TUBERKULOSIS (TB)
1.1
Pengertian
1.1.1 Tuberkulosis
(TB)
adalah
penyakit
infeksi
menular
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteri patogen,
tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel
ini berukuran 0.3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah (Price
dan Wilson, 2006: 852).
1.1.2 Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paruparu, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberculosis pada
manusia ditemukan dalam dua bentuk, yaitu (Somantri, 2012: 67)
1.1.2.1
1.1.2.2
Sebagian besar kuman berupa lemak/ lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen
tinggi yaitu apikal/ apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis
(Somantri, 2012: 67).
2.1.2 Risiko Penularan TB Di Tempat Kerja
Berdasar CDC risiko tertulaar TB dibagi menjadi (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 170):
2.1.2.1
Risiko rendah:
Area atau sekelompok pekerja dengan 1). konversi PPD tidak lebih tinggi dari konversi
pada umumnya 2). tak didapat konversi PPD 3). Tak ada penularan diantara pekerja. 4).
Kurang dari 6 penderita TB dalam setahun.
1 | Tu b e r k u l o s i s
2.1.2.2
Risiko sedang:
Area atau sekelompok pekerja dengan 1). Konversi PPD tidak lebih tinggi dari konversi
pada umumnya 2). Tak didapat konversi PPD 3). Tak ada penularan di antara pekerja 4).
Didapat 6 penderita atau lebih penderita TB dalam setahun.
2.1.2.3
Risiko tinggi:
Area atau sekelompok pekerja dengan 1). Konversi PPD lebih tinggi dari konversi pada
umumnya 2). Didapat kluster konversi PPD 3). Ada kemungkinan penularan di antara
pekerja. Untuk pedomaan dalam menetukan seseorang termasuk risiko rendah, sedang,
atau tinggu bisa diisi formulir dibawah ini. Makin tinggi skornya maka makin tinggi risiko
untuk tertular TB paru.
2.1.3 Penularan TB
Penularan TB paru bisa terjadi lewat kuman Mycobacterium tuberculosa yang didapat
pada droplet nuclei dari penderita TB paru yang sputumnya masih positif. Pada penderita
TB paru yang sputumnya negative atau tidak mengandung kuman Mycobacterium
tuberculosa tidak akan menular ke orang lain.
Penderita TB akan mengeluarkan driplet nuclei sewaktu dia berbicara, batuk dan bersin
sehingga pada saat tersebut akan banyak bertebaran droplet nuclei yang mengandung
Mycobacterium tuberculosa yang bisa terhidrup oleh orang lain dan terjadi penularan,
juga harus hati-hati pada waktu di pesawat terbang karena ada bukti penularan pada
penumpang lain yang jumlahnya cukup banyak (4% dari jumlah penumpang). Oleh
karena itu penumpang dengan sputum positif harus dibatalkan penerbangannya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 120 orang kontak didapatkan 86 orang (72%)
tuberculin negative (<5 mm), 29 orang (24%) positif (>5 mm) dan pada 5 orang lagi
(4%) terdapat konversi Tuberkulin. Dari 29 orang yang positif Tuberkulinnya, 27
diantaranya ternyata punya factor risiko lain untuk positifnya tes ini, yaitu lahir di luar
Amerika atau riwayat pemberian BCG. Kelima orang yang mengalami konversi tuberculin
berasak dari Negara dimana imunisasi BCG secara rutin diberikan.
Peneliti mengambil kesimpulan bahwa tes Tuberkulin yang positif serta konversi yang
terjadi mungkin karena riwayat vaksinasi BCG sebelumnya atau infeksi pada Negara
yang endemis TB. Tetapi, karena ada 2 orang dari 29 yang positif tes Tuberkulin tidak
punya factor risiko TB apa-apa, maka kemungkinan tertular TB di pesawat terbang tidak
dapat di singkirkan. (Miller 2005)
2 | Tu b e r k u l o s i s
Dan tidak boleh dilupakan penderita TB yang meninggal ternyata bisa menular ke
pegawai perawatan mayat terjadi pada 2 pegawai di Inggris. Penularan lain lewat
laboratorium, dan peternakan sapi perah. (Lauzardo, 2001)
2.1.4 Factor yang mempengaruhi adanya penularan adalah:
2.1.4.1
Adanya kontak langsung dengan penderita TB dengan sputum positif.
2.1.4.2
Seberapa erat kontak dengan sumber penularan.
2.1.4.3
Lamanya kontak.
2.1.4.4
Berapa banyak kuman yang ada di udara.
2.1.4.5
Daya tahan dari kontak.
2.1.4.6
Lingkungan juga punya banyak pengaruh dalam menaikkan risiko penularan
misal ventilasi, sinar matahari, kelembaban dan kepadatan penghuni.
2.1.4.7
Factor yang bisa menghambat keberhasilan pemberantasan TB:
2.1.4.8
Control terhadap penderita yang kurang memadai.
2.1.4.9
Kemiskinan, penyalahgunaan obat, status kesehatan yang rendah dan
tempat tinggal yang padat.
2.1.4.10
Peningkatan penghuni tempat penampungan, orang tua dengan perawatan
khusus yang lama, HIV, dan jumlah pendatang dari daerah yang infeksinya tinggi.
2.1.5 Faktor penyebab TBC
2.1.5.1
Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi disini saat erat kaitannya dengan rumah, kepadatan hunian,
lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk. Smeua
faktor tersebut dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga juga sangat
erat dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat
hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2.1.5.2
Status gizi
Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan
lain-lain
(malnutrisi),
akan
lebih
rentan
terhadap
kematian
akibat
serangan
tuberkulosis
paru
dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki, penyakit ini lebih
tinggi, karena perokok dan minuman alkohol dapat menurukan sistem pertahanan tubuh.
3 | Tu b e r k u l o s i s
Sehingga, wajar jika perokok dan peminum alkohol sering disebut sebagai agen dari
penyakit tuberkulosis paru.
2.1.6 Faktor resiko untuk pajanan dan infeksi tuberculosis (Corwin, 2009:546):
Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang
tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota
keluarga pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Imigran ke
amerika serikat berasal dari negara berkembang sering mengindap infeksi aktif atau
laten.
Tenaga kesehatan yag merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan
fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita
tuberculosis juga beresiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di antara mereka yang
terpajan basil, individu yang sistemnya tidak adekuat, sepeti mereka yang kekurangan
gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-anak, individu yang medapat obat
imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus imunodefisiensi manusia (HIV)
kemungkinan
besar
akan
terinfeksi.
Virulensi
galur
kuman
juga
mempengaruhi
3.1
4.1
310):
Batuk-batuk
Batuk-batuk
Dada terasa
Dada terasa
Klasifikasi
4 | Tu b e r k u l o s i s
penderita
tuberculosis
yang
sebelumnya
pernah
mendapat
pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.
4.1.3 Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah (Form TB 09).
4.1.4 Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5.1
Patogenesis/ patofisiologi
Price dan Wilson (2006), mengatakan tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah
saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu
yang terkontaminasi. Akan tetapi, di Amerika Serikat, dengan luasnya pasteurisasi susu
dan deteksi penyakit pada sapi perah, TB bovin ini jarang terjadi.
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor
adalah makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas
seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular
(lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
5 | Tu b e r k u l o s i s
Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di
bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia
akut. Pneumonia selular ini dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respons
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa
yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesu primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau
dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial.
Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi teempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal
sebagai
penyebaran
limfohematogen,
yang
biasanya
sembuh
sendiri.
organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price
dan Wilson, 2006: 852-853).
Menurut Somantri (2012), seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli
dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran
basilini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrophil dan
makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis
menghancurkan
(melisiskan)
basil
dan
jaringan
normal.
Reaksi
jaringan
ini
membentuk
jaringan
parut.
Paru-paru
yang
terinfeksi
kemudian
Pemeriksaan Penunjang
26-27 G. Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke
atas dan ujungnya dimasukkan kebawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu
gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml
disuntikkan dengan tepat dan cermat. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum
diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam
periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit
ditekuk. Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan
millimeter, pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan
bawah.
Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba) dan bukan eritema yang bernilai. Indurasi
dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut dengan jari
tangan). Tidak adanya indurasi sebhaiknya dicatat sebagai 0 mm bukan negative.
Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar
5 mm atau lebih dianggap reaksi positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan
adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang
diameternya sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok
tertentu, sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang
dengan faktor resiko TB yang tidak diketahui. Reaksi positif terhadap tes tuberculin
mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat penyakit secara klinis.
Namun, tes ini adalah alat diagnostic penting dalam mengevaluasi seorang pasien dan
juga berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada masyarakat.
6.1.2 Pemeriksaan Radiologi (Price&Wilson, 2006: 856)
Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar
getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau
segmen posterior lobus bawah merupakan tempat tempat yang sering menimbulkan lesi
yang terlihat homogeny dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya
pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.
6.1.3 Pemeriksaan Bakteriologik (Price&Wilson, 2006: 857)
Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dipakai. Sediaan apus digenangi dengan zat
karbolfuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan alcohol-asam. Sesudah
itu di warnai lagi dengan metilen biru atau brilliant green. Cara pewarnaan yang paling
banyak digunakan adalah tekhnik pewarnaan fluoresensi memakai larutan auraminrodamin. Setelah larutan ini melekat pada mikobakteri makan tidak dapat di dekolorisasi
lagi dengan alcohol-asam. Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam
8 | Tu b e r k u l o s i s
(AFB) yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal
untuk menegakkan diagnosis, tetapi suatu sediaan yang negative kemungkinan tidak
menyingkirkan adanya infeksi penyakit. Cara penegakkan diagnosis yang paling tepat
adalah dengan memakai tekhnik biakan. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada
semua biakan. Mycobakteri tumbu lambat dan membutuhkan suatu media yang
kompleks. Kolonimatur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kutil dan
bentuknya seperti kembang kol. Pertumbuhan mikobakteri yang diamati media biakan ini
sebaiknya
dihitung
sesuai
dengan
jumlah
koloni
yang
timbul.
Mikroorganisme
membutuhkan waktu 6-12 minggu pada suhu 36 o hingga 37oC untuk dapat tumbuh bila
menggunakan tes biokimia yang biasa.
7.1
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang meliputi
cara-cara berikut ini:
7.1.1 Penyuluhan
Pastikan mencakup (William & Wilkins, 2011: 1037):
7.1.1.1
Gangguan, diagnosis, dan terapi
7.1.1.2
Pemberian obat, dosis, dan kemungkinan efek simpang
7.1.1.3
Kapan mengunjungi dokter
7.1.1.4
Perlunya isolasi
7.1.1.5
Drainase postural dan perkusi dada
7.1.1.6
Latihan batuk dan napas dalam
7.1.1.7
Pemeriksaan tindak lanjut yang rutin
7.1.1.8
Tanda dan gejala kekambuhan TB
7.1.1.9
Kemungkinan
penurunan
efektivitas
kontrasepsi
hormonal
jika
menggunakan rifampin
7.1.1.10
Kebutuhan terhadap diet tinggi kalori, tinggi protein yang seimbang.
7.1.2 Pencegahan
Penyebaran tuberculosis (TB) dapat dicegah dengan mengikuti panduan berikut (William
& Wilkins, 2011: 1037):
7.1.2.1
Pasien yang dirawat harus mematuhi tindakan pencegahan pernapasan dan
tindakan pencegahan sekunder.
7.1.2.2
Pasien yang dipulangkan harus menggunakan masker sampai tidak lagi
menular.
7.1.2.3
distress
gastrointestinal.
Dengan ditemukannya Rifampisin paduan obat yang diberikan untuk kllien tuberculosis
adalah INH + Rifampisin + Streptomisis atau Etambutol setiap hari ( fase awal) dan
diteruskan pada fase lanjut dengan INH + Rifampisin atau Etambutol. Paduan ini
selanjutnya
berkembang
terapi
jangka
pendek,
dengan
memberikan
RHZ/4RH
dengan
variasi
RHZ/4RH,
2RHZ/4R 3H3,
2RHZ/4R2H2.
(somantri,2012:71-72).
5)
Pengobatan individu dengan TB (corwin. 2009:548):
Pengobatan untuk individu dengan tuberculosis aktif memerlukan waktu lama karena
basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermutasi apabila terpajan
antibiotic yang masih sensitive. Saat ini, terapi untuk individu pengidap infeksi aktif
adalah kombinasi obat yang setidaknya selama 9 bulan atau lebih lama. Apabila pasien
tidak berespon terhadap obat-obatan tersebut, obat dan protocol pengobatan lain akan
diupayakan.
Individu yang memperlukan uji kulit tuberculin positif setelah sebelumnya negatif,
bahkan jika individu tidak memperlihatkan adalah gejala aktif, biasaya mendapatkan
antibiotic selama 6-9 bulan untuk membantu respon imunnya dan meningkatkan
kemungkinan eradikasi basil total.
Jika tuberculosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan diprogramkan. Pasien
mungkin tetap di rumah sakit atau dibawah pengawasan sejenis karatina jika tingkat
kepatuhan terhadap terapi medis cenderung rendah.
10 | T u b e r k u l o s i s
Tabel 1. Rekomendasi pengobatan untuk orang yang belum pernah diobati (Hopewell,
2006: 36).
Derajat pilihan
Fase Awal
Fase Lanjutkan
Dianjurkan
INH,RIF,PZA,EMB1,2 tiap
hari, 2 bulan
INH,RIF,PZA,EMB2 tiap
hari, 2 bulan
Pilihan lain
(Hopewell,
2006: 37).
OAT
Isoniazid
10
Rifampisin
Pirazinamid
25 (20-30)
35 (30-40)
Etambutol
Anak 20 (15-25)*
30 (25-35)
Dewasa 15 (15-20)
Streptomisin
15 (12-18)
15 (12-18)
Dosis harian yang di rekomendasikan untuk Etambutol lebih tinggi pada anak (20mg/kg)
bandingkan untuk dewasa (15 mg/kg) karena beda farmakokinetik. (konsentrasi serum
puncak Etambutol pada anak lebih rendah dibandingkan pada dewasa dengan dosis
mg/kg yang sama) (Hopewell, 2006: 37).
11 | T u b e r k u l o s i s
6)
Table 3. Obat-obat untuk Pengobatan TB pada Orang Dewasa (Dosis dalam mg/kg)
(Price&Wilson, 2006: 859-860).
Nama obat
Haria
n
Dua kali
semingg
u
Tiga kali
semingg
u
Efek
samping
Pemantau
an reaksi
Keterangan
Maks.
Maks.
Kemerahan
(300
mg)
15 (900
mg)
15 (900
mg)
Kadar
enzim
hepatic
Mengukur
tingkat
dasar
enzim
hepatis
Piridoksin
dapat
mencegah
neuropatik
perifer
Pengukura
n dasar
trombosit
CBC dan
enzim
hepatitis
Interaksi
nyata
timbul
akibat
pemakaian
metadon,
kontrasepsi
dan obatobat lain
OBAT LINI
PERTAMA
Isoniazid (INH)
Hepatitik
Neuropati
perifer
Efek SSP
ringan
Rifampin (RIF)
10
10
10
(600
mg)
(600
mg)
(600
mg)
Gangguan
pencernaan
Interaksi
obat
Hepatitis
Masalahmasalah
perdarahan
RIF
menyebabk
an warna
cairan
tubuh
menjadi
oranye
Kemerahan
Gagal ginjal
Demam
Rifabutin
(RFB)
Tidak
diketahu
Kemerahan
Pengukura
n dasar
RFB
merupakan
12 | T u b e r k u l o s i s
(300
mg)
(300
mg)
Hepatitis
Demam
trombosit,
CBC dan
enzim
hepatis
kontraindik
asi untuk
pasien
yang
menggunak
an ritonavir
atau
delavirdin;
warna
cairan
tubuh
menjadi
oranye
Pengukura
n tingkat
dasar
asam urat
dan enzim
hepatis
Hiperusemi
a diobati
hanya bila
terdapat
gejala pada
pasien,
mungkin
menyebabk
an
pengontrola
n glukosa
menjadi
lebih sulit
pada
penderita
diabetes
Uji
ketajaman
penglihat
an warna
dasar
setiap
bulan
Dapat
timbul efek
ocular lain
dan
peningkata
n gagal
ginjal
Tes dasar
untuk
pendenga
ran dan
fungsi
ginjal
diulang
Untuk
orang
dewasa
diatas 60
tahun dosis
harus
dihindari
atau
diturunkan
Trombosito
penia
Pirazinamid
(PZA)
15-30
50-70
50-70
Hepatitis
(2g)
(4g)
(3g)
Hiperurise
mia
Gangguan
pencernaan
Kemerahan
Etambutol
( EMB)
15-25
50
25-30
Neuritis
optikus
Kemerahan
Streptomisin(
SM)
15
25-30
25-30
Ototoksik
(1g)
(1,5g)
(1,5g)
Keracunan
pada ginjal
15-30
(1g)
Keracunan pada
auditorius
Vestibular
Menilai
fungsi
vestibular
dan
pendengar
Digunaka
n dengan
hati-hati
pada
orang tua
13 | T u b e r k u l o s i s
Ginjal
an
Tes fungsi
kreatinin
dan BUN
Etionamid
15-20
(1g)
Gangguan
pencernaan
Pengukuran
enzim
hepatis
Dimulai
dengan
dosis
rendah
dan
ditingkatk
an sesuai
toleransi
Penilaian
keadaan
mental
Dimulai
dengan
dosis
rendah
dan
ditingkatk
an sesuai
toleransi
Hepatotoksis
Hipersensitivita
s
Sikloserin
15-20
(1g)
Psikosis
Kejang
Sakit keoala
Interaksi obat
Kanamisin
15-30
(1g)
Keracunan pada
auditprius
Vestibular
Ginjal
Pengukuran
tingkat
serum obat
Menilai
fungsi
vestibular
dan
pendengar
an
Tes fungsi
kreatinin
dan BUN
Asam
paraamin
osalisilat
150
Gangguan
pencernaan
(12g)
Hepatotoksik
Hipersentivitas
Natrium
berlebihan
7)
Pengukuran
enzi,
hepatis
Pengukuran
volume
yang
berlebihan
Setelah
terdapat
perubaha
n
bakteriolo
gis, dosis
dapat
diturunka
n 2-3 kali
setiap
minggu,
namun
tidak
disetujui
oleh FDA.
Dimulai
dengan
dosis
rendah
dan
ditingkatk
an sesuai
toleransi
Memantau
tingkat
natrium,
jantung
pasien
Para ahli sepakat bahwa diperlukan obat TB baru karena beberapa alasan. Pertama,
pengobatan jangka pendek yaitu 6 bulan masih dirasakan terlalu lama. Kedua, obat TB
yang tersedia saat ini tidak dapat digunakan untuk mengobati kasus-kasus dengan
Multidrug Resistance TB (MDR-TB). Ketiga, perlu dicari opsi obat lain berkaitan dengan
interaksi obat khususnya untuk pengobatan pasien TB yang disertai infeksi HIV. Keempat,
ditemukan obat yang lebih ideal untuk pengobatan TB laten, yakni individu yang telah
terinfeksi TB. Meskipun banyak studi secara terus-menerus mengembangkan obat-obat
baru untuk pengobatan TB, sebagian besar masih dalam tahap penelitian dan pada saat
ini belum direkomendasikan untuk digunakan praktek klinis.
Obat-obat tersebut meliputi antibiotic baru, derivat antimikrobal yang sebelumya
diketahui mempunyai efek anti mikrobakterial. Obat-obat yang paling banyak digunakan
dan menunjukan efikasi paling baik dan menjanjikan penggunaannya kelak yaitu meliputi
derivate Rifamisin, derivate fluorokuinolon, beberapa Makrolid, Oxazolidinone dan
Nitroimidazol.
8)
Vaksin terhadap TB yang mulai digunakan sejak tahun 1921 sampai saat ini dapat
memproteksi terhadap penyakit yang berat pada anak termasuk meningitis dan
disseminated TB, akan tetapi efektifitasnya pada TB paru beragam. Untuk eradikasi TB
diperlukan vaksin baru yang lebih banyak proteksinya dibandingkan Mycobacterium
bovis bacillus Clmetter-Guerin (BCG). Dalam 10 tahun terakhir ini ratusan kandidat
vaksin telah dibuat di berbagai senter, termasuk vaksin sub-unit seperti recombinant
BCG (rBCG) yaitu BCG yang direkayasa dan vaksin hidup dengan M. tuberculosis yang
telah dilemahkan. Beberapa diantaranya telah dilakukan uji klinis fase I dan diharapkan
dalam beberapa tahun mendatang telah diperoleh vaksin yang lebih superior dari BCG
dan dapat menggantikannya sehingga eradikasi TB dapat menjadi kenyataan.
9)
XDR-TB
Temuan terkini dari hasil survey yang dilakukan WHO dan CDC yang dimulai dari tahun
2000-2004 tersebut, melaporkan bahwa XDR-TB diidentifikasikan pada semua region di
dunia akan tetapi paling sering di negara-negara Uni Soviet dan Asia. Di Amerika, 4%
kasus MDR-TB masuk dalam kriteria XDR-TB. Di Latvia, salah satu negara dengan angka
MDR-TB tertinggi, ditemukan 19% kasus MRD TB termasuk dalam criteria XDR-TB. Data
terkini yang lain dari survey di atas, melaporkan adanya outbreak XDR-TB yang terjadi
pada populasi HIV positif di Afrika Selatan yang ditandai dengan angka mortalitas yang
mencemaskan.
Garis besar rekomendasi WHO terbaru terhadap penanganan MDR TB maupun XDR-TB
meliputi (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 8):
obat
dengan tujuan menyembuhkan kasus yang ada dan mencegah proses penalaran lebih
lanjut
16 | T u b e r k u l o s i s
berindurasi sama atau lebih dari 10 mm, khususnya bila salah satu keadaan dibawah ini
juga menyertai orang tersebut (CDC, 1996):
7.1.3.8.1
Kontak dengan kasus TB.
7.1.3.8.2
Berasal dari Negara yang berprevalensi TB tinggi
7.1.3.8.3
Terus-terusan terpajan dengan populasi yang berprevalensi TB tinggi
(contohnya, rumah penampungan bagi tuna wisma, pusat terapi obat).
Walaupun BCG telah diterima luas di seluruh dunia, tetapi vaksinasi tidak di rekomendasi
secara luas untuk melawan TB di Amerika Serikat karena resiko infeksi yang rendah dan
keefektifan vaksin yang bervariasi. Vaksinasi BCG hanya memiliki tingkat keefektifan
50% untuk mencegah semua bentuk TB.
Berdasarkan rekomendasi dari CDC 1996, BCG jarang diindikasikan. Penyedia perawatan
kesehatan yang memprtimbangkan vaksin BCG untuk pasien mereka, diharapkan untuk
mendiskusikan keadaan tersebut dengan staf pengawasan TB di departemen kesehatan
negaranya masing-masing. (CDC, 1996)
7.1.3.9
Strategi DOTS untuk penanggulangan TB merupakan salah satu intervensi yang palinh
cost-effective pada saat ini, terutama di Negara-negara dengan beban TB yang tinggi.
Meskipun demikian, keberhasilannya mulai terancam dengan meningkatkan multidrugresistant TB (MDR-TB). Berkaitan dengan problema MDR-TB ini, WHO berkolaborasi
dengan mitra internasional lainnya sejak tahun 1999 merintis suatu strategi untuk
mengatasi MDR-TB dengan program yang disebut sebagai DOTS-Plus. The stop TB
Working Group on DOTS-Plus for MDR-TB telah diciptakan tahun 1999 untuk menjamin
bahwa upaya pilot project DOT-plus nantinya terselenggara dengan baik. Pada beberapa
area di Indonesia, pada tahun ini, sedang dijajaki oleh greelight commite (GLC) yang
merupakan bagi dari working group DOTS-Plus untuk nelihat potensi diselenggarakan
DOTS-Plus ini berkaitan dengan kemampuan laboratorium dan uji kultuR/ sesitiviti test,
penyediaan obat anti TB lini kedua, serta kualitas impelmentasi DOTS di area tersebut
selama ini.
Hal penting dalam persiapan dan pelaksanaan DOTS Plus diantaranya adalah komitmen
Pemerintah dan Nasional TB program, pelaksanaan program pengendalian TB dengan
strategi DOTS yang baik, penemuan kasus MDR TB dengan pemeriksaan biakan dahak
dan uji sensitifiti yang terjamin kualitasnya, dan data surveilans resistensi OAT yang
representatis, berbasis wilayah Negara/wilayah sebagai dasar desai rejilmen pengobatan
dan rencana pengadaan obat.
17 | T u b e r k u l o s i s
7.1.3.10
2007:
4-5)
Prinsip dasar dari perawatan dengan tersangka TB astau pasien TB di dunia adalah
sama. Diagnosis harus ditegakkan dengan cepat, tepat dan akurat. Regimen pengobatan
standar yang telah terbukti efikasinya harus digunakan ditunjang dengan supervise dan
terapi penunjang yang sesuai. Respons pengobatan harus dimonitor, dan harus ada
keikutsertaan tanggung jawab dalam aspek public health. Harus disadari, diagnosis yang
segera, akurat dan efektif tidak sekedar merupakan komponen esensi dalam perawatan
pasien TB yang baik, tetapi juga merupakan komponen kunci dalam public health dan
merupakan cornerstone dalam control TB. Jadi semua provider haruslah mengenal, tidak
hanya cara pengobatan/perawatan secara individual, akan tetapi juga berperan sebagai
public healther dimana diperlukan responsibility yang tinggi dalam komunitas, dan
tentunya juga pasien secara individual. ISTC yang diluncurkan pada tahun 2005, adalah
bagian dari WHOs new stop TB Strategyand the Globan Plan to Stop TB 2006-2015 yang
dikembangkan
oleh
stop
TB
Partnership.
(4)
ISTC
menjelaskan
standarisasi
penatalaksanaan semua suspek TB atau pasien TB oleh semua praktisi kedokteran baik
secara individual maupun komunitas di level manapun.
Standarisasi ini memfasilitasi semua provider dalam melakukan perawatan yang standar
berkualitas untuk semua golongan usia, termasuk hapusan dahak yang positif maupun
negative, TB ekstra paru, TB yang disebabkan karena kuman TB yang resisten, dan TB
yang disertai infeksi HIV. Dengan kata lain, ISTC merupakan standar yang melengkapi
pedoman program penanggulangan TB
WHO. ISTC ini terdiri dari 6 standar untuk diagnosis, 9 standar untuk pengobatan dan 2
standar
19 | T u b e r k u l o s i s
WOC
Tuberkulosis (TB)
MRS
Kurang
informasi
Kurang
pengetah
uan
Infeksi alveoli
B2
Penumpukan bakteri
Reaksi inflamasi
Inflamasi
Rangsangan
hipotalamus
Napsu makan menurun
Fagositosis bakteri
Leukosit diganti
makrofag
Eksudat
terakumulasi dalam
Ketidak efektifan
alveoli bersihan
jalan napas
Fibrosis
Jaringan parut
Abnormal alveolus
Difusi O2
Resiko gangguan
pertukaran gas
B5
BB menurun
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
20 | T u b e r k u l o s i s
ASUHAN KEPERAWATAN
TUBERKULOSIS (TB)
1.
a.
Pengkajian
Identitas klien
Umur
Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari
55 tahun sistem imunologi seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru (Naga, 2012: 315).
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang semua umur, mulai dari anak-anak sampai
dengan orang dewasa dengan komposis antara laki-laki dan perempuan yang hampir
sama. Biasanya timbul di lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak
memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah. Tuberkulosis paru pada anak
dapat terjadi pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1 sampai 4
tahun. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (ekstrapulmonary) dibanding TB
paru-paru dengan perbandingan 3:1. TB luar paru-paru merupakan TB yang berat,
terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru pada usia
5 sampai 12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja, dimana TB
paru-paru menyerupai kasus pada orang dewasa (sering disertai lubang/ kavitas pada
paru-paru). Dari aspek sosioekonomi, penyakit tuberkulosis paru sering diderita oleh
klien dari golongan ekonomi menengah ke bawah (Somantri, 2012: 68-69).
Jenis kelamin
Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan
yang meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini, dapat disimpulkan bahwa kaum
perempuan
lebih
rentan
terhadap
kematian
akibat
serangan
tuberkulosis
paru
dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki penyakit ini lebih
tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.
Sehingga, wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut sebagai agen dari
penyakit tuberkulosis paru (Naga, 2012: 315).
b.
Keluhan utama
Batuk: Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama (> 3
minggu) (Somantri, 2012: 69). Batuk kering atau sputum yang mukoid atau purulen;
dapat
c.
dada
terasa
sakit
atau
nyeri
Naga,
2012:
310).
Nyeri
dada:
jarang
Malaise (Somantri, 2012: 69): ditemukan berupa anoreksia, napsu makan dan
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada malam tanpa
sebab ( Naga, 2012: 310).
d.
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
e.
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah.
f.
subkutan.
Kebutuhan aktivitas dan istirahat:
gejala: kelelahan umum dan kelemahan, napas pendek karena kerja, kesulitan
tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan/atau berkeringat,
mimpi buruk.
tanda: takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan sesak
(tahap lanjut).
g.
Sistemik:
Akan ditemukan malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dan keringat malam. Pada
kondisi akut diikuti gejala demam tinggi seperti flu dan menggigil, sedangkan pada TB
22 | T u b e r k u l o s i s
milier timbul gejala seperti demam akut, sesak napas, sianosis, dan konjungtiva dapat
terlihat pucat karena anemia.
Sistem pernapasan:
Ronchi basah, kasar, dan nyaring terjadi akibat adanya peningkatan produksi
sekret pada saluran pernapasan.
HipersonoR/ timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara sedikit bergemuruh (umforik).
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).
Sistem pencernaan:
Meningkatnya sputum pada saluran napas secara tidak langsung akan mempengaruhi
sistem persarafan khususnya saluran cerna. Klien mungkin akan mengeluh tidak napsu
makan dikarenakan menurunnya keinginan untuk makan, disertai dengan batuk, pada
akhirnya klien akan mengalami penurunan berat badan yang signifikan (badan terlihat
kurus).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Risiko Infeksi
Pengendalian Risiko:Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau mengurangi risiko
penyebaran infeksi. Menunjukkan teknik dan memulai perubahan gaya hidup untuk
mempromosikan lingkungan yang aman.
Faktor risiko: Pertahanan primer yang tidak memadai, penurunan tindakan silia dan
stasis dari sekresi,Kerusakan jaringan, perluasan infeksi ,Menurunkan resistensi, ditekan
proses inflamasi,Malnutrisi,Paparan lingkungan,Kurangnya pengetahuan untuk
menghindari paparan patogen
Mandiri
Ulasan patologi penyakit-aktif atau tidak aktif fase, diseminasi infeksi melalui
bronkus ke jaringan-jaringan yang berdekatan atau melalui aliran darah dan sistem
limfatik-dan potensial penyebaran infeksi melalui udara tetesan saat batuk,bersin,
meludah, berbicara, tertawa, dan bernyanyi.
R/ Membantu menyadari klien dan menerima perlunya mengikuti pengobatan rejimen
untuk mencegah reaktivasi dan komplikasi. Pemahaman tentang bagaimana penyakit ini
berlalu dan kesadaran transmisi kemungkinan bantuan klien dan signifikan lainnya (SO)
mengambil langkah-langkah untuk mencegah infeksi lain.
Mengidentifikasi orang lain yang berisiko, seperti anggota rumah tangga, dekat
rekan, dan teman-teman.
R/ Mereka terkena mungkin memerlukan suatu program terapi obat untuk mencegah
perkembangan infeksi.
23 | T u b e r k u l o s i s
Instruksikan klien untuk batuk, bersin, meludah dan ke dalam jaringan dan untuk
menahan diri dari meludah. Tinjau pembuangan jaringan dan teknik cuci tangan yang
baik. permintaan pengembalian demonstrasi.
R/ Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
Stres pentingnya terapi obat tidak terganggu. Evaluasi klien potensial untuk
kerjasama.
R/ Periode Menular bisa berlangsung hanya 2 sampai 3 hari setelah inisiasi rejimen obat,
tapi dengan adanya kavitasi atau sedang penyakit lanjut, risiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan. Kepatuhan dengan multidrug rejimen untuk waktu yang lama
sulit; Oleh karena itu, DOT harus dipertimbangkan.
Ulasan pentingnya tindak lanjut dan reculturing periodik dahak selama terapi.
R/ Aids dalam memantau efek dari obat-obatan dan klien respon terhadap terapi.
disesuaikan dan pengawasan didasarkan pada masing-masing klinis dan sosial keadaan
klien. DOT mungkin Cara paling efektif untuk memaksimalkan penyelesaian terapi.
Rufabutin (Mucobutin).
R/ Agen terapi untuk mycobacterium atipikal. Bisa digunakan di klien dengan penyakit
HIV lanjut dengan TB.
R/ Senyawa Inovatif sedang dikembangkan berdasarkan baru target obat dan struktur
untuk memberikan lebih pendek dan lebihPilihan pengobatan yang efektif. Agen ini, saat
ini mulai percobaan manusia, memotong pasokan energi dari mycobacterium yang dan
mungkin efektif terhadap bentuk-bentuk resistan terhadap obat TB.
Hasil BTA
R/ Klien yang memiliki tiga berturut-turut BTA negatif selama periode 3 sampai 5 bulan
adalah mengikuti rejimen obat dan siapa yang asimtomatik akan diklasifikasikan sebagai
nontransmitter.
R/ Diwajibkan oleh hukum, dan harus dilaporkan dalam waktu 1 minggu dari diagnosis.
Membantu dalam mengidentifikasi kontak untuk mengurangi penyebaran infeksi. Tentu
saja perawatan panjang dan biasanya ditangani di masyarakat, dengan pemantauan
perawat kesehatan masyarakat.
Diagnosa keperawatan:Ketidak efektifan jalan nafas
berhubungan dengan Tebal, kental, atau berdarah sekresi Kelelahan, upaya batuk buruk
Trakea atau faring edema.Dibuktikan dengan Abnormal pernapasan kecepatan, irama,
kedalaman Napas abnormal suara-ronki, mengi, stridor,dispnea
Status pernapasan: menjaga jalan napas agar paten. Meludah sekresi tanpa
bantuan,Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan atau mempertahankan jalan nafas,
Berpartisipasi dalam rejimen pengobatan, dalam tingkat kemampuan dan situasi,
Mengidentifikasi komplikasi potensial dan melakukan tindakan yang tepat.
Intervensi
Mandiri
Kaji fungsi pernapasan, seperti napas suara, tingkat, irama, dan kedalaman, dan
penggunaan otot aksesori.
R/ Hilangnya suara napas mungkin mencerminkan atelektasis. ronki dan mengi
menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakmampuan untuk membersihkan saluran
udara, yang dapat menyebabkan penggunaanaksesori otot dan peningkatan kerja
pernapasan.
Tempatkan klien pada posisi semi atau Semi-Fowler. membantu klien dengan
batuk dan pernafasan latihan.
R/ Posisi yang tepat membantu memaksimalkan ekspansi paru dan penurunan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal dapat membuka atelektasis daerah dan mempromosikan
gerakan sekresi menjadi lebih besar saluran udara untuk dahak.
R/ Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan mungkin diperlukan jika klien tidak
mampu meludah sekresi.
R/ Asupan cairan tinggi membantu sekresi tipis, sehingga lebih mudah meludah.
26 | T u b e r k u l o s i s
Kolaborasi
R/ Intubasi mungkin diperlukan dalam kasus yang jarang terjadi TB bronkogenik disertai
dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
Diagnosa keperawatan: Gangguan pertukaran gas
Kemungkinan faktor risiko: Penurunan permukaan paru-paru yang efektif, atelektasis,
Penghancuran membran alveolar-kapiler Tebal, sekresi kental, edema bronkial
INTERVENSI
Mandiri
Kaji dyspnea (menggunakan 0-10 skala), takipnea, tidak normal bunyi napas,
peningkatan upaya pernapasan, dada terbatas ekspansi dinding, dan kelelahan.
R/ TB paru dapat menyebabkan berbagai efek di paru-paru, mulai dari patch kecil
bronkopneumonia untuk difus peradangan intens, nekrosis caseous, pleura efusi, dan
fibrosis luas. Efek pernapasan dapat berkisar dari ringan sampai dispnea gangguan
pernapasan mendalam.
Catatan: Menggunakan skala untuk mengevaluasi dyspnea membantu memperjelas
tingkat kesulitan dan perubahan kondisi.
27 | T u b e r k u l o s i s
R/ Akumulasi sekret dan napas kompromi dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan
jaringan. (Lihat ND: tidak efektif Airway Clearance).
Promosikan istirahat tidur, atau kegiatan limit dan membantu perawatan diri
kegiatan yang diperlukan.
R/ Mengurangi konsumsi oksigen dan permintaan selama periode gangguan pernapasan
dapat mengurangi keparahan gejala.
Kolaborasi
Status gizi Dokumen klien pada saat masuk, mencatat kulit turgor, berat saat ini
dan tingkat penurunan berat badan, integritas dari mukosa mulut, kemampuan menelan,
adanya nada usus, dan sejarah mual, muntah, atau diare
R/ Berguna dalam batas mendefinisikan masalah dan pilihan yang tepat dari intervensi
28 | T u b e r k u l o s i s
Memastikan biasa pola diet klien dan suka dan tidak suka.
Asupan Memantau dan output (I & O) dan berat secara berkala. Selidiki anoreksia,
mual, dan muntah. Catatan mungkin korelasi terhadap obat. Frekuensi Monitor, volume,
dan konsistensi tinja.
R/ . Berguna dalam mengukur efektivitas dukungan nutrisi dan cairan. Mempengaruhi
pilihan diet dan dapat mengidentifikasi area untuk pemecahan masalah untuk
meningkatkan asupan nutrisi
R/ Mengurangi rasa tidak enak yang tersisa dari sputum atau obat yang digunakan
untuk perawatan pernapasan yang dapat merangsang muntah pusat.
Mendorong kecil, sering makan dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
R/ Memaksimalkan asupan gizi tanpa pengeluaran energi yang berlebihan dari makan
makanan besar.
Kolaborasi
R/ Menyediakan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme, diet preferensi klien, dan sumber daya keuangan
pasca debit.
R/ Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan oleh karena itu konsumsi kalori.
INTERVENSI
Mandiri
Memberikan instruksi dan informasi tertulis khusus untuk klien Anda lihat, seperti
jadwal obat dan tindak lanjut tes dahak untuk mendokumentasikan respon terhadap
terapi.
R/ Informasi tertulis mengurangi klien dari beban harus ingat sejumlah besar informasi.
pengulangan memperkuat belajar.
30 | T u b e r k u l o s i s
Tekankan pentingnya menjaga tinggi protein dan diet karbohidrat dan asupan
cairan yang cukup. (Lihat AND: seimbang Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh).
R/ Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelelahan dan
meningkatkan pemulihan. Cairan pemboran bantuan dalam mencairkan dan
expectorating sekresi.
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, tindakan yang diharapkan, dan alasan
untuk masa pengobatan yang lama. Tinjau potensi interaksi dengan obat lain dan zat.
Tekankan efek samping yang dilaporkan.
R/ Peningkatan kerja sama dengan regimen terapi dan Mei mencegah klien dari
menghentikan pengobatan sebelum kesembuhan benar-benar terpengaruh. DOT adalah
pengobatan pilihan ketika klien mampu atau tidak mau mengambil obat yang
diresepkan. Catatan: Klien dengan infeksi HIV dan TB sangat rentan terhadap interaksi
obat karena mereka biasanya mengambil banyak obat, beberapa di antaranya bereaksi
dengan obat anti tuberkulosis.
R/ Kombinasi INH dan alkohol telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian hepatitis.
Lihat untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian bulanan selama
etambutol (EMB).
R/ Efek samping utama berkurang ketajaman visual; tanda awal mungkin penurunan
kemampuan untuk merasakan warna hijau.
Tinjau TB yang ditularkan terutama oleh inhalasi organisme udara, tetapi juga
dapat menyebar melalui tinja atau urin jika infeksi hadir dalam sistem ini; juga mengulas
bahaya reaktivasi.
R/ Pengetahuan dapat mengurangi risiko penularan atau reaktivasi. Komplikasi yang
terkait dengan reaktivasi termasuk kavitasi, pembentukan abses, emfisema destruktif,
spontan pneumotoraks, fibrosis interstitial difus, serosa efusi, empiema, bronkiektasis,
hemoptisis, GI ulserasi, fistula bronkopleural, laringitis tuberkulosis, dan penyebaran
milier.
R/ DOT oleh perawat komunitas sering cara yang paling efektif untuk memastikan klien
kepatuhan terhadap terapi. Pemantauan dapat mencakup jumlah pil dan dipstick urine
pengujian untuk kehadiran antitubercular obat. Klien dengan MDR-TB dapat dimonitor
dengan spesimen sputum bulanan untuk BTA dan budaya. Catatan: Di beberapa negara,
ada cara legal untuk secara sukarela kurungan untuk perawatan jika upaya untuk
memastikan kepatuhan klien tidak efektif.(Doenges,2010,190-195)
32 | T u b e r k u l o s i s
ISTILAH
Hipersensitivitas : keadaan mudah terangsang atau rentan berlebih.
Polimorfonuuklear : nucleus yang terdiri atas beberapa bagian yang berhubungan.
Konsolidasi : proses menjadi padat/ memadat.
Makrofag : fagosit mononuclear yang terdapat dalam darah dan jaringan.
Nekrosis : kematian sel/ jaringan akibat kerusakan sel/jaringan itu.
Nekrosis kaseosa : nekrosis yang seperti keju
Fibrosis : pembentukan jaringan ikat reaktif/ regenerative.
Limfohematogen : pembesaran kelenjar limfe regional sebagai akibat penyebaran
limfogen.
Tuberkel : tonjolan bulat misalnya pada tulang gigi, bentuk kecil bulat yang ada di
jaringan akibat radang.
Ulserasi : proses pembentukan tukak.
Epiteloid : menyerupai epitel (sel pembentuk lapisan penutup permukaan yang terbuka
dan kelenjar)
Fibroblast : sel muda jaringan ikat.
Mantoux : tes tuberkulia tua intrakutan
CDC : Career Development Center sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang
perkembangan sumber daya manusia.
DOTS : Directly Observed Treatment Short Course ( strategi yang direkomendasikan oleh
WHO untuk penanggulangan TB).
33 | T u b e r k u l o s i s
Fistula : saluran patologis yang menghubungkan 2 alat berongga atau rongga alat dalam
dengan dunia luar.
Pneumotoraks : adanya udara didalam rongga pleura.
Efusi pleural : keluarnya cairan dari selaput paru.
Pneumonia : radang paru. Penyebab : bakteri, virus, fungus, alergi, zat-zat kimia.
Neutrophil : sel/ jaringan yang terpulas oleh zat warna neutral.
TB milier : hasil dari penyebaran hematogenik generalisa akut dengan jumlah kuman
yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, lynn S. 2009. Buku Ajar Pemerisaan Fisik & Riwayat Kesehatan BATES, alih
bahasa, Andry Hartono. Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan, alih
bahasa Dwi Widiarti. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Bkati Husada
Doenges, Marilynn E. 2010.Nurshing Care Plans:Guidelines For Individualizing Client Care
Across The Life Span Ed.8 . Philadelphia: F.A.Davis Company
Naga, Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: DIVA
press
Hopewell, Philip C. 2006. Standard International untuk Pelayanan Tuberkulosis, ahli
bahasa, Anwar Jusuf, dkk. Bakti Husada
Nugroho, Taufan dan Vera Scorviani. 2010. Kamus Pintar Kesehatan Kedokteran,
Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: KONSEP KLINIS PROSESPROSES PENYAKIT, E/6, Vol 2. Jakarta: EGC
Proceding book. 2007. Simposium Nasional TB update IV 2007. Surabaya
William S & Wilkins. 2011. Nurshing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
indeks
34 | T u b e r k u l o s i s