Anda di halaman 1dari 13

1

PEMANFAATAN MIKROORGANISME DAN LIMBAH PERTANIAN


GUNA UNTUK MENGURANGI KADAR LOGAM PADA AIR
DI KOTA BESAR
Dikumpulkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
tugas akhir mata kuliah Seminar Teknik Pertanian

Disusun Oleh :
Nama

: Yuza Rahmadhan

NPM

240110130098

DEPARTEMEN TEKNIK MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................i
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................9
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................iii

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jurnal PEMANFAATAN MIKROORGANISME DAN
LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI BAHAN BAKU
BIOSORBEN LOGAM BERAT.
2. Jurnal KUALITAS AIR SUNGAI DAN SITU DI DKI JAKARTA.
3. Jurnal DAMPAK PENCEMARAN TERHADAP KUALITAS
PERAIRAN

DAN

STRATEGI

MAKROBENTHOSDI

ADAPTASI

ORGANISME

PERAIRAN

PULAU

TIRANGCAWANG SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi


sangat penting bagi kehidupan manusia dan

mahluk hidup

lainnya serta sebagai modal dasar dalam pembangunan. Dengan


perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya. Pemanfaatan air
untuk menunjang seluruh kehidupan manusia jika tidak dibarengi
dengan

tindakan

bijaksana

dalam

pengelolaannya

akan

mengakibatkan kerusakan pada sumberdaya air. ( Diana Hendrawan,


2005). Dikarenakan pengelolaann yang digunakan secara tidak bijaksana membuat
masalah-masalah perairan yang terutama adalah pencemaran perairan yang
mengganggu dari fungsi air tersebut.
Pencemaran ini meningkat seiring dengan meningkatnya sektor industri di
suatu tempat. Pencemaran perairan sendiri biasanya terjadi di kota-kota besar
terutama ibukota Indonesia, DKI Jakarta. Berdasar pada sumbernya, bahan

pencemar dapat dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam dan
pencemaran oleh kegiatan manusia. Bahan pencemar di perairan dapat berasal dari

sumber buangan yang dapat diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source
discharge) dan sumber menyebar (diffuse source). Sumber titik adalah sumber
pencemaran terpusat seperti yang berasal dari air buangan industri maupun
domestik dan saluran drainase. Sedangkan sumber menyebar polutan yang masuk
ke perairan seperti run off atau limpasan dari permukaan tanah permukiman atau
pertanian. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Provinsi DKI Jakarta menyebutkan pada tahun 2014, tercatat
sebanyak 8.849.788 m3 air tanah digunakan dari sebanyak 4.473
titik sumur. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2011 yang
tercatat sebanyak 7.209.189 m3 dari 4.231 titik sumur. Penggunaan
air harus diseimbangi dengan ketersediaan air yang ada. Penggunaan air secara
bijak sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan ketersediaan air terutama

pengelolaan air tersebut khususnya di sentral industri dan sentral rumah tangga.
Menurut S. Alisjahbana, mengatakan berdasarkan data terakhir
yang didapat pemerintah pada 2011, ketersediaan air bersih di
Indonesia baru mencapai 55% dan target tahun 2015 itu air
minum atau air bersih harusnya coveragenya 68% sehingga
masih kurang 13% (Rakor Sumber Daya Air Nasional 2013).
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Apa kandungan yang terdapat pada air yang tercemar?
2. Bagaimanakah cara mengurangi pencemaran air terutama dikota besar seperti
DKI Jakarta ?
3. Bagaimana keadaan sungai dan situ yang berada di DKI Jakarta ?
1.3 Tujuan Penelitian
Melihat dari rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada air yang tercemar.
2. Untuk mengetahui cara mengatasi pencemaran air.

3. Untuk mengetahui banyaknya ketersediaan air yang ada dikota besar


khususnya DKI Jakarta.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi pencemaran air pada
kota besar sehingga pemanfaatan air dapat menjadi optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran air
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air
tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan air
tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia
dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain
mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai
macam

fungsinya

sangat

membantu

kehidupan

manusia.

Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah


untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran
pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya
berpotensi sebagai objek wisata. Walaupun fenomena alam
seperti

gunung

berapi,

badai,

gempa

bumi

dll

juga

mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal


ini tidak dianggap sebagai pencemaran.
Jutaan orang bergantung pada Sungai Gangga yang tercemar.
Pencemaran

air

merupakan

masalah

global

utama

yang

membutuhkan evaluasi dan revisi kebijakan sumber daya air


pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga sumber air
pribadi dan sumur). Telah dikatakan bahwa pousi air adalah
penyebab terkemuka di dunia untuk kematian dan penyakit dan
tercatat atas kematian lebih dari 14.000 orang setiap harinya.
Diperkirakan 700 juta orang India tidak memiliki akses ke toilet,

dan 1.000 anak-anak India meninggal karena penyakit diare


setiap hari. Sekitar 90% dari kota-kota Cina menderita polusi air
hingga tingkatan tertentu, dan hampir 500 juta orang tidak
memiliki akses terhadap air minum yang aman. Ditambah lagi
selain polusi air merupakan masalah akut di negara berkembang,
negara-negara industri/maju masih berjuang dengan masalah
polusi juga. Dalam laporan nasional yang paling baru pada
kualitas air di Amerika Serikat, 45% dari mil sungai dinilai, 47%
dari danau hektare dinilai, dan 32% dari teluk dinilai dan muara
mil persegi diklasifikasikan sebagai tercemar.
Air

biasanya

disebut

tercemar

ketika

terganggu

oleh

kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung


kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami
pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung
komunitas penyusun biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti
gunung berapi, ledakan alga, kebinasaan ikan, badai, dan gempa
bumi juga menyebabkan perubahan besar dalam kualitas air dan
status ekologi air.
2.2 Indikator pencemaran air
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang
dapat digolongkan menjadi :

Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran


air

berdasarkan

tingkat

kejernihan

air

(kekeruhan),

perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau

dan rasa.
Pengamatan

secara

kimiawi,

yaitu

pengamatan

pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut,

perubahan pH
Pengamatan

secara

biologis,

yaitu

pengamatan

pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada

dalam

air,

terutama

pathogen.Indikator

yang

ada
umum

tidaknya
diketahui

bakteri
pada

pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi


ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan

oksigen

biokimia

(Biochemiycal

Oxygen

Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical


Oxygen Demand, COD).
2.3 pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH sekitar 6,5 7,5. Air akan bersifat asam atau
basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal,
maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai
pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan
buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan
mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara
7 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang
rendah.

Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat


dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH
6,0 6,5
5,5 6,0

5,0 5,5

1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun


2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami
perubahan yang berarti
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan
bentos semakin besar
2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak


4. Proses nitrifikasi terhambat
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan
bentos semakin besar
2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat

4,5 5,0

Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Warlina,2004

Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena


tidak dapat toleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis
algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada
pH =1 dan algae Euglenapada pH 1,6.
2.4 Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme
dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan
untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen
dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae.
Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak
efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali
oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada
cahaya.

Kelarutan

oksigen

dalam

air

tergantung

pada

temperature dan tekanan atmosfir.


Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka
kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25oC dan tekanan 1
atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut
yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia.
Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut
dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi
antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di
perairan

akan

mempengaruhi

system

respirasi

organisme

akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan


terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme

akuatik

menjadi

lebih

menderita

(Tebbut,

1992

dalam

Warlina,2004).
Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan
oksigen oleh proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada
lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi
oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi
kadar

oksigen

supersaturasi.

jenuh,

Sedangkan

sehingga
pada

perairan

malam

hari,

mengalami
tidak

ada

fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan


kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian
oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum
terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari. Kebutuhan
Oksigen Biokimia (BOD) Dekomposisi bahan organic terdiri atas 2
tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi anorganik dan
bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan
anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi
menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD,
hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan
oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat
pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah ba
nyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan
organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada
dasarnya, proses oksidasi bahan organic berlangsung cukup
lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses
penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi oleh
mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n + a/4 b/2 3c/4) O2 nCO2 + (a/2 3c/2) H2O +
c

Untuk

kepentingan

NH3

praktis,

proses

oksidasi

dianggap

lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari

dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD ditetapkan selam 5


hari inkubasi, maka biasa disebut BOD 5. Selain memperpendek
waktu

yang

diperlukan,

hal

ini

juga

dimaksudkan

untuk

meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang menggunakan


oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung
pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung
mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air
yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic
atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam
cianida, insektisida daSn sebagainya, jumlah mikroorganismenya
juga relative sedikit.
Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan
indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh
adalah kadar maksimum BOD 5 yang diperkenankan untuk
kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme
akuatik adalah 3,0 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP,
1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai
BOD5 untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri
golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150 mg/L.
2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi
kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang
sukar

didegradasi.

Bahan

buangan

organic

tersebut

akan

dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai


sumber oksigen ( oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O
serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten


terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida
dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD
daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat
dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam
suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat
dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD
pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200
mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L
(UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa biosorben yang paling efisien adalah
kulit pisang. Satu gram biosorben dari kulit pisang dapat menurunkan 249,6 mg
Cr(VI) pada pH awal 1,5. Bahkan kemampuan penurunan Cr(VI) ini empat kali
lebih besar dibandingkan kemampuan FeSO47H2O untuk mereduksi Cr(VI).
Adsorpsi Cr(VI) juga dapat menggunakan serbuk gergaji (Vinodhini dan Das,
2009). Kapasitas biosorpsi akan sangat tergantung pada pH larutan, dimana pH
optimal adalah 2. Ahalya dkk (2008) menggunakan kulit buah asam untuk
mengadsorpsi Cr(VI). Disini, gugus yang berperan dalam proses adsorpsi adalah
hidroksil, karboksil dan amida. Sementara untuk adsorpsi timah hitam/ Pb (II)
dapat digunakan sekam padi, tongkol jagung dan serbuk gergaji (Ghani dkk.,
2007), cangkang telur (Kalyani dkk., 2010) dan kulit pisang (Ashraf dkk., 2010).
Dari hasil penelitian Ashraf dkk (2010), dengan konsentrasi awal larutan 150
mg/liter, persentase penghilangan timbal sebesar 92,52%, sedangkan pada
konsentrasi awal 25 mg/liter persentasenya mencapai 94,8%.

Untuk biosorpsi Mn, dapat digunakan kulit buah asam (Suguna dkk., 2010).
Selain itu kulit kayu buah asam dan kulit kentang juga dapat digunakan untuk
adsorpsi ion Fe(II) (Prasad dan Abdullah, 2009). Sementara untuk adsorpsi Fe(III)
dan Cu(II) dapat digunakan kulit buah jeruk (Onal dkk., 2008). Sedangkan Sha
dkk (2010) memproduksi xantate dari kulit buah jeruk untuk mengadsorpsi Cu(II),
Cd(II), Pb(II), Zn(II) dan Ni(II). Untuk kulit kerang dapat dijadikan biosorben
Cu(II) dan Co(II). Bahan-bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biosorben menurut Das dkk (2008) diantaranya adalah daun teh hitam, biji kopi
dan batang pohon papaya. Proses pembuatan biosorben dari limbah pertanian ini
umumnya sama untuk berbagai bahan baku. Proses utamanya terdiri dari
pencucian, pengeringan dan penghancuran material ke ukuran tertentu (Vinodhini
dan Das, 2009; Ashraf dkk, 2010; Ghani dkk, 2007 dalam Laeli, 2010). Akan
tetapi bila hanya diinginkan satu komponen tertentu saja sebagai adsorben, maka
harus dilakukan proses pengambilan komponen tersebut dari bahan baku. Wong
dkk (2008) memodifikasi pectin yang diekstrak dari kulit buah durian untuk
digunakan sebagai biosorben logam berat. Ada pula proses pembuatan biosorben
dengan menggunakan bahan baku limbah pertanian untuk memproduksi senyawa
tertentu sebagai adsorben. Contohya adalah pembuatan xantate dari kulit jeruk
untuk diapliaksikan sebagai adsorben logam berat (Sha dkk., 2010 dalam Laeli,
2010).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitan dapat disimpulkan :
1.

Logam berat merupakan salah satu sumber utama

2.

pencemaran lingkungan, khususnya lingkungan perairan.


Salah satu alternatif baru dalam pengolahan limbah
logam berat adalah adsorpsi 8 dengan menggunakan
mikroorganisme atau limbah pertanian. Proses ini dikenal
dengan biosorption dan bahan adsorbennya disebut
biosorben.

3.

Keuntungan dalam pemakaian biosorben adalah bahan


baku yang melimpah, murah, proses pengolahan limbah
yang efisien, minimalisasi lumpur yang terbentuk, serta
tidak

4.

diperlukannya

nutrisi

tambahan

dan

proses

regenerasi.
Sebagai bahan baku biosorben dari mikroorganisme
diantaranya adalah kelompok fungi/jamur, bakteri, yeast
dan alga. Sedangkan biosorben dari limbah pertanian
diantaranya adalah kulit buah jeruk, kulit dan batang
buah asam, serbuk kayu, sekam padi, tongkol.

5.2 Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai pengurangan limbah logam berat
dan penyuluhan lanjut sehingga tujuan dari penelitian tersebut dapat diterapkan di
dalam masyarakat kota-kota besar di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Diana Hendrawan, 2005. Kualitas Air Sungai Dan Situ di DKI Jakarta.

Lina Warlina, 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak Dan


Penanggulangannya
Effendi, Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan,Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Laeli Kurniasari,2010. Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Limbah
Pertanian
Sebagai Bahan Baku Biosorben Logam Berat

Anda mungkin juga menyukai