Anda di halaman 1dari 11

weloveblitar.blogspot.com/.../pancasila-sebagai-sumbe..

Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negara-negara di dunia pasti memiliki landasan etika dalam berpolitik. Seperti
Indonesia yang mengimplementasikan Pancasila yang tidak hanya sebagai landasan etika
dalam berpolitik tetapi juga merupakan landasan dan ideologi Negara. Merupakan hal yang
biasa ketika harapan tidak pernah selaras dengan kenyataan. Realita politik yang terjadi justru
bertentangan dengan etika politik yang ada. Di Indonesia sendiri pengamalan atau praktek
Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini memang sudah sangat sulit untuk ditemukan.
Tidak terkecuali dikalangan intelektual dan kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini.
Aspek kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum serta hankam merupakan ranah kerjanya
Pancasila di dunia Indonesia yang sudah menjadi dasar Negara.
Secara hukum Indonesia memang sudah merdeka, namun jika kita telaah secara individu
(minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan para elit
politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya mampu menjunjung tinggi
nilai-nilai Pancasila dan keadilan bersama. Sehingga cita-cita untuk mewujudkan rakyat yang
adil dan makmur lenyap ditelan kepentingan politik pribadi. Dalam fakta sejarah tidak sedikit
orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik penuh dengan intrik-intrik
kotor guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Bertemunya berbagai kepentingan
antar golongan, kelompok dan parpol dalam kalangan elit politik adalah sebuah keniscayaan
akan terjadinya konflik bila tidak adanya kesefahaman bersama, dan tidak jarang berujung
pada penyelesaian dengan jalan kekerasan. Rambu-rambu moral memang sering disebutsebut sebagai acuan dalam berpolitik secara manusiawi dan beradab. Tetapi hal itu hanya
menjadi bagian dari retorika politik.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga
merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun
norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat Pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiranpemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh)
dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam tindakan atau
suatu aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila merupakan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangasa dan bernegara. Adapun
manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis maka
nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas. Norma yang
bersumber dari sumber moralitas utama yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Termasuk bagaimana etika yang benar dalam berpolitik. Oleh karena itu, dalam makalah ini

penulis akan menjabarkan mengenai etika politik dan Pancasila sebagai etika politik
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa rumusan
masalah yang menarik untuk dikaji :
1.2.1 Bagaimana awal munculnya etika politik?
1.2.2 Apakah pengertian dari etika?
1.2.3 Apakah pengertian dari politik?
1.2.4 Apakah yang dimaksud dengan etika politik?
1.2.5 Apakah pengertian dari nilai, norma dan moral?
1.2.6 Bagaimana peran Pancasila sebagai sumber etika politik di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang muncul di atas dapat diketahui bahwa tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1.3.1 Mengetahui awal munculnya etika politik.
1.3.2 Mengetahui pengertian dari etika.
1.3.3 Mengetahui pengertian dari politik.
1.3.4 Mengetahui apa yang dimaksud dengan etika politik.
1.3.5 Mengetahui pengertian dari nilai, norma dan moral.
1.3.6 Mengetahui peran Pancasila sebagai sumber etika politik di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Awal Munculnya Etika Politik
Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur politik
tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai ambruk. Dengan runtuhnya tatanan
masyarakat Athena, muncul berbagai macam pertanyaan tentang masyarakat dan negara,
seperti bagaimana seharusnya masyarakat harus di tata dan siapa yang harus menata, apa
tujuan negara dan beragam pertanyaan lainnya. Dua ribu tahun kemudian, kurang lebih lima
ratus tahun yang lalu, etika politik bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja
dalam tatanan hierarkis kosmos tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi tatanan hukum,
negara dan hak raja untuk memerintah masyarakat dipertanyakan. Situasi seperti ini tampak
jelas pada zaman industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat politik. Klaim-klaim

legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut refleksi filosofis atas prinsip dasar
kehidupan politik. Etika politik lebih berperan pada tuntutan agar segala klaim atas hak untuk
menata masyarakat dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Klaim-klaim
legitimasi dari segala macam kekuatan, baik bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di
belakang pembenaran normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum. Filsafat
politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam permukaan saja, tetapi
memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan diri filsafat, dengan demikian menjadi
reflektif dan terbuka terhadap kritik, atau memang ditelanjangi sebagai layar asap ideologis
bagi kepentingan tertentu.
Al-Ghazali merupakan seorang penulis dan filsuf muslim abad pertengahan yang
memiliki corak pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan relevan dengan hal tersebut.
Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik) seperti dalam teorinya bagaimana cara
menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan moralitas untuk
kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang dengan
kekuatan moral yang memenuhi beberapa kriteria yang al-Ghazali idealkan. Masih
dimungkinkan sebagai referensi dalam menata sebuah negara pada masa sekarang dari
beberapa teori tentang filsafat politik khususnya dalam tradisi filsafat Islam.
Konsepsi etika politik al-Ghazali adalah suatu teori sistem pemerintahan yang berisikan
masyarakat dan aparatur negara yang mempunyai moral yang baik dengan ditopang oleh
agama sebagai dasar negara. Seorang pemimpin yang ideal menurut al-Ghazali adalah
seorang yang mengerti tentang budi luhur atau moral agama dan kebijaksanaan yang harus
diterapkan dalam menjalankan sistem pemerintahan.
2.2 Pengertian Etika
Menurut Bartens, sebenarnya terdapat tiga makna dari etika. Pertama, etika dipakai
dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan
atau hidup bermasyarakat).Kedua, etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,
yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang
baik atau yang buruk (sama dengan filsafat moral).
Etika termasuk kelompok filsafat praktis yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap segala sesuatu yang ada. Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan
etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno,
1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan
pelbagai kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual
yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat, yang merupakan suatu
bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai baik dan buruk segala sesuatu.

Sebagai bahasan khusu etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat
disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang berlawanan dengan
kejahatan (tidak susila). Etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar
pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Atau dengan
kata lain etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
2.3 Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacammacam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan
penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu.
Pengambilan keputusan atau decisionsmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari
sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih tersebut.
Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum
ataupublic policies, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari
sumber-sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan
suartu kekuasaan (power), dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk
membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini.
Cara-cara yang dipakai dapat bersifatpersuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan
(coercion). Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan
keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Secara operasional
bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionsmaking), kebijaksanaan (policy),
pembagian (distributions) serta alokasi (allocation).
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan
bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan
berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami dalam pengertian
yang luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang
disebut masyarakat negara.
2.4 Etika Politik
Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat
manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam
kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia
sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk
mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi,
asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan, asumsi-asumsi, dan
postulat-postulat tentang masyarakat dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam
dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan
politik. Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi kebijakankebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus nilai objektif juga) hasil
kesepakatan awal. Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode kritis adalah memeriksa
legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun

demikian, bukan berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika
politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik dan
ilmu-ilmu terapan.
Etika politik bukanlah sebuah norma. Etika politik juga bukan sebuah aliran filsafat atau
ideologi, sehingga tidak dapat dijadikan sebuah pedoman siap pakai dalam pengambilan
kebijakan atau tindakan politis. Etika politik tidak dapat mengontrol seorang politikus dalam
bertindak atau mengambil keputusan, baik keputusan individu, organisasi, atau kelompok.
Namun, etika politik dapat dijadikan rambu-rambu yang membantu politikus dalam
mengambil keputusan.
Fungsietikapolitikdalammasyarakatterbataspadapenyediaanalatalatteoritisuntuk
mempertanyakansertamenjelaskanlegitimasipolitiksecarabertanggungjawab.Jadi,tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan
argumentative.Etikapolitiktidaklangsungmencampuripolitikpraktis.Tugasetikapolitik
membantuagar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum
sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga
penatamasyarakatyangefektifsesuaidenganstrukturgandakemampuanmanusia(makhluk
individu dan sosial). Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan.
Sehinggapenguasamemilikikekuasaandanmasyarakatberhakuntukmenuntutpertanggung
jawaban.Legitimasietismempersoalkankeabsahankekuasaanpolitikdariseginormanorma
moral.LegitimasiinimunculdalamkonteksbahwasetiaptindakanNegarabaiklegislatif
maupuneksekutifdapatdipertanyakandariseginormanormamoral.Moralitaskekuasaan
lebihbanyakditentukanolehnilainilaiyangdiyakinikebenarannyaolehmasyarakat.
2.5 Pengertian Nilai, Norma dan Moral
Berbicara mengenai etika politik kita juga perlu mengetahui tentang apa yang disebut
dengan nilai, norma dan moral.
2.5.1 Pengertian Nilai
Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, (the
believed capacity of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya
adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri. Nilai itu sebenarnya
adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai
itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).
Menilai berarti menimbang untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai
yang diambil berhubungan dengan subjek penilai itu sendiri dimana dalam hal ini adalah
manusia yang meliputi unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan.
Sesuatu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan lain
sebagainya. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaandambaan dan keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara
tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan
keharusan. Berbicara tentang nilai berarti kita masuk bidang makna normatif, bukan kognitif,
kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diantara keduannya

a.
b.
c.
d.

a.
b.
c.
1)
2)
3)
4)

a.

b.

saling berkait secara erat, artinya yang ideal harus menjadi real, yang normatif harus
direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Max Sceler mengelompokkan nilai ke dalam empat tingkatan berdasarkan tinggi
rendahnya, yakni :
Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingakatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan
dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des Angenehmen und Unangehmen).
Nilai-nilai kehidupan : dalam tingakatan ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan
(Werte des vitalen Fuhlens).
Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang
sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
Nilai-nilai kerohanian : dalam tingakatan ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tidak
suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen).
Sedangkan menurut ahli yang lain yakni Notonagoro membagi nilai menjadi tiga
macam, yaitu :
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan material ragawi manusia.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian
ini dapat dibedakan atas empat macam :
Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia (ratio, budi, cipta).
Nilai keindahan (estetis), yang bersumber pada unsur perasaan manusia (esthetis, gevoel,
rasa).
Nilai kebaikan (moral), yang bersumber pada unsur kehendak manusia (will, wollen, karsa).
Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian teringgi dan mutlak. Nilai religius ini
bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-nilai dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
Nilai Dasar
Nilai memiliki sifat yang abstrak yang tidak dapat diamati indra manusia namun
realisasinya bersifat nyata (real). Setiap nilai memiliki nilai dasar (onotologis) yang
merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut dimana
sifatnya adalah universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu. Nilai
dasar dapat juga disebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau
direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Konsekuensinya walaupun dalam
aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan
nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasi praksis tersebut.
Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang
merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Nilai instrumental yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia merupakan suatu norma moral. Sedangkan yang
berkaitan dengan organisasi maupun negara merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau

c.

2.5.2

2.5.3

2.5.4

strategi yang bersumber pada nilai dasar. Dengan kata lain nilai instrumental merupakan
suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari
nilai instrumental itu sendiri. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun
demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya
tidak boleh menyimpang dari sitem tersebut.
Pengertian Norma
Norma adalah struktur nilai yang menjadi pedoman penilaian tingkah laku manusia
yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan atas suatu motivasi
tertentu. Nilai yang menjadi milik bersama didalam satu masyarakat dan telah tertanam
dengan emosi yang mendalam akan menjadi norma yang disepakati bersama. Nilai-nilai yang
telah dibakukan menjadi norma itulah yang kelak menjadi acuan penilaian. Pada hakikatnya,
norma merupakan perwujudan dari koeksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Norma
sendiri dibedakan menjadi empat, yaitu norma agama, norma moral, norma sosial, dan norma
hukum.
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata Latin Mos yang jamaknya Mores yang berarti adat atau cara
hidup. Etika dan moral hampir sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari terdapat
sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Secara umum moral
merupakan suatu ajaran ataupun wejangan, patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun
tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang
baik.
Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai merupakan kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik
lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan ataupun
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari ataupun tidak. Nilai tidak bersifat
konkrit yang dapat ditangkap indra manusia melainkan bersifat abstrak yang hanya dapat
dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dipahami oleh manusia.
Agar nilai menjadi menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia maka perlu dikonkritkan serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga
memudahkan menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Wujud lebih konkrit dari
nilai inilah yang disebut norma. Terdapat berbagai macam norma dimana norma hukumlah
yang paling kuat karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral
mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat
ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam
kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah
maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.

Demikianlah hubungan yang sistematik antar nilai, norma, dan moral yang pada gilirannnya
krtiga aspek tersebut terujud dalam suatu tingkah laku praksis dalam kehidupan manusia.
2.6 Peran Pancasila sebagai Sumber Etika Politik di Indonesia
PancasilasebagaidasarfalsafahbangsadanNegarayangmerupakansatukesatuannilai
yangtidakdapatdipisahpisahkandenganmasingmasingsilasilanya.Karenajikadilihat
satupersatudarimasingmasingsilaitudapatsajaditemukandalamkehidupanberbangsa
yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilainilai dari masingmasing sila
sebagaisatukesatuanyangtakbiasditukarbalikanletakdansusunannya.Pancasilatidak
hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundangundangan, melainkan juga
merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan,
hukum,sertakebijakandalampenyelenggaraannegara.Untukmemahamidanmendalami
nilainilaiPancasiladalametikaberpolitikitusemuaterkandungdalamkelimasilaPancasila.
2.6.1. KetuhananYangMahaEsa
Sila pertama merupakan sumber nilainilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia bukanlah negarateokrasiyang
mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak
bersifatmutlakberdasarkanlegitimasireligiusmelainkanberdasarkanlegitimasihukumdan
demokrasi.WalaupunNegaraIndonesiatidakmendasarkanpadalegitimasireligius,namun
secaramoralitaskehidupannegaraharussesuaidengannilainilaiyangberasaldariTuhan
terutamahukumsertamoraldalamkehidupannegara.Olehkarenaituasassilapertamalebih
berkaitandenganlegitimasimoral.
2.6.2. KemanusiaanyangAdildanBeradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilainilai moralitas dalam kehidupan negara.
BangsaIndonesiasebagaibagiandariumatmanusiadiduniahidupsecarabersamadalam
suatuwilayahtertentu,dengansuatucitacitasertaprinsiphidupdemikesejahteraanbersama.
Manusiamerupakandasarkehidupandanpenyelenggarannegara.Olehkarenaituasasasas
kemanusiaanadalahbersifatmutlakdalamkehidupannegaradanhukum.Dalamkehidupan
negarakemanusiaanharusmendapatkanjaminanhukum,makahalinilahyangdiistilahkan
denganjaminanatashakhakdasar(asasi)manusia.Selainituasaskemanusiaanjugaharus
merupakanprinsipdasarmoralitasdalampenyelenggaraannegara.

2.6.3. PersatuanIndonesia
Persatuan berati utuh dan tidak terpecahpecah. Persatuan mengandung pengertian
bersatunyabermacammacamcorakyangberanekaragammenjadisatukebulatan.Silaketiga
inimencakuppersatuandalamartiideologis,politik,ekonomi,sosialbudaya,danhankam.
Indonesiasebagainegarapluralyangmemilikiberanekaragamcoraktidakterbantahkanlagi
merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan semangat persatuan
sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain.
Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keuthan
negaradankebaikanbesama.Olehkarenaitusilaketigainijugaberkaitandenganlegitimasi
moral.
2.6.4. KerakyatanyangDipimpinolehHikmatKebijaksanaandalamPermusyawaratan/Perwakilan

Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukansenantiasauntukrakyat.Olehkarenaiturakyatmerupakanasalmuasalkekuasaan
negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan
sertakewenanganharusdikembalikankepadarakyatsebagaipendukungpokoknegara.Maka
dalampelaksanaanpolitikpraktis,halhalyangmenyangkutkekuasaanlegislatif,eksekutif
serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus
berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki legitimasi
demokratis.
2.6.5. KeadilanSosialbagiSeluruhRakyatIndonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip
legalitas.NegaraIndonesiaadalahnegarahukum,olehkarenaitukeadilandalamhidup
bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Dalam
penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian
senatiasaharusberdasarkanhukumyangberlaku.Pelanggaranatasprinsipprinsipkeadilan
dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan
negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak
dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam
berpolitikharusbertumpupadaKetuhananYangMahaEsa,KemanusiaanyangAdildan
Beradab,PersatuanIndonesia,KerakyatanyangDipimpinolehHikmatKebijaksanaandalam
Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesiatanpapandangbulu.EtikapolitikPancasiladapatdigunakansebagaialatuntuk
menelaahperilakupolitikNegara,terutamasebagaimetodekritisuntukmemutuskanbenar
atauslaahsebuahkebijakandantindakanpemerintahdengancaramenelaahkesesuaiandan
tindakanpemerintahitudenganmaknasilasilaPancasila.
Etikapolitikharusdirealisasikanolehsetiapindividuyangikutterlibatsecarakonkrit
dalampelaksanaanpemerintahannegara.Parapejabateksekutif,legislatif,yudikatif,para
pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi
demokratisjugaharusberdasarkanpadalegitimasimoral.NilainilaiPancasilamutlakharus
dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak
menyebabkanberbagaipenyimpangansepertiyangseringterjadidewasaini.Sepertitindak
pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan
penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi
momokmasyarakat.
Dalam penerapan etika politik Pancasila di Indonesia tentunya mempunyai beberapa
kendalakendala,yaitu:
a. Etikapolitikterjebakmenjadisebuahideologisendiri.Ketikaseseorangmengkritiksebuah
ideologi, ia pasti akan mencari kelemahankelemahan dan kekurangannya, baik secara
konseptualmaupunpraksis.Hinggamunculsebuahkeyakinanbahwaetikapolitikmenjadi
satusatunyacarayangefektifdanefisiendalammengkritikideologi,sehinggaetikapolitik
menjadisebuahideologitersendiri.
b. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih lengkap disbanding etika politik
Pancasila, sehingga kritik apa pun yang ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik

Pancasila tidak mungkin berangkat dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak akan
membuahkanapaapa.
Namundemikian,bukanberartietikapolitikPancasilatidakmampumenjadialatatau
caramenelaahsebuahPancasila.Kendalapertamadapatdiatasidengancaramembukalebar
lebarpintuetikapolitikPancasilaterhadapkritikdankoreksidarimanapun,sehinggaiatidak
terjebakpadalingkaranitu.Kendalakeduadapatdiatasidenganmenunjukkankritikkepada
tingkatan praksis Pancasila terlebih dahulu, kemudian secara bertahap merunut kepada
pemahamanyanglebihumumhinggaontologiPancasilamenggunakanprinsipprinsipnorma
moral.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya dan berdasar pada pembahasan
materi diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni :
3.1.1 Etika politik lahir di Yunani pada saat struktur politik tradisional berangsur-angsur mulai
rapuh sampai ambruk. Legitimasi kekuasaan raja untuk memerintah masyarakat
dipertanyakan. Etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Menurut al-Ghazali sistem kenegaraan
yang baik adalah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan
bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan
moral yang kuat.
3.1.2 Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung
jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Etika membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap segala sesuatu yang ada.
3.1.3 Politik memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara
yang menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti
dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Dalam hubungan dengan etika politik pengertian
politik harus dipahami dalam pengertian yang luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
3.1.4 Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat manusia
sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik.
Hukum dan kekuasaan negara merupakan pembahasan utama etika politik dengan pokok
permasalahan utama adalah legitimasi etis kekuasaan. Dimana legitimasi etis mempersoalkan
keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral.
3.1.5 Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.
Sesuatu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan lain
sebagainya. Berdasarkan penjabarannya nilai dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai
dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Norma adalah struktur nilai yang menjadi pedoman

penilaian tingkah laku manusia yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang
didasarkan atas suatu motivasi tertentu. Sedangkan moral merupakan suatu ajaran ataupun
wejangan, patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
3.1.6 Polapikiruntukmembangunkehidupanberpolitikyangmurnidanjernihmutlakdilakukan
sesuaidengankelimasilaPancasila.EtikapolitikPancasilaharusdirealisasikanolehsetiap
individu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara.Peran
Pancasila sebagai sumber etika politik di Indonesia harus benar-benar dipahamiolehsetiap
penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai
penyimpangansepertiyangterjadidewasaini.

Anda mungkin juga menyukai