Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian
Menurut UUD No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang
jalan. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi bagi
lalu-lintas, yang berada pada permukaan atau diatas tanah dan air. Jalan berfungsi
sebagai sarana transportasi darat yang menghubungkan antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain dalam menunjang pembangunan terutama pertumbuhan
ekonomi, persatuan, dan kesatuan serta membantu dalam pelayanan pemerataan
dan penyebaran pembangunan. Untuk mengoptimalkan fungsi jalan, maka jalan
harus berada pada keadaan baik dalam hal ini, yang memenuhi kriteria konstruksi
perkerasan.
Menurut Sukirman, (2003). Perkerasan jalan merupakan lapisan
perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kenderaan, yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada pengguna transportasi dan selama masa
pelayanannya diharapkan tidak kerusakan yang berarti. Perkerasan mempunyai
daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi juga ekonomis, maka perkerasan
jalan dibuat berlapis- lapis. Lapisan paling atas (Lapen) disebut sebagai lapisan
permukaan yang paling baik mutunya karena lapisan ini yang langsung
berhubungan dengan beban lalulintas, dibawahnya terdapat lapisan berupa batu
pecah yaitu sebagai lapisan pengikat yang terletak dibawah lapisan aus lapen, dan
juga lapisan berupa sirtu sebagai lapis pondasi yang diletakan diatas tanah dasar
yang telah dipadatkan. Material utama pembentuk perkerasan jalan adalah
agregat. Dimana bahan pengikat yang digunakan berupa aspal. Bahan pengikat ini
berfungsi sebagai bahan pengikat agregat berbentuk perkerasan jalan yang kedap
air dan tahan aus.

Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat memegang


peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk
kesinabunggan distribusi barang dan jasa (shirley, 2000).
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya diperuntukkan bagi lalulintas
yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan
tanah dan atau air serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan
kabel (Anonim 2004).
Surya dharma (1999), Mendefinisikn jalan raya sebagai suatu lintasan
yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ketempat lain,
dimana lintasan merupakan jalur tanah yang diperkuat atau diperkeras. Sedangkan
volume lalu lintas diartikan sebagai semua benda atau makluk yang melewati
jalan tersebut baik kenderaan bermotor, tidak bermotor, manusia dan hewan.
Jalan sesuai peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, dimana
penyelenggaraannya pengutamakan pembangunan jaringan dipusat- pusat
produksi serta jalan yang menghubungkan pusat- pusat produksi dengan daerah
pemasaran. Selain dari pada itu penyelengaraan jalan umum diarahkan untuk
membangun jaringan jalan dalam rangkah memperkokoh kesatuan wilayah
nasional sehingga menjangkau daerah terpencil demi terwujudnya perih
kehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata dan
seimbang serta berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya pertahanan
keamanan negara.
2.2. Fungsi Jalan Dan Jaringan Jalan
Menurut UUD No. 38 tahun 2004 dan PP No. 34 tahun 2006. Jalan dikelompokan
dalam Fungsi Jalan, Sistem Jaringan Jalan.

2.2.1. Fungsi Jalan


Berdasarkan fungsi jalan dapat dibedakan atas:
a. Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utma dengan ciri- ciri
perjalanan jarak jauh,kecepatan rata- rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efesien.
b. Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau
pembagian dengan ciriciri perjalanan jarak sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
c. Jalan lokal yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jalan dekat, kecepatan rata- rata rendah dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan
ciri- ciri perjalanan dekat dan kecepatan rata- rata rendah.
2.2.2. Sistem Jaringan Jalan
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierar. Sistem
jaringan jalan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1.Sistem Jaringan Primer
Sistem jaringan primer merupakan jalan dengan peranan layanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilaya ditingkat nasional dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang terwujud. Pusat- pusat
kegiatan yaitu menghubungkan secara menerus pusat kegiatan lokal sampei
kepusat kegiatan lingkungan dan antara pusat kegiatan nasional.

Sistem jaringan jalan primer terdiri dari:

a. Jalan arteri primer merupakan jalan yang menghubungkan antara pusat


kegiatan wilayah. Dimana kecepatan rencana > 60 km/ jam dan lebar
badan jalan >11 M.
b. Jalan kolektor primer merupakan jalan yang menghubungkan antara pusat
kegiatan

nasional

dengan

pusat

kegiatan

lokal

antar

kegiatan

wilayah.dimana kecepatan rencana > 40 km/ jam dan lebar badan jalan > 9
M
c. Jalan lokal primer merupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal.
Dimana kecepatan rencana > 20 km/jam dan lebar badan jalan 7,5 M.
d. Jalan lingkungan primer merupakan jalan yang menghubungkan antara
pusat kegiatan didalan kawasan pedesaan dan jalan didalam lingkungan
kawasan pedesaan. Dimana kecepatan rencana > 15 km/ jam dan lebar
badan jalan > 6,5 M.
2. Sistem Jaringan Sekunder
Sistem jaringan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat diwilaya kawasan
perkotaan.
Sistem jaringan sekunder terdiri dari :
a. Jalan arteri sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan
primer dengan kawasan sekunder kesatuan dan sebaliknya. Dimana
kecepatan rencana >30 km/ jam dan lebar badan jalan > 11 M.
b. Jalan kolektor sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder pertama dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder
ketiga. Dimana kecepatan rencana >20 km/ jam dan lebar badan jalan 9 M.
c. Jalan lokal sekunder merupakan jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai perumahan. Dimana kecepatan rencana > 10 km/ jam
dan lebar badan jalan >7,5 M.
d. Jalan lingkungan sekunder merupakan jalan yang menghubungkan antara
persil dalam kawasan perkotaan. Dimana kecepatan rencana > 10 km/ jam
dan lebar badan jalan > 6,5 M.

2.3. Jenis Perkerasan Jalan


Konstruksi perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis berdasarkan bahan
pengikat yang menyusunnya serta komposisi dari

komponen konstruksi

perkerasan itu sendiri (sumber: Sukirman, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya),
antara lain :
a. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexiblepavement),
Konstruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang mengunakan aspal
sebagai bahan pengikat dimana lapisan- lapisan perkerasannya bersifat
memikul dan menyebarkan beban lalu-lintas ketanah dasar.
b. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid pavement),
Konstruksi perkerasan kaku yaitu perkerasan yang mengunakan semen
(portland cement),sebagai bahan penggikat dimana pelat beton dengan
atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah sehingga beban lalulintas sebagian besar dipikul oleh pelat
beton.
c. Konstruksi Perkerasan Komposit ( Compositepavement),
Konstruksi perkerasan komposit yaitu perkerasan kaku yang dikobinasikan
dengan perkerasan lentur dapat beruba perkerasan lentur diatas perkerasan
kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
d. Konstruksi yang banyak digunakan dalam pembangunan jalan di indonesia
yaitu konstruksi perkerasan lentur (flexibel pavement). Dimana bahan
pengikat yang digunakan adalah aspal
2.4. Fungsi Lapisan Perkerasan
Konstruksi perkerasan terdiri dari lapisan lapisan yang diletakan diatas
tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan kelapisan dibawahnya.
Konstruksi perkerasan terdiri dari :
1.
2.
3.
4.

Lapisan permukaan ( survace course)


Lapisan pondasi atas ( basecourse)
Lapisan pondasi bawah (subbase course)
Lapisan tanah dasar (subgrade)

Konstruksi perkerasan dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah Gambar : 2.1.

Lap pondasi atas


Lapis permukaan
Lapis pondasi atas
Lapis pondasi bawah
Lapisan tanah dasar

Sumber : Silvia Sukirman

Beban lalu lintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas:
a. Muatan kenderaan berupa gaya vertikal.
b. Gaya rem kenderaan berupa gaya horisontal.
c. Pukulan roda kenderaan berupa getaran- getaran.
Karna bersifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masingmasing lapisan berbeda. Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis
gaya yang bekerja. Lapisan pondasi atas menerima gaya vertikal dan getar,
sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya fertikal saja.

2.4.1. Lapisan Permukaan (Surface Cours)


Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai:
a. Lapisan perkerasan yang menahan beban roda. Oleh karena itu lapisan ini
harus mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama
umur rencana jalan.
b. Lapisan kedap air yaitu air tidak meresap kelapisan yang ada dibawahnya.

c. Lapisan aus (wearing course) yaitu lapisan yang langsung menderita


gesekan akibat rem kenderaan sehingga mudah menjadi aus.
d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain.
Agar dapat memenuhi fungsi lapisan tersebut maka pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan mengunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan
yang lama.
2.4.2. Lapisan Pondasi Atas (BaseCours)
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapisan pondasi atas.
Fungsi lapisan pondasi atas adalah:
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan dibawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah,
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Untuk lapisan pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya
menggunakan material dengan CBR minimal 90% dan plastisitas indeks (PI) <
6%. Bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan lapisan
pondasi atas.
Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di lndonesia antara lain:
agregat bergradasi baik yaitu batu pecah klas A, dimana batu pecah klas A
mempunyai gradasi lebih halus dari batu pecah klas B.
2.4.3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar
dinamakan lapisan pondasi bawah.
Lapisan pondasi bawah ini berfungsi sebagai:

10

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah


dasar. Lapisan ini harus cukup kuat dan mempunyai nilai CBR minimal
60% dan plastisitas indeks (PI) < 12.
b. Efesiensi pengunaan material.Material pondasi bawah relatif murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.
c. Menggurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal,
d. Lapisan peresapan, Agar air tanah tidak berkumpul dipondasi agar
pekerjaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segerah
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar
yang menahan roda-roda alat berat.
Material yang akan digunakan untuk lapisan pondasi bawah adalah material
yang cukup kuat, untuk lapisan pondasi bawah tanpa bahan pengikat dan
umumnya mengunakan material dengan CBR minimal 60% dan plastisitas indeks
(PI) < 12.
Bahan alam seperti batu pecah dapat digunakan sebagai lapisan pondasi
bawah,jenis pondasi bawah yang umum digunakan antara lain agregat yang
bergradasi baik yaitu batu pecah klas B dimana batu pecah klas B mempunyai
gradasi lebih kasar.

2.4.4. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan ini terletak pada dasar lapisan yang berfungsi sebagai landasan dari
perkerasan jalan. Lapisan ini merupakan lapisan terpenting dari konstruksi jalan,
karena tanah dasar inilah yang mendukung seluru konstruksi jalan beserta muatan
lalu lintas diatasnya dan mempunyai CBR 2%
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain yang dipadatkan atau tanah
yang distabilitasi dengan kapuratau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh

11

jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahkan agar kadar air tersebut
konstan selama umur rencana, hal ini dapat dicapai dengan kelengkapan drainase
yang memenuhi syarat.
Kekuatan atau keawetan konstruksi pekerjaan jalan sangat ditentukan oleh
sifat-sifat daya dukung tanah dasar, Masalah masalah yang sering ditemukan
menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk dari tiap jenis tanah tertentu akibat lalu lintas,
b. sifat mengembung dan menyusut dari tanah tersebut akibat perubahan
kadar air,
c. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah-daerah dengan
macam- macam tanah yang sangat berbeda.
d. Daya dukung tanah yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang
baik,
e. Perbedaan penurunan akibat terdapat lapisan-lapisan tanah lunak dibawah
tanah dasar yang menggakibatkan terjadinya perubahan bentuk tetap.Hal
ini dapat dibatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan teliti,
f. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor,dapat memberikan gambaran
yang jelas tentang lapisan tanah dasar,
g. Kondisi geologis dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada
kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan, dan lain
sebagainya.

2.5. Jenis- Jenis Campuran Beraspal


Dalam spesifik asiter dapat berapa jenis campuran beraspal yaitu: Batu
(agregat) pokok, dan batu (agregat) pengunci, bergradasi terbuka dan seragam
yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis apa bila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan
aspal dengan batu penutup.
Ukuran agregat atau spesifikasi yang digunakan dalam campuran beraspal dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Gradasi agregat yang digunakan

12

% Berat Yang Lolos


Ukuran Ayakan
Tebal Lapisan (cm)
ASTM

(mm)

7-10

5-8

4-5

Agegat Pokok :
3

75

100

63

90100

100

50

3570

95100

100

38

015

3570

95100

25

05

015

19

05

05

Agregat Pengunci :
1

25

100

100

05

19

95100

95100

95100

3/8

9,5

05

05

100

Sumber :Silvia Sukirman, 1999


Aspal Aspal yang digunakan pada umumnya aspal keras Pen, 40. Pen. 60, Pen.80
memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada tabel 2.2
Tabel 2.2 : Persyaratan Aspal Keras
Pesyaratan
Jenis

Cara

pemeriksaan

pemeriksaan

Pen. 40
Min

Penetrasi

PA.

(25C,5detik)

0301 76

Titik

PA.

lembek

Maks

Min

SATUAN

Pen. 80
Maks

Min

Maks

0,1 mm
40

59

60

79

80

99

51

63

48

58

46

54

(ring& ball)

0302 76

Titiknyala

PA.

(dev.Open cup)

Pen. 60

C
0303 76

200

200

225

13

Kehilangan
berat (163C, 5
jam)

PA.
0304 76

Kelarutan
(CCL4

Atau

CS2)

0,4

0,4

0,6

PA.
0305 76

Daktilisasi

% berat

% berat
99

99

99

PA.

(25C,5
cm/menit)

0306 76

Cm
75

100

100

Penetrasi
setelah
kehilangan
berat

0301 76

Berat
(25C)

Jenis

%semula

PA.
75

75

75

PA.
0307 76

gr/cc
1

Sumber: Silvia Sukirman, 1999

2.6. Pekerjaan Lapisan Permukaan (LAPEN)


Pekerjaan lapisan permukaan (lapen) merupakan suatu lapisan perkerasan
yang terdiri dari agregat bergradasi kasar, yang sudah dipadatkan ,aspal pada suhu
tertentu akan disiram pada agregat yang akan dipadatkan sehingga aspal dengan
agregat saling mengikat, agar dapat membentuk suatu lapisan yang kuat. Lapisan
tersebut merupakan lapisan yang disebut lapisan permukaan dimana lapisan
tersebut sebagai lapisan paling atas atau lapisan yang menahan beban roda dan
menyebar beban hingga kelapisan bawah.
Fungsi dari lapisan permukaan (Lapen) pada pekerjaan jalan yaitu :
a. Menahan beban roda dan menyebarkan beban kelapisan bawah,
b. Lapisan kedap air, sehingga air tidak dapat meresap kelapisan dibawahnya,
c. Lapisan aus, lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem
kenderaan.

14

2.6.1. Pekerjaan Lapisan Pondasi Batu Pecah


Lapisan pondasi adalah konstruksi yang menerima beban dari pondasi atas
yang diteruskan kelapisan tanah dasar.
Menurut ( Hendra Surya dharma 1999), pondasi jalan dengan konstruksi batu
pecah merupakan penggembangan sebagai pengganti pondasi batu belah (telford).
Prinsipnya hampir sama dengan konstruksi macadam (bound macadam).
Bahan yang dipakai adalah :
a. Batu pecah hasil dari mesin pemecah batu (stone crusher)
b. Pencampuran batu pecah, batu pecah yang digunakan berupa batu pecah
3/5, 2/3 dan ditambah fraksi halus (pasir) <9 mm,
c. Penghamparan campuran batu pecah dengan menggunakan ompraga
(tuapan aspal).

Penetrasi makadam (Lapen) akan dipasang diatas pondasi yang telah dibangun
diatas permukaan dengan lapis penutup meliputi :
a. Diletakan diatas permukaan lapis penutup yang ada permukaan tersebut
harus dilapisi aspal pelekat pada suatu tingkat pemakaian tidak melebihi
0,51/m2,
b. Permukaan perkerasan harus kering dan bebas dari batu-batu lepasatau
suatu bahan lain yang harus dibuang.
c. Sebelum pemasangan agregat kasar dan agregat kunci, harus ditumpuk
secara terpisah dilapangan untuk mencegah pencampuran dan harus selalu
bersih,
d. Penghamparan dan pemadatan.
Ada 2 metode yang digunakan dalam proses pekerjaan ini yaitu :
a) Metode Mekanis
1) Penghamparan dan Pemadatan Agregat Pokok
Truk penebar agregat harus dijalankan dengan kecepatan
sedemikian sehingga kuantitas agregat adalah seperti yang disyaratkan
dan

diperoleh

permukaan

yang

rata.

Pemadatan

15

awal

harus

menggunakan alat pemadat 6-8 ton yang bergerak dengan kecepatan


kurang dari 3 km/jam.
Pemadatan dilakukan dalam arah memanjang, dimulai dari tipe
luar hamparan dan dijalankan menuju kesumbuh jalan. Lintasan
pengilasan harus tumpang tindih (overlap) paling sedikit stengah lebar
alat pemadat, Pemadatan harus dilakukan sampai memperoleh
permukaan yang rata dan stabil (minimum 6 lintasan).
2) Penyemprotan Aspal
Temperatur aspal dalam distributor harus dijaga pada temperature
yang disyaratkan untuk penyemprotan aspal. Tabel 2.3.

Tabel: 2.3. Temperatur Penyemprotan Aspal


Temperatur Penyemprotan (oC)

Jenis Aspal
60/70 Pen

165-175

80/100 Pen

155-165

Emulsi

Kamar, atau sebagaimana petunjuk pabrik

Aspal cair RC/MC 250

80-90

Aspal cair RC/MC 800

105-115

Sumber :Silvia Sukirman,1999


3) Penebaran dan pemadatan agregat pengunci
Segera setelah penyemprotan aspal, agregat pengunci harus
ditebarkan pada takaran yang disyaratkan dan dengan cara yang
sedemikian hingga tidak ada roda yang melintasi lokasi yang belum
tertutup bahan aspal. Takaran penebaran harus sedemikian hingga,
setelah pemadatan, rongga-rongga permukaan dalam agregat pokok
terisi dan agregat pokok masih nampak. Pemadatan agregat pengunci
harus dimulai setelah penebaran agregat pengunci, Dengan cara yang
sama seperti yang telah diuraikan diatas.
Jika diperlukan, tambahan agregat pengunci dalam jumlah kecil
dan

diratakan

secara

perlahan-lahan

diatas

permukaan

16

selama

pemadatan. Pemadatan harus dilanjutkan sampai agregat pengunci


tertanam dan terkunci penuh dalam lapisan dibawahnya.
b) Metode Manual
1) Penghamparan dan pemadatan agregat pokok
Jumlah agregat yang ditebar diatas permukaan yang telah disiapkan
harus sebagaimana yang telah disyaratkan. Kerataan permukaan dapat
diperoleh dengan ketrampilan penebaran dan menggunakan perkakas
tanggan seperti penggaru, Pemadatan dilaksanakan seperti pada metode
mekanis.
2) Penyemprotan aspal
Penyemprotan aspal dapat dikerjakan dengan menggunakan
penyemprotan tangan
(hand sprayer) dengan temperatu aspal seperti yang disebutkan dalam
tabel,3.3 diatas. Takaran penggunaan aspal harus serata mungkin pada
takaran yang direncanakan.
3) Penebaran dan pemadatan agregat pengunci
Penebaran dan pemadatan agregat pengunci dilaksanakan dengan
cara yang sama dengan agregat pokok.
4) Kontrol kualitas dan pengujian dilapangan.
Kontrol kualitas harus memenuhi ketentuan dibawah ini :
- Penyiapan tiap fraksi agregat harus terpisah untuk menghindari
tercampurnya agregat, dan harus dijaga kebersihannya dari benda
-

asing.
Penyiapan aspal dalam drum harus dengan cara tertentu agar tidak

terjadi kebocoran atau kemasukan air.


Suhu pemanasan aspal harus sesuai dengan yang ditunjukkan pada
tabel.

2.7. Bahan Yang Digunakan Dalam Pekerjaan Lapisan (Lapen)


Bahan yang digunakan dalam Lapen terdiri dari agregat pokok, agregat
pengunci, agregat penutup (untuk permukaan) dan aspal.
2.7.1. Agregat
Agregat yang digunakan harus agregat dengan persyaratan sebagai berikut :
Keausan agregat bilah diperiksa oleh mesin Los Angeles pada 500 putaran (PB.
0206-76) adalah 40%.

17

a.
b.
c.
d.

Indeks kepipihan (B.S.)maksimum 25%


Kelekatan terhadap aspal (PB. 0205-76) lebih besar dari 95%
Bagian-bagian batu yang lunak (ASTM C -235) maksimum 5%
Gumpalan-gumpalan lempung (ASSHTO T -12) maksimum 0,25%

Gradasi dibedakan :
-

Ukuran butir maksimum agregat pokok adalah K.1 2/3 tebal lapisan yang

direncanakan.
Gradasi agregat pokok, agregat pengunci dan agregat penutup adalah
sebagaimana tertera pada tabel 2.4.
Tabel.2.4. : Ukuran Agregat
Tebal
Tipe Lapisan
Batu
Agregat pokok

(7 10 cm)

(5 8 cm)

(4 5 cm)

Melewati :
75 mm

100

60 mm

90 100

100

50 mm

35 70

95 100

100

40 mm

0 15

35 70

95 100

25 mm

05

0 15

18 mm

05

0 15

Agregat
Pengunci
Melewati :
25 mm
18 mm
9 mm
Agregat
Penutup
Melewati :
12 mm
9 mm
4 mm
2 mm

100
95 100
05

100
95 100
05

100
85 100
10 30
0 10

100
85 100
10 30
0 10

100
95 100
05

100
85 100
10 30
0 10

Sumber : Silvia Sukirman, 1999

2.7.2. Bahan Pengisi (Filler)

18

Bahan pengisi (filler) adalah butir-butir yang ukuran lebih kecil dari 0,075 mm
yang merupakan bagian butiran yang lolos saringan No. 200. Bahan pengisi yang
ditambahkan harus dari semen portland, debu, atau kapuratau abu terbang. Bahan
tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki. Semua campuran
beraspal harus mengandung bahan pengisi yang ditambahkan tidak kurang dari 1
% dan maksimum 2% dari berat total agregat.
2.7.3. Bahan Pengikat
Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal. Aspal merupakan material yang
berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan
mencair bilah mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Aspal yang digunakan
pada umumnya aspal dengan angka penetrasi 60 -70. Aspal yang digunakan
sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai :
a. Bahan pengikat memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat,
b. Bahan pengikat sebagai pengisi rongga antara butir agregat dan pori pori
yang ada didalam butir agregat itu sendiri.
Tabel 2.5. ketntuan- ketentuan untuk aspal keras
No. Jenis Pengujian

0
Penetrasi pada25 C
0
Visikositas 135 C
0
TitiLembek ( C)
0
Duktilitas pada25 C
0
Titik Nyala( C)
Kelarutan dalamTouene(%)

6
7

1
2
3
4

MetodePengujian

Tipe aspal Pen.


60- 70
60-70

SNI06-2456-1991
SNI06-6441-2000

385

SNI06-2434-1991

48

SNI06-2432-1991

100

SNI06-2433-1991

232

ASTM D5546

99

Berat Jenis

SNI06-2441-1991

1,0

Berat yang hilang(%)

SNI06-2441-1991

0,8

8
Sumber
: Spesifikasi umum 2010

2.7.4. Bahan Aditif Anti Pengelupasan

19

2)

Bahan aditif harus ditambahkan kedalam bahan aspal dalam bentuk cairan
dengan menggunakan pompa penakar. Bahan aditif anti pengelupasan
ditambahkan bertujuan agar tidak terjadinya pengelupasan antara aspal dan
agregat. Kuantitas pemakai aditif anti pengelupasan dalam rentang 0,2 % - 0,3 %
terhadap berat aspal. Jenis aditif yang digunakan haruslah yang disetujui Direksi
pekerjaan.
2.7.5. Rekayasa peningkatan kapasaitas jalan
Kapasitas Jalan Indonesia ini dapat diterapkan sebagai sarana dalam
perancangan, perencanaan dan analisa operasional fasilitas lalu-lintas. Pengguna
manual akan meliputi para perancang transportasi, para Akhli Teknik Lalu-lintas
dan Teknik Jalan Raya yang bertugas dalam Badan Pembina Jalan dan
Transportasi, juga Perusahaan-perusahaan pribadi dan Konsultan. Manual
direncanakan terutama agar pengguna dapat memperkirakan perilaku lalu-lintas
dari suatu fasilitas pada kondisi lalu-lintas.
Rekayasa Lalu-lintas dengan perhitungan bersambung yang menggunakan
data yang disesuaikan, untuk keadaan lalu- lintas dan lingkungan tertentu dapat
ditentukan suatu rencana geometrik yang menghasilkan perilaku lalu-lintas yang
dapat diterima. Dengan cara yang sama, penurunan kinerja dari suatu fasilitas
lalu- lintas sebagai akibat dari pertumbuhan lalu-lintas dapat dianalisa, sehingga
waktu yang diperlukan untuk tindakan turun tanain seperti peningkatan kapasitas
dapat juga ditentukan.
Banyak persoalan lain yang berhubungan dengan Akhli Teknik Lalu-lintas
dan Teknik Jalan Raya dapat diselesaikan dengan cara "coba-coba" yang sama
dengan menggunakan sejumlah kumpulan data yang berbeda.

20

Anda mungkin juga menyukai