Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai
saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90%
hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi
esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan
penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan
jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
menebal.
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.
1.2. Tujuan
1) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi dari hipertensi.
2) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi hipertensi.
3) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan hipertensi dengan
ronchi basah halus
4) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme terjadinya edema
tungkai pada hipertensi.
5) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi hipertensi.
6) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan terapi farmakologi dari
hipertensi.
7) Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa itu gagal jantung kongestif.
Sesak Nafas
Page 1
Sesak Nafas
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario
Sesak Nafas
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke IGD RS UNIZAR dengan keluhan sesak
nafas dan gelisah. Sesak nafas dirasakan sejak 1 tahun yang lalu namun tidak menganggu
aktivitas pasien. Keluhan memberat sejak 2 minggu yang lalu menyebabkan pasien sesak
meskipun dalam keadaan istirahat. Riwayat penyakit sebelumnya pasien menderita
hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan tidak berobat secara tertatur.
Dokter segera memberi oksigen dan memeriksa pasien. Dari hasil pemeriksaan
vital sign didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 112x/min, frekuensi pernapasan
30x/min. Pada pemeriksaan jantung didapatkan pelebaran lokasi iktus kordis saat palpasi
serta didapatkan ronchi basah halus pada kedua basal paru dan edema pada kedua tungkai.
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan kardiomegali dan EKG ditemukan fibrilasi
ventrikel.
2.2. Terminologi
2.2.1. Ronchi basah halus
Ronki basah adalah suara tambahan disamping suara napas, yaitu bunyi
gelembunggelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama
pada fase inspirasi. Ronchi basah disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan
dalam bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea. Ada ronki
basah nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronchi basah tak nyaring misalnya
pada bendungan paru.
2.2.2. Kardiomegali
Pembesaran Jantung (Kardiomegali) adalah suatu kondisi medis yang
ditandai dengan pembesaran jantung, dimana kondisi ini bisa terjadi pada ruang
jantung atas (atrium) atau ruang jantung bawah (ventrikel). Biasanya merupakan
gejala dari penyakit jantung lainnya yang meningkatkan beban kerja jantung.
Sesak Nafas
Page 3
2.3. Permasalahan
2.3.1. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa18 tahun atau lebih
Kategori
Normal
Normal tinggi
Hipertensi tingkat 1
Hipertensi tingkat 2
Hipertensi tingkat 3
Sistolik mmHg
<130
130-139
140-159
160-179
180
Diastolic mmHg
<85
85-89
90-99
100-109
110
Sistolik mmHg
<130
120-139
140-159
160
Diastolic mmHg
<85
80-90
90-99
100
yang
mengontrol
konstriksi
dan
relaksasi
Page 4
otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis.
Pada
titik
ini,
neuron
preganglion
melepaskan
respon
pembuluh
darah
terhadap
rangsang
saat
bersamaan
dimana
sistem
saraf
simpatis
Medula
adrenal
mengsekresi
epinefrin
yang
darah
ke
ginjal,
menyebabkan
pelepasan
renin.
Renin
terjadi
pada
lanjut
usia.
Perubahan
tersebut
meliputi
Page 5
Sesak Nafas
Page 6
kerjanya.
Penyebabnya ada banyak sekali, hampir semua keadaan yang memaksa jantung
untuk bekerja lebih keras dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada otot
jantung sehingga jantung akan membesar. Salah satu penyebabnya adalah
hipertensi. Dimana hipertensi ini sendiri akan menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri (HVK).
Jantung yang mendapatkan tambahan beban hemodinamik akan mengalami
kompensasi melalui proses: mekanisme kompensasi Frank Starling, meningkatkan
massa otot jantung dan aktifasi mekanisme neurohormonal baik sistem simpatis
maupun melalui hormon renin angiotensin
HVK pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang kompleks,
dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik seperti : beban tekanan,
volume, denyut jantung yang berlebihan dan peningkatan kontraktilitas dan
tahanan perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik seperti usia, kelamin, ras,
obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit dan hormonal.
Sesak Nafas
Page 7
Page 8
Supaya volume sekuncup tetap stabil, peningkatan beban tekan ini akan
meningkatkan tegangan dinding (stres dinding). Sehingga untuk mengurangi
tegangan dinding ini, sesuai dengan Persamaan Laplace, terjadi peningkatan
ketebalan dinding jantung sebagai kompensasi yang dikenal dengan hipertrofi
konsentris yang ditandai dengan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan
sejajar dengan sarkomer lama yang menyebabkan peningkatan tebal dinding tanpa
adanya dilatasi ruang untuk membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.
Ciri hipertrofi konsentris ini berupa penebalan dinding otot jantung, pertambahan
massa jantung, volume akhir-diastol masih normal atau sedikit meningkat, dan
rasio massa terhadap volume meningkat. Hipertrofi konsentris ini akan berlanjut
dengan hipertrofi eksentrik sebagai respon terhadap beban volume yang ditandai
dengan sintesis sarkomer-sarkomer baru secara seri dengan sarkomer lama yang
membuat radius ruang ventrikel membesar. Ciri hipertrofi eksentrik ini berupa
penambahan massa dan volume jantung tetapi ketebalan dinding tidak berubah
Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih banyak
dan seperti yang sudah dibahas terdahulu, miokardium yang terlalu teregang justru
akan menyebabkan kekuatan kontraksi menurun, hal ini mengakibatkan suplai
darah tidak mampu menyetarakan massa otot jantung yang meningkat sehingga
akan berujung pada komplikasi jantung lainnya seperti penyakit infark miokardium
yang diakhiri dengan gagal jantung. Jadi, dapat dilihat bahwa HVK yang
disebabkan oleh hipertensi akan mempermudah berbagai macam komplikasi
jantung akibat hipertensi, termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel,
iskemi miokard dan mati mendadak.
2.3.6. Komplikasi hipertensi
a. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah
ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang mengalami
aterosklerosis
dapat
melemah
sehingga
meningkatkan
kemungkinan
Page 9
b. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung,
dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksis kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar
melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefaloti
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuronneuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
2.3.7. Terapi farmakologi hipertensi
Hipertensi adalah suatu penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan darah diatas normal yaitu tekanan sistolik > 140mmHg dan
tekanan diastolik > 90 mmHg. Ada dua jenis hipertensi yaitu hipertensi esential
(Primer) yang tdk diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder akibat penyakit
lain seperti penyakit ginjal, tumor korteks adrenal, dll. Komplikasi : gagal jantung,
gagal ginjal, stroke, kebutaan harus diobati.
Prinsip Kerja Obat :
Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih empat tempat
kontrol anatomis utk mempengaruhi regulasi normal tekanan darah.
Sesak Nafas
Page 10
Indapamide)
Loop Diuretics
(Furosemide)
adalah
diuretik
kuat
yang
pembuluh
darah
kapasitans.
- Menghambat kerja jantung.
Meliputi :
- Methyldopa adalah antihipertensi yang bekerja secara sentral.
Methyldopa mengalami dekarboksilasi pada SSP menjadi alfamethylnoradrenaline,
kemudian
alfa-methylnoradrenaline
Sesak Nafas
Page 11
yang
mengandung
sulfhydryl.
ACE
inhibitor
digunakan
untuk
penanganan
penyakit
Page 12
Sesak Nafas
Page 13
jantung.
Perubahan
ini
pada
gilirannya
dapat
menyebabkan
Page 14
neurohormonal,
adrenergic
dan
sitokin
menyebabkan
remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit;
(2) perubahan substansi kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat
nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagia; (4) desentisasi beta adrenergic;
(5) kelainan metabolism miokardium; (6) perubahan struktur matrik ekstraseluler
miosit.
Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa volume,
bentuk, dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah bentuk jantung
menjadi lebih sferis sehingga beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat.
Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload yang mengurangi
stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan enddiastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang
akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif
dan
Sesak Nafas
Page 15
d. NYHA kelas IV
Sesak Nafas
Page 16
pembatasan asupan natrium yang ketat.diet yang tidak mempunyai rasa dapat
menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi buruk.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan berat badan awal melalui redistribusi
darah dari sentral ke serkulasi perifer.venodilatasi menmyebabkan mengalirnya
darah ke perifer dan mengurangi aliran balik vena ke jantung.pada situasi yang
ekstrim mungkin di perlukan pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk
menunjang fungsi miokardium.
Perbaikan fungsi ventrikel yang menyertai pengurangan beban awal
diilustrasikan pada gambar.33-8,A.seperti telah dikemukakan sebelumnya,ventrikel
yang gagal akan bekerja menurut kurva fungsi ventrikel yang menurun dan
mendatar. EDV di turunkan dengan diuretik dan pembatasan natrium,titik pada
kurva yang berhubungan dengan pergeseran fungsi vertikel dari A ke B. Perhatikan
bahwa
gejala-gejala
kongesti
dapat
diredakan
dengan
menurutnya
EDV.namun,volume sekuncup dan curah jantung akan tetap stabil dengan terapi
beban awal yang optimal karnaa terjadi pergeseran di sepanjang daerah kurva yang
mendatar.
Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme
pasti yang menghasilkan efek inotropik positifini masih belum jelas. Tetapi,
petunjuk umum tampaknya adalah meningkatnya persendian kalsium intrasel untuk
protein-protein kontraktil,aktin dan miosin.seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya,ion kalsium sangat penting untuk terbentuknya jembatan penghubung
antara protein kontraktil dan selanjutnya untuk kontraksi otot.
Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1) glikosida digitalis, dan (2)
obat nonglikosida. Obat nonglikosida meliputi amin simpatomimetik, seperti
apinefrin dan norepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase,sperti amrinon dan
enoksimon.amin simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung
dengan merangsang reseptor beta adrenergik pada miokardium, dan serta tidak
langsung dengan melepaskan norepenefrin dari medula adrenal.fosfo diesterase
( PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin
monofosfat siklik (Camp), yang memulai perpindahan kalsium kedalam sel melalui
saluran kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar Camp dalam
Sesak Nafas
Page 17
seperti
arteri
mengurangi
tahanan
terhadap
ejeksi
ventrikel.
Akibatnya,ejeksi ventrikel dapat terjadi lebih mudah dan lebih sempurna. Dengan
kata lain,beban jantung mengurang dan curah jantung meningkat. Dengan
penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak bermakna karna
Sesak Nafas
Page 18
seperti
Presentasi klinis pada GJA mencerminkan suatu spektrum keadaan yang sangat
bervariasi, dan klasifikasi apapun akan memiliki keterbatasan. Pasien dengan GJA
biasanya datang dengan satu dari enam kategori klinis. Keberadaan edema paru dapat
mempersulit menentukan GJA masuk kategori klinis yang mana. Overlap antara berbagai kondisi
ini dapat dilihat pada gambar 6.
Sesak Nafas
Page 19
Presentasi klinis pasien dengan gagal jantung akut dapat dibagi kedalam 6 kategori :
1. Gagal Jantung Akut Dekompensasi / Acute Decompensated Heart Failure
Keadaan gagal jantung akut dekompensasi, dapat berupa keadaan dekompensasi
yang baru pertama kali (de novo ) dan dapat juga merupakan perburukan dari gagal
jantung yang kronis(acute on chronic).Kedua keadaan ini masih lebih ringan dan tidak
termasuk syok kardiogenik, edema paru, atau krisis hipertensi.
2. Gagal Jantung Akut Hipertensif/ Hypertensive Acute Heart Failure
Gagal jantung akut hipertensif yaitu tanda dan gejala gagal jantung disertai
dengan tekanan darah yang tinggi dan fungsi sistolik ventrikel kiri yang relatif baik. Hal
ini dibuktikan dengan peningkatan tonus simpatik yaitu didapatkan tachycardia dan
vasokontriksi. Keadaan pasien dapat berupa euvolemik atau sedikit hipervolemik, dan
seringkali disertai kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti sistemik. Dengan respon yang
cepat dan terapi yang tepat, mortalitas selama perawatan akan menjadi lebih rendah.
3. Edema paru
Pasien dengan presentasi klinis sesak nafas yang
distress, takipnu dan ortopnu dengan ronki basah di hampir semua lapangan paru. Saturasi
oksigen di arteri < 90% pada udara ruangan, sebelum diberikan terapi oksigen.
4. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik yaitu ditemukan bukti adanya hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung
walau sudah terdapat koreksi preloaddan adanya aritmia berat. Syok kardiogenik biasanya
Sesak Nafas
Page 20
ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik (SBP) <90 mmHg, atau penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) <30 mmHg, dan/atau urine output yang rendah atau
tidak
keluar
(<0.5 mL/kg/jam).
Gangguan
irama
sangat
sering
ditemukan.
Berdasarkan penelitian, hipoperfusi organ dan kongesti paru dapat terjadi dengan cepat.
5. Gagal jantung kanan terisolasi
Gagal jantung kanan ditandai dengan sindroma berkurangnya output tanpa adanya
kongesti paru dengan peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP) dengan atau tanpa
pembesaran hati, dan disertai dengan rendahnya tekanan pengisian ventrikel kiri (filling
pressure)yang rendah.
Sesak Nafas
Page 21
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut didapatkan dari gejala dan tanda klinis yang didapat,
yang dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan didukung dengan
pemeriksaan
Rontgen Thoraks,
Ekokardiografi,
dan
pada
sebagian
kecil
lelah.
Pada
Carvedilol Heart Failure (IMPACT-HF), banyak gejala secara spesifik ditanyakan, dan
ditemukan bahwa banyak gejala berhubungan dengan sesak dan tanda kelebihan cairan
saat datang.
Pada penelitian single-center yang kecil, dilakukan wawancara secara cermat
terhadap pasien yang dirawat karena GJA (63% pasien terdokumentasi memiliki LVEF
<40%), ditemukan bahwa gejala secara gradual bertambah berat seiring waktu dari
hitungan hari hingga mingguan sebelum perawatan, pada 62% pasien gejala dialami lebih
dari 1 minggu sebelum masuk rawat. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa
perawatan sebetulnya memungkinkan untuk dicegah bila dilakukan intervensi dini.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi
frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari Gagal
jantung akut. Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi
infark miokard
Sesak Nafas
Page 22
Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua pasien yang
diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui
adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.
Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan Darah Rutin
Lebih dari setengah pasien yang masuk karena GJA memiliki anemia (Hb <12
gr/dl) dan 8-16% memilik Hb <10 gr/dl. Prevalensi ini ditemukan lebih banyak pada
pasien dengan gagal jantung kronis, sehingga dapat dipikirkan bahwa hemodilusi akibat
meningkatnya volume plasma menjadi mekanisme penyebab anemia pada pasien GJA.
Supresi sumsum tulang akibat peningkatan sitokin pro-inflamasi dan memburuknya fungsi
ginjal dapat pula mengakibatkan penurunan massa sel darah merah.
B. Elektrolit
Perubahan elektrolit pada GJA mirip dengan temuan pada GJK. Hiponatremi
umum
ditemukan,
25-30%
pasien
memiliki
kandungan
hiponatremi berat (<130 mEq/L) jarang (5%). Kalium umumnya normal pada GJA (mean
sekitar 4.3-4.6 mEq/L), hipokalemia (3% <3.6 mEq/L) dan hiperkalemia (8% >5.5%
mEq/L) jarang.
C. Fungsi Ginjal
Blood urea nitrogen (BUN) lebih berhubungan langsung dengan beratnya GJA
dibandingkan kreatinin dan biasanya ditemukan meningkat pada saat masuk. Nilainya
meningkat pada GJA karena penurunan pada
Page 23
Pada penelitian yang melibatkan pasien GJA yang dirawat pada unit intensif, 61%
memiliki temuan laboratorium disfungsi hati, yang mempengaruhi dosis obat-obat tertentu.
Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan
baku utama (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan
membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
Penilaian ekokardiografi/doppler dapat mengevaluasi dan memonitor regional dan global
dari fungsi sistolik dan diastolik baik jantung kiri maupun yang kanan, struktur dan
fungsi katup, patologi perikardium, komplikasi mekanik akibat miokard infark akut.
Semua pasien dengan gagal jantung akut sebaiknya dengan segera dilakukan
pemeriksaan ekokardiografi. Temuan kelainan yang didapat dapat membantu strategi
penatalaksanaan.
Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Tujuan Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Tujuan dalam penanganan gagal jantung akut adalah untuk memperbaiki keluhan
dan menstabilkan hemodinamik. Terapi perawatan pasien dengan GJA harus memiliki
objektif yang realistik dan rencana untuk follow up harus dimulai sebelum pasien
dipulangkan. Banyak pasien dengan GJA akan membutuhkan menanganan jangka pajang
jika episode akut mengarah pada timbulnya gagal jantung kronis. Terapi GJA harus diikuti
dengan program managemen gagal jantung kronis jika tersedia.
banyak
uji
klinis
yang
telah
dipublikasikan
kebanyakan
agen
konsensus para ahli tanpa didukung oleh uji klinis acak yang kuat. Algoritme gagal
Sesak Nafas
Page 24
jantung akut dapat dilihat pada gambar 10. Pada gagal jantung penatalaksanaan yang
utama yaitu penanganan simptomatik yang segera sehingga teratasi.
non infasif
(VNI) adalah
semua
modalitas
yang
Page 25
Kontraindikasi :
Pasien yang tidak dapat bekerjasama (pasien yang tidak sadar,
gangguan kognitif berat, atau cemas)
Pasien
yang
membutuhkan
intubasi
endotraheal
karena
hipoksia
mengurangi keluhan sesak dan gejala lain pada pasien dengan GHA dan dapat
membuat pasien lebih mau bekerjasama jika diberikan ventilasi non invasif.
Bukti yang menyokong penggunaan morfin pada GJA masih terbatas. Dosis
bolus intravena sebesar 2,5 5 dapat diberikan secepat mungkin setelah
Sesak Nafas
Page 26
dipasang akses intravena pada pasien dengan GJA. Dosis ini dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Respirasi harus selalu dimonitor.
Keluhan mual umum ditemukan, terapi antiemetik mungkin dipertlukan.
Hati-hati pada pasien dengan hipotensi, bradikardi, blok Atrio-ventrikular
derajat tinggi, atau retensi CO2.
DIURETIK
VASODILATOR
Sesak Nafas
Page 27
Vasodilator direkomendasikan saat fase awal gagal jantung akut tanpa adanya
gejala hipotensi. Vasodilator akan mengurangi gejala kongesti pulmonal tanpa
mengganggu isi sekuncup atau peningkatan kebutuhan oksigen, terutama pada pasien
sindroma koroner akut. Indikasi vasodilator parenteral pada gagal jantung akut sangat
bermanfaat.
Sesak Nafas
Page 28
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan
dampak sekunder
pada
jantung
karena
hipertensi
sistemik
yang
lama
dan
Berdasarkan tanda dan gejala serta dari hasil pemeriksaan, kami menyimpulkan
bahwa paien tersebut mengalami gagal jantung kongestif NYHA derajat 4. Dimana pada
skenario mencakup kriteria diagnosis dari gagal jantung kongestif yaitu adanya
kardiomegali, ronchi basah halus, dan edema pada tungkai bawah.
Sesak Nafas
Page 29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing, S.M., 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et al., eds.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA: McGraw-Hill, 1443
3. Mariyono, H.H. & Santoso, A., (2007) Gagal Jantung. Jurnal Penyakit Dalam. Volume 8
Nomor 3 Bulan. September 2007
4. McPhee, Stephen J & Ganong, William F. 2011. Patofisiologi Penyakit. Ed 5. Jakarta :
EGC
5. Iselbacher, Kurt J, dkk. 2014. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. ed 13.
Volume 3. Jakarta : EGC
Sesak Nafas
Page 30