adapun reaksi kuman
terhadap tubuh manusia melakukan aktifitas terbesar pada sistem retikuloendotelial dan
empedu dimana organ yang lebih dahulu diserang adalah usus.
Pada hakikatnya aktifitas dari kuman Salmonella typhi dibagi menjadi 4 (empat)
tingkatan:
1. Tingkat I
Merupakan masa inkubasi 10 14 hari, pada tingkat ini terjadi proliferasi dari
susunan retikuloendotelial yang mempunyai sel mononukleus dimana sitoplasma
yang mengandung eritrosit akan bereaksi dengan jaringan nekrotik atau kuman
sampai membentuk sel yang dinamakan sel Typhoid. Akibat fagositosis tersebut
jaringan limfoid akan melebar mengakibatkan pelebaran pembuluh darah, sehingga
susunan retikuloendotelial yang terdapat pada sumsum tulang belakang dan
hemopoesis menjadi rusak akibatnya pembentukan leukosit menurun. Pada tingkat
ini, bercak payeri, limphonoduli akibat hyperemi dan hiperplasi tampak
membengkak dan menonjol ke atas permukaan selaput lendir.
2. Tingkat II
Terjadi nekrosis jaringan lympoid yang membengkak dan mengeras seperti kerak.
Oleh sebab itu tingkat ini disebut tingkat keropeng karena bentuknya seperti
keropeng yang berwarna kuning kelabu.
3. Tingkat III
Keropeng yang terdiri dari jaringan nekrosis dilepaskan sampai terbentuk tukak
(ulkus) pada bercak tadi. Tukak tersebut lonjong memanjang menurut poros usus.
Tepi tukak jelas dan menebal, ada yang dangkal, ada yang dalam sampai dasarnya
menembus sub serosa bahkan sampai ke lapisan otot sehingga terjadi perforasi yang
menyebabkan peritonitis dan syok.
4. Tingkat IV
Disebut tingkat resolusi (pembersihan atau penyembuhan) jika tidak ada
perforasi.
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Wulandari (2008), tanda dan gejala yang timbul pada penyakit typhoid
fever adalah demam (biasanya menurun pada pagi hari dan meningka=t pada sore hari),
mulut berbau tidak sedap, lidah kotor, penurunan nafsu makan. Sedangkan tanda dan
gejala penyakit typhoid fever secara umum adalah sebagai berikut :
1. Demam Gejala timbul selama masa inkubasi sekitar dua minggu. Pada minggu
pertama suhu berangsur naik dan febris bersifat remitten atau panas hanya pada
waktu sore dan malam hari. Gejala panas tidak akan turun dengan antipiretik, tidak
menggigil, tidak berkeringat, kadang-kadang disertai dengan epistaksis.
Panas atau febris pada Thypoid abdominalis mempunyai beberapa stadium yaitu :
Stadium incremasi (Minggu I)
yaitu masa menaiknya suhu badan (masa inkubasi 10 14 hari). Pada minggu
ini keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya,
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, obstipasi/diare, perasaan tidak enak perut,
batuk dan kadang-kadang epistaksis.
Pada akhir minggu pertama biasa timbul bintik-bintik merah sebesar jarum
pentul, bila ditekan hilang. Biasanya timbul setelah dada bagian bawah, daerah
abdomen bagian atas dan menjalar kedaerah perut, bintik merah ini disebut
Rosevia atau rosesport, bintik ini belum dikatahui belum jelas sebabnya dan
biasanya rosevia di Indonesia jarang ditemukan.
Stadium acme (Minggu ke-2 dan ke-3)
yaitu masa memuncaknya penyakit atau panas menetap yang disebut febris
kontinue. Pada stadium ini suhuberkisar antara 40 41C. Sedangkan nadi
relatif bradikardi, lidah yang kas kotor ditengah-tengah, tepi dan ujung merah,
lidah bila dikeluarkan tremor. Timbul hepatomigali, splenomegali dan
meteorismus. Gangguan kesadaran yaitu klien gelisah, apatis, somnolen,
delirium atau psikose, stupor, koma.
Stadium deternasi (Minggu ke-4)
yaitu masa penurunan panas suhu berangsur-angsur turun, nafsu makan mulai
ada, badan merasa enak. Pada akhir minggu ke empat, yang disebut rekofalesent
yaitu yang disebut masa penyembuhan. Pada minggu ini keadaan umum pasien
baik, badan sudah segar dan kuat, nafsu makan baik.
Stadium impihibov atau disebut masa sangsi (Antara minggu ke-3 dan ke-4).
Biasanya terjadi penurunan suhu yang krisis dan terjadi kenaikan nadi, bila
ditemukan gejala ini harus hati-hati menandakan adanya timbul komplikasi
seperti pendarahan.
2. Tanda dan Gejala pada sistem Gastro Intestinal
a. Bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor dan berselaput putih, hyperemi.
b. Perut kembung, nyeri tekan
c. Limfa membesar, lunak dan nyeri pada saat penekanan
d. Pertama kali pasien mengalami diare, kemudian konstipasi atau sebaliknya
e. Tanda-tanda dehidrasi
f. Tanda-tanda perdarahan dan tanda-tanda shock
3. Leukopeni
4. Penurunan tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran dari ringan sampai berat, pada umumnya apatis
sampai samnolen bahkan dapat terjadi koma. Penurunan kesadaran ini disebabkan
karena panas tubuh yang tinggi.
5. Bradikardi
Peningkatan suhu tidak disertai dengan peningkatan= nadi dimana seharusnya setiap
kenaikan suhu 1oC diikuti dengan kenaikan nadi 10 15 x/menit, sedangkan pada
penderita ini kenaikan nadi lebih rendah dari kenaikan suhu.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Darah tepi Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif pada permulaan sakit.
Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
1. Pemeriksaan Leukosit
Walaupun pada kebanyakan demam typoid terdapat leucopenia dan limfositosis
relatif , namun pada demam typoid saat sediaan darah tepi diperiksa dijumpai dalam
batas normal malahan kadang-kadang terdapat leukositosis, oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali kenormal setelah sembuhnya
demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan
pengobatan.=
3. Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal.
Biakan empedu untuk menemukan Salmonella thypii dan pemeriksaan widal
merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis typhoid fever secara
pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu
berikutnya, (diperlukan darah sebanyak 5 cc untuk kultur atau widal).
a. Biakan empedu
Basil Salmonella thypi dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu
pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses, dan
mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan
yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis,
sedangkan untuk pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses dua kali
berturut-turut digunakan untuk menentukan apakah pasien telah benar sembuh
dan tidak menjadi pembawa kuman (karier).
b. Pemeriksaan Widal
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum pasien thypoid
dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhii. Pemeriksaan yang positif
ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka
kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah
titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau
menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer
tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan pasien. Titer
terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi
setelah mendapat imunisasi atau bila pasien telah lama sembuh. Pemeriksaan
widal tidak selalu positif walaupun pasien sungguh-sungguh menderita typhoid
Klien dengan kondisi kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu
perhatian karena kadang kadang terjadi obstipasi dan retensi urine.
4. Perawatan sehari hari
Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan peralatan yang digunakan oleh klien.
G. KOMPLIKASI
Dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paral==itik
2. Komplikasi ekstraintertinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan / atau koagulasi
c.
d.
e.
f.
g.
Analgesik
R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk
6.
Intervensi :
1. Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak
mata, perilaku menarik perhatian.
R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik
kondisi juga reaksi lain.
2. Dorong klien untuk mengeksplorasi perasaan dan berikan umpan balik.
R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalam
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare
berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut
terhadap staf.
3. Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring,
pembatasan masukan peroral dan posedur.
R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol
dan membantu menurunkan kecemasan.
4. Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan
membantu menurunkan kecemasan.
5. Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.
R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang,
memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer A,et.al (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Aesculapius,FKUI Jakarta
Dongoes M.E, (1999), Rencana asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien Edisi 8, EGC : Jakarta
Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk (2001), Buku Imunisasi Di Indonesia, ed.1 Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru (2003), Imunisasi Dewasa, FKUI, Jakarta.
Sjamsuhidayat (2005), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi. EGC, Jakarta.
Soegeng Soegijanto (2002), Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika, Jakarta.
Suriadi & Rita Yuliani (2001), Buku Peganga=n Praktek Klinik AsuhanKeperawatan pada
Anak, Edisi I. CV Sagung Seto, Jakarta
Suriadi, Skp, MSM; Yuliani, Rita, Skp, M.Psi, (2010), Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi
2, Sagung Seto : Jakarta