Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan

2.1

Konsep Lansia

2.1.1 Definisi Lansia


Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Lansia adalah orang
yang berusia diatas 60 tahun yang mengalami proses menua. Dimana proses alami yang
disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi
satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara
umum maupun kesehatan jiwa pada lansia (Depkes RI,1992).
Masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai
masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini.
Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok
orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia
lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu
sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh
berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan
sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian
semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri. (James C. Chalhoun,
1995)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :

Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,


Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Sedangkan menurut Prayitno Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam UndangUndang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang
berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian
dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun
1

ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia
seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini
digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia.
1.1.2 Teori Penuaan
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis
yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan. Tiap spesies
didalam nukleusnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut
suatu replikasi tertentu.
b. Teori Non Genetik
1)
Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan molekul, fragmen molekul atau dengan elektron
bebas tak berpasangan untuk organisme aerobik radikal bebas terutama
terbentuk pada waktu respirasi. Radikal bebas ini sangat merusak karena
sangat aktif sehingga dapat terikat dengan moekul dan mengubah fungsi
molekul tersebut. Radikal bebas juga sangat reaktif sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel dan
dengan gugus SH. Radikal bebas yang tidak terikat merusak dan
mengganggu fungsi sel dan dapat menimbulkan penyakit degenerative dan
mempercepat penuaan. Namun enzim tertentu bisa menangkal radikal bebas
seperti superoxide dismentase, haem, glutation peroksidase, juga senyawa
non enzimatik sperti vitamin C, provit A, vitamin E, walaupun telah ada
system penangkal masih ada radikal bebas tetap lolos. Bahkan makin lanjut
usia makin banyak radikal bebas yang terbentuk sehingga proses perusakan
terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak sel mati.
2)
Teori Menua Akibat Metabolisme
Berkurangnya intake kalori akan menghambat

pertumbuhan

dan

memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penurunan intake kalori


tersebut antara lain disebabkan menurunnya salah satu/beberapa proses
metabolisme sehingga terjadi penurunan hormon yang merangsang
proliferasi sel seperti insulin dan hormon pertumbuhan.
3)

Teori Dipakai dan Aus


2

Setelah menginjak usia dewasa, sel dan jaringan tidak tumbuh lagi.
Selanjutnya terjadi fase disintegrasi jaringan dan organ tubuh yang sering
dipakai. Bila tidak ada perbaikan atau pergantian sel atau jaringan maka
proses tersebut diakhiri dengan kematian.
c. Teori Fisiologis
1)
Teori Organ Tunggal
Penuaan terjadi akibat deferiorasi progresif pembuluh darah karena
aterosklerosis. Penuaan terjadi akibat kegagalan fungsi kelenjar tiroid
sehingga terjadi perlambatan proses metabolisme.
2)
Teori Adaptasi & Stress
Penuaan sebagai efek kumulatif dari berbagai stress sepanjang hidup yang
tidak sepenuhnya teratasi dan meninggalkan residual (sisa).
3)
Teori Imunologik
Kemampuan respon imun setiap orang berbeda dan perbedaan ini diperbesar
bila mereka menjadi tua, karena proses penuaan menimbulkan abnormalitas
system imun yang member konstribusi pada sebagian besar penyakit, baik
akut maupun kronis pada lansia.
1.1.3

Proses aging
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho,
2000). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Akibat perkembangan
usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan yangmenuntut dirinya untuk
menyesuakan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah.Berikut perubahanperubahan yang terjadi pada lansia :
a. Perubahan-perubahan Fisiologis (Watson Roger, 2003)
1. Keadaan Umum
Penurunan secara progresif proses fisiologis akibat keseimbangan yang mudah rusak
dan gangguan mempertahankan homeostatis. Adanya stressor fisik dan emosi
menyebabkan lansia mudah terserang penyakit karena penurunan fungsi fisiologis.
Lansia lebih banyak menggunakan istirahat daripada beraktifitas.
2. Integumen
a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
3

b.Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta
perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
f. Pertumbuhan kuku lebih lambat.
g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya
3. Muskuloskletal
a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
b. Kifosis
c. Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
d. Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
e. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
f. Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil
sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
g. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh
4. Neurologik
Lensa kehilangan elastisitas, gerak mata menurun, pendegaran menurun, perubahan
keseimbangan dan ekulibrum, penurunan sensasi rasa, penurunan persepsi bau,
jumlah nerves ending menurun.
5. Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing
mendadak.
e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
6. Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk.
b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Eosephagus melebar.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Daya absorbsi melemah
4

7. Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. Kemampuan untuk batuk berkurang.
f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
8. Reproduksi.
a. Menciutnya ovari dan uterus.
b. Atrofi payudara.
c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan
baik.
e. Selaput lendir vagina menurun.
9. Perkemihan.
a. sirkulasi ginjal menurun
b. Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
10. Endokrin.
a. Produksi semua hormon menurun.
b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan
menurunnya daya pertukaran zat.
c. Menurunnya produksi aldosteron.
d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan
testosteron.
b. Perubahan Psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental.
Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
Kesehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan (Hereditas)
Lingkungan
Kenangan (Memory).
Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup

beberapa perubahan.
Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.
5

IQ (Inteligentia Quantion).
Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan
pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

c. Perubahan Psikososial ( Nugroho, 2000)


a. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan
mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
Kehilangan finansial (income berkurang).
Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap

dengan segala fasilitasnya).


Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
Kehilangan pekerjaan/kegiatan.

b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)


c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan.
f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family.
j. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan Spiritual (Nugroho, 2000)
1. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. (Maslow, 1970)
2. Lansia makin matur dalam kehidupan agamanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zetner,1970)
3. Perkembangan Spiritual pada usia 70 tahun adalah universal, perkembangan yang
dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh
cara mencintai dan keadilan (Folwer, 1978)
2.2. Konsep Dasar Rheumatoid Artritis
2.2.1

Definisi
Penyakit Reumathoid arthritis adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang

bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
6

sendi secarasimetris. Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang


menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001).
Reumathoid artritis dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak
sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur
(Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Rheumatoid artritisadalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane
sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
(Susan Martin Tucker,1998)
Rheumatoid artritis (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai
mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan
nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C.
Baughman, 2000)
Rheumatoid artritis adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi
utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour ,
2001)
2 . 2 . 2 Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan
kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi.
Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma
dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, Rheumatoid artritis diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
2.2.3 Manifestasi Klinis
7

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita rheumatoid
arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan,
oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam.
2. Poliarthritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisasi
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Hal ini berbeda dengan kekakuan pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan
selalu kurang dari satu jam.
4. Arthritis erosif, peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi
tulang.
5. Deformitas,kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan
penyakit. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul
sekunder dari subluksasi metatarsal.
6. Nodul-nodul

rheumatoid, biasanya

pada sendi

siku atau disepanjang

permukaan ekstensor dari lengan. Adanya nodula-nodula ini biasanya


merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra artikular, rheumatoid juga menyerang jantung, paru-paru,
mata dan pembuluh darah dapat rusak. (Price & wilson, 1995)
Manifestasi Ekstra-artikular dari Rheumatoid Arthritis
Kulit

Nodula subkutan
Vaskulitis, menyebabkan bercak-bercak coklat

Jantung

Lesi-lesi ekimotik
Perikarditis
Tamponade perkardium (jarang)

Paru-paru

Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung


Pleuritis dengan atau tanpa efusi

Mata
Sistem saraf

Peradangan paru-paru
Skleritis
Neuropati perifer
Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom terowongan
karpal, neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan
8

abnormalitas vertebra servikal.


Anemia (sering)

Sistemik

Osteoporosis generalisata
Sindrom Felty
Sindrom Sjogren (keratokonjungtivitissika)
Amiloidosis (jarang)

Gbr.
angsa.

Tangan
Terlihat

deformitas

yang

reumatoid
poliartritis
berat

dengan
pada

terdapat

boutonniere
sendi

otot

dan

tangan.
yang

tidak

deformitas

Diantara

leher

perubahan

digunakan

dalam

snuffbox anatomik (antara ibu jari dan jari telunjuk).


www.scribd.com

2.2.4. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama
pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.

2.2.5. KRITERIA DIAGNOSTIK


Kriteria diagnostik Rheumatoid artritisadalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau
gambaran

erosi

peri-artikuler

pada

foto

rontgen.

Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association (ARA) adalah:


1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu
sendi.
3. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada
salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. Gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
a. Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurangkurangnya selama 6 minggu
b. Definitif

: bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-

kurangnya selama 6 minggu.


c. Kemungkinan rheumatoid

: bila terdapat 3 kriteria dan

berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

10

Gbr.

Radiogram

tangan

reumatoid.

Perhatikan

penurungan

jarak

sendi (panah hitam), erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan
tejadi deformitas sendi (panah putih besar).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.

Tes serologi
Sedimentasi eritrosit meningkat
Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita

2.

Pemerikasaan radiologi
Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis

3.

Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi
dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.

2.2.7. PENATALAKSANAAN
11

Tujuan

penatalaksanaan

reumatoid

artritis

adalah

mengurangi

nyeri,

mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan


kemampuan mobilisasi penderita (Lemone & Burke, 2001).
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan

pada

rheumatoid

arthritis

meliputi

pemberian

aspirin

untuk

mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi,


pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2 . Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk
mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan
gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas
inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap
menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3 . Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan
relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efekti f

daripada kompres

dingin.
4 . Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5 . Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi,
arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.

12

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1.

Pengkajian

A. Anamnesa
a. Identitas

: meliputi nama, umur, jenis kelamin. Pada kasus RA biasanya


terjadi pada usia 25-50 tahun, insiden puncak pada usia 40-60 tahun

b. Keluhan utama : terdapat kekakuan yang biasanya terjadi pada pagi hari.
c. Riwayat penyakit sekarang

: gampang lelah, anoreksia, BB menurun.

d. Riwayat penyakit keluarga

:-

e. Pola aktivitas dan istirahat

: ditemukan nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan,


dan kekakuan pada pagi hari.

f. Pola nutrisi

: penurunan nafsu makan dan berat badan

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

Tingkat Kesadaran

: Composmentis, Apatis, Sumnolen, Suporus, Coma

Tanda-Tanda Vital : Puls =


1. Kepala

Temp=

RR=

Tensi=

: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan

2. Mata, Telinga, Hidung: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan


3. Leher

: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan

4. Dada & Punggung

: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan


13

5. Abdomen & Pinggang: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan


6. Ekstremitas Atas & Bawah : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang
telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa
deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang
besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak
terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
7. Sistem Immune

: biasanya terjadi penurunan.


8. Genetalia : Pada umumnya tidak akan tampak
perubahan
9. Sistem Reproduksi

: Pada umumnya tidak

akan tampak perubahan


10. Sistem Persyarafan : Kesemutan pada tangan dan
kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan. Pembengkakan
sendi simetris.

3.2

No
1
1.

11. Sistem Pengecapan

: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan

12. Sistem Penciuman

: Pada umumnya tidak akan tampak perubahan

13. Tactil Respon

: biasanya terjadi penurunan

ANALISA DATA
Data

Interprestasi

Masalah

( Sign / Symptom )
2
Keluhan

( Etologi )

( Problem )

nyeri,ketidaknyamanan,
kelelahan

3
Agen pencedera (virus,

Nyeri

bakteri)

Kronis

Menginfeksi sendi

Merusak lapisan sendi


(membrane sinovium)

Inflamasi sendi
14

4
Akut

atau


Nyeri
2.

Kesulitan

dalam

malakukan pergerakan

Kerusakan kartilago dan

Resiko cidera

tulang

Kelemahan otot

Kesulitan dalam bergerak

Resiko cedera

3.

Keengganan

untuk

mencoba

bergerak/

ketidakmampuan

untuk

Deformitas skeletal

hipertropi

dalam lingkungan fisik.

Membatasi rentang gerak,

Menghambat aliran sendi

koordinasi,

kekuatan otot/ kontrol dan


massa (tahap lanjut).
fungsi

Fisik

penurunan

Perubahan

mobilitas

Membrane sinovium

dengan sendiri bergerak

ketidakseimbangan

Gangguan

Kekakuan sendi

Gangguan mobilitas fisik

dari

bagian-bagian yang sakit.


Bicara negatif tentang diri
sendiri,

fokus

pada

kekuatan masa lalu, dan


penampilan.
4.

Ketidakmampuan

untuk

mengatur kegiatan seharihari

Kerusakan musculoskeletal

Ketidakmampuan mengatur
ADL
15

Defisit Perawatan
diri


Keterbatasan pemenuhan
ADL

Defisit perawatan diri


5.

Perubahan
hidup/

pada

kemapuan

gaya

Perubahan kemampuan

Gangguan Citra Tubuh

fisik

untuk melakukan tugas

atau

untuk melanjutkan peran,


kehilangan

pekerjaan,

ketergantungan
orang

terdekat.

Perubahan peran

pada

keterlibatan sosial; rasa

Berpikiran negative tentang

terisolasi.

diri sendiri

Perasaan tidak berdaya,


putus asa.

6.

Penampilan Peran

Perubahan gaya hidup

pada

Perubahan

Perubahan

Gangguan body image

Pertanyaan/

permintaan Gangguan dalam mengingat

Kurang

informasi,

pernyataan

Mengenai

Penyakit,

Prognosis,

Dan

kesalahan
Tidak

tepat

instruksi/
komplikasi

konsep. Kurang informasi mengenai

Pengetahuan

mengikuti

penyakit

Kebutuhan

terjadinya

Pengobatan.

yang

dapat

Kurang pengetahuan

dicegah.

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut atau Kronis b.d agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan

atau proses inflamasi, destruksi sendi.


2. Resiko cidera b.d kerusakan kartilago dan tulang ; hilangnya kekuatan otot.
3. Gangguan mobilitas Fisik b.d Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan Intoleransi
aktivitas, penurunan kekuatan otot.
16

4. Defisit Perawatan Diri b.d Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya


tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Gangguan Citra Tubuh atau Perubahan Penampilan Peran b.d Perubahan kemampuan
untuk

melaksanakan

tugas-tugas

umum,

peningkatan

penggunaan

energi,

ketidakseimbangan mobilitas.
6. Kurang Pengetahuan Mengenai Penyakit, Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan. b.d
Kurangnya pemajanan atau mengingat. Kesalahan interpretasi informasi.
3.3.

Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut/ Kronis b.d agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau
proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Individu mengatakan intensitas nyeri berkurang
Kriteria hasil :
-

Menyebutkan nyeri mereda

Skala nyeri rendah

Klien tidak mengeluh kesakitan pada daerah sendi ekstremitas

Intervensi dan Rasional:


a. Intervensi : Pantau keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktorfaktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
Rasional: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan
program
b. Intervensi : Berikan matras / kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan
Rasional :

Matras yang lembut atau empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi
yang terinflamasi atau nyeri.

c. Intervensi : Tempatkan / pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokhanter,


bebat, brace.
Rasional :

Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.


Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan
pada sendi

17

d. Intervensi :

Motivasi klien untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk

bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
e. Intervensi :

Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran

pada waktu bangun dan atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional :

Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan

f. Intervensi : Berikan masase yang lembut


Rasional : meningkatkan relaksasi atau mengurangi nyeri
g. Intervensi : motivasi klien dalam penggunaan teknik manajemen stres,
misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi,
pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping
h. Intervensi : Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi
individu.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan sehat
i. Intervensi : Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan
sesuai petunjuk.
Rasional

: Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot atau spasme,


memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
j. Intervensi : Kolaborasi : Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil
salisilat)

Rasional :

sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi


kekakuan dan meningkatkan mobilitas.

k. Intervensi :

Berikan kompres dingin jika dibutuhkan

Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut
18

2. 2. Resiko cidera b.d kerusakan kartilago dan tulang ; hilangnya kekuatan otot.
Tujuan

: Klien menyatakan cidera lebih sedikit dan rasa takut cidera berkurang

Kriteria hasil :
-

Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko cidera

Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan


untuk mencegah cidera.

Meningkatkan aktivitas harian bila memungkinkan

Intervensi dan Rasional :


a. Intervensi : Observasi keadaan klien setiap 30 menit
Rasional : Memberikan informasi kepada perawat untuk mengetahui keadaan klien
b. Intervensi : Berikan nasehat kepada keluarga klien untuk mendampingi klien
Rasional : Dampingan keluarga lebih memberikan rasa aman kepada klien daripada
perawat karena keluarga lebih lama berada disisi klien.
c. Intervensi : Modifikasi lingkungan klien dari bahaya yang memicu klien
untuk cidera.
Rasional : Penataan atau modifikasi lingkungan yang aman dapat menghindarkan klien
dari resiko cidera
k. Intervensi : Berikan posisi yang nyaman pada klien
Rasional

: Pemberian posisi yang nyaman pada klien dapat mnurangi pasien gelisah
dan sering bergerak.

Intervensi : Ajarkan klien untuk mnggerakkan persendian atau latihan otot ringan
Rasional : Latihan menggerakkan otot dapat melemaskan otot dan menguatkan otot
sehingga otot tidak kaku dan klien dapat terhindar dari cidera sdikit demi
sedikit.
m. Intervensi : Dekatkan barang-barang klien dengan klien
Rasional : Meletakkan barang-barang klien dekat dengan klien memudahkan klien
menjangkau barang tersebut sehingga klien terhindar dari resiko cidera.
3. Gangguan mobilitas Fisik b.d Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan

: Individu melaporkan dapat menggerakkan ekstremitasnya

Kriteria hasil

:
19

- Memperlihatkan penggunaan alat-alat untuk meningkatkan


mobilitas
- Menunjukkan tindakan yang memperlihatkan peningkatam
mobilitas
Intervensi dan Rasional:
a. Intervensi : Evaluasi atau lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi atau rasa sakit pada
sendi
Rasional : Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dari
peoses inflamasi
b. Intervensi : Pertahankan istirahat tirah baring atau duduk jika diperlukan jadwal aktivitas
untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari
yang tidak terganggu.
Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit
yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
c. Intervensi : Bantu dengan rentang gerak aktif atau pasif, demikian juga latihan resistif
dan isometris jika memungkinkan
Rasional : Mempertahankan atau meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum. Catatan

: latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi,

karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi


d. Intervensi : Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan
atau bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis,
trapeze
Rasional :

Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.


Memepermudah

perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik

pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit


e. Intervensi :

Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace

Rasional : Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan


posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor
f. Intervensi
Rasional
g. Intervensi :

: Gunakan bantal kecil atau tipis di bawah leher


: Mencegah fleksi leher
Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan

Rasional

: Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas


20

h. Intervensi : Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan


pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
Rasional
i. Intervensi

: Menghindari cidera akibat kecelakaan atau jatuh


: Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi tentang program latihan.

Rasional

: Berguna dalam memformulasikan program latihan atau aktivitas yang


berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat

j. Intervensi

: Berikan matras busa atau pengubah tekanan.

Rasional

: Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi


risiko imobilitas

k. Intervensi
Rasional

: Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).


: Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut

DAFTAR PUSTAKA
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Darmojo, Boedhi,et al.2000.Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hardywinoto, dkk. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek (Menjaga
Keseimbangan Kwalitas Hidup pada Lanjut Usia). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Ismayadi.2007. Proses Menua( Aging Process).Medan : FKUSU
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care,
hal.1248
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

21

Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
Wilkinson, Judith.M. 2007. Buku Saku Diagnosis Dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. EGC: Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai