Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggolongan hewan hewan terutama didasarkan pada kesamaankesamaan struktur dan fisiologinya. Dalam hubungan ini, ada 4 kriteria yaitu
pola simetri tubuh dan bentuk tubuh, perbedaan perkembangan embrio , dan
aspek tertentu yang diianggap penting sebagai tanda pembeda. Seperti yang
diketahui di dunia ini hewan umumnya terbagi berdasarkan ada atau tidaknya
struktur tulang belakang yang dimilikinya, serta struktur lapisan tubuh yang
dimilikinya. Umumnya dikenal dengan hewan invertebrata (hewan yang tidak
memiliki tulang belakang) dan vertebrata (hewan bertulang belakang).
Invertebrata merupakan kelompok hewan yang paling banyak di muka
bumi, hampir 2 juta jenis yang telah dikenali saat ini hidup pada lingkungan
yang beragam, dari lingkungan hutan, gua, sampai lumpur dasar laut. Hewan
invertebrata adalah hewan yang memiliki struktur morfologi dan
anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok
hewan

vertebrata,

pernapasan

dan

juga

memiliki

peredaran

sistem

darah

lebih

pencernaan,
sederhana

dibandingkan hewan vertebrata.


Rata-rata hewan invertebrata ini masih memiliki struktur
tubuh yang terdiri dari diploblastik atau hanya terdiri atas dua
lapisan tubuh saja , namun tidak semua hewan invertebrata
memiliki tubuh diploblastik ada juga yang telah hampir
sempurna dimana tubuhnya tersususn atas tiga lapisan tubuh
(tripoblastik). Sehingga hewan ini dapat dikelompokkan
menjadi 7 kelompok (filum), berdasarkan struktur tubuh serta
kompleksitas susunan tubuh serta organ yang dimilikinya,
karena semkain tinggi tingkatan filumnya semakin kompleks
struktur tubuhnya. Terdiri atas hewan yang paling primitif

bersel satu (Protozoa), hewan berpori (Porifera), hewan


berongga
cacing

(Coelenterata),

gilig

cacing

(Nemathelminthes),

pipih

(Platyhelminthes),

cacing

berbuku-buku

(Annelida), hewan lunak (Mollusca), hewan berkulit duri


(Echinodermata)

dan

hewan

dengan

kaki

beruas-ruas

(Arthropoda). Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk


membuktikan dan menunjukkan bahwa terdapat beberapa
perbedaan mendasar dari setiap hewan yang diamati beserta
bagian-bagian tubuhnya, serta ingin membuktikan bahwa
dari setiap masing-masing filum memiliki tingkatan serta
karakterisitik yang berbeda pada setiap hewan yang diamati.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hewan
Invertebrata.
b. Untuk mengetahui dan memahami ciri-ciri yang dimiliki
hewan Invertebrata.
c. Untuk mengetahui perbedaan struktur tubuh dari hewan
Invertebrata pada setiap filum.
d. Untuk mengetahui dan memahami

pengelompokkan

hewan Invertebrata beserta contoh berdasarkan cirinya.

BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, pukul 10.00-selesai. Bertempat di
Laboratorium Bioteknologi dan Rekayasa II, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi.
2.2 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, pukul 10.00-selesai. Bertempat di
Laboratorium Bioteknologi dan Rekayasa II, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi.
2.3 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah kaca objek, mikroskop,
bak bedah, peralatan bedah,pipet tetes, cawan petri dan botol bius. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah air kolam, air sawah dan aquades.
2.4 Cara Kerja
a. Cara kerja keseluruhan

Sampel

Protozoa

Porifera,
Coelenterata &
Echinodermata

Platyhelminthes

Nemathelminthes

Annelida

Mollusca

Arthropoda

Di letakkan hewan diatas bak bedah , diamati morfologi serta bentuk tubuh
dari hewan.

Di gambar bentuk morfologi dari hewan dan beri keterangan sesuai dengan
bagian-bagiannya.

Ditentukan klasifikasinya dan deskripsikan hewan dari setiap masingmasing filum.

b. Cara Kerja Protozoa


Sampel filum Protozoa

Air sawah dan Air kolam

Rayap

Diambil sampel air sawah


dan air kolam yang
mengandung protozoa

Diambil usus rayap dengan


cara memecahkan perutnya
dan ambil isinya letakkan
pada object glass, encerkan
dengan aquades dan amati
dengan mikroskop

Diamati dengan
mikroskop dan gambar
protozoa yang ditemukan
serta beri keterangan

Dicatat dan gambar struktur


morfologi organisme yang
ditemukan

Ikan Air Tawar

Diambil sedikit cairan


dalam anus ikan dengan
pipet tetes , letakkan pada
object glass

Diamati dengan
menggunakan mikroskop
dan digambar morfologi
organisme yang ditemukan

Ditentukan klasifikasi dari setiap organisme


yang ditemukan

c. Cara kerja anatomi Lumbricus terrestris

Lumbricus terrestris

Diletakkan cacing di atas bak bedah

Dibedah cacing menggunakan pisau


bedah dan diamati alat pencernaannya

Digambar setiap bagian anatomi yang


ada pada caing dan beri keterangan

Disusun klasfikasi taksonomi dari


sampel cacing yang diamati

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil
No
1
2

Filum
Protozoa

Kelas
Flagellata

Porifera,
Coelenterata

&

Echinodermata

3
4
5

Platyhelminthes
Nemathelminthes
Annelida

Mollusca

a.
b.
c.
d.

Hydrozoa
Scyphozoa
Ophiuroidea
Anthozoa

e.
f.
g.
h.

Echinoidea
Holothuridea
Hexactinellida
Calcarea

Trematoda
Enoplea
a. Ophistophora
b. Arhynchobdellida
a. Gastropoda

b. Bivalvia
c. Cephalopoda

Arthropoda

a. Malacostraca
b.
c.
d.
e.

Chelicerata
Diplopoda
Myriapoda
Arachnida

Genus
Tidak

Spesies
Tidak

teridentifikasi*
Hydra
Aurelia
Ophiocoma
Metridium
Fungia
Arbacia
Actinophyga
Tidak

teridentifikasi*
sp.
Aurita
sp.
marginatum
sp.
sp.
sp.
Tidak

teridentifikasi* teridentifikasi*
Fasciola
Ascaris
Lumbricus
Hirudo
Acatina
Sulcospira
Parmarion
Anadara
Loligo
Sepia

hepatica
lumbricoides
terestris
medicinalis
fulica
testudinata
pupillaris
granosa
sp.
sp.

Cherax
Notomithrax
Penaeus
Araneus
Spirobolus
Scolopendra
Heterometris

quadricarinatus
sp.
monodon
sp.
sp.
sp.
spinifer

Note: * protozoa : Tidak teridentifikasi hingga spesies hanya sampai ordo ,


disebabkan ada beberapa hal yang menjadi salah satu syarat kunci
identifikasi yang tidak terpenuhi

*porifera : Tidak teridentifikasi hingga sampai spesies hanya sampai ordo


disebabkan keterbatasan sampel yang digunkan sehingga tidak dapat
diidentifikasi dari ciri morfologi saja namun, haru melihat tipe saluran air
dan spikula.
3.2 Pembahasan
a. Filum Protozoa
Protozoa merupakan salah satu filum dari kelompok hewan
invertebrata, yang berasal dari bahasa yunani Protos=pertama dan
zoion=binatang, protozoa juga sering disebut sebagai protista mirip hewan.
Secara keseluruhan protozoa memiliki arti hewan pertama yang muncul di
muka bumi, protozoa merupakan suatu mikroorganisme yang memiliki
besar antara 3 mikron-100 mikron, tidak dapat dilihat secara langsung
tanpa bantuan mikroskop. Protozoa memiliki bentuk tubuh yang tidak
proporsional

dan

selalu

berubah

tergantung

dengan

fleksibilitas

ektoplasma yang ada dalam membran sel , umumnya ditemukan berbentuk


bulat, lonjong dan oval dengan struktur tubuh yang terdiri dari nukleus,
nukleolus, mitokondria, vakuola, sitoplasma dan membran plasma.
Protozoa tidak memiliki dinding sel seperti hewan yang lainnya melainkan
tubuhnya dibungkus oleh membran sel yang berupa selaput tipis yang
berfungsi sebagai pelindung organ bagian dalam dari protozoa. Selain itu
ciri dari protozoa yaitu mengalami perkembang biakan dengan berbagai
cara yaitu secara seksual dan aseksual Secara aseksual protozoa
dapatmengadakan pembelahan diri menjadi 2 anak sel (biner), tetapi pada
Flagelata pembelahan terjadi secara longitudinal dan pada Ciliata secara
transversal. Perkembangbiakan secara seksual dapat melalui cara
konjugasi, autogami, dan sitogami, biasanya protozoa yang bersifat parasit
membutuhkan inang dalam proses perkembang biakannya.
Umumnya protozoa memiliki sifat motil dan aktif bergerak salah
satu ciri khas yang dimiliki protozoa ialah alat gerak yang dimilikinya
setiap

masing-masing

protozoa

digolongkan

atau

dikelompokkan

berdasarkan alat gerak yang dimilikinya. Menurut (Wasetiawan, 2005) ada


4 kelas protozoa yang dikelompokkan berdasarkan alat gerak yang
dimilikinya yaitu yang terdiri:

a. Rhizopoda/sarcodina, alat gerak berupa pseudopoda (kaki semu)


b. Flagellata/mastigophora, alat geraknya berupa flagel (bulu cambuk)
yang berada di anterior dan posterior
c. Cilliata/infusoria, alat geraknya berupa silia (rambut getar) yang
menutupi seluruh tubuhnya
d. Sporozoa, tidak memiliki alat gerak dan umumnya bersifat parasit
Namun pada tahun 1980 menurut Commitee on Systematics and Evolution
of the Society of Protozoologist dalam (Corliss,2001), mengklasifikasikan
protozoa menjadi 7 kelas baru berdasarkan struktur sel yang diamati
dibawah mikroskop, yaitu Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora,
Apicomplexa, Microspora, Myxospora, dan Labyrinthomorpha. Pada
klasifikasi yang baru ini, Sarcodina dan Mastigophora digabung menjadi
satu kelompok Sarcomastigophora, dan Sporozoa karena anggotanya sangat
beragam, maka dipecah menjadi lima kelas.
Salah satu kelas dari protozoa yang didapatkan pada praktikum ialah
protozoa dari kelas falgellata/mastigophora dengan sub kelas zoomastigina,
yang didapatkan dari usus rayap dengan ciri morfologi yang tampak yaitu
alat geraknya berupa flagel dan memiliki bentuk tubuh bulat telur dengan
warna tubuh transparan serta terdapat organel sel yang lain didalam
tubuhnya, hal ini sesuai dengan referensi yang didapat bahwa sub kelas
zoomastigina

merupakan

protozoa

berflagel

yang

tidak

memiliki

kromoplast. Salah satu ciri dari protozoa ialah hidup di tempat lembab/basah
dan pada organisme lain salah satunya pada usus rayap, protozoa tidak
hanya bersifat parasit saja namun juga ada yang menguntungkan salah
satunya yang ada di usus rayap merupakan salah satu protozoa yang
memiliki keuntungan bagi rayap, biasanya protozoa yang ada di usus rayap
merupakan protozoa yang memiliki sifat simbiotik pada serangga yang
membantu dalam mencerna dan memutus selulosa pada kayu yang
dikonsumsi rayap. (Dwisiska,2013)
Protozoa yang didapatkan terlihat memiliki struktur yang mirip
seperti cilia, dimana mengelilingi hampir seluruh bagian pinggir tubuhnya
namun, setelah dilakukan beberapa identifikasi ditemukan bahwa protozoa
yang ada dalam usus rayap juga melakukan simbiosis dengan bakteri, yang

berkumpul membentuk cilia di sepanjang tubuhnya yang berfungsi sebagai


alat gerak (motilitas) untuk mendapatkan sumber makanan, dan bakteri
tersebut mendapat nutrien dari protozoa. (Wenzel, 2003). Namun
identifikasi protozoa ini belum sampai hingga mencapai tahap spesies
karena untuk mengidentifikasi protozoa ini diperlukan beberapa hal yang
menjadi kunci identifikasi untuk menuju spesies hal tersebut berupa
pengamatan struktur tubuh yang dimiliki karena hampir semua protozoa
memiliki struktur tubuh yang sama dan harus dilakukan secara filogenetik.
b. Coelenterata, Porifera dan Echinodermata
Ketiga filum ini merupakan filum hewan invertebrata yang masingmasing memiliki tingakatan kompleksitas struktur tubuh yang berbeda
pada setiap filum, porifera merupakan hewan multiseluler yang paling
sederhana dibandingkan dengan dua filum lainnya dan lebih tinggi dari
protozoa karena struktur tubuh yang dimiliki oleh porifera berupa
multiseluler sedangkan protozoa masih uniseluler dan masih bekerja
secara indivual.
Porifera merupakan hewan yang memiliki lubang-lubang kecil pada
tubuhnya, umumnya disebut dengan hewan berpori dengan tubuhnya yang

dilengkapi oleh rangka dalam yang tersusun atas spikula serta adanya
rongga tengah (spongocoel) serta oskulum , Porifera kadang disebut
juga hewan yang paling sederhana hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor pendukung atau ciri khusus yang dimiliki oleh porifera itu sendiri
salah satunya ialah susunan tubuhnya. Porifera memiliki susunan tubuh
diploblastik yang terdiri dari lapisan luar (epidermis) dan lapisan dalam
yang terdiri atas sel koanosit dan terdapat lapisan yang membatasi antara
lapisan luar dan dalam berupa mesophyl atau mesoglea. Menurut Ismet

(2011) dari setiap masing-masing lapisan ada beberapa bagian.


Lapisan luar (epidermis), disusun oleh sel-sel pipih yang disebut
pinacocytes. Pada dinding tubuh spons juga terdapat pori-pori
tempat masuknya air ke dalam tubuh, yang dibentuk oleh porocyte.
Sel-sel ini dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi.

Mesoglea (mesohyl) , lapisan tengah yang membatasi antara


lapisan dalam dan luar pada struktur tubuh porifera atau bisa
disebut sebagai jaringan ikat terdiri dari :
a. Sel amoebosit, mengedarkan makanan dan Oksigen
b. Sel stereoblast, membentuk rangka dalam
c. Sel arkeosit, sel reproduktif tempat pembentukan gamet serta

regenerasi
Lapisan dalam (endodermis), terdiri dari sel koanosit yang
memiliki fungsi sebagai dalam pergerakan air dalam tubuh spons
dan untuk menyediakan makanan dan pencernaan intraseluler.

Umumnya porifera hidup secara sesil (menempel atau menetap) pada suatu
tempat dan hidup secara berkoloni, dengan bentuk tubuh seperti tabung ,
vas bunga dan mangkuk serta warna tubuh yang bermacam-macam sesuai
dengan sinar atau cahaya yang didapatkan. Menurut Haris (2012) porifera
memiliki 2 jenis tipe gender yaitu dioeceous dan monoceous, namun

porifera yang sering ditemukan kebanyakan monoceous (hermaprodit),


dan menghasilkan sperma dan oosit pada waktu yang berbeda. Sistem
reproduksi pada porifera ada 2 cara yaitu secara seksual berupa
penyatuan sel sperma dan sel telur yang dihsilkan oleh sel amoebocyt
dan aseksual , dengan cara pertunasan (budding) membentuk gemmule.
Seperti yang diketahui porifera memiliki habitat hidup di air secara
tidak langsung porifera mengandalkan air untuk kehidupannya, oleh
karena itu porifera memiliki sistem sirkulasi air yang terdiri atas 3
macam berdasarkan saluran keluarnya air yang terdiri atas tipe Ascon,
Leucon dan Sycon. Secara umum porifera memiliki kerangka
penyusun, berdasarkan kernagka penyusunnya porifera dibagi menjadi
3 kelas dan terdiri atas 12 ordo yaitu:
a. Calcarea, kerangka tersusun dari kapur tipe spikula monoaxon,
tiaxon, dan tetraaxon
b. Demospongiae, kerangka silica yang terususun dari silikat dan

benang spongin. Memilki duri bercampur silikat yang monoaxon,


tiaxon, tetraaxon dan hexaxon
c. Hexactinellida, kerangka kersik/silikat tipe spikulanya berduri 6

(heksason)

10

Pada praktikum didapatkan 2 kelas porifera , yaitu kelas hexactinellida


dan calcarea dilihat berdasarkan ciri morfologi yang terdapat pada
sampel yaitu berupa kerangka penyusun yang dimiliki dari 2 kelas
tersebut berupa kapur dan zat kersik atau silikat serta ada atau tidak nya
spikula, ditemukan spikula pada kelas hexactinellida dengan tipe
spikula heksason pada seluruh permukaan tubuhnya. Namun, proses
identifikasi hanya dapat dilakukan sampai tingkatan klasifikasi ordo
tidak sampai pada spesies tentunya hal ini dipengaruhi oleh
keterbatasan sampel yang digunakan tidak dalam kondisi hidup, oleh
karena itu tidak dapat mengetahui tipe dari saluran air yang dimilikinya
dan bagian-bagian tertentu yang menjadi slaah satu faktor kunci
identifikasi pada porifera. Salah satu kunci identifikasi yang diperlukan
untuk mengidentifikasi filum porifera ialah berdasarkan kerangka
struktur tubuh, tipe saluran air, tipe spikula dan penyusun kerangka
tubuh bagian luar.

Coelenterata, merupakan salah satu filum yang telah memiliki organ


berupa mulut dan tentakel, filum ini sudah sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan porifera. Coelenterata disebut sebagai hewan
berongga namun, menurut Rusyana (2011) sebenarnya rongga tubuh
yang ada pada coelenterata adalah rongga semu atau bukan rongga
tubuh yang sebenarnya melainkan hanya sebuah rongga sentral yang
disebut coelenteron (rongga gastrovaskuler) yang berfungsi sebagai
tempat pencernaan dan pengedaran sari-sari makanan. Struktur tubuh
yang dimiliki coelenterata ialah diploblastik yang sama susunannya
seperti porifera terdiri dari (endodermis, ektodermis dan mesoglea),
yang berbeda hanya pada fungsinya serta bagian-bagiannya. Secara
umum coelenterata memiliki bentuk tubuh tabung, piringan, dan seperti
payung

coelenterata

memiliki

bentuk

tubuh

yang

bersifat

polymorphisme atau bentuk yang berbeda pada satu individu, umumnya


disebut dengan metagenesis yang terdiri atas polip dan medusa. Polip
lebih berbentuk tabung dan menetap pada suatu objek biasanya
berkembang baik dengan cara generatif sedangkan medusa lebih
11

berebentuk seperti piringan bertudung , hidup bebas dan berkembang


biak secara generatif. Pada medusa biasanya bergerak bebas dibantu
oleh adanya pergerakan denyut sel-sel epiteliomuskular yang terdapat
pada lapisan ektoderm, sehingga medusa kerap kali bergerak secara
horizontal dengan posisi naik turun pada tudungnya.
Hampir semua hewan pada filum ini memiliki ciri khas dari filum
ini ialah berupa tentakel yang jumlahnya bervariasi dan umumnya
terletak dibagian posterior hingga anterior pada tubuhnya , memiliki
fungsi sebagai alat gerak untuk menangkap makanan, saat terancam
digunakan untuk mengeluarkan racun atau sengat dan digunakan
sebagai alat rangsangan. Pada filum ini sudah dilengkapi dengan sistem
pencernaan

namun

belum

sempurna

hanya

berupa

rongga

gastrovaskular pada tubuhnya yang memiliki prinsip difusi untuk


mengedarkan dan mencerna makanan keseluruh tubuhnya, coelenterata
juga mengalami perkembangbiakan yang dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara seksual dan aseksual , Reproduksi aseksual terjadi pada stadium
polip dengan jalan pertunasan (budding), pembelahan atau pencabikan
telapak. Suatu tunas terjadi dari dinding tugu yang menonjol keluar
diikuti perluasan rongga gastrovaskular, kemudian pada ujungnya
terbentuk mulut dan tentakel. Reproduksi aseksual ini terjadi karena
kebanyakan Coelenterata mempunyai daya regenerasi yang besar.
Tentakel yang putus akan segera di ganti tentakel yang baru.
Reproduksi seksual umumnya terjadi pada stadium medusa. Sel telur
atau sperma, sebagian besar berasal dari sel interstisial yang
mengelompok sehingga membentuk ovari atau testis. (Kusnadi, 2011)
Berdasarkan bentuk tubuhnya dibagi menjadi beberapa bagian
kelompok kelas dari coelenterata yang terdiri atas , Hydrozoa berbentuk
tabung dan menetap, Scyphozoa yaitu hewan bertudung dan hidup
bebas, Cubozoa berbentuk kotak dan umumnya memiliki tentakel yang
besar dan beracun sedangkan Anthozoa berbentuk seperti tanaman
kadang disebut anemon laut, seluruh tubuhnya dipenuhi tentakel pada
bagian anterior di dekat rongga mulutnya. Pada praktikum, tidak

12

digunakan sampel asli namun hanya dari refernsi saja hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yang tidak memungkinkan, digunakan refernsi
untuk semua kelas dari filum coelenterata berupa Hydra sp. , Aurelia
aurita, dab Metridium marginatum. Dari sampel hewan yang telah
dikelompokkan dan diidentifikasi tentunya setiap kelas memiliki ciri
spesifik dan pembeda, tidak hanya dari bentuk namun juga ada hal
tertentu yang menjadi pembeda antara ke-3 kelas yang ada pada
coelenterata, pada setiap kelas memiliki perbedaan yang mencolok dari
ke-3 spesies yang digunakan adapun yang menjadi pembeda antara lain:
a. Jumlah tentakel yang ada pada setiap kelas dan setiap spesies, pada
kelas scyphozoa didapatkan sampel ubur-ubur yang memiliki
tentakel yang terdapat di seluruh bagian tudungnya, pada kelas
hydrozoa juga memiliki tentakel yang terletak di atas permukaan
tubuhnya dengan jumlah 6 buah dengan panjang yan hampir
setengah dari tubuhnya, dan pada kelas anthozoa memiliki tentakel
yang paling banyak yaitu berjumlah kelipatan 8 yang terletak di atas
bagian tubuh dekat mulut dan seringkali tentakelnya menghsilkan
warna yang bermacam-macam sehingga mirip seperti bunga atau
tanaman.
b. Siklus hidup, pada setiap kelas dari coelenterata memiliki siklus
hidup yang bermacam-macam yang teridiri dari dua bagian yaitu
berupa medusa dan polip. Pada kelas hydrozoa memiliki siklus
hidup keduanya namun, kebanyakan hanya pada bentuk polip saja
dan menetap, pada kelas scyphozoa juga memiliki keduanya namun,
lebih banyak pada fase medusa dan bergerak melayang hal ini
sesuai

dengan

pengelompokkan

kelas

yang

dimiliki

yang

menyebutkan bahwa kelas scyphozoa hewan bertudung yang


bergerak melayang dan pada kelas anthozoa hanya memiliki fase
polip sedangkan fase medusanya telah hilang tereduksi.
Namun, ada satu sampel yang secara morfologi masuk kedalam filum
porifera yaitu Fungia sp. , tetapi setelah dilihat dan diidentifikasi secara
keseluruhan pada tubuhnya ternyata memiliki kemiripan pada bentuk
tubuh yang dimiliki yaitu lebih mirip dengan bentuk tubuh pada fase
13

polip pada kelas anthozoa ,juga merupakan salah satu hewan peralihan
dari porifera ke coelenterata. Hal ini didukung oleh fakta bahwa apabila
hewan ini masih hidup struktur tubuhnya mirip seperti jeli dan lunak
sedangkan ketika sudah mati akan mengeras dan membatu hal ini
disebabkan adanya kandungan batu kapur pada struktur tubuhnya.

Echinodermata, berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri,


derma artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang
berkulit duri. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi
bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang
termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya radial simetris dan
kebanyakan mem-punyai endoskeleton dari zat kapur dengan memiliki
tonjolan berupa duri. Echinodermata merupakan filum yang setingkat
lebih sempurna dibandingkan ke-3 filum sebelumnya karena telah
memiliki struktur tubuh yang hampir sempurna yaitu tripoblastik dan
sudah memiliki sistem pencernaan. Memiliki bentuk atau morfologi
yang bermacam-macam, ada yang seperti bintang, pipih, bulat,
memanjang,

dan

bahkan

seperti

tumbuhan. Yang

khas

pada

filum Echinodermata adalah struktur pembuluh air (water vascular


system), yaitu suatu jaringan hidrolik yang bercabang menjadi
penjuluran, disebut kaki tabung yang berfungsi untuk lokomosi
(pergerakan), makan dan pertukaran gas. Echinodermata pada umumnya
merupakan hewan sesil, tetapi ada juga Echinodermata yang bergerak
dengan lambat, Selain kulitnya yang berduri, hewan ini juga mempunyai
ciri dengan jumlah organ tubuh kelipatan lima. Memiliki sistem reproduksi

secara seksual dalam reproduksinya, dihasilkan gamet jantan dan gamet


betina gamet jantan dan gamet betina ini dihasilkan dari individu yang
berbeda dan memiliki kelamin yang terpisah atau dioeceus jarang
ditemukan hermaprodit. Mengingat hewan-hewan yang tergolong
dalam filum Echinodermata begitu banyak, maka perlu diklasifikasikan
dalam kelas tertentu berdasarkan beberapa persamaan dan perbedaan
ciri morfologi mau-pun anatomi. Jasin (1984) mengelompokkan filum
Echinodermata menjadi 5 kelas yaitu:

14

a. Kelas Asteroidea (bintang laut), Asteroidea memiliki bentuk


pentagonal, terdapat alat catut (pedikel), memiliki kakikaki berbentuk tabung.
b. Kelas Ophiuroidea (Bintang Ular), Ophiuroidea memiliki
cakram dengan diameter 1-3 cm serta lengan yang
sangat panjang. Kelompok Ophiuroidea sering dinamakan

bintang ular, karena memiliki lengan yang panjang dan gerakannya


menyerupai gerakan ular. Spesies yang ditemukan pada kelas ini
ialah Ophiocoma sp. yang memiliki bentuk sama dengan ciri khas
madreporit yang terletak di daerah bawah, yaitu daerah mulut dan
tidak mempunyai anus, jadi sisa makanan dimuntahkan melalui
mulut. Pada bagian lengan terdapat duri.
c. Kelas Echinoidea (Landak Laut) , memiliki tubuh berbentuk bulat
tidak memiliki lengan dan dipenuhi oleh duri, salah satu contoh
speises ini ialah Arbacia sp.dengan struktur tubuh keras , memiliki
alat gerak yang khas berupa ambulakral yang terletak di sisi oral
tubuh. Serta juga memiliki madreporit yang memiliki fungsi sama
seperti kelas lainnya
d. Kelas Crinoidea (lili laut), memiliki bentuk tubuh seperti tumbuhan
dengan tubuh terdapat cakram sentral dengan lima lengan yang
bercabang dua atau lebih
e. Kelas Holothuroidea (Tripang Laut), memiliki bentuk tubuh yang
lonjong, dengan struktur tubuh lunak dan umumnya berwarna
hitam, tidak terdapat duri di tubuh karena durinya tereduksi, salah
sampel yang digunakan pada kelas ini ialah Actinophyga sp.dengan
sistem gerak berupa ambulakral
Umumnya pada filum ini memiliki tingkat atau daya regenerasi yang
sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh struktur tubuh yang dimiliki lebih
rentan patah dan rusak sehingga intensitas tumbuh bagian yang rusak
lebih cepat.
c. Platyhelminthes
Platyhelminthes merupakan salah satu filum dari hewan
invertebrata yang struktur tubuhnya terdiri atas 3 lapisan (tripoblastik)

15

simetri tubuh bilateral, tidak beruas, tidak mempunyai anus atau selom
(coelom) dan biasanya hermaprodit. Umumnya mulut terletak di bagian
bawah dan di tengah tubuhnya terdiri atas mulut ,faring dan intestine
yang bercabang-cabang. Memiliki bentuk tubuh pipih memanjang,
seperti pita, dan seperti daun dengan panjang tubuh bervariasi, ada yang
beberapa milimeter hingga belasan meter. Tubuh tertutup oleh lapisan
epidermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel sensitium memiliki sistem
ekskresi berupa sel api yang terdapat di seluruh tubuhnya yang
memungkinkan mereka menjaga keseimbangan air dan garam. (Yusuf,
2014) Sebagian besar spesies yang hidup bebas hidup di habitat air,
tetapi beberapa hidup di tanah yang lembab cacing ini bereproduksi
secara seksual. Berdasarkan permukaan tubuhnya platyhelminthes
dibagi menjadi 3 kelas yaitu :
a. Turbellaria, pada permukaan tubuhnya terdapat cilia halus
dan mempunyai sepasang bintik mata. Terdapat celah mulut
yang dilengkapi dengan proboscis
b. Trematoda, Tubuhnya berbentuk

seperti

daun,

tidak

bersegmen dan tertutup oleh kutikula, ciri khas dari cacing


ini ialah memiliki alat pengisap yang berkembang baik yang
terletak di sekitar bagian anterior mulutnya yang memilki
fungsi sebagai alat untuk melngketkan diri ke tubuh hospes.
(Rofiq, 2014) Pada praktikum didapatkan sampel berupa
cacing Fasciola hepatica yang masuk dalam kelas ini ,
memiliki bentuk yang sama dan terdapat 2 sucker pada
bagian anterior mulut. Terdapat yolk glands yang merupakan
salah satu ciri khas yang dimiliki oleh kelas ini yang
berfungsi menghasilkan kuning telur pada sel telur yang
telah diproduksi. Umumnya cacing pada kelas ini bersifat
endoparasit dan ektoparasit, salah satu cacing yang dijadikan
sampel termasuk endoparasit pada hati sapi.
c. Cestoda, merupakan cacing dengan morfologi bentuk pipih
memanjang seperti pita, berwarna putih, ditutupi kutikula
halus, dibawah kutikula terdapat lapisan otot sirkuler,

16

longitudinal dan transversal. Tidak memiliki rongga tubuh


(aselomata), namun tubuhnya memiliki segmen-segmen
semu yang disebut sebagai proglotid. Tubuhnya terdiri atas 3
bagian yaitu kepala (scolex), leher, dan badan (strobilla),
cacing pada kelas ini umumnya bersifat parasit dan memiliki
keunikan karena dapat bereproduksi antar segmen /proglotid
tubuhnya.

d. Nemathelminthes dan Annelida


Nemathelminthes merupakan salah satu kelas dari tiga filum
cacing. Nemathelminthes berasal dari kata nema= benang, helminthes=
cacing, maka dari itu sering kali disebut sebagai cacing benang, karena
dilihat dari bentuk morfologinya yang seperti benang halus, apabila
dilihat secara kasat mata. Nemathelminthes merupakan filum yang
tingakatannya setingkat lebih tinggi karena telah memiliki rongga pada
tubuhnya yang disebut sebagai pseudocelom yang terletak di antara
dinding tubuh dan intestine (usus) ,tubuhnya tidak memiliki segmen,
terdapat mulut dan anus , biasanya hidup bebas di tanah, air, tubuh
manusia, hewan, dan tumbuhan. Memiliki permukaan tubuh yang halus
mengkilap, dengan ujung bagian anterior meruncing dilengkapi oleh
kait umumnya memiliki perbedaan ukuran antara jantan dan betina,
dimana jantan lebih kecil dibandingkan dengan betina. Cacing pada
filum nemathelminthes umumnya bersifat parasit pada manusia, jarang
ditemukan yang tidak parasit, menurut Lilis (2007) berdasarkan bentuk
dan struktur tubuhnya Nemathelminthes memiliki 2 kelas besar yang
terdiri dari :
a. Nematoda, mempunyai tiga lapisan embrionik, yaitu ektoderm,
mesoderm, dan endoderm. Permukaan tubuh ditutupi oleh lapisan
kutikula yang keras dan transparan. Cacing yang hidup secara
parasit di saluran pencernaan inang dengan memiliki lapisan

17

kutikula lebih tebal yang dibanding dengan cacing yang hidup


bebas. Salah satu sample hewan yang ditemukan masuk kedalam
kelas ini memiliki morfologi tubuh berbentuk benang dengan
dilapisi kutikula yang keras dan berwarna transparan dengan ujung
yang runcing di bagian mulutnya dan umumnya bersifat parasit,
menimbulkan penyakit cacingan pada manusia, sampel Ascaris
lumbricoides ini ditemukan pada rumen sapi.
b. Nemathophora, merupakan cacing yang memiliki duri di kepala,
dengan bentuk tubuh silndris membulat, tumpul pada bagian ujung
kepala dan tidak bersegmen. Pada permukaan tubuhnya dilapisi
oleh kutikula yang keras teridiri atas lempeng-lempeng atau papila.
Annelida juga merupakan salah satu filum invertebrata yang sudah
mendekati sempurna dari nemathelminthes karena telah memiliki
rongga tubuh sempurna (selomata) serta sistem pencernaan yang
sempurna dan lengkap. Memiliki ciri umum tubuhnya bersegmen
dengan lapisan tubuh berupa triploblastik, bentuk morfologi tubuh
memanjang silindris bulat dan memiliki setae (rambut) halus disekujur
tubuhnya. Tubuh ditutupi kutikula tipis dan lembab terletak disebelah
atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar dan sel
sensoris. Sistem ekskresinya juga berkembang dengan baik tidak
menggunakan sel api tetapi terdapat sepasang nefridia pada setiap
segmen tubuhnya. (Romimoharto, 2005) Berdasarkan setae yang
dimilikinya annelida terbagi atas 3 kelas, yaitu Polichaeta (memiliki
banyak setae), Oligochaeta (sedikit setae) dan Hirudinae (tidak
memiliki setae dan parapodia). Pada praktikum hanya didapatkan
spesies dari 2 kelas saja yaitu pada kelas Oligochaeta, yang memiliki
sedikit setae dan Hirudinae, yang tidak memiliki setae dan parapodia,
pada kelas oligochaeta didapatkan sampel berupa cacing tanah
(Lumbricus terrestris) yang dilihat secara morfologi dan anatominya.
Pada ciri morfologi bulat panjang dan segmen yang terlihat jelas ,
pada bagian tubuh luarnya terdapat klitellum atau berupa tonjolan
besar pada bagian tengah tubuhnya yang memiliki fungsi untuk

18

memperbesar lubang tanah dan berfungsi dalam pembentukan cocon


(telur). Sedangkan pada anatomi didapatkan hampir semua susunan
organ tubuhnya sempurna telah memiliki otak, faring, tembolok,
jantung, lambung, usus, nefridia dan anus serta telah memiliki sistem
syaraf berupa Nerve ring yang terletak pada faring.
Pada kelas Hirudinae didapatkan sampel hewan berupa Hirudo
medicinalis atau dikenala sebagai lintah, dengan struktur tubuh
bersegmen dengan sucker yang terdapat pada oral dan ventral serta
memiliki tubuh yang elastis, mampu memanjang hingga 2 kali lipat
tubuhnya. Hewan ini digolongkan pada kelas hirudinae karena tidak
memiliki setae sama sekali pada tubuhnya, sucker pada kelas hirudinae
ini berfungsi untuk melengketkan dan mendapatkan makanan dari
inangnya juga berfungsi sebagai alat gerak anatara sucker posterior dan
anterior yang dimiliki oleh lintah. Umumnya kelas hirudinae ini
merupakan cacing yang tidak bersifat parasit, namun cacing pada
golongan kelas ini hanya mengkonsumsi darah khusunya pada lintah
dengan cara menggigit dan mengeluarkan zat anti koagulan pada darah,
dan kadang difungsikan sebagai sarana pengobatan.

e. Mollusca
Mollusca memiliki tingkatan klasifikasi hewan invertebrata yang
hampir menuju sempurna karena hampir seluruh organ serta susunan
tubuhnya berkembang dengan sempurna, secara umum mollusca
dikenal dengan hewan lunak, berlendir dan bercangkang. Mollusca
memiliki struktur tubuh yang halus dan tidak beruas dan tersusun atas
tripoblastik dengan simetri tubuh bialteral, mollusca memiliki ciri khas
yaitu berupa adanya mantel yang menghasilkan cangkok berupa
kalsium karbonat yang mengeras , digunakan sebagai rumah untuk
melindungi diri dari musuh namun, tidak semua hewan memiliki mantel
yang keras pada filum mollusca ini ada yang berupa mantel lunak yang
berada pada bagian dalam tubuh hewan mollusca. Mollusca memiliki 3

19

bagian penting tubuh yang terdiri atas kepala, badan (massa viseral) dan
kaki otot (muscular foot), mollusca mengandalkan struktur tubuh yang
berotot untuk bergerak dan setiap hewan memiliki bentuk dan fungsi
yang berbda untuk setiap kelasnya. Memiliki sistem pencernaan yang
sudah sempurna dengan dilengkapi radula (lidah parut) dan anus yang
terletak di belakang mantel, bereproduksi secara seksual dan umumnya
mollusca bersifat hermaprodit dan dioecous. (Rusyana, 2011)
Berdasarkan bidang simetri , kaki, cangkang, mantel dan sistem syaraf
mollusca dibagi menjadi 8 kelas yang teridiri:
a. Amphineura
b. Polyplacophora
c. Monoplacophora
d. Gastropoda
e. Bivalvia
f. Scapophoda
g. Cephalopoda
h. Pelecypoda
Pada masing-masing kelas memiliki karakteristik tersendiri , namun
yang didapatkan pada praktikum hanya sebagian kelas dari mollusca
yang terdiri dari:
a. Gastropoda , pada kelas gastropoda didapatkan sampel hewan
berupa hewan yang memiliki karakteristik umum berupa cangkang
berpilin yang terbuat dari kalsium karbonat, memiliki tubuh yang
lunak mengikuti cangkangnya namun, tidak semua hewan yang
masuk kedalam gastropoda memiliki cangkang ada satu spesies
yang ditemukan tidak memiliki cangkang atau sering disebut
sebagai siput telanjang (vaginula). Adapun sampel yang didapatkan
pada kelas ini memiliki karakteristik yang terdapat pada cangkang
yang dimilikinya ada beberapa bagian pada cangkanya berupa Apex
(ujung pilinan yang terdapat pada bagian tas cangkang), sutura
(pilinan pada cangkang biasanya berjumlah 3-4 pilinan) dan body
whorl (sumbu dari pilinan/pusaran) namun, ada sebagian spesies
yang didapatkan memiliki operculum biasanya terdapat pada hewan
yang hidup di air karena difungsikan untuk melindungi diri dari

20

predator air dan mencegah air masuk ke dalam cangkang. Hewan


pada kelas gastropoda ini memiliki sisi aktif, biasanya hewan yang
keluar dari cangkan akan tampak 3 bagian tubuh yang umum berupa
kepala (terdiri dari fotoreseptor dan kemoreseptor berupa sepasang
mata dan tentakel serta terdapat mulut berupa lidah parut), badan
(massa viseral) dan kaki otot yang terletak dibagian bawah.
Biasanya pada kelas ini memiliki ciri khas berupa mengeluarkan
lendir (mukus) yang berfungsi sebagai alat bantu bergerak, biasanya
ditemukan hermaprodit seperti Acatina fulica dan sebagian lagi
dioeceous.
b. Bivalvia, pada kelas ini didapatkan hanya 1 sampel yaitu spesies
Anadara granosa yang memiliki karakteristik umum pada
morfologi berupa adanya keping cangkang (valve) berjumlah
sepasang yang dapat dibuka dan ditutup, jadi pada kelas ini
umumnya memiliki valve yang digerakkan dari persendian berupa
engsel elastis yang terletak di antara kepingan yang digunakan
sebagai penghubung dua valve tersebut. Diantara persendian
terdapat otot anduktor yang menggerakkan engsel, pada bagian
cangkang terdapat ujung atau puncak cangkang yang disebut umbo
dan garis garis kasar disebut rib radial. Pada kelas ini juga memiliki
ciri khas berupa kaki kapak yang berbentuk pipih yang terletak di
bagian cangkang dalam dan terdapat insang yang besar berwarna
merah berupa tonjolan di dalam tubuhnya. Digolongkan kedalam
kelas bivalvia disebabkan adanya cangkang yang berjumlah 2 buah
sesuai dengan nama kelas yang digunakan bi=dua dan valvia=
cangkang
c. Cephalopoda , salah satu ciri khusus yang dimiliki kelas ini ialah
memiliki mantel dibagian dalam dan memiliki kepala yang besar
serta posisi kaki yang berada di kepala berupa tentakel. Sehingga
dapat dikelompokkan hewan yang didaptkan berupa Loligo sp. dan
Sepia sp. digolongkan ke dalam kelas ini karena memiliki srtruktur
tubuh yang sama dengan ciri khusus dan umum yang dimiliki oleh
kelas ini. Diantara kedua spesies ini tentunya memiliki persamaan

21

dan perbedaan yang mencolok yaitu pada persamaan , memiliki


tentakel yang berjumlah 8 dan 2 lagi berfungsi sebagai lengan ,
memiliki mata yang besar yang terletak dibawah di dekat leher,
memiliki sirip lateral yang berfungsi sebagai renang pada sotong
sedikit lebih keras dibandingkan dengan cumi karena berfungsi
sebagai penguat tubuh , namun pada cumi-cumi terdapat struktur
penguat pada tubuhnya yang disebut pan berupa struktur bening
yang terletak didalam tubuh. Kedua spesies ini juga memiliki
kantung tinta yang berfungsi untuk mengeluarkan tinta pada saat
terancam, juga memiliki mulut berupa sucker yang terletak dibagian
bawah tubuhnya.
f. Arthropoda
Filum ini merupakan filum terakhir dalam invertebrata, merupakan
filum yang hampir memiliki tingkat kesempurnaan diantara filum
invertebrata lainnya sehingga kadang hewan yang masuk ke dalam
filum ini di golongkan ke dalam golongan hewan vertebrata disebabkan
struktur yang dimilikinya. Filum ini memiliki ciri umum berupa kaki
yang beruas-ruas dengan tubuh simetri bilateral, pada badannya juga
dipenuhi segmen-segmen dengan rangka luar yang terbuat dari kitin,
pada setiap segmen pada tubuhnya terdapat appendage/ embelan berupa
organ tubuh seperti ektremitas dan lainnya. Memiliki 3 lapisan tubuh
yang sering disebut tripoblastik, tubuhnya juga dilapisi kutikula yang
keras, hewan pada filum ini memiliki 3 bagian tubuh berupa kepala
(caput), thorax (dada) dan abdomen, namun pada beberapa kelompok
hewan ada yang memiliki penyatuan antara kepala dan dada atau
disebut sebagai (cephalotorax). Pada hewan filum ini umumnya telah
memiliki alat gerak berupa kaki dan tangan, seperti yang diketahui
bahwa hewan ini memiliki rangka luar yang tidak tumbuh mengikuti
bentuk dan ukuran tubuhnya sehingga ketika tubuhnya membesar maka
akan mengalami proses pergantian kulit cangkang atau sering disebut
sebagai proses molting , dimana memiliki mekanisme kulit atau
cangkang yang lama akan terlepas dan membentuk kulit baru. Filum ini
juga telah memiliki alat indra seperti antena sebagai alat peraba, mata

22

tunggal (Ocellus) dan mata majemuk (faset), serta organ pendengaran


pada insecta. Menurut Susilowarno dkk (2010) berdasarkan struktur
tubuh dan jumlah kaki yang dimiliki, maka arthropoda dibagi menjadi 4
kelas berupa:
a. Crustacea, cephalotorax dan 1 pasang kaki pada setiap segmen
tubuh
b. Arachnida, cephalotorax dan 4 pasang kaki pada cephalotorax
c. Myriapoda, tubuhnya pipih dorsoventral terdiri atas kepala dan
badan silindris, memiliki 1-2 pasang kaki pada setiap ruas tubuh
d. Insecta, tubuh terdiri atas caput, thorax, dan abdomen memiliki kaki
berjumlah 3 pasang pada dada dan memiliki 2 pasang sayap pada
dada
Pada masing-masing kelas tentunya memiliki perbedaan yang sangat
mencolok hal ini dapat dilihat pada pengelompokkan hewan pada saat
praktikum yang terdiri dari:
a. Crustacea, umumnya hewan yang masuk kedalam kelas ini yang
memiliki tubuh terbagi menjadi 2 bagian cephalotorax dan abdomen
dilapisi oleh kutikula yang terbuat dari kitin. Pada bagian
cephalotorax dilindungi oleh karapaks dan terdapat ujung yang
berduri disebut rostrum , pada bagian ini terdapat mata majemuk
dan terdapat antena dan antenulla serta pada bagian thorax terdapat
5 pasang kaki jalan dan 5 pasang kaki renang. Pada sampel yang
didapat berupa udang dan kepiting dimana memiliki ciri yang sama
dengan ciri umum pada kelas ini , yang menjadi ciri khas dari kedua
spesies pada kelas ini terdapat lengan yang berupa caput yang
disebut sebagai celiped yang digunakan untuk menangkap mangsa
dan memiliki kaki yang beruas dengan ujung kaki yang meruncing
yang terdiri atas 3 ruas, pada bagian tubuh udang terdiri atas 6
segmen sedangkan pada kepiting tubunya memilki 4-5 segmen pada
tubuh dengan karapaks yang halus memenuhi bagian atas tubuhnya
b. Arachnida, pada kelas ini didapatkan sampel berupa kalajengking
dan laba-laba dimana memiliki ciri umum berupa 2 bagian tubuh
yaitu cephalotorax dan abdomen, tidak memiliki antena dan

23

tubuhnya ditutupi oleh karapaks dan bulu-bulu halus. Pada


kalajengking tubuhnya terbagi atas 3 bagian berupa prososom,
mesosoma, dan metasoma. Memiliki mata median dan mata lateral
yang berjumlah 2-5 pasang, pada bagian ekor terdapat telson dan
aculeus yang mengandung racun dan pada bagian ventral tubunya
terdapat sisir kelamin dan pectins yang digunakan sebagai reseptor.
Sedangkan pada laba-laba tidak memiliki karapaks pada tubuhnya
dan memiliki mata majemuk yang berjumlah 3 pasang pada bagian
kepala, dan terdapat celicera yang berfungsi untuk merobek dan
melumpuhkan mangsa , pada kaki nya yang berjumlah 4 pasang
terdapat cakar kaki dan pada bagian kepala terdapat pedipalpus
yang berfungsi sebagai tangan, yang unik pada sampel ini ialah
pada bagian abdomen terdapat alat pemintal benang berupa
spinneret yang mengandung kelenjar sutra untuk membuat sarang.
c. Myriapoda, pada kelas ini dibagi menjadi 2 bagian berupa
diplopoda dan chilopoda dibagi berdasarkan banyak kaki yang
terdapat pada segmen tubuh, hal ini dapat dilihat pada
pengelompokkan sampel pada saat praktikum yang didapatkan
berupa Spirobolus sp. yang masuk kedalam sub kelas diplopoda hal
ini disebabkan adanya 2 kaki pada setiap segmen tubuhnya ,
memiliki antena pada bagian depan dan terdapat telson pada bagian
segmen terkahir pada tubuhnya, sedangkang pada sub kelas
chilopoda didapatkan sampel Scolopendra sp. digolongkan ke
dalam kelas ini karena hanya memiliki sepasang kaki pada setiap
segmen tubuhnya, memiliki cakar racun yang mengandung racun,
yang digunakan pada saat terancam, tubuhnya memiliki segmen
yang terbagi dua berupa segmen kecil dan besar
d. Insecta, kelas ini umumnya dihuni oleh hewan berupa serangga
dengan 3 bagian tubuh berupa dada, kepala dan perut serta memiliki
2 pasang sayap di daerah perut, dan memiliki antena 1 pasang di
bagian kepala dan kaki 3 pasang pada daerah dada, pada praktikum
kelas ini dilakukan kegiatan pembuatan insectarium pada hewan
yang masuk kedalam kelas ini yang meliputi kupu-kupu, kecoa,

24

capung, belalang dan hewan lainnya yang telah dikoleksi. Pada


pembuatan insectarium umumnya memiliki beberapa tahapan
berupa:
a. Preparasi sampel, pembersihan dan pengelompokkan sampel
yang didapatkan
b. Pinning, menusukkan jarum pada bagian thorax
c. Mengeringkan spesimen, menggunakan oven selama 1 minggu
agar spesimen tetap awet dan tidak diserang oleh semut dan
hama lainnya
d. Pelabelan, spesimen diberi label mengenai data, waktu dan
lokasi penangkapan serta nama kolektor
e. Pemajangan dan penyimpanan, disimpan di lemari kayu berupa
baki kaca yang didalamnya ditambahkan kapur barus agar awet

BAB IV
KESIMPULAN
25

4.1 Kesimpulan
Invertebrata merupakan hewan yang tidak memiliki tulang belakang dan
tergolong hewan yang masih memiliki tingkat kesempurnaan yang sangat
rendah karena hampir dari keseluruhan hewan yang tergolong kedalam
invertebrata belum memiliki organ yang berkembang dengan baik dan belum
memiliki sistem metabolisme tubuh yang sempurna, umumnya hewan
invertebrata bersifat kosmopolit atau mudah ditemuakn sehingga hewan ini
memiliki habitat bermacam-macam berupa daratan, perairan dan udara.
Invertebrata juga memiliki 7 filum yang dibagi berdasarkan kompleksitas
tubuhnya serta organ dan struktur yang dimiliki yaitu:
a. Protozoa
b. Porifera
c. Coelenterata
d. Platyhelminthes
e. Nemathelminthes
f. Mollusca
g. Echinodermata
h. Arthropoda

DAFTAR PUSTAKA

Corliss, John O. 2001. Protozoan Taxonomy And Systematics. Journal Nature.


1(1). 1-7. USA

26

Dwisiska, pratiwi. 2013. Identifikasi Protozoa dalam usus rayap di daerah


cihanjung bandung. UPI perpus document. Bandung
Haris,Abdul., Dedi Soedharma., Neviaty P. Zamani., John I. Pariwono.,
Rachmaniar. 2012. Seksualitas dan Perkembangan Gamet Sponge Laut
Aaptos aaptos Schmidt. Jurnal Natur Indonesia.14(3). 205-211
Ismet,Meutia Samira., Dedi Soedharma.,Hefni Effendi. 2011. Morfologi dan
Biomassa sel Spons

Aaptos aaptos dan Petrosia sp. Jurnal Ilmu dan

Teknologi Kelautan Tropis.3(2).1-9


Kusnadi. 2011. Biologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta
Rusyana,Adun.2011.Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktek). Bandung: Alfabeta
Rofiq, Nezar Muhammad. 2014. Skripsi:Jenis cacing pada feses sapi di TPA
jatibarang dan KTT sidomulyo desa nongkosawit semarang. UNNES.
Semarang
Sutarno, Nono. 2010. Transparasi Inverebrata. Direktori Pendidikan Biologi UPI :
Bandung
Sri Astuti, lilis. 2007. Klasifikasi Hewan. Jakarta : Kawan Pustaka
Susiloworno.2011. Biologi umum. Jakarta:Grafindo
Wenzel, Marika., Renate Radek., Guy Brugerolle., Helmut Knig. 2003.
Identification of the ectosymbiotic bacteria of Mixotricha paradoxa
involved in movement symbiosis. Journal eouropean of protistology.
39(1). 11-23. Germany

27

Anda mungkin juga menyukai