Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TUBERKULOSIS (TB)
1.1

Pengertian

1.1.1 Tuberkulosis

(TB)

adalah

penyakit

infeksi

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteri patogen,
tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel
ini berukuran 0.3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah (Price
dan Wilson, 2006: 852).
1.1.2 Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paruparu, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberculosis pada
manusia ditemukan dalam dua bentuk, yaitu (Somantri, 2012: 67)
1.1.2.1
1.1.2.2

Tuberkulosis primer, jika terjadi infeksi yang pertama kali;


Tuberkulosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan

aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis


dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas, misalnya karena
malnutrisi, penggunaan alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal
2.1
Etiologi
2.1.1 Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4

dan tebal 0,3-0,6

Sebagian besar kuman berupa lemak/ lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang
menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen
tinggi yaitu apikal/ apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis
(Somantri, 2012: 67).
2.1.2 Risiko Penularan TB Di Tempat Kerja
Berdasar CDC risiko tertulaar TB dibagi menjadi (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 170):
2.1.2.1

Risiko rendah:

Area atau sekelompok pekerja dengan 1). konversi PPD tidak lebih tinggi dari konversi
pada umumnya 2). tak didapat konversi PPD 3). Tak ada penularan diantara pekerja. 4).
Kurang dari 6 penderita TB dalam setahun.
1 | Tu b e r k u l o s i s

2.1.2.2

Risiko sedang:

Area atau sekelompok pekerja dengan 1). Konversi PPD tidak lebih tinggi dari konversi
pada umumnya 2). Tak didapat konversi PPD 3). Tak ada penularan di antara pekerja 4).
Didapat 6 penderita atau lebih penderita TB dalam setahun.
2.1.2.3

Risiko tinggi:

Area atau sekelompok pekerja dengan 1). Konversi PPD lebih tinggi dari konversi pada
umumnya 2). Didapat kluster konversi PPD 3). Ada kemungkinan penularan di antara
pekerja. Untuk pedomaan dalam menetukan seseorang termasuk risiko rendah, sedang,
atau tinggu bisa diisi formulir dibawah ini. Makin tinggi skornya maka makin tinggi risiko
untuk tertular TB paru.
2.1.3 Penularan TB
Penularan TB paru bisa terjadi lewat kuman Mycobacterium tuberculosa yang didapat
pada droplet nuclei dari penderita TB paru yang sputumnya masih positif. Pada penderita
TB paru yang sputumnya negative atau tidak mengandung kuman Mycobacterium
tuberculosa tidak akan menular ke orang lain.
Penderita TB akan mengeluarkan driplet nuclei sewaktu dia berbicara, batuk dan bersin
sehingga pada saat tersebut akan banyak bertebaran droplet nuclei yang mengandung
Mycobacterium tuberculosa yang bisa terhidrup oleh orang lain dan terjadi penularan,
juga harus hati-hati pada waktu di pesawat terbang karena ada bukti penularan pada
penumpang lain yang jumlahnya cukup banyak (4% dari jumlah penumpang). Oleh
karena itu penumpang dengan sputum positif harus dibatalkan penerbangannya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 120 orang kontak didapatkan 86 orang (72%)
tuberculin negative (<5 mm), 29 orang (24%) positif (>5 mm) dan pada 5 orang lagi
(4%) terdapat konversi Tuberkulin. Dari 29 orang yang positif Tuberkulinnya, 27
diantaranya ternyata punya factor risiko lain untuk positifnya tes ini, yaitu lahir di luar
Amerika atau riwayat pemberian BCG. Kelima orang yang mengalami konversi tuberculin
berasak dari Negara dimana imunisasi BCG secara rutin diberikan.
Peneliti mengambil kesimpulan bahwa tes Tuberkulin yang positif serta konversi yang
terjadi mungkin karena riwayat vaksinasi BCG sebelumnya atau infeksi pada Negara
yang endemis TB. Tetapi, karena ada 2 orang dari 29 yang positif tes Tuberkulin tidak
punya factor risiko TB apa-apa, maka kemungkinan tertular TB di pesawat terbang tidak
dapat di singkirkan. (Miller 2005)

2 | Tu b e r k u l o s i s

Dan tidak boleh dilupakan penderita TB yang meninggal ternyata bisa menular ke
pegawai perawatan mayat terjadi pada 2 pegawai di Inggris. Penularan lain lewat
laboratorium, dan peternakan sapi perah. (Lauzardo, 2001)
2.1.4 Factor yang mempengaruhi adanya penularan adalah:
2.1.4.1
Adanya kontak langsung dengan penderita TB dengan sputum positif.
2.1.4.2
Seberapa erat kontak dengan sumber penularan.
2.1.4.3
Lamanya kontak.
2.1.4.4
Berapa banyak kuman yang ada di udara.
2.1.4.5
Daya tahan dari kontak.
2.1.4.6
Lingkungan juga punya banyak pengaruh dalam menaikkan risiko penularan
misal ventilasi, sinar matahari, kelembaban dan kepadatan penghuni.
2.1.4.7
Factor yang bisa menghambat keberhasilan pemberantasan TB:
2.1.4.8
Control terhadap penderita yang kurang memadai.
2.1.4.9
Kemiskinan, penyalahgunaan obat, status kesehatan yang rendah dan
tempat tinggal yang padat.
2.1.4.10
Peningkatan penghuni tempat penampungan, orang tua dengan perawatan
khusus yang lama, HIV, dan jumlah pendatang dari daerah yang infeksinya tinggi.
2.1.5 Faktor penyebab TBC
2.1.5.1
Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi disini saat erat kaitannya dengan rumah, kepadatan hunian,
lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk. Smeua
faktor tersebut dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga juga sangat
erat dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat
hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2.1.5.2
Status gizi
Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan

lain-lain

(malnutrisi),

akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai


penyakit, termasuk tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
2.1.5.3
Umur
Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif,
yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi, menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit tuberkulosis paru.
2.1.5.4
Jenis kelamin
Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang
meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini, dapat disimpulkan bahwa kaum
perempuan

lebih

rentan

terhadap

kematian

akibat

serangan

tuberkulosis

paru

dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki, penyakit ini lebih
tinggi, karena perokok dan minuman alkohol dapat menurukan sistem pertahanan tubuh.
3 | Tu b e r k u l o s i s

Sehingga, wajar jika perokok dan peminum alkohol sering disebut sebagai agen dari
penyakit tuberkulosis paru.
2.1.6 Faktor resiko untuk pajanan dan infeksi tuberculosis (Corwin, 2009:546):
Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang
tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota
keluarga pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Imigran ke
amerika serikat berasal dari negara berkembang sering mengindap infeksi aktif atau
laten.
Tenaga kesehatan yag merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan
fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita
tuberculosis juga beresiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di antara mereka yang
terpajan basil, individu yang sistemnya tidak adekuat, sepeti mereka yang kekurangan
gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-anak, individu yang medapat obat
imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus imunodefisiensi manusia (HIV)
kemungkinan

besar

akan

terinfeksi.

Virulensi

galur

kuman

juga

mempengaruhi

penularan, jenis galur tertentu teridentifikasi sangat virulen. Pengendalian TB terhambat


oleh munculnya resisten multi obat dan efek sinergis pada HIV/AIDS. Jumlah kasus TB
yang bermakna di afrika telah dikaitkan dengan infeksi HIV.

3.1

Tanda dan Gejala

3.1.1 menurut William&Wilkins (2011):


3.1.1.1
Anoreksia
3.1.1.2
Letih
3.1.1.3
Demam tingkat rendah
3.1.1.4
Berkeringat dimalam hari
3.1.1.5
Lemah
3.1.1.6
Berat badan turun
3.1.2 Ada beberapa tanda saat seseorang terjangkit tuberculosis paru diantaranya (
Naga, 2012:
3.1.2.1
3.1.2.2
3.1.2.3
3.1.2.4

4.1

310):
Batuk-batuk
Batuk-batuk
Dada terasa
Dada terasa

berdahak lebih dari 2 minggu


dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah
sakit atau nyeri
sesak saat bernapas

Klasifikasi

4 | Tu b e r k u l o s i s

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa


tipe penderita yaitu (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 171-172):
4.1.1 Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
4.1.2 Kambuh (Relaps)
Adalah

penderita

tuberculosis

yang

sebelumnya

pernah

mendapat

pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.
4.1.3 Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah (Form TB 09).
4.1.4 Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5.1
Patogenesis/ patofisiologi
Price dan Wilson (2006), mengatakan tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah
saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu
yang terkontaminasi. Akan tetapi, di Amerika Serikat, dengan luasnya pasteurisasi susu
dan deteksi penyakit pada sapi perah, TB bovin ini jarang terjadi.
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor
adalah makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas
seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular
(lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
5 | Tu b e r k u l o s i s

Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di
bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia
akut. Pneumonia selular ini dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respons
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa
yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesu primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau
dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial.
Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung,
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi teempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal

sebagai

penyebaran

limfohematogen,

yang

biasanya

sembuh

sendiri.

Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan


TB milier; ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
6 | Tu b e r k u l o s i s

organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price
dan Wilson, 2006: 852-853).
Menurut Somantri (2012), seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli
dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran
basilini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrophil dan
makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis
menghancurkan

(melisiskan)

basil

dan

jaringan

normal.

Reaksi

jaringan

ini

mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneumonia.


Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.
Massa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan
yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik,
membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk klasifikasi,
membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respons sistem
imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang atau
aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon
tubercle, dan akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses
penyembuhan

membentuk

jaringan

parut.

Paru-paru

yang

terinfeksi

kemudian

meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya.


Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan
basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui
kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi
yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2012: 67-68).
6.1

Pemeriksaan Penunjang

6.1.1 Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux) (Price&Wilson, 2006: 855)


Teknik standar (tes mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberculin (PPD) sebanyak
0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan, pada sepertiga atas
permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alcohol.
Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberculin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik
7 | Tu b e r k u l o s i s

26-27 G. Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke
atas dan ujungnya dimasukkan kebawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu
gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml
disuntikkan dengan tepat dan cermat. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum
diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam
periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit
ditekuk. Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan
millimeter, pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan
bawah.
Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba) dan bukan eritema yang bernilai. Indurasi
dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut dengan jari
tangan). Tidak adanya indurasi sebhaiknya dicatat sebagai 0 mm bukan negative.
Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar
5 mm atau lebih dianggap reaksi positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan
adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang
diameternya sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok
tertentu, sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang
dengan faktor resiko TB yang tidak diketahui. Reaksi positif terhadap tes tuberculin
mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat penyakit secara klinis.
Namun, tes ini adalah alat diagnostic penting dalam mengevaluasi seorang pasien dan
juga berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada masyarakat.
6.1.2 Pemeriksaan Radiologi (Price&Wilson, 2006: 856)
Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar
getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau
segmen posterior lobus bawah merupakan tempat tempat yang sering menimbulkan lesi
yang terlihat homogeny dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya
pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral.
6.1.3 Pemeriksaan Bakteriologik (Price&Wilson, 2006: 857)
Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dipakai. Sediaan apus digenangi dengan zat
karbolfuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan alcohol-asam. Sesudah
itu di warnai lagi dengan metilen biru atau brilliant green. Cara pewarnaan yang paling
banyak digunakan adalah tekhnik pewarnaan fluoresensi memakai larutan auraminrodamin. Setelah larutan ini melekat pada mikobakteri makan tidak dapat di dekolorisasi
lagi dengan alcohol-asam. Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam
8 | Tu b e r k u l o s i s

(AFB) yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal
untuk menegakkan diagnosis, tetapi suatu sediaan yang negative kemungkinan tidak
menyingkirkan adanya infeksi penyakit. Cara penegakkan diagnosis yang paling tepat
adalah dengan memakai tekhnik biakan. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada
semua biakan. Mycobakteri tumbu lambat dan membutuhkan suatu media yang
kompleks. Kolonimatur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kutil dan
bentuknya seperti kembang kol. Pertumbuhan mikobakteri yang diamati media biakan ini
sebaiknya

dihitung

sesuai

dengan

jumlah

koloni

yang

timbul.

Mikroorganisme

membutuhkan waktu 6-12 minggu pada suhu 36 o hingga 37oC untuk dapat tumbuh bila
menggunakan tes biokimia yang biasa.
7.1
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang meliputi
cara-cara berikut ini:
7.1.1 Penyuluhan
Pastikan mencakup (William & Wilkins, 2011: 1037):
7.1.1.1
Gangguan, diagnosis, dan terapi
7.1.1.2
Pemberian obat, dosis, dan kemungkinan efek simpang
7.1.1.3
Kapan mengunjungi dokter
7.1.1.4
Perlunya isolasi
7.1.1.5
Drainase postural dan perkusi dada
7.1.1.6
Latihan batuk dan napas dalam
7.1.1.7
Pemeriksaan tindak lanjut yang rutin
7.1.1.8
Tanda dan gejala kekambuhan TB
7.1.1.9
Kemungkinan
penurunan
efektivitas
kontrasepsi

hormonal

jika

menggunakan rifampin
7.1.1.10
Kebutuhan terhadap diet tinggi kalori, tinggi protein yang seimbang.
7.1.2 Pencegahan
Penyebaran tuberculosis (TB) dapat dicegah dengan mengikuti panduan berikut (William
& Wilkins, 2011: 1037):
7.1.2.1
Pasien yang dirawat harus mematuhi tindakan pencegahan pernapasan dan
tindakan pencegahan sekunder.
7.1.2.2
Pasien yang dipulangkan harus menggunakan masker sampai tidak lagi
menular.
7.1.2.3

Beritahu semua tenaga kesehatan yang menangani, termasuk dokter gigi

dan optometris mengenai diagnosis TB sehingga mereka dapat menerapkan tindakan


pencegahan penyakit.
7.1.2.4
Batuk dan bersin dengan kertas tisu dan membuangnya dengan benar.
7.1.2.5
Praktikkan cuci tangan secara menyeluruh dengan air hangat dan sabun
setelah kontak dengan sputum.
7.1.2.6
Cuci alat makan secara terpisah dengan air panas dan sabun.
7.1.3 Pemberian obat-obatan seperti:
7.1.3.1
OAT (obat anti tuberculosis);
1)
Isoniazid ( INH/H)
dosis: 5 mg/kgBB, per oral
9 | Tu b e r k u l o s i s

efek samping: peripheral neuritis, hepatitis, dan hipersensitivitas


2)
Etambutol Hydrochloride (EMB/E)
dengan dosis sebagai berikut.
Dewasa: 15 mg/kgBB per oral, untuk pengobatan ulang dengan 25mg/kgBB /hari selama
60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kg/hari
Anak (6-12 tahun): 10-15 mg/kgBB/hari
Efek samping: optic neuritis( efek terburuk adalah kebutaan) dan skin rash.
3)
Rifampin/Rifampisin ( RFP/R)
dosis: 10 mg/kgBB/hari per oral
efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan vomiting
4)
Pyrazinamide (PZA/Z)
dosis: 15-30 mg/kgBB per oral.
Efek samping: hiperurisemia, hepatotoxicity, skin rash, arthralgia,

distress

gastrointestinal.
Dengan ditemukannya Rifampisin paduan obat yang diberikan untuk kllien tuberculosis
adalah INH + Rifampisin + Streptomisis atau Etambutol setiap hari ( fase awal) dan
diteruskan pada fase lanjut dengan INH + Rifampisin atau Etambutol. Paduan ini
selanjutnya

berkembang

terapi

jangka

pendek,

dengan

memberikan

INH+Rifampisin+streptomisin atau Etambutol atau Pyrazinamide setiap hari sebagai fase


awal selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH+ Rifampizin atau Etambutol atau
Streptomisin 2-3 kali per minggu selama 4-7 bulan sehingga lama pengobatn seluruhnya
6-9 bulan. Paduan obat yang digunakan di Indonesia dan dianjurkan pula oleh WHO
adalah

RHZ/4RH

dengan

variasi

RHZ/4RH,

2RHZ/4R 3H3,

2RHZ/4R2H2.

(somantri,2012:71-72).
5)
Pengobatan individu dengan TB (corwin. 2009:548):
Pengobatan untuk individu dengan tuberculosis aktif memerlukan waktu lama karena
basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermutasi apabila terpajan
antibiotic yang masih sensitive. Saat ini, terapi untuk individu pengidap infeksi aktif
adalah kombinasi obat yang setidaknya selama 9 bulan atau lebih lama. Apabila pasien
tidak berespon terhadap obat-obatan tersebut, obat dan protocol pengobatan lain akan
diupayakan.
Individu yang memperlukan uji kulit tuberculin positif setelah sebelumnya negatif,
bahkan jika individu tidak memperlihatkan adalah gejala aktif, biasaya mendapatkan
antibiotic selama 6-9 bulan untuk membantu respon imunnya dan meningkatkan
kemungkinan eradikasi basil total.
Jika tuberculosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan diprogramkan. Pasien
mungkin tetap di rumah sakit atau dibawah pengawasan sejenis karatina jika tingkat
kepatuhan terhadap terapi medis cenderung rendah.

10 | T u b e r k u l o s i s

Tabel 1. Rekomendasi pengobatan untuk orang yang belum pernah diobati (Hopewell,
2006: 36).
Derajat pilihan

Fase Awal

Fase Lanjutkan

Dianjurkan

INH,RIF,PZA,EMB1,2 tiap
hari, 2 bulan

INH, RIF, setiap hari, 4


bulan

INH, RIF, PZA, EMB1,2 3x


seminggu 2 bulan

INH, RIF, 3x seminggu,


4 bulan

INH,RIF,PZA,EMB2 tiap
hari, 2 bulan

INH, RIF, tiap hari, 4


bulan3

Pilihan lain

INH= Isoniazid; RIF= Rifampizin; PZA= Pirazinamid; EMB= Etambutol


1. Streptomisin dapat menggantikan Etambutol
2. Etambutol dapat dihilangkan pada fase awal untuk pengobatan orang dewasa dan
anak dengan hapusan dahak negatif, tanpa tuberkoulosis paru luas ataupu bentuk ekstra
paru berat dan diketahui HIV negatif
3. Diasosiasikan dengan tingkat kegagalan dan kambuh yng lebih tinggi, umunya tidak
boleh digunakan pada pasien terinfekksi HIV (Hopewell, 2006: 36).
Tabel 2. Dosis obat anti tuberkulosis lini pertama untuk dewasa dan anak

(Hopewell,

2006: 37).
OAT

Dosis yang direkomendasikan dalam mg/kg berat badan


(rentang)
HARIAN

TIGA KALI SEMINGGU

Isoniazid

5 (4-6), maksimal 300 sehari

10

Rifampisin

10 (8-12), maksimal 600 hari

10 (8-12), maksimal 600


sehari

Pirazinamid

25 (20-30)

35 (30-40)

Etambutol

Anak 20 (15-25)*

30 (25-35)

Dewasa 15 (15-20)
Streptomisin

15 (12-18)

15 (12-18)

Dosis harian yang di rekomendasikan untuk Etambutol lebih tinggi pada anak (20mg/kg)
bandingkan untuk dewasa (15 mg/kg) karena beda farmakokinetik. (konsentrasi serum
puncak Etambutol pada anak lebih rendah dibandingkan pada dewasa dengan dosis
mg/kg yang sama) (Hopewell, 2006: 37).
11 | T u b e r k u l o s i s

6)

Obat-obat untuk Pengobatan TB pada Orang Dewasa (Dosis dalam mg/kg)

Table 3. Obat-obat untuk Pengobatan TB pada Orang Dewasa (Dosis dalam mg/kg)
(Price&Wilson, 2006: 859-860).
Nama obat

Haria
n

Dua kali
semingg
u

Tiga kali
semingg
u

Efek
samping

Pemantau
an reaksi

Keterangan

Maks.

Maks.

Kemerahan

(300
mg)

15 (900
mg)

15 (900
mg)

Kadar
enzim
hepatic

Mengukur
tingkat
dasar
enzim
hepatis

Piridoksin
dapat
mencegah
neuropatik
perifer

Pengukura
n dasar
trombosit
CBC dan
enzim
hepatitis

Interaksi
nyata
timbul
akibat
pemakaian
metadon,
kontrasepsi
dan obatobat lain

OBAT LINI
PERTAMA

Isoniazid (INH)

Hepatitik
Neuropati
perifer
Efek SSP
ringan

Rifampin (RIF)

10

10

10

(600
mg)

(600
mg)

(600
mg)

Gangguan
pencernaan
Interaksi
obat
Hepatitis
Masalahmasalah
perdarahan

RIF
menyebabk
an warna
cairan
tubuh
menjadi
oranye

Kemerahan
Gagal ginjal
Demam
Rifabutin
(RFB)

Tidak
diketahu

Kemerahan

Pengukura
n dasar

RFB
merupakan

12 | T u b e r k u l o s i s

(300
mg)

(300
mg)

Hepatitis
Demam

trombosit,
CBC dan
enzim
hepatis

kontraindik
asi untuk
pasien
yang
menggunak
an ritonavir
atau
delavirdin;
warna
cairan
tubuh
menjadi
oranye

Pengukura
n tingkat
dasar
asam urat
dan enzim
hepatis

Hiperusemi
a diobati
hanya bila
terdapat
gejala pada
pasien,
mungkin
menyebabk
an
pengontrola
n glukosa
menjadi
lebih sulit
pada
penderita
diabetes

Uji
ketajaman
penglihat
an warna
dasar
setiap
bulan

Dapat
timbul efek
ocular lain
dan
peningkata
n gagal
ginjal

Tes dasar
untuk
pendenga
ran dan
fungsi
ginjal
diulang

Untuk
orang
dewasa
diatas 60
tahun dosis
harus
dihindari
atau
diturunkan

Trombosito
penia

Pirazinamid
(PZA)

15-30

50-70

50-70

Hepatitis

(2g)

(4g)

(3g)

Hiperurise
mia
Gangguan
pencernaan
Kemerahan

Etambutol
( EMB)

15-25

50

25-30

Neuritis
optikus
Kemerahan

Streptomisin(
SM)

15

25-30

25-30

Ototoksik

(1g)

(1,5g)

(1,5g)

Keracunan
pada ginjal

OBAT LINI KEDUA


Kapreomis
in

15-30
(1g)

Keracunan pada
auditorius
Vestibular

Menilai
fungsi
vestibular
dan
pendengar

Digunaka
n dengan
hati-hati
pada
orang tua

13 | T u b e r k u l o s i s

Ginjal

an
Tes fungsi
kreatinin
dan BUN

Etionamid

15-20

(1g)

Gangguan
pencernaan

Pengukuran
enzim
hepatis

Dimulai
dengan
dosis
rendah
dan
ditingkatk
an sesuai
toleransi

Penilaian
keadaan
mental

Dimulai
dengan
dosis
rendah
dan
ditingkatk
an sesuai
toleransi

Hepatotoksis
Hipersensitivita
s

Sikloserin

15-20

(1g)

Psikosis
Kejang
Sakit keoala
Interaksi obat

Kanamisin

15-30

(1g)

Keracunan pada
auditprius
Vestibular
Ginjal

Pengukuran
tingkat
serum obat
Menilai
fungsi
vestibular
dan
pendengar
an
Tes fungsi
kreatinin
dan BUN

Asam
paraamin
osalisilat

150

Gangguan
pencernaan

(12g)
Hepatotoksik
Hipersentivitas
Natrium
berlebihan

7)

Pengukuran
enzi,
hepatis
Pengukuran
volume
yang
berlebihan

Setelah
terdapat
perubaha
n
bakteriolo
gis, dosis
dapat
diturunka
n 2-3 kali
setiap
minggu,
namun
tidak
disetujui
oleh FDA.
Dimulai
dengan
dosis
rendah
dan
ditingkatk
an sesuai
toleransi
Memantau
tingkat
natrium,
jantung
pasien

Obat-Obat TB Baru (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 4):


14 | T u b e r k u l o s i s

Para ahli sepakat bahwa diperlukan obat TB baru karena beberapa alasan. Pertama,
pengobatan jangka pendek yaitu 6 bulan masih dirasakan terlalu lama. Kedua, obat TB
yang tersedia saat ini tidak dapat digunakan untuk mengobati kasus-kasus dengan
Multidrug Resistance TB (MDR-TB). Ketiga, perlu dicari opsi obat lain berkaitan dengan
interaksi obat khususnya untuk pengobatan pasien TB yang disertai infeksi HIV. Keempat,
ditemukan obat yang lebih ideal untuk pengobatan TB laten, yakni individu yang telah
terinfeksi TB. Meskipun banyak studi secara terus-menerus mengembangkan obat-obat
baru untuk pengobatan TB, sebagian besar masih dalam tahap penelitian dan pada saat
ini belum direkomendasikan untuk digunakan praktek klinis.
Obat-obat tersebut meliputi antibiotic baru, derivat antimikrobal yang sebelumya
diketahui mempunyai efek anti mikrobakterial. Obat-obat yang paling banyak digunakan
dan menunjukan efikasi paling baik dan menjanjikan penggunaannya kelak yaitu meliputi
derivate Rifamisin, derivate fluorokuinolon, beberapa Makrolid, Oxazolidinone dan
Nitroimidazol.
8)

Vaksin Baru (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 6)

Vaksin terhadap TB yang mulai digunakan sejak tahun 1921 sampai saat ini dapat
memproteksi terhadap penyakit yang berat pada anak termasuk meningitis dan
disseminated TB, akan tetapi efektifitasnya pada TB paru beragam. Untuk eradikasi TB
diperlukan vaksin baru yang lebih banyak proteksinya dibandingkan Mycobacterium
bovis bacillus Clmetter-Guerin (BCG). Dalam 10 tahun terakhir ini ratusan kandidat
vaksin telah dibuat di berbagai senter, termasuk vaksin sub-unit seperti recombinant
BCG (rBCG) yaitu BCG yang direkayasa dan vaksin hidup dengan M. tuberculosis yang
telah dilemahkan. Beberapa diantaranya telah dilakukan uji klinis fase I dan diharapkan
dalam beberapa tahun mendatang telah diperoleh vaksin yang lebih superior dari BCG
dan dapat menggantikannya sehingga eradikasi TB dapat menjadi kenyataan.
9)

XDR-TB

XDR-TB merupakan singkatan dari Extensively Drug-Resistant Tuberculosis, kadang juga


disebut Extreme Drug Resistance. Apabila MDR-TB adalah adanya strain kuman TB yang
resisten sekurang-kurang terhadap dua obat anti TB lini pertama utama yaitu Rifampisin
dan Isoniazid, makan yang dimaksud XDR-TB adalah selain adanya MDR TB juga disertai
resistensi terhadap tiga atau lebih dari 6 klas obat lini kedua, yaitu Aminoglikosid,
Polipeptid, Flurokuinolon, Thiomide, Sikloserin Dan Asam Para-Aminosikilik.
Terminology XDR-TB sebenarnya sudah digunakan pada awal tahun 2006, menyusul hasil
survey bersama antara WHO dan US Centers for Disease Control dan Prevention (CDC).
15 | T u b e r k u l o s i s

Temuan terkini dari hasil survey yang dilakukan WHO dan CDC yang dimulai dari tahun
2000-2004 tersebut, melaporkan bahwa XDR-TB diidentifikasikan pada semua region di
dunia akan tetapi paling sering di negara-negara Uni Soviet dan Asia. Di Amerika, 4%
kasus MDR-TB masuk dalam kriteria XDR-TB. Di Latvia, salah satu negara dengan angka
MDR-TB tertinggi, ditemukan 19% kasus MRD TB termasuk dalam criteria XDR-TB. Data
terkini yang lain dari survey di atas, melaporkan adanya outbreak XDR-TB yang terjadi
pada populasi HIV positif di Afrika Selatan yang ditandai dengan angka mortalitas yang
mencemaskan.
Garis besar rekomendasi WHO terbaru terhadap penanganan MDR TB maupun XDR-TB
meliputi (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 8):

Memperkuat dasar-dasar penanganan TB untuk mencegah timbulnya resistensi

obat

Memastikan diagnosis yang cepat dan pengobatan kasus-kasus TB resisten

dengan tujuan menyembuhkan kasus yang ada dan mencegah proses penalaran lebih
lanjut

Meningkatkan kolaborasi antara program penanggulangan HIV dan TB untuk


memebrikan pencegahan dan perawatan yang penting bagi pasien TB/HIV

Meningkatkan infrastruktur laboratorium agar mempunyai kemampuan deteksi


dan penatalaksanaan kasus-kasus resisten yang lebih baik.
7.1.3.2
Bronkodilator;
7.1.3.3
Ekspektoran;
7.1.3.4
OBH; dan
7.1.3.5
Vitamin
7.1.3.6
Fisioterapi dan rehabilitasi
7.1.3.7
Konsultasi secara teratur
7.1.3.8
Vaksinasi BCG (Price&Wilson, 2006: 856)
Bacille Calmatte-Guerin (BCG) , satu bentuk strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan
adalah jenis vaksin yang paling banyak di berbagai negara. Pada vaksianasi BCG,
organisme ini disuntikkan ke kulit untuk membentuk fokus primer yang berdinding,
berkapur dan berbatas tegas. BCG tetap berkemampuan untuk meningkatkan resistensi
imunologis pada hewan dan manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan
daripada infeksi dengan organisme virulen karena tidak menimbulkan penyakit pada
pejamunya. Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes
tuberculin. Derajat sensitivitasnya bervariasi, bergantung pada strain BCG yang dipakai
dan populasi yang di vaksinasi.
Tes tuberculin kulit tidak merupakan kontraindikasi bagi seseorang yang telah di
vaksinasi dengan BCG . Terapi pencegahan harus dipertimbangkan untuk siapa pun
orang yang telah di vaksinasi dengan BCG dan hasil reaksi tes tuberculin kulitnya

16 | T u b e r k u l o s i s

berindurasi sama atau lebih dari 10 mm, khususnya bila salah satu keadaan dibawah ini
juga menyertai orang tersebut (CDC, 1996):
7.1.3.8.1
Kontak dengan kasus TB.
7.1.3.8.2
Berasal dari Negara yang berprevalensi TB tinggi
7.1.3.8.3
Terus-terusan terpajan dengan populasi yang berprevalensi TB tinggi
(contohnya, rumah penampungan bagi tuna wisma, pusat terapi obat).
Walaupun BCG telah diterima luas di seluruh dunia, tetapi vaksinasi tidak di rekomendasi
secara luas untuk melawan TB di Amerika Serikat karena resiko infeksi yang rendah dan
keefektifan vaksin yang bervariasi. Vaksinasi BCG hanya memiliki tingkat keefektifan
50% untuk mencegah semua bentuk TB.
Berdasarkan rekomendasi dari CDC 1996, BCG jarang diindikasikan. Penyedia perawatan
kesehatan yang memprtimbangkan vaksin BCG untuk pasien mereka, diharapkan untuk
mendiskusikan keadaan tersebut dengan staf pengawasan TB di departemen kesehatan
negaranya masing-masing. (CDC, 1996)
7.1.3.9

Pengembangan Dots-Plus (Maranatha, Daniel, dkk. 2007: 7)

Strategi DOTS untuk penanggulangan TB merupakan salah satu intervensi yang palinh
cost-effective pada saat ini, terutama di Negara-negara dengan beban TB yang tinggi.
Meskipun demikian, keberhasilannya mulai terancam dengan meningkatkan multidrugresistant TB (MDR-TB). Berkaitan dengan problema MDR-TB ini, WHO berkolaborasi
dengan mitra internasional lainnya sejak tahun 1999 merintis suatu strategi untuk
mengatasi MDR-TB dengan program yang disebut sebagai DOTS-Plus. The stop TB
Working Group on DOTS-Plus for MDR-TB telah diciptakan tahun 1999 untuk menjamin
bahwa upaya pilot project DOT-plus nantinya terselenggara dengan baik. Pada beberapa
area di Indonesia, pada tahun ini, sedang dijajaki oleh greelight commite (GLC) yang
merupakan bagi dari working group DOTS-Plus untuk nelihat potensi diselenggarakan
DOTS-Plus ini berkaitan dengan kemampuan laboratorium dan uji kultuR/ sesitiviti test,
penyediaan obat anti TB lini kedua, serta kualitas impelmentasi DOTS di area tersebut
selama ini.
Hal penting dalam persiapan dan pelaksanaan DOTS Plus diantaranya adalah komitmen
Pemerintah dan Nasional TB program, pelaksanaan program pengendalian TB dengan
strategi DOTS yang baik, penemuan kasus MDR TB dengan pemeriksaan biakan dahak
dan uji sensitifiti yang terjamin kualitasnya, dan data surveilans resistensi OAT yang
representatis, berbasis wilayah Negara/wilayah sebagai dasar desai rejilmen pengobatan
dan rencana pengadaan obat.

17 | T u b e r k u l o s i s

7.1.3.10

International Standard Tuberculosis Care (ISTC) (Maranatha, Daniel, dkk.

2007:

4-5)

Prinsip dasar dari perawatan dengan tersangka TB astau pasien TB di dunia adalah
sama. Diagnosis harus ditegakkan dengan cepat, tepat dan akurat. Regimen pengobatan
standar yang telah terbukti efikasinya harus digunakan ditunjang dengan supervise dan
terapi penunjang yang sesuai. Respons pengobatan harus dimonitor, dan harus ada
keikutsertaan tanggung jawab dalam aspek public health. Harus disadari, diagnosis yang
segera, akurat dan efektif tidak sekedar merupakan komponen esensi dalam perawatan
pasien TB yang baik, tetapi juga merupakan komponen kunci dalam public health dan
merupakan cornerstone dalam control TB. Jadi semua provider haruslah mengenal, tidak
hanya cara pengobatan/perawatan secara individual, akan tetapi juga berperan sebagai
public healther dimana diperlukan responsibility yang tinggi dalam komunitas, dan
tentunya juga pasien secara individual. ISTC yang diluncurkan pada tahun 2005, adalah
bagian dari WHOs new stop TB Strategyand the Globan Plan to Stop TB 2006-2015 yang
dikembangkan

oleh

stop

TB

Partnership.

(4)

ISTC

menjelaskan

standarisasi

penatalaksanaan semua suspek TB atau pasien TB oleh semua praktisi kedokteran baik
secara individual maupun komunitas di level manapun.
Standarisasi ini memfasilitasi semua provider dalam melakukan perawatan yang standar
berkualitas untuk semua golongan usia, termasuk hapusan dahak yang positif maupun
negative, TB ekstra paru, TB yang disebabkan karena kuman TB yang resisten, dan TB
yang disertai infeksi HIV. Dengan kata lain, ISTC merupakan standar yang melengkapi
pedoman program penanggulangan TB

Nasional yang konsisten dengan rekomendasi

WHO. ISTC ini terdiri dari 6 standar untuk diagnosis, 9 standar untuk pengobatan dan 2
standar

yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. (6) adapun butir standar

tersebut dapat dilihat pada lampiran makalah ini.


8.1

Komplikasi (Kimberly A. J. Bilotta,2011:1037)

8.1.1 Kerusakan jaringan paru yang masif


8.1.2 Gagal napas
8.1.3 Fistula bronkopleural
8.1.4 Pneumotoraks
8.1.5 Efusi pleura
8.1.6 Pneumonia
18 | T u b e r k u l o s i s

8.1.7 Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikobakteri kecil


8.1.8 Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat

19 | T u b e r k u l o s i s

WOC

Mycobacterium tuberculosis tersebar di


udara

Basil menyebar di saluran pernapasan


Sistem imun meningkat
Reaksi inflamasi
Alveoli konsolidasi (memadat)
Pneumonia akut / peradangan aktif
Penyebaran hematogen
B1

Tuberkulosis (TB)

MRS

Kurang
informasi

Kurang
pengetah
uan

Infeksi alveoli

B2

Penumpukan bakteri
Reaksi inflamasi

Penumpukkan basil di bronkus

Respon imun meningkat

Nekrosis sentral lesi


Kavitas dalam bronkus

Inflamasi
Rangsangan
hipotalamus
Napsu makan menurun

Fagositosis bakteri
Leukosit diganti
makrofag
Eksudat
terakumulasi dalam
Ketidak efektifan
alveoli bersihan
jalan napas

Fibrosis
Jaringan parut
Abnormal alveolus
Difusi O2
Resiko gangguan
pertukaran gas

Bakteri masuk ke pembuluh


darah
Risiko infeksi

B5

BB menurun
Nutrisi kurang dari
kebutuhan

20 | T u b e r k u l o s i s

ASUHAN KEPERAWATAN
TUBERKULOSIS (TB)
1.
a.

Pengkajian
Identitas klien
Umur
Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari
55 tahun sistem imunologi seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru (Naga, 2012: 315).
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang semua umur, mulai dari anak-anak sampai
dengan orang dewasa dengan komposis antara laki-laki dan perempuan yang hampir
sama. Biasanya timbul di lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak
memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah. Tuberkulosis paru pada anak
dapat terjadi pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1 sampai 4
tahun. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (ekstrapulmonary) dibanding TB
paru-paru dengan perbandingan 3:1. TB luar paru-paru merupakan TB yang berat,
terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru pada usia
5 sampai 12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja, dimana TB
paru-paru menyerupai kasus pada orang dewasa (sering disertai lubang/ kavitas pada
paru-paru). Dari aspek sosioekonomi, penyakit tuberkulosis paru sering diderita oleh
klien dari golongan ekonomi menengah ke bawah (Somantri, 2012: 68-69).

Jenis kelamin
Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan
yang meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini, dapat disimpulkan bahwa kaum
perempuan

lebih

rentan

terhadap

kematian

akibat

serangan

tuberkulosis

paru

dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki penyakit ini lebih
tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.
Sehingga, wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut sebagai agen dari
penyakit tuberkulosis paru (Naga, 2012: 315).
b.
Keluhan utama
Batuk: Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama (> 3
minggu) (Somantri, 2012: 69). Batuk kering atau sputum yang mukoid atau purulen;
dapat
c.

mengandung guratan darah atau bahkan berdarah (Bickley, 2009: 242).


Riwayat penyakit sekarang
Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul (Somantri, 2012: 69).
Dada terasa sesak saat bernapas ( Naga, 2012: 310). Sesak nafas: timbul pada

tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai ke setengah paru.


21 | T u b e r k u l o s i s

dada

terasa

sakit

atau

nyeri

Naga,

2012:

310).

Nyeri

dada:

jarang

ditemukan,nyeri timbul apabila infiltrasi radang sampai ke pleura,sehingga menimbulkan


pleuritis.

Malaise (Somantri, 2012: 69): ditemukan berupa anoreksia, napsu makan dan
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada malam tanpa
sebab ( Naga, 2012: 310).
d.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keadaan atau penyakitpenyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin

sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis
paru yang kembali aktif.
e.

Riwayat penyakit keluarga


Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan

apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah.
f.

Activity Daily Live (Doenges, 2010: 187)


Kebutuhan nutrisi dan cairan:
gejala: kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna, penurunan berat badan,
berkeringat pada malam hari.
tanda: turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak

subkutan.
Kebutuhan aktivitas dan istirahat:
gejala: kelelahan umum dan kelemahan, napas pendek karena kerja, kesulitan
tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan/atau berkeringat,
mimpi buruk.
tanda: takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan sesak
(tahap lanjut).

g.

Data Psikososial dan Spiritual


Psikologi: Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan


terhadap dirinya. Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah.

Sosial : Perasaan terisolasi / penolakan dari masyarakat atau kelompoknya karena


menderita penyakit yang menular. Perubahan dalam kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran. Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran.
h.
Pemeriksaan Fisik (Somantri, 2012: 69-70).
Pada tahap ini klien seringkali tidak menunjukkan kondisi tuberkulosis. Tanda dan gejala
baru dapat terlihat pada tahap selanjutnya berupa:

Sistemik:
Akan ditemukan malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dan keringat malam. Pada
kondisi akut diikuti gejala demam tinggi seperti flu dan menggigil, sedangkan pada TB

22 | T u b e r k u l o s i s

milier timbul gejala seperti demam akut, sesak napas, sianosis, dan konjungtiva dapat
terlihat pucat karena anemia.

Sistem pernapasan:

Ronchi basah, kasar, dan nyaring terjadi akibat adanya peningkatan produksi
sekret pada saluran pernapasan.

HipersonoR/ timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara sedikit bergemuruh (umforik).

Tanda-tanda adanya infiltrat luas atau konsolidasi, terdapat fremitus mengeras.

Pemeriksaan ekspansi pernapasan ditemukan gerakan dada asimetris.

Pada keadaan lanjut terjadi atrofi, retraksi intercostal, dan fibrosis.

Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).

Bentuk dinding dada pectus karinatum.

Sistem pencernaan:
Meningkatnya sputum pada saluran napas secara tidak langsung akan mempengaruhi
sistem persarafan khususnya saluran cerna. Klien mungkin akan mengeluh tidak napsu
makan dikarenakan menurunnya keinginan untuk makan, disertai dengan batuk, pada
akhirnya klien akan mengalami penurunan berat badan yang signifikan (badan terlihat
kurus).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Risiko Infeksi
Pengendalian Risiko:Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau mengurangi risiko
penyebaran infeksi. Menunjukkan teknik dan memulai perubahan gaya hidup untuk
mempromosikan lingkungan yang aman.
Faktor risiko: Pertahanan primer yang tidak memadai, penurunan tindakan silia dan
stasis dari sekresi,Kerusakan jaringan, perluasan infeksi ,Menurunkan resistensi, ditekan
proses inflamasi,Malnutrisi,Paparan lingkungan,Kurangnya pengetahuan untuk
menghindari paparan patogen
Mandiri

Ulasan patologi penyakit-aktif atau tidak aktif fase, diseminasi infeksi melalui
bronkus ke jaringan-jaringan yang berdekatan atau melalui aliran darah dan sistem
limfatik-dan potensial penyebaran infeksi melalui udara tetesan saat batuk,bersin,
meludah, berbicara, tertawa, dan bernyanyi.
R/ Membantu menyadari klien dan menerima perlunya mengikuti pengobatan rejimen
untuk mencegah reaktivasi dan komplikasi. Pemahaman tentang bagaimana penyakit ini
berlalu dan kesadaran transmisi kemungkinan bantuan klien dan signifikan lainnya (SO)
mengambil langkah-langkah untuk mencegah infeksi lain.

Mengidentifikasi orang lain yang berisiko, seperti anggota rumah tangga, dekat
rekan, dan teman-teman.
R/ Mereka terkena mungkin memerlukan suatu program terapi obat untuk mencegah
perkembangan infeksi.
23 | T u b e r k u l o s i s


Instruksikan klien untuk batuk, bersin, meludah dan ke dalam jaringan dan untuk
menahan diri dari meludah. Tinjau pembuangan jaringan dan teknik cuci tangan yang
baik. permintaan pengembalian demonstrasi.
R/ Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

Ulasan perlunya langkah-langkah pengendalian infeksi, seperti isolasi pernapasan


sementara.
R/ Dapat membantu klien memahami kebutuhan untuk melindungi orang lain sementara
mengakui rasa klien isolasi dan stigma sosial terkait dengan penyakit menular. Catatan:
AFB dapat melewati masker standar; Oleh karena itu, partikulat respirator diperlukan.

Memonitor suhu, seperti ditunjukkan.

R/ Reaksi demam merupakan indikator kehadiran penerus dari infeksi.

Reaksi demam merupakan indikator kehadiran penerus dari


infeksi.Mengidentifikasi faktor-faktor risiko individu untuk reaktivasi tuberkulosis, seperti
menurunkan resistensi yang berhubungan dengan alkoholisme, malnutrisi, operasi
bypass usus, penggunaan imunosupresan obat-obatan, adanya diabetes mellitus atau
kanker, atau postpartum.
R/ Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu gaya hidup alter klien dan
menghindari atau mengurangi timbulnya eksaserbasi.

Stres pentingnya terapi obat tidak terganggu. Evaluasi klien potensial untuk
kerjasama.
R/ Periode Menular bisa berlangsung hanya 2 sampai 3 hari setelah inisiasi rejimen obat,
tapi dengan adanya kavitasi atau sedang penyakit lanjut, risiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan. Kepatuhan dengan multidrug rejimen untuk waktu yang lama
sulit; Oleh karena itu, DOT harus dipertimbangkan.

Ulasan pentingnya tindak lanjut dan reculturing periodik dahak selama terapi.

R/ Aids dalam memantau efek dari obat-obatan dan klien respon terhadap terapi.

Mendorong pemilihan dan konsumsi makanan seimbang. Menyediakan sering kecil


"makanan ringan" di tempat makanan besar seperti tepat.
R/ Kehadiran anoreksia atau yang sudah ada sebelumnya menurunkan gizi buruk
ketahanan terhadap proses infeksi dan penyembuhan mengalami korosi akibat gesekan.
kecil makanan ringan dapat meningkatkan asupan keseluruhan.
Kolaborasi

Berikan agen anti infeksi, seperti yang ditunjukkan, misalnya:

R/ Tujuan untuk pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan individu dan


meminimalkan penularan kepada orang lain. Adalah penting bahwa pengobatan
24 | T u b e r k u l o s i s

disesuaikan dan pengawasan didasarkan pada masing-masing klinis dan sosial keadaan
klien. DOT mungkin Cara paling efektif untuk memaksimalkan penyelesaian terapi.

Obat Primer: isoniazid (INH, Liniazid), rifampisin (RIF, Rifadin, Rimactane),


pirazinamid (PZA, Tebrazid), dan ethambutol (Etbi, Myambutol)
R/ Keempat obat tidak boleh diberikan dalam dosis terbagi; keempat Obat harus
diberikan bersama-sama. Bukti menunjukkan ini mempromosikan efektivitas terapi ini
(CDC, 2005). INH adalah biasanya obat pilihan untuk mereka yang terkena dan yang
beresiko terkena TB. Diperpanjang terapi hingga 24 bulan diindikasikan untuk kasus
reaktivasi, paru diaktifkan TB, atau di hadapan medis lainnya masalah, seperti diabetes
mellitus atau silikosis. Profilaksis dengan INH selama 12 bulan harus dipertimbangkan di
klien HIV-positif dengan uji PPD positif.

Rufabutin (Mucobutin).

R/ Agen terapi untuk mycobacterium atipikal. Bisa digunakan di klien dengan penyakit
HIV lanjut dengan TB.

Obat lini kedua, seperti etionamid (Trecator-SC), paraaminosalicylate (PAS),


cycloserine (Seromycin), amikasin (Amikin), dan levofloxacin (Levoquin).
R/ obat lini kedua ini mungkin diperlukan ketika infeksi adalah resisten terhadap atau
tidak toleran obat primer atau dapat digunakan bersamaan dengan obat antitubercular
primer. Catatan: MDR-TB membutuhkan minimal terapi 18 sampai 24 bulan 'dengan
setidaknya tiga obat dalam rejimen diketahui efektif terhadap organisme infektif spesifik
dan bahwa Klien sebelumnya belum diambil. Pengobatan sering diperpanjang sampai 24
bulan pada klien dengan gejala parah atau HIV infeksi.

Agen diteliti seperti diarylquinoline (R207910)

R/ Senyawa Inovatif sedang dikembangkan berdasarkan baru target obat dan struktur
untuk memberikan lebih pendek dan lebihPilihan pengobatan yang efektif. Agen ini, saat
ini mulai percobaan manusia, memotong pasokan energi dari mycobacterium yang dan
mungkin efektif terhadap bentuk-bentuk resistan terhadap obat TB.

Memantau penelitian laboratorium, seperti berikut:

Hasil BTA
R/ Klien yang memiliki tiga berturut-turut BTA negatif selama periode 3 sampai 5 bulan
adalah mengikuti rejimen obat dan siapa yang asimtomatik akan diklasifikasikan sebagai
nontransmitter.

Studi fungsi hati, seperti aspartat aminotransferase (AST), aminotransferase


alinine (ALT)
R/ Yang paling umum efek samping yang serius dari obat Terapi-khususnya RIF, tapi
mungkin orang lain juga adalah obat hepatitis.

Beritahu departemen kesehatan setempat.


25 | T u b e r k u l o s i s

R/ Diwajibkan oleh hukum, dan harus dilaporkan dalam waktu 1 minggu dari diagnosis.
Membantu dalam mengidentifikasi kontak untuk mengurangi penyebaran infeksi. Tentu
saja perawatan panjang dan biasanya ditangani di masyarakat, dengan pemantauan
perawat kesehatan masyarakat.
Diagnosa keperawatan:Ketidak efektifan jalan nafas
berhubungan dengan Tebal, kental, atau berdarah sekresi Kelelahan, upaya batuk buruk
Trakea atau faring edema.Dibuktikan dengan Abnormal pernapasan kecepatan, irama,
kedalaman Napas abnormal suara-ronki, mengi, stridor,dispnea
Status pernapasan: menjaga jalan napas agar paten. Meludah sekresi tanpa
bantuan,Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan atau mempertahankan jalan nafas,
Berpartisipasi dalam rejimen pengobatan, dalam tingkat kemampuan dan situasi,
Mengidentifikasi komplikasi potensial dan melakukan tindakan yang tepat.
Intervensi
Mandiri

Kaji fungsi pernapasan, seperti napas suara, tingkat, irama, dan kedalaman, dan
penggunaan otot aksesori.
R/ Hilangnya suara napas mungkin mencerminkan atelektasis. ronki dan mengi
menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakmampuan untuk membersihkan saluran
udara, yang dapat menyebabkan penggunaanaksesori otot dan peningkatan kerja
pernapasan.

Catatan kemampuan untuk meludah lendir dan batuk efektif;karakter dokumen


dan jumlah dahak dan kehadiran hemoptisis.
R/ Dahak mungkin sulit ketika sekresi sangat tebal sebagai akibat dari infeksi atau
hidrasi memadai. darah yang diwarnai atau terus terang berdarah hasil dahak dari
jaringan kerusakan pada paru-paru dan mungkin memerlukan evaluasi lebih lanjut dan
intervensi.

Tempatkan klien pada posisi semi atau Semi-Fowler. membantu klien dengan
batuk dan pernafasan latihan.
R/ Posisi yang tepat membantu memaksimalkan ekspansi paru dan penurunan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal dapat membuka atelektasis daerah dan mempromosikan
gerakan sekresi menjadi lebih besar saluran udara untuk dahak.

Hapus sekresi dari mulut dan trakea; hisap sebagai diperlukan.

R/ Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan mungkin diperlukan jika klien tidak
mampu meludah sekresi.

Menjaga asupan cairan setidaknya 2.500 mL / hari kecuali kontraindikasi.

R/ Asupan cairan tinggi membantu sekresi tipis, sehingga lebih mudah meludah.
26 | T u b e r k u l o s i s

Kolaborasi

Melembabkan oksigen inspirasi.

R/ Mencegah pengeringan membran mukosa dan membantu tipis sekresi.

Memberi obat, seperti yang ditunjukkan, misalnya:

Agen mukolitik, seperti acetylcysteine (Mucomyst)


R/ Mengurangi ketebalan dan kekakuan sekresi paru untuk memfasilitasi izin.
Bronkodilator, seperti oxtriphylline (Choledyl) dan teofilin (Theo-Dur).
R/ Meningkatkan ukuran lumen pohon trakeobronkial, sehingga menurunkan
resistensi terhadap aliran udara dan meningkatkan pengiriman oksigen.
Kortikosteroid (prednisone).
R/ Semoga bermanfaat dengan adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia mendalam
dan ketika respon inflamasi mengancam jiwa.

Jadilah siap untuk membantu dan dengan intubasi darurat.

R/ Intubasi mungkin diperlukan dalam kasus yang jarang terjadi TB bronkogenik disertai
dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
Diagnosa keperawatan: Gangguan pertukaran gas
Kemungkinan faktor risiko: Penurunan permukaan paru-paru yang efektif, atelektasis,
Penghancuran membran alveolar-kapiler Tebal, sekresi kental, edema bronkial
INTERVENSI
Mandiri

Kaji dyspnea (menggunakan 0-10 skala), takipnea, tidak normal bunyi napas,
peningkatan upaya pernapasan, dada terbatas ekspansi dinding, dan kelelahan.
R/ TB paru dapat menyebabkan berbagai efek di paru-paru, mulai dari patch kecil
bronkopneumonia untuk difus peradangan intens, nekrosis caseous, pleura efusi, dan
fibrosis luas. Efek pernapasan dapat berkisar dari ringan sampai dispnea gangguan
pernapasan mendalam.
Catatan: Menggunakan skala untuk mengevaluasi dyspnea membantu memperjelas
tingkat kesulitan dan perubahan kondisi.

Evaluasi perubahan tingkat mentation. Catatan sianosis atau perubahan warna


kulit, termasuk membran mukosa dan bantalan kuku.

27 | T u b e r k u l o s i s

R/ Akumulasi sekret dan napas kompromi dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan
jaringan. (Lihat ND: tidak efektif Airway Clearance).

Menunjukkan dan mendorong pernapasan mengerutkan bibir selama pernafasan,


terutama untuk klien dengan fibrosis atau parenkim kehancuran.
R/ Menciptakan ketahanan terhadap udara mengalir keluar untuk mencegah keruntuhan
Dari saluran udara, sehingga membantu untuk mendistribusikan udara di seluruh paruparu dan meredakan atau mengurangi sesak napas

Promosikan istirahat tidur, atau kegiatan limit dan membantu perawatan diri
kegiatan yang diperlukan.
R/ Mengurangi konsumsi oksigen dan permintaan selama periode gangguan pernapasan
dapat mengurangi keparahan gejala.
Kolaborasi

Memantau ABGs serial dan pulse oximetry.

R/ Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan saturasi dan peningkatan PCO2


mengindikasikan kebutuhan untuk perubahan dalam rejimen terapeutik.

Memberikan oksigen tambahan yang sesuai.

R/ Membantu mengoreksi hipoksemia yang mungkin terjadi sekunder penurunan


ventilasi dan permukaan paru-paru alveolar berkurang.
Diagnosa keperawatan: Keseimbangan nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan dengan: kelelahan, batuk Sering dan produksi sputum; dyspnea, anorexia,
sumber daya keuangan yang tidak mencukupi
Mungkin dibuktikan dengan : berat 10% sampai 20% di bawah ideal untuk frame dan
tinggi, kurangnya dilaporkan minat dalam makanan, diubah sensasi rasa, otot yang
buruk
Kriteria hasil: Status gizi
Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan normalisasi
nilai laboratorium dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi. Memulai perilaku atau
perubahan gaya hidup untuk mendapatkan kembali dan menjaga berat badan yang
sesuai.
INTERVENSI
Mandiri

Status gizi Dokumen klien pada saat masuk, mencatat kulit turgor, berat saat ini
dan tingkat penurunan berat badan, integritas dari mukosa mulut, kemampuan menelan,
adanya nada usus, dan sejarah mual, muntah, atau diare
R/ Berguna dalam batas mendefinisikan masalah dan pilihan yang tepat dari intervensi
28 | T u b e r k u l o s i s

Memastikan biasa pola diet klien dan suka dan tidak suka.

R/ Membantu untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kekuatan tertentu. pertimbangan


preferensi individu dapat meningkatkan asupan makanan.

Asupan Memantau dan output (I & O) dan berat secara berkala. Selidiki anoreksia,
mual, dan muntah. Catatan mungkin korelasi terhadap obat. Frekuensi Monitor, volume,
dan konsistensi tinja.
R/ . Berguna dalam mengukur efektivitas dukungan nutrisi dan cairan. Mempengaruhi
pilihan diet dan dapat mengidentifikasi area untuk pemecahan masalah untuk
meningkatkan asupan nutrisi

Mendorong dan memberikan waktu istirahat sering.

R/ Membantu menghemat energi, terutama ketika metabolik persyaratan meningkat


dengan demam.

Memberikan perawatan mulut sebelum dan sesudah perawatan pernapasan.

R/ Mengurangi rasa tidak enak yang tersisa dari sputum atau obat yang digunakan
untuk perawatan pernapasan yang dapat merangsang muntah pusat.

Mendorong kecil, sering makan dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

R/ Memaksimalkan asupan gizi tanpa pengeluaran energi yang berlebihan dari makan
makanan besar.

Mendorong SO untuk membawa makanan dari rumah dan berbagi makanan


dengan klien kecuali kontraindikasi.
R/ Menciptakan lingkungan sosial lebih normal selama waktu makan dan membantu
memenuhi preferensi pribadi dan budaya.

Kolaborasi

Lihat ahli diet untuk penyesuaian dalam komposisi diet

R/ Menyediakan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme, diet preferensi klien, dan sumber daya keuangan
pasca debit.

Konsultasikan dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1 sampai 2 jam


sebelum atau sesudah makan.
R/ Dapat membantu mengurangi timbulnya mual dan muntah terkait dengan obat atau
efek pernapasan perawatan pada perut penuh.

Memantau penelitian laboratorium, seperti nitrogen urea darah (BUN), protein


serum, dan prealbumin dan albumin.
29 | T u b e r k u l o s i s

R/ Nilai rendah mencerminkan kekurangan gizi dan mengindikasikan kebutuhan untuk


perubahan dalam rejimen terapeutik.

Berikan obat antipiretik

R/ Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan oleh karena itu konsumsi kalori.

Diagnosa keperawatan: Pengetahuan kekurangan [kebutuhan belajar]


mengenai kondisi, pengobatan, pencegahan, perawatan diri, dan debit
kebutuhan.
Berhubungan dengan: Kurangnya paparan atau misinterpretasi informasi, keterbatasan
kognitif, informasi yang tidak akurat atau tidak lengkap disajikan.
Mungkin dibuktikan dengan: Permintaan informasi, Kesalahpahaman Disajikan tentang
status kesehatan, Kurangnya atau tidak akurat tindak lanjut dari instruksi atau perilaku,
Mengekspresikan atau menunjukkan perasaan kewalahan.
Kriteria hasil: Pengetahuan: Perawatan Penyakit, Verbalisasi pemahaman tentang proses
penyakit, prognosis, dan pencegahan. Memulai perilaku atau perubahan gaya hidup
untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mengurangi risiko reaktivasi TB.
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi dan intervensi. Jelaskan rencana untuk
menerima perawatan yang memadai tindak lanjut. Mengungkapkan pemahamannya
tentang regimen terapi dan dasar pemikiran untuk tindakan.

INTERVENSI
Mandiri

Kaji kemampuan klien untuk belajar, seperti tingkat ketakutan, kekhawatiran,


kelelahan, tingkat partisipasi; lingkungan terbaik di mana klien bisa belajar; berapa
banyak konten klien dapat belajar; terbaik media dan bahasa untuk mengajar klien; dan
menentukan siapa harus dimasukkan.
R/ Belajar tergantung pada kesiapan emosional dan fisik dan dicapai dengan kecepatan
masing-masing.

Memberikan instruksi dan informasi tertulis khusus untuk klien Anda lihat, seperti
jadwal obat dan tindak lanjut tes dahak untuk mendokumentasikan respon terhadap
terapi.
R/ Informasi tertulis mengurangi klien dari beban harus ingat sejumlah besar informasi.
pengulangan memperkuat belajar.

Dorong klien dan SO untuk verbalisasi ketakutan dan kekhawatiran. Menjawab


pertanyaan faktual. Catatan penggunaan jangka panjang dari penolakan.

30 | T u b e r k u l o s i s

R/ Menyediakan kesempatan untuk memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin


mengurangi kecemasan. Berkepanjangan penolakan dapat mempengaruhi mengatasi
Dan mengelola tugas-tugas yang diperlukan untuk mendapatkan kembali kesehatan.
Pengajaran: Proses Penyakit

Identifikasi gejala yang harus dilaporkan kepada kesehatan penyedia, seperti


hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernapas, gangguan pendengaran, dan
vertigo.
R/ Dapat mengindikasikan perkembangan atau reaktivasi penyakit atau samping efek
dari obat-obatan, yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Tekankan pentingnya menjaga tinggi protein dan diet karbohidrat dan asupan
cairan yang cukup. (Lihat AND: seimbang Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh).
R/ Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelelahan dan
meningkatkan pemulihan. Cairan pemboran bantuan dalam mencairkan dan
expectorating sekresi.

Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, tindakan yang diharapkan, dan alasan
untuk masa pengobatan yang lama. Tinjau potensi interaksi dengan obat lain dan zat.
Tekankan efek samping yang dilaporkan.
R/ Peningkatan kerja sama dengan regimen terapi dan Mei mencegah klien dari
menghentikan pengobatan sebelum kesembuhan benar-benar terpengaruh. DOT adalah
pengobatan pilihan ketika klien mampu atau tidak mau mengambil obat yang
diresepkan. Catatan: Klien dengan infeksi HIV dan TB sangat rentan terhadap interaksi
obat karena mereka biasanya mengambil banyak obat, beberapa di antaranya bereaksi
dengan obat anti tuberkulosis.

Tinjau potensi efek samping dari pengobatan, seperti kering mulut,


gastrointestinal (GI) marah, sembelit, penglihatan gangguan, sakit kepala, dan hipertensi
ortostatik, dan memecahkan masalah solusi.
R/ Adalah penting bahwa obat antituberkulosis tidak dihentikan karena "gangguan" efek
samping. Pemecahan masalah, seperti sebagai minum obat dengan makanan dan
mengubah jam dosis, dapat mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
terapi dan meningkatkan kerja sama dengan regimen. Reaksi parah harus dilaporkan
kepada dokter.

Stres perlu menjauhkan diri dari alkohol sementara di INH.

R/ Kombinasi INH dan alkohol telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian hepatitis.

Lihat untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian bulanan selama
etambutol (EMB).
R/ Efek samping utama berkurang ketajaman visual; tanda awal mungkin penurunan
kemampuan untuk merasakan warna hijau.

Mendorong pantang merokok.


31 | T u b e r k u l o s i s

R/ Meskipun merokok tidak merangsang kambuhnya TB, hal ini meningkatkan


kemungkinan disfungsi pernapasan.

Tinjau TB yang ditularkan terutama oleh inhalasi organisme udara, tetapi juga
dapat menyebar melalui tinja atau urin jika infeksi hadir dalam sistem ini; juga mengulas
bahaya reaktivasi.
R/ Pengetahuan dapat mengurangi risiko penularan atau reaktivasi. Komplikasi yang
terkait dengan reaktivasi termasuk kavitasi, pembentukan abses, emfisema destruktif,
spontan pneumotoraks, fibrosis interstitial difus, serosa efusi, empiema, bronkiektasis,
hemoptisis, GI ulserasi, fistula bronkopleural, laringitis tuberkulosis, dan penyebaran
milier.

Diskusikan dan memperkuat kekhawatiran, seperti kegagalan pengobatan,


resistan terhadap obat TB, dan kambuh.
R/ Kegagalan pengobatan yang paling sering terjadi karena klien tidak mengikuti rejimen
pengobatan, tetapi juga dapat disebabkan oleh obat resistensi, malabsorpsi obat,
kesalahan laboratorium, dan Variasi biologis ekstrim dalam menanggapi. Kebanyakan
kambuh atau kekambuhan kultur positif atau kerusakan radiografi terjadi 6 sampai 12
bulan setelah menyelesaikan terapi. Pemantauan terus menerus oleh penyedia layanan
kesehatan dapat mengidentifikasi keprihatinan ini lebih awal dan mengubah rencana
sesuai.

Lihat agen kesehatan masyarakat yang sesuai.

R/ DOT oleh perawat komunitas sering cara yang paling efektif untuk memastikan klien
kepatuhan terhadap terapi. Pemantauan dapat mencakup jumlah pil dan dipstick urine
pengujian untuk kehadiran antitubercular obat. Klien dengan MDR-TB dapat dimonitor
dengan spesimen sputum bulanan untuk BTA dan budaya. Catatan: Di beberapa negara,
ada cara legal untuk secara sukarela kurungan untuk perawatan jika upaya untuk
memastikan kepatuhan klien tidak efektif.(Doenges,2010,190-195)

32 | T u b e r k u l o s i s

ISTILAH
Hipersensitivitas : keadaan mudah terangsang atau rentan berlebih.
Polimorfonuuklear : nucleus yang terdiri atas beberapa bagian yang berhubungan.
Konsolidasi : proses menjadi padat/ memadat.
Makrofag : fagosit mononuclear yang terdapat dalam darah dan jaringan.
Nekrosis : kematian sel/ jaringan akibat kerusakan sel/jaringan itu.
Nekrosis kaseosa : nekrosis yang seperti keju
Fibrosis : pembentukan jaringan ikat reaktif/ regenerative.
Limfohematogen : pembesaran kelenjar limfe regional sebagai akibat penyebaran
limfogen.
Tuberkel : tonjolan bulat misalnya pada tulang gigi, bentuk kecil bulat yang ada di
jaringan akibat radang.
Ulserasi : proses pembentukan tukak.
Epiteloid : menyerupai epitel (sel pembentuk lapisan penutup permukaan yang terbuka
dan kelenjar)
Fibroblast : sel muda jaringan ikat.
Mantoux : tes tuberkulia tua intrakutan
CDC : Career Development Center sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang
perkembangan sumber daya manusia.
DOTS : Directly Observed Treatment Short Course ( strategi yang direkomendasikan oleh
WHO untuk penanggulangan TB).

33 | T u b e r k u l o s i s

Fistula : saluran patologis yang menghubungkan 2 alat berongga atau rongga alat dalam
dengan dunia luar.
Pneumotoraks : adanya udara didalam rongga pleura.
Efusi pleural : keluarnya cairan dari selaput paru.
Pneumonia : radang paru. Penyebab : bakteri, virus, fungus, alergi, zat-zat kimia.
Neutrophil : sel/ jaringan yang terpulas oleh zat warna neutral.
TB milier : hasil dari penyebaran hematogenik generalisa akut dengan jumlah kuman
yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, lynn S. 2009. Buku Ajar Pemerisaan Fisik & Riwayat Kesehatan BATES, alih
bahasa, Andry Hartono. Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan, alih
bahasa Dwi Widiarti. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Bkati Husada
Doenges, Marilynn E. 2010.Nurshing Care Plans:Guidelines For Individualizing Client Care
Across The Life Span Ed.8 . Philadelphia: F.A.Davis Company
Naga, Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: DIVA
press
Hopewell, Philip C. 2006. Standard International untuk Pelayanan Tuberkulosis, ahli
bahasa, Anwar Jusuf, dkk. Bakti Husada
Nugroho, Taufan dan Vera Scorviani. 2010. Kamus Pintar Kesehatan Kedokteran,
Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi: KONSEP KLINIS PROSESPROSES PENYAKIT, E/6, Vol 2. Jakarta: EGC
Proceding book. 2007. Simposium Nasional TB update IV 2007. Surabaya
William S & Wilkins. 2011. Nurshing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
indeks

34 | T u b e r k u l o s i s

Anda mungkin juga menyukai