Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai
saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90%
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi
esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan
penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan
jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
menebal.
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.
1.2. Tujuan
1) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi dari hipertensi.
2) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi hipertensi.
3) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan hipertensi dengan
ronchi basah halus
4) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme terjadinya edema
tungkai pada hipertensi.
5) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi hipertensi.
6) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan terapi farmakologi dari
hipertensi.
7) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa itu gagal jantung kongestif.

Sesak Nafas

Page 1

8) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana kriteria diagnosis


dari gagal jantung kongestif.
9) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif.
10) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi dari gagal jantung
kongestif.
11) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penanganan dari gagal jantung
kongestif.
1.3. Terminologi
1) Ronchi basah halus
2) Kardiomegali
1.4. Permasalahan
1) Sebutkan klasifikasi dari hipertensi !
2) Bagaimana patofisiologi dari hipertensi?
3) Hubungan hipertensi dengan ronchi basah halus?
4) Sebutkan dan jelaskan komplikasi dari hipertensi !
5) Bagaimana terapi farmakologi hipertensi?
6) Diagnosis kerja gagal jantung kongestif!
7) Kriteria diagnosis pada gagal jantung kongestif!
8) Bagaimana hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung kongestif?
9) Klasifikasi dari gagal jantung kongestif.
10) Penanganan gagal jantung kongestif.
11) Diagnosis Banding.

Sesak Nafas

Page 2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario
Sesak Nafas
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke IGD RS UNIZAR dengan keluhan sesak
nafas dan gelisah. Sesak nafas dirasakan sejak 1 tahun yang lalu namun tidak menganggu
aktivitas pasien. Keluhan memberat sejak 2 minggu yang lalu menyebabkan pasien sesak
meskipun dalam keadaan istirahat. Riwayat penyakit sebelumnya pasien menderita
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan tidak berobat secara tertatur.
Dokter segera memberi oksigen dan memeriksa pasien. Dari hasil pemeriksaan
vital sign didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 112x/min, frekuensi pernapasan
30x/min. Pada pemeriksaan jantung didapatkan pelebaran lokasi iktus kordis saat palpasi
serta didapatkan ronchi basah halus pada kedua basal paru dan edema pada kedua tungkai.
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan kardiomegali dan EKG ditemukan fibrilasi
ventrikel.
2.2. Terminologi
2.2.1. Ronchi basah halus
Ronki basah adalah suara tambahan disamping suara napas, yaitu bunyi
gelembunggelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama
pada fase inspirasi. Ronchi basah disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan
dalam bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea. Ada ronki
basah nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronchi basah tak nyaring misalnya
pada bendungan paru.
2.2.2. Kardiomegali
Pembesaran Jantung (Kardiomegali) adalah suatu kondisi medis yang
ditandai dengan pembesaran jantung, dimana kondisi ini bisa terjadi pada ruang
jantung atas (atrium) atau ruang jantung bawah (ventrikel). Biasanya merupakan
gejala dari penyakit jantung lainnya yang meningkatkan beban kerja jantung.

Sesak Nafas

Page 3

2.3. Permasalahan
2.3.1. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa18 tahun atau lebih
Kategori
Normal
Normal tinggi
Hipertensi tingkat 1
Hipertensi tingkat 2
Hipertensi tingkat 3

Sistolik mmHg
<130
130-139
140-159
160-179
180

Diastolic mmHg
<85
85-89
90-99
100-109
110

Klasifikasi menutut WHO adalah


1) Hipertensi tampa kelainan dari organ tubuh lain
2) Hipertensi dengan pembesaran jantung
3) Hipertensi dengan kelainan pada organ lain di samping jantung
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah yaitu:
1) Hipertesnsi borderline
: tekanan darah antara 140/90 mmHg
2) Hipertensi ringan
: tekanan darah antara 160/95 mmHg
3) Hipertensi moderate
: tekanan darara antara 200/110 mmHg
4) Hipertensi berat
: tekana darah antara 230/120 mmHg
Klasifikasi menurut JNC VII
Kategori
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2

Sistolik mmHg
<130
120-139
140-159
160

Diastolic mmHg
<85
80-90
90-99
100

Klasifikasi menurut etiologinya


1) Hipertensi primer (esensial) adalah dimana penyebabnya tidak di
ketahuai dengan pasti. Dikatakan juga bahawa hipertensi ini adalah
dampak dari gaya hidup dan factor lingkungan.
2) Hipertensi skunder adalah hipertensi yang terjadi akibat dari penyakit
lain misalnya kelainan pada ginjal atau kerusakan pada istem hormone.
2.3.2. Patofisiologi hipertensi
Mekanisme

yang

mengontrol

konstriksi

dan

relaksasi

pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di


Sesak Nafas

Page 4

otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis.

Pada

titik

ini,

neuron

preganglion

melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion


ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi

respon

pembuluh

darah

terhadap

rangsang

vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap


norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada

saat

bersamaan

dimana

sistem

saraf

simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,


kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi.

Medula

adrenal

mengsekresi

epinefrin

yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol


dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran

darah

ke

ginjal,

menyebabkan

pelepasan

renin.

Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah


menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang

terjadi

pada

lanjut

usia.

Perubahan

tersebut

meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan


dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Sesak Nafas

Page 5

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya


dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.

2.3.3. Hubungan hipertensi dengan ronchi basah halus


Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun karena hipertrofi akibat
hipertensi yang berlangsung lama akan mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
(LVEDP). Derajat peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke
belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan
vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru melebihi
tekanan onkotik pembuluh darah, akaan terjadi transudasi cairan ke dalam
interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik,
akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.
2.3.4. Mekanisme terjadinya edema pada kedua tungkai
Edema pada kedua tungkai merupakan gambaran klinins karena terjadinya
peningkatan penimbunan darah dalam vena akibat efek ke belakang gagal jantung
kanan. Gagal ke belakang dicirikan dengan curah jantung yang sangat menurun di
bawah nilai normal, tanda khas dai gagal ke belakang adalah kongesti paru dan
edema yang menunjukkan aliran balik darah akibat gagal ventrikel. Karena tidak
dapat dipompa secara optimum keluar dari sisi kana jantung, darah mulai
terkumpul di sistem vena perifer.
2.3.5. Hubungan hipertensi dengan kardiomegali

Sesak Nafas

Page 6

Kardiomegali adalah sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana


besarnya jantung lebih besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari
55% besar rongga dada. Pada kardiomegali salah satuatau lebih dari 4 ruangan
jantung membesar. Namun umumnya kardiomegali diakibatkan oleh pembesaran
bilik jantung kiri (ventrikel kardia sinistra). Pada kardiomegali dapat oto-ototnya
yang membesar atau rongganya yang membesar, manapun itu semua adalah
adaptasi

jantung utnuk menghaapi

perubahan dalam tuntutan

kerjanya.

Penyebabnya ada banyak sekali, hampir semua keadaan yang memaksa jantung
untuk bekerja lebih keras dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada otot
jantung sehingga jantung akan membesar. Salah satu penyebabnya adalah
hipertensi. Dimana hipertensi ini sendiri akan menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri (HVK).
Jantung yang mendapatkan tambahan beban hemodinamik akan mengalami
kompensasi melalui proses: mekanisme kompensasi Frank Starling, meningkatkan
massa otot jantung dan aktifasi mekanisme neurohormonal baik sistem simpatis
maupun melalui hormon renin angiotensin
HVK pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang kompleks,
dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik seperti : beban tekanan,
volume, denyut jantung yang berlebihan dan peningkatan kontraktilitas dan
tahanan perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik seperti usia, kelamin, ras,
obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit dan hormonal.

Sesak Nafas

Page 7

HVK dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang dipengaruhi


oleh sistem saraf adrenergik sebagai respond neurohumoral, kemudian diikuti
dengan peningkatan aliran darah balik vena karena vasokonstriksi di pembuluh
darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal. Bertambahnya volume darah dalam
vaskuler akan meningkatkan beban kerja jantung, kontraksi otot jantung akan
menurun karena suplai aliran darah yang menurun dari aliran koroner akibat
arteriosklerosis dan berkurangnya cadangan aliran pembuluh darah koroner. Proses
perubahan di atas terjadi secara simultan dalam perjalanan penyakit hipertensi
dalam mewujudkan terjadinya payah jantung. Pada hipertensi ringan curah jantung
mulai meningkat, frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas bertambah sedangkan
tahanan perifer masih normal. Peningkatan curah jantung oleh proses autoregulasi
ini, berkaitan dengan overaktivitas simpatis, akan menimbulkan peningkatan tonus
pembuluh darah perifer terjadi sebagai usaha kompensasi untuk mencegah agar
peningkatan tekanan (karena curah jantung yang meningkat tadi) tidak
disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu
homeostasis sel secara substansial. Bila berlangsung lama maka konstriksi otot
polos pembuluh darah perifer ini akan menginduksi perubahan struktural dengan
penebalan dinding pembuluh darah arteriol yang akan mengakibatkan peningkatan
tahanan perifer yang irreversible sehingga pada akhirnya kerja jantung menjadi
bertambah berat.
Sesak Nafas

Page 8

Supaya volume sekuncup tetap stabil, peningkatan beban tekan ini akan
meningkatkan tegangan dinding (stres dinding). Sehingga untuk mengurangi
tegangan dinding ini, sesuai dengan Persamaan Laplace, terjadi peningkatan
ketebalan dinding jantung sebagai kompensasi yang dikenal dengan hipertrofi
konsentris yang ditandai dengan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan
sejajar dengan sarkomer lama yang menyebabkan peningkatan tebal dinding tanpa
adanya dilatasi ruang untuk membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.
Ciri hipertrofi konsentris ini berupa penebalan dinding otot jantung, pertambahan
massa jantung, volume akhir-diastol masih normal atau sedikit meningkat, dan
rasio massa terhadap volume meningkat. Hipertrofi konsentris ini akan berlanjut
dengan hipertrofi eksentrik sebagai respon terhadap beban volume yang ditandai
dengan sintesis sarkomer-sarkomer baru secara seri dengan sarkomer lama yang
membuat radius ruang ventrikel membesar. Ciri hipertrofi eksentrik ini berupa
penambahan massa dan volume jantung tetapi ketebalan dinding tidak berubah
Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih banyak
dan seperti yang sudah dibahas terdahulu, miokardium yang terlalu teregang justru
akan menyebabkan kekuatan kontraksi menurun, hal ini mengakibatkan suplai
darah tidak mampu menyetarakan massa otot jantung yang meningkat sehingga
akan berujung pada komplikasi jantung lainnya seperti penyakit infark miokardium
yang diakhiri dengan gagal jantung. Jadi, dapat dilihat bahwa HVK yang
disebabkan oleh hipertensi akan mempermudah berbagai macam komplikasi
jantung akibat hipertensi, termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel,
iskemi miokard dan mati mendadak.
2.3.6. Komplikasi hipertensi
a. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang mengalami
aterosklerosis

dapat

melemah

sehingga

meningkatkan

kemungkinan

terbentuknya aneurisma (dilatasi abnormal pembuluh darah).


Sesak Nafas

Page 9

b. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung,
dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksis kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar
melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefaloti
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuronneuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
2.3.7. Terapi farmakologi hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan darah diatas normal yaitu tekanan sistolik > 140mmHg dan
tekanan diastolik > 90 mmHg. Ada dua jenis hipertensi yaitu hipertensi esential
(Primer) yang tdk diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder akibat penyakit
lain seperti penyakit ginjal, tumor korteks adrenal, dll. Komplikasi : gagal jantung,
gagal ginjal, stroke, kebutaan harus diobati.
Prinsip Kerja Obat :
Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih empat tempat
kontrol anatomis utk mempengaruhi regulasi normal tekanan darah.
Sesak Nafas

Page 10

Klasifikasi Obat antihipertensi


Diuretik
Simpatolitik
Vasodilator
Obat Penghambat Angiotensin (ACE-Inhibitor)
1) Diuretik

Prinsip kerja diuretic


Menurunkan Tekanan Darah dengan cara merangsang sekresi air
dan elektrolit oleh ginjal dan kadang berfungsi sebagai vasodilator.
Dengan aktivitas tersebut, diuretik digunakan untuk terapi gagal
jantung, penyakit hati, penyakit ginjal atau penyakit paru jika terjadi

retensi air dan garam dalam edema atau asites.


Meliputi :
- Thiazid & derivatnya (HCT/Hydrochlorothiazide, Chlortalidone,
-

Indapamide)
Loop Diuretics

menunjukkan aktivitas diuresis kuat dan cepat.


Furosemide digunakan untuk terapi edema yang berhubungan

(Furosemide)

adalah

diuretik

kuat

yang

dengan gagal jantung (termasuk edema pulmonar) pada pasien


dengan penyakit hati dan ginjal yang tidak responsif terhadap
diuretik thiazide.
- Potassium Sparing Diuretics (Spironolakton)
2) Simpatolitik
Prinsip kerja :
- Menurunkan tahanan vaskuler perifer
- Meningkatkan pengumpulan vena dalam

pembuluh

darah

kapasitans.
- Menghambat kerja jantung.
Meliputi :
- Methyldopa adalah antihipertensi yang bekerja secara sentral.
Methyldopa mengalami dekarboksilasi pada SSP menjadi alfamethylnoradrenaline,

kemudian

alfa-methylnoradrenaline

menstimulasi alfa2-adrenoseptor yang menyebabkan pengurangan


-

denyut simpatetik dan penurunan tekanan darah.


Beta Bloker
a. Propanolol HCL adalah B-blocker non-kardioselektif memiliki
aktivitas stabilisasi membran, tetapi tidak memiiki aktivitas
simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi.

Sesak Nafas

Page 11

b. Atenolol adalah B-blocker kardioselektif yang kurang/tanpa


aktivitas stabilisasi membran yang signifika dan aktivitas
simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi.
c. Carvedilol, dll.
3) Vasodilator
Prinsip kerja :
Menurunkan Tekanan Darah dengan cara merelaksasi otot polos
vaskuler shg mendilatasi pembuluh darah resistan agar aliran darah ke
organ-organ tubuh menjadi lebih lancar. Dengan pemberian suatu
sediaan vasodilator, pembuluh darah mengalami dilatasi yaitu

bertambahnya luas penampang pembuluh darah.


Meliputi :
- Benyclane hydrogen fumarate adalah vasodilator yang digunakan
untuk terapi gangguan pembuluh darah perifer dan serebral dengan
-

mekanisme kerja memblok saluran calcium (calcium cannel).


Buflomedil HCL adalah suatu vasodilator yang digunakan untuk

terapi penyakit vaskuler perifer dan serebral.


Isoxsuprin HCL merupakan suatu vasodilator yang digunakan untuk

terapi gangguan vaskuler perifer dan serebral.


4) Penghambat angiotensin
Prinsip kerja :
- Menurunkan TD dengan cara menurunkan tahanan vaskuler perifer

dan volume darah.


Meliputi :
- ACE-Inhibitor
a. Captopril adalah angiotensinconverting enzim (ACE) inhibitor
(penghambat ACE)

yang

mengandung

sulfhydryl.

ACE

mengkatalisa konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang


merupakan suatu vasokonkontriktor arterial yang kuat dengan
menghambat aktivitas vasokontriktor dari ACE. Obat kelompok
ACE

inhibitor

digunakan

untuk

penanganan

penyakit

hipertensi, gagal jantung, kondisi serangan infark mikoardium,


dan nefropati diabetik.
b. Lisinopril adalah penghambat ACE yang digunakan untuk
penanganan penyakit hipertensi, gagal jantung, pencegahan
serangan infark miokardium, nefropati diabetik, dll.
c. Selain di atas terdapat juga, Benazepril HCL, Enalapril maleate,
Ntrium fisinopril, Imidapril HCL, Perindopril, dll.
Sesak Nafas

Page 12

2.3.8. DIAGNOSIS KERJA


Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi
akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Kurangnya fungsi pompa
jantung, yang menyebabkan kongesti akibat cairan di paru dan jaringan perifer,
adalah hasil akhir yang sering terjadi pada banyak proses penyakit jantung.
2.3.9. Kriteria diagnosis gagal jantung kongestif
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif
ditegakkan apabila diperoleh Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal
jantung kongestif ditegakkan apabila diperoleh dua kriteria mayor dan satu kriteria
minor pada saat yang bersamaan.

Sesak Nafas

Page 13

2.3.10. Mekanisme hipertensi bisa menyebabkan gagal jantung kongestif


Hipertensi dan tak terkontrol dan berkepanjangan dapat menyebabkan
berbagai perubahan dalam struktur miokard, pembuluh darah koroner, dan sistem
konduksi

jantung.

Perubahan

ini

pada

gilirannya

dapat

menyebabkan

perkembangan hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit arteri koroner (CAD),


berbagai penyakit sistem konduksi, serta disfungsi sistolik dan diastolik dari
miokardium, yang bermanifestasi klinis sebagai angina atau infark miokard,
aritmia jantung ( terutama fibrilasi atrium), dan gagal jantung kongestif (CHF).
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi
terjadinya gagal jantung. Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008
didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi
menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan
diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya
infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada
gagal jantung kongestif.
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung.
Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun
gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi
tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan
kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan
cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan
terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta,
kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory
center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis
posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga
reabsorbsi air meningkat.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
Sesak Nafas

Page 14

simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan


kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi
neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural
jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih
lanjut.
Perubahan

neurohormonal,

adrenergic

dan

sitokin

menyebabkan

remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit;
(2) perubahan substansi kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat
nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagia; (4) desentisasi beta adrenergic;
(5) kelainan metabolism miokardium; (6) perubahan struktur matrik ekstraseluler
miosit.
Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa volume,
bentuk, dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah bentuk jantung
menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat.
Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload yang mengurangi
stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan enddiastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang
akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif

dan

radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel.


Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam
penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik.
Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung.
2.3.11. Klasifikasi gagal jantung kongestif
Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA).
a. NYHA kelas I

Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan


fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat
lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan
biasa.
b. NYHA kelas II

Sesak Nafas

Page 15

Penderita dengan edikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka


tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang bisa
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung eperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.
c. NYHA kelas III

Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam


kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menibulkan gejalagejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

d. NYHA kelas IV

Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa


menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejalagejala insufiiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
2.3.12. Penatalaksanaan gagal jantung kongestif
Penanganan
Gagal jantung ditanganin gengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi
miokardium,baik secara sendri-sendri atau gabungan dari : (1) beban awal, (2)
kontraktilitas, dan (3) beban akhir.penanganan biasanya dimulai bila timbul gejala
saat beraktifitas biasa (NYHA kelas fungsional II ).Regimen penanganan secara
progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinis yang diinginkan.eksaserbasi
akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung berat dapat
menjadi alasan untuk perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih agresif.
Pengurangan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal dengan
menurunkan retensi cairan.apabila gejala-gejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang,diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi retensi
natrium dan air.biasanya, diberikan regimen diuretik maksimum sebelum dilakukan

Sesak Nafas

Page 16

pembatasan asupan natrium yang ketat.diet yang tidak mempunyai rasa dapat
menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi buruk.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan berat badan awal melalui redistribusi
darah dari sentral ke serkulasi perifer.venodilatasi menmyebabkan mengalirnya
darah ke perifer dan mengurangi aliran balik vena ke jantung.pada situasi yang
ekstrim mungkin di perlukan pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk
menunjang fungsi miokardium.
Perbaikan fungsi ventrikel yang menyertai pengurangan beban awal
diilustrasikan pada gambar.33-8,A.seperti telah dikemukakan sebelumnya,ventrikel
yang gagal akan bekerja menurut kurva fungsi ventrikel yang menurun dan
mendatar. EDV di turunkan dengan diuretik dan pembatasan natrium,titik pada
kurva yang berhubungan dengan pergeseran fungsi vertikel dari A ke B. Perhatikan
bahwa

gejala-gejala

kongesti

dapat

diredakan

dengan

menurutnya

EDV.namun,volume sekuncup dan curah jantung akan tetap stabil dengan terapi
beban awal yang optimal karnaa terjadi pergeseran di sepanjang daerah kurva yang
mendatar.
Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme
pasti yang menghasilkan efek inotropik positifini masih belum jelas. Tetapi,
petunjuk umum tampaknya adalah meningkatnya persendian kalsium intrasel untuk
protein-protein kontraktil,aktin dan miosin.seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya,ion kalsium sangat penting untuk terbentuknya jembatan penghubung
antara protein kontraktil dan selanjutnya untuk kontraksi otot.
Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1) glikosida digitalis, dan (2)
obat nonglikosida. Obat nonglikosida meliputi amin simpatomimetik, seperti
apinefrin dan norepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase,sperti amrinon dan
enoksimon.amin simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung
dengan merangsang reseptor beta adrenergik pada miokardium, dan serta tidak
langsung dengan melepaskan norepenefrin dari medula adrenal.fosfo diesterase
( PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin
monofosfat siklik (Camp), yang memulai perpindahan kalsium kedalam sel melalui
saluran kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar Camp dalam

Sesak Nafas

Page 17

darah, sehingga meningkatkan kadar kalsium intrasel. Penghambatan PDE juga


mengakibatkan vasodilatasi.
Obat inotropik menperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih
besar dari volume dan tekanan akhir diastolik tertentu. Peningkatan aliran kedepan
mengakibatkan menurunnya volume ventrikel residu. Dengan menurunkannya
EDV, akan tercapai titik optimal sehingga gejala mereda dan curah jantung
dipertahankan.
Pengurangan beban akhir
Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (yaitu aktivitas sistem
saraf simpatis dan system renin-angiotensin-aldoteron) menyebabkan terjadinya
vasokontriksi dan selanjutnya meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan
beban akhir. Dengan meningkatkan beban akhir, kerja jantung bertambah dan curah
jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek-efek negatif di atas.
Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vaskuler melalui
dua cara: (1) dilatasi langsung otot polos pembuluh darah, atau (2) hambatan enzim
konversi angiotensin. Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan

seperti

hidralazin dan nitrat.supaya efektif, pemberian hidralazin harus dikombinasikan


dengan nitrat. Kombinasi obat yang paling sering di gunakan adalah hidralazinisosorbid dinitrat, yang dapat dikombinasikan dengan terapi penghambat enzim
konversi angiotensin atau diberikan tersendiri apabila penghambat enzim konversi
angiotensin tidak dapat ditoleransi.
Penghambat enzim konversi angiotensin (mencakup enalapri dan kaptopril)
menghambat konversi angiotensin I menjadi angiontensin II. Efek ini mencegah
vasokontriksi yang diinduksi angiotensin , dan juga menghambat produksi
aldosteron dan retenin cairan.penghambat enzim konversi angiotensin memberikan
harapan besar dalam penanganan gagal jantung.akibatnya, terapi vasodilator oral
kiri diberikan lebih awal, yaitu untuk gagal jantung NYHA kalas II dan bukan pada
kelas III atau 1V.
Vasodilator

arteri

mengurangi

tahanan

terhadap

ejeksi

ventrikel.

Akibatnya,ejeksi ventrikel dapat terjadi lebih mudah dan lebih sempurna. Dengan
kata lain,beban jantung mengurang dan curah jantung meningkat. Dengan
penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak bermakna karna

Sesak Nafas

Page 18

peningkatan curah jantung menghilangkan kemungkinan penurunan tekenan yang


biasanya timbul jika pasien hanya diberi vasidilator.
Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa obat penyekat beta-adrenergik
efektif menurunkan morbilitas dan mortalitas pada gagal jantung.carvedilol
merupakan satu-satunya obat penyakit beta yang disetujui oleh U.S. Food and Drug
Administration (badan makanan dan obat-obatan amerika serikat )untuk
penggunaan pada gagal jantung dan sebaiknya sebagai obat penyekat beta terpilih
pada penderita gagal jantung ringan hingga segang. Propranolol, metapronol, atau
timolol dapat digunakan pada pasien asimtomatis tanpa disfungsi ventrikel kiri
yang menyertai infark miokardium.

2.3.13. DIAGNOSA BANDING


A. Gagal Jantung Akut
Definisi
Gagal Jantung akut (GJA) yaitu suatu keadaan kegagalan jantung untuk
menjalankan fungsinya yang terjadi secara cepat atau timbul tiba-tiba yang memerlukan
penanganan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung,
atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya Pasien yang mengalami gagal
jantung akut dapat memperlihatkan kedaruratan medic (medical emergency)

seperti

edema paru akut (acute pulmonary oedema).


Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan ischemia jantung,
gangguan irama jantung, disfungsi katup jantung, penyakit perikard, peninggian dari
tekanan pengisian ventrikel atau peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik.
Klasifikasi

Presentasi klinis pada GJA mencerminkan suatu spektrum keadaan yang sangat
bervariasi, dan klasifikasi apapun akan memiliki keterbatasan. Pasien dengan GJA
biasanya datang dengan satu dari enam kategori klinis. Keberadaan edema paru dapat
mempersulit menentukan GJA masuk kategori klinis yang mana. Overlap antara berbagai kondisi
ini dapat dilihat pada gambar 6.
Sesak Nafas

Page 19

Presentasi klinis pasien dengan gagal jantung akut dapat dibagi kedalam 6 kategori :
1. Gagal Jantung Akut Dekompensasi / Acute Decompensated Heart Failure
Keadaan gagal jantung akut dekompensasi, dapat berupa keadaan dekompensasi
yang baru pertama kali (de novo ) dan dapat juga merupakan perburukan dari gagal
jantung yang kronis(acute on chronic).Kedua keadaan ini masih lebih ringan dan tidak
termasuk syok kardiogenik, edema paru, atau krisis hipertensi.
2. Gagal Jantung Akut Hipertensif/ Hypertensive Acute Heart Failure
Gagal jantung akut hipertensif yaitu tanda dan gejala gagal jantung disertai
dengan tekanan darah yang tinggi dan fungsi sistolik ventrikel kiri yang relatif baik. Hal
ini dibuktikan dengan peningkatan tonus simpatik yaitu didapatkan tachycardia dan
vasokontriksi. Keadaan pasien dapat berupa euvolemik atau sedikit hipervolemik, dan
seringkali disertai kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti sistemik. Dengan respon yang
cepat dan terapi yang tepat, mortalitas selama perawatan akan menjadi lebih rendah.
3. Edema paru
Pasien dengan presentasi klinis sesak nafas yang

hebat/ severe respiratory

distress, takipnu dan ortopnu dengan ronki basah di hampir semua lapangan paru. Saturasi
oksigen di arteri < 90% pada udara ruangan, sebelum diberikan terapi oksigen.
4. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik yaitu ditemukan bukti adanya hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung
walau sudah terdapat koreksi preloaddan adanya aritmia berat. Syok kardiogenik biasanya
Sesak Nafas

Page 20

ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik (SBP) <90 mmHg, atau penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) <30 mmHg, dan/atau urine output yang rendah atau
tidak

keluar

(<0.5 mL/kg/jam).

Gangguan

irama

sangat

sering

ditemukan.

Berdasarkan penelitian, hipoperfusi organ dan kongesti paru dapat terjadi dengan cepat.
5. Gagal jantung kanan terisolasi
Gagal jantung kanan ditandai dengan sindroma berkurangnya output tanpa adanya
kongesti paru dengan peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP) dengan atau tanpa
pembesaran hati, dan disertai dengan rendahnya tekanan pengisian ventrikel kiri (filling
pressure)yang rendah.

Sesak Nafas

Page 21

Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut didapatkan dari gejala dan tanda klinis yang didapat,
yang dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan didukung dengan
pemeriksaan

penunjang seperti laboratorium,

Rontgen Thoraks,

Ekokardiografi,

maupun biomarker yang spesifik.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Evaluasi sistematik saat pasien datang dengan presentasi GJA sangatlah
penting, dengan fokus pada anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa alasan paling
umum pada pasien GJA untuk mencari bantuan medis adalah gejala berhubungan dengan
kongesti,

dan

pada

sebagian

kecil

kasus hipoperfusi. Berdasarkan Acute

Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE) dari 187.565 perawatan,


89% pasien datang dengan sesak, 34% dengan sesak saat istirahat, dan 31% dengan
keluhan

lelah.

Pada

registry Initiation Management Predischarge Assessment of

Carvedilol Heart Failure (IMPACT-HF), banyak gejala secara spesifik ditanyakan, dan
ditemukan bahwa banyak gejala berhubungan dengan sesak dan tanda kelebihan cairan
saat datang.
Pada penelitian single-center yang kecil, dilakukan wawancara secara cermat
terhadap pasien yang dirawat karena GJA (63% pasien terdokumentasi memiliki LVEF
<40%), ditemukan bahwa gejala secara gradual bertambah berat seiring waktu dari
hitungan hari hingga mingguan sebelum perawatan, pada 62% pasien gejala dialami lebih
dari 1 minggu sebelum masuk rawat. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa
perawatan sebetulnya memungkinkan untuk dicegah bila dilakukan intervensi dini.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi
frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari Gagal
jantung akut. Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi

infark miokard

(STEMI) atau Non STEMI. Gelombang Q pertana infark transmural sebelumnya.


Adanya hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang
memanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan.
Pemeriksaan Foto Thoraks

Sesak Nafas

Page 22

Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua pasien yang
diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui
adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.
Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan Darah Rutin
Lebih dari setengah pasien yang masuk karena GJA memiliki anemia (Hb <12
gr/dl) dan 8-16% memilik Hb <10 gr/dl. Prevalensi ini ditemukan lebih banyak pada
pasien dengan gagal jantung kronis, sehingga dapat dipikirkan bahwa hemodilusi akibat
meningkatnya volume plasma menjadi mekanisme penyebab anemia pada pasien GJA.
Supresi sumsum tulang akibat peningkatan sitokin pro-inflamasi dan memburuknya fungsi
ginjal dapat pula mengakibatkan penurunan massa sel darah merah.
B. Elektrolit
Perubahan elektrolit pada GJA mirip dengan temuan pada GJK. Hiponatremi
umum

ditemukan,

25-30%

pasien

memiliki

kandungan

natrium <135 mEq/L,

hiponatremi berat (<130 mEq/L) jarang (5%). Kalium umumnya normal pada GJA (mean
sekitar 4.3-4.6 mEq/L), hipokalemia (3% <3.6 mEq/L) dan hiperkalemia (8% >5.5%
mEq/L) jarang.
C. Fungsi Ginjal
Blood urea nitrogen (BUN) lebih berhubungan langsung dengan beratnya GJA
dibandingkan kreatinin dan biasanya ditemukan meningkat pada saat masuk. Nilainya
meningkat pada GJA karena penurunan pada

Glomerular Filtration Rate(GFR) dan

meningkatnya reabsorpsi natrium. Konsentrasi serum BUN meningkat seiring dengan


meningkatnya vasokontriksi perifer akibat gangguan hemodinamik dan aktivasi
neurohormonal pada GJA. Nilainya meningkat dari sedang (30 mg/dl) hingga berat
(81 mg/dl), tergantung pada populasi pasien yang dipelajari. Peningkatan ini
biasanya disertai dengan meningkatnya kreatinine, yang merupakan akibat langsung dari
penurunan GFR. Nilai kreatinine saat masuk pada kebanyakan kasus sekitar 1.7 mg/dl dan
pada 20% pasien nilainya meningkat >2.0 mg/dl. Estimasi GFR harus dilakukan
karena peningkatan serum kreatinine tidak mencerminkan beratnya disfungsi renal.
D. Fungsi Hati
Sesak Nafas

Page 23

Pada penelitian yang melibatkan pasien GJA yang dirawat pada unit intensif, 61%
memiliki temuan laboratorium disfungsi hati, yang mempengaruhi dosis obat-obat tertentu.
Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan
baku utama (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan
membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
Penilaian ekokardiografi/doppler dapat mengevaluasi dan memonitor regional dan global
dari fungsi sistolik dan diastolik baik jantung kiri maupun yang kanan, struktur dan
fungsi katup, patologi perikardium, komplikasi mekanik akibat miokard infark akut.
Semua pasien dengan gagal jantung akut sebaiknya dengan segera dilakukan
pemeriksaan ekokardiografi. Temuan kelainan yang didapat dapat membantu strategi
penatalaksanaan.
Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Tujuan Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Tujuan dalam penanganan gagal jantung akut adalah untuk memperbaiki keluhan
dan menstabilkan hemodinamik. Terapi perawatan pasien dengan GJA harus memiliki
objektif yang realistik dan rencana untuk follow up harus dimulai sebelum pasien
dipulangkan. Banyak pasien dengan GJA akan membutuhkan menanganan jangka pajang
jika episode akut mengarah pada timbulnya gagal jantung kronis. Terapi GJA harus diikuti
dengan program managemen gagal jantung kronis jika tersedia.

Algoritme Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut


Banyak agen digunakan untuk menangani gagal jantung, namun data dari uji
klinis yang masih sedikit, dan penggunaannya banyak didasarkan alasan empirik. Data
jangka panjang mengenai penggunaannya pada keadaan akut dan outcome terapi belum
tersedia. Pada

banyak

uji

klinis

yang

telah

dipublikasikan

kebanyakan

agen

memperbaiki hemodinamik, tapi belum terdapat agen yang mempu mengurangi


mortalitas.

Rekomendasi yang ada mengenai tatalaksana GJA sebagian besar berupa

konsensus para ahli tanpa didukung oleh uji klinis acak yang kuat. Algoritme gagal

Sesak Nafas

Page 24

jantung akut dapat dilihat pada gambar 10. Pada gagal jantung penatalaksanaan yang
utama yaitu penanganan simptomatik yang segera sehingga teratasi.

Terapi Inisial Pada Gagal Jantung Akut


TERAPI OKSIGEN

Direkomendasikan untuk memberikan oksigen sedini mungkin pada


pasien hipoksemia untuk mencapai saturasi oksigen > 95% (90% pada pasien
dengan COPD). Harus hati-hati pada pasien COPD agar jangan sampai
terjadi hiperkapnia. Rekomendasi Kelas I, Tingkat Bukti C Ventilasi NonInvasif Ventilasi

non infasif

(VNI) adalah

semua

modalitas

yang

membantu ventilasi tanpa menggunakan tube endotrakeal, hal ini misalnya


dapat dicapai dengan masker yang menutupi seluruh wajah. Pada tiga metaanalisis dilaporkan bahwa aplikasi dini VNI pada edema pulmoner akut
kardiogenik mengurangi kemungkinan perlunya intubasi dan menurunkan
mortalitas jangka pendek. Walau demikian pada, 3CPO, sebuah uji klinis
acak yang besar VNI ditemukan memperbaiki parameter klinis saja, dan tidak
menurunkan mortalitas. Ventilasi dengan tekanan akhir respirasi positif
(PEEP) harus dipikirkan sedini mungkin pada pasien dengan edema paru
kardiogenik akut dan semua pasien dengan GJA hipertensif karena dapat
memperbaiki parameter klinis termasuk keluhan sesak. Harus digunakan
secara berhati-hati pada shock kardiogenik dan gagal jantung kanan.
Sesak Nafas

Page 25

Kontraindikasi :
Pasien yang tidak dapat bekerjasama (pasien yang tidak sadar,
gangguan kognitif berat, atau cemas)
Pasien

yang

membutuhkan

intubasi

endotraheal

karena

hipoksia

progresif yang mengancam jiwa.


Harus hati-hati pada pasien dengan obstruksi jalan nafas kronis.
Bagaimana memberikan NVI :
Inisiasi : berikan PEEP 5-7.5 cmH2O harus diberikan pada mulanya
dan dititrasi hingga didapat respon klinis hingga 10cmH2O, pengiriman
FiO2
harus >0.40.
Durasi : biasanya tiap 30 menit/jam hingga sesak pasien dan saturasi
oksigen meningkat tanpa tekanan airway positif kontinyu (CPAP)
Potensi Efek Samping :
- Perburukan gagal jantung kanan
- Mengeringnya membran mukosa pada penggunaan jangka panjang.
- Hiperkapnia
- Timbulnya rasa cemas atau klausrofobia
- Pneumothorax
- Aspirasi
Morfin
Morfin dan analognya pada GJA harus dipertimbangkan pada stadium
awal terapi pasien yang masuk dengan gagal jantung berat, terutama
bila

disertai dengan gelisah, sesak, cemas, atau nyeri dada. Morfin

mengurangi keluhan sesak dan gejala lain pada pasien dengan GHA dan dapat
membuat pasien lebih mau bekerjasama jika diberikan ventilasi non invasif.
Bukti yang menyokong penggunaan morfin pada GJA masih terbatas. Dosis
bolus intravena sebesar 2,5 5 dapat diberikan secepat mungkin setelah
Sesak Nafas

Page 26

dipasang akses intravena pada pasien dengan GJA. Dosis ini dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Respirasi harus selalu dimonitor.
Keluhan mual umum ditemukan, terapi antiemetik mungkin dipertlukan.
Hati-hati pada pasien dengan hipotensi, bradikardi, blok Atrio-ventrikular
derajat tinggi, atau retensi CO2.
DIURETIK

Pemberian diuretik secara intravena pada pasien dengan GJA


direkomendasikan bila terdapat gejala akibat kongesti dan overload cairan.
Tabel 12. Indikasi dan dosis penggunaan diuretik pada gagal jantung akut

VASODILATOR

Sesak Nafas

Page 27

Vasodilator direkomendasikan saat fase awal gagal jantung akut tanpa adanya
gejala hipotensi. Vasodilator akan mengurangi gejala kongesti pulmonal tanpa
mengganggu isi sekuncup atau peningkatan kebutuhan oksigen, terutama pada pasien
sindroma koroner akut. Indikasi vasodilator parenteral pada gagal jantung akut sangat
bermanfaat.

Indikasi dan dosis pemberian vasodilator parenteral pada gagal jantung

akut dapat dilihat pada Tabel 13.

Sesak Nafas

Page 28

BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder

pada

jantung

karena

hipertensi

sistemik

yang

lama

dan

berkepanjangan. Hipertensi tak terkontrol dan berkepanjangan dapat menyebabkan


berbagai perubahan dalam struktur miokard, pembuluh darah koroner, dan sistem konduksi
jantung. Perubahan ini pada gilirannya dapat menyebabkan perkembangan hipertrofi
ventrikel kiri (LVH), penyakit arteri koroner (CAD), berbagai penyakit sistem konduksi,
serta disfungsi sistolik dan diastolik dari miokardium, yang bermanifestasi klinis sebagai
angina atau infark miokard, aritmia jantung ( terutama fibrilasi atrium), dan gagal jantung
kongestif (CHF).

Berdasarkan tanda dan gejala serta dari hasil pemeriksaan, kami menyimpulkan
bahwa paien tersebut mengalami gagal jantung kongestif NYHA derajat 4. Dimana pada
skenario mencakup kriteria diagnosis dari gagal jantung kongestif yaitu adanya
kardiomegali, ronchi basah halus, dan edema pada tungkai bawah.

Sesak Nafas

Page 29

DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing, S.M., 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et al., eds.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA: McGraw-Hill, 1443
3. Mariyono, H.H. & Santoso, A., (2007) Gagal Jantung. Jurnal Penyakit Dalam. Volume 8
Nomor 3 Bulan. September 2007
4. McPhee, Stephen J & Ganong, William F. 2011. Patofisiologi Penyakit. Ed 5. Jakarta :
EGC
5. Iselbacher, Kurt J, dkk. 2014. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. ed 13.
Volume 3. Jakarta : EGC

Sesak Nafas

Page 30

Anda mungkin juga menyukai