Laporan Pendahuluan Ispa
Laporan Pendahuluan Ispa
2.1
Konsep Lansia
Sedangkan menurut Prayitno Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam UndangUndang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang
berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian
dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun
1
ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia
seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini
digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia.
1.1.2 Teori Penuaan
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis
yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan. Tiap spesies
didalam nukleusnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut
suatu replikasi tertentu.
b. Teori Non Genetik
1)
Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan molekul, fragmen molekul atau dengan elektron
bebas tak berpasangan untuk organisme aerobik radikal bebas terutama
terbentuk pada waktu respirasi. Radikal bebas ini sangat merusak karena
sangat aktif sehingga dapat terikat dengan moekul dan mengubah fungsi
molekul tersebut. Radikal bebas juga sangat reaktif sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel dan
dengan gugus SH. Radikal bebas yang tidak terikat merusak dan
mengganggu fungsi sel dan dapat menimbulkan penyakit degenerative dan
mempercepat penuaan. Namun enzim tertentu bisa menangkal radikal bebas
seperti superoxide dismentase, haem, glutation peroksidase, juga senyawa
non enzimatik sperti vitamin C, provit A, vitamin E, walaupun telah ada
system penangkal masih ada radikal bebas tetap lolos. Bahkan makin lanjut
usia makin banyak radikal bebas yang terbentuk sehingga proses perusakan
terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak sel mati.
2)
Teori Menua Akibat Metabolisme
Berkurangnya intake kalori akan menghambat
pertumbuhan
dan
Setelah menginjak usia dewasa, sel dan jaringan tidak tumbuh lagi.
Selanjutnya terjadi fase disintegrasi jaringan dan organ tubuh yang sering
dipakai. Bila tidak ada perbaikan atau pergantian sel atau jaringan maka
proses tersebut diakhiri dengan kematian.
c. Teori Fisiologis
1)
Teori Organ Tunggal
Penuaan terjadi akibat deferiorasi progresif pembuluh darah karena
aterosklerosis. Penuaan terjadi akibat kegagalan fungsi kelenjar tiroid
sehingga terjadi perlambatan proses metabolisme.
2)
Teori Adaptasi & Stress
Penuaan sebagai efek kumulatif dari berbagai stress sepanjang hidup yang
tidak sepenuhnya teratasi dan meninggalkan residual (sisa).
3)
Teori Imunologik
Kemampuan respon imun setiap orang berbeda dan perbedaan ini diperbesar
bila mereka menjadi tua, karena proses penuaan menimbulkan abnormalitas
system imun yang member konstribusi pada sebagian besar penyakit, baik
akut maupun kronis pada lansia.
1.1.3
Proses aging
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho,
2000). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Akibat perkembangan
usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan yangmenuntut dirinya untuk
menyesuakan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah.Berikut perubahanperubahan yang terjadi pada lansia :
a. Perubahan-perubahan Fisiologis (Watson Roger, 2003)
1. Keadaan Umum
Penurunan secara progresif proses fisiologis akibat keseimbangan yang mudah rusak
dan gangguan mempertahankan homeostatis. Adanya stressor fisik dan emosi
menyebabkan lansia mudah terserang penyakit karena penurunan fungsi fisiologis.
Lansia lebih banyak menggunakan istirahat daripada beraktifitas.
2. Integumen
a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
3
b.Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta
perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
f. Pertumbuhan kuku lebih lambat.
g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya
3. Muskuloskletal
a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
b. Kifosis
c. Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
d. Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
e. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
f. Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil
sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
g. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh
4. Neurologik
Lensa kehilangan elastisitas, gerak mata menurun, pendegaran menurun, perubahan
keseimbangan dan ekulibrum, penurunan sensasi rasa, penurunan persepsi bau,
jumlah nerves ending menurun.
5. Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing
mendadak.
e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
6. Gastrointestinal.
a. Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk.
b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Eosephagus melebar.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Daya absorbsi melemah
4
7. Respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. Kemampuan untuk batuk berkurang.
f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
8. Reproduksi.
a. Menciutnya ovari dan uterus.
b. Atrofi payudara.
c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan
baik.
e. Selaput lendir vagina menurun.
9. Perkemihan.
a. sirkulasi ginjal menurun
b. Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
10. Endokrin.
a. Produksi semua hormon menurun.
b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan
menurunnya daya pertukaran zat.
c. Menurunnya produksi aldosteron.
d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan
testosteron.
b. Perubahan Psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental.
Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
Kesehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan (Hereditas)
Lingkungan
Kenangan (Memory).
Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup
beberapa perubahan.
Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.
5
IQ (Inteligentia Quantion).
Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan
pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
Definisi
Penyakit Reumathoid arthritis adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang
bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
6
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita rheumatoid
arthritis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan,
oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam.
2. Poliarthritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisasi
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Hal ini berbeda dengan kekakuan pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan
selalu kurang dari satu jam.
4. Arthritis erosif, peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi
tulang.
5. Deformitas,kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan
penyakit. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul
sekunder dari subluksasi metatarsal.
6. Nodul-nodul
rheumatoid, biasanya
pada sendi
Nodula subkutan
Vaskulitis, menyebabkan bercak-bercak coklat
Jantung
Lesi-lesi ekimotik
Perikarditis
Tamponade perkardium (jarang)
Paru-paru
Mata
Sistem saraf
Peradangan paru-paru
Skleritis
Neuropati perifer
Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom terowongan
karpal, neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan
8
Sistemik
Osteoporosis generalisata
Sindrom Felty
Sindrom Sjogren (keratokonjungtivitissika)
Amiloidosis (jarang)
Gbr.
angsa.
Tangan
Terlihat
deformitas
yang
reumatoid
poliartritis
berat
dengan
pada
terdapat
boutonniere
sendi
otot
dan
tangan.
yang
tidak
deformitas
Diantara
leher
perubahan
digunakan
dalam
2.2.4. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirhematoid
drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama
pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
erosi
peri-artikuler
pada
foto
rontgen.
10
Gbr.
Radiogram
tangan
reumatoid.
Perhatikan
penurungan
jarak
sendi (panah hitam), erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan
tejadi deformitas sendi (panah putih besar).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Tes serologi
Sedimentasi eritrosit meningkat
Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2.
Pemerikasaan radiologi
Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3.
Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi
dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
2.2.7. PENATALAKSANAAN
11
Tujuan
penatalaksanaan
reumatoid
artritis
adalah
mengurangi
nyeri,
pada
rheumatoid
arthritis
meliputi
pemberian
aspirin
untuk
daripada kompres
dingin.
4 . Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet
yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5 . Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi,
arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
12
Pengkajian
A. Anamnesa
a. Identitas
b. Keluhan utama : terdapat kekakuan yang biasanya terjadi pada pagi hari.
c. Riwayat penyakit sekarang
:-
f. Pola nutrisi
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran
Temp=
RR=
Tensi=
3.2
No
1
1.
ANALISA DATA
Data
Interprestasi
Masalah
( Sign / Symptom )
2
Keluhan
( Etologi )
( Problem )
nyeri,ketidaknyamanan,
kelelahan
3
Agen pencedera (virus,
Nyeri
bakteri)
Kronis
Menginfeksi sendi
Inflamasi sendi
14
4
Akut
atau
Nyeri
2.
Kesulitan
dalam
malakukan pergerakan
Resiko cidera
tulang
Kelemahan otot
Resiko cedera
3.
Keengganan
untuk
mencoba
bergerak/
ketidakmampuan
untuk
Deformitas skeletal
hipertropi
koordinasi,
Fisik
penurunan
Perubahan
mobilitas
Membrane sinovium
ketidakseimbangan
Gangguan
Kekakuan sendi
dari
fokus
pada
Ketidakmampuan
untuk
Kerusakan musculoskeletal
Ketidakmampuan mengatur
ADL
15
Defisit Perawatan
diri
Keterbatasan pemenuhan
ADL
Perubahan
hidup/
pada
kemapuan
gaya
Perubahan kemampuan
fisik
atau
pekerjaan,
ketergantungan
orang
terdekat.
Perubahan peran
pada
terisolasi.
diri sendiri
6.
Penampilan Peran
pada
Perubahan
Perubahan
Pertanyaan/
Kurang
informasi,
pernyataan
Mengenai
Penyakit,
Prognosis,
Dan
kesalahan
Tidak
tepat
instruksi/
komplikasi
Pengetahuan
mengikuti
penyakit
Kebutuhan
terjadinya
Pengobatan.
yang
dapat
Kurang pengetahuan
dicegah.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut atau Kronis b.d agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan
melaksanakan
tugas-tugas
umum,
peningkatan
penggunaan
energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
6. Kurang Pengetahuan Mengenai Penyakit, Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan. b.d
Kurangnya pemajanan atau mengingat. Kesalahan interpretasi informasi.
3.3.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut/ Kronis b.d agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau
proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Individu mengatakan intensitas nyeri berkurang
Kriteria hasil :
-
Matras yang lembut atau empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi
yang terinflamasi atau nyeri.
17
d. Intervensi :
bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
e. Intervensi :
pada waktu bangun dan atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional :
Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan
Rasional :
k. Intervensi :
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut
18
2. 2. Resiko cidera b.d kerusakan kartilago dan tulang ; hilangnya kekuatan otot.
Tujuan
: Klien menyatakan cidera lebih sedikit dan rasa takut cidera berkurang
Kriteria hasil :
-
: Pemberian posisi yang nyaman pada klien dapat mnurangi pasien gelisah
dan sering bergerak.
Intervensi : Ajarkan klien untuk mnggerakkan persendian atau latihan otot ringan
Rasional : Latihan menggerakkan otot dapat melemaskan otot dan menguatkan otot
sehingga otot tidak kaku dan klien dapat terhindar dari cidera sdikit demi
sedikit.
m. Intervensi : Dekatkan barang-barang klien dengan klien
Rasional : Meletakkan barang-barang klien dekat dengan klien memudahkan klien
menjangkau barang tersebut sehingga klien terhindar dari resiko cidera.
3. Gangguan mobilitas Fisik b.d Deformitas skeletal Nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan
Kriteria hasil
:
19
Rasional
Rasional
j. Intervensi
Rasional
k. Intervensi
Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Darmojo, Boedhi,et al.2000.Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hardywinoto, dkk. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek (Menjaga
Keseimbangan Kwalitas Hidup pada Lanjut Usia). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Ismayadi.2007. Proses Menua( Aging Process).Medan : FKUSU
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care,
hal.1248
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.
21
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
Wilkinson, Judith.M. 2007. Buku Saku Diagnosis Dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. EGC: Jakarta
22