Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pitiriasis Rosea (PR) merupakan kelainan papulo-eritroskuamosa yang swasirna
dengan etiologi belum diketahui pasti yang jelas bukan infeksi jamur atau kuman,
maupun reaksi alergi di kulit.2 Bukan pula manifestasi kelainan internal.2 Berbagai
penelitian dilakukan untuk mencari kemungkinan reaktivasi virus herpes (HHV6 dan
HHV7) endogen sebagai penyebab, meski masih banyak perdebatan.2 Kelainan
terutama pada usia anak dan dewasa muda (10-35 tahun) dan lebih sering pada
wanita.2 Kelainan lebih sering terjadi pada saat pergantian cuaca dan kadang
didahului oleh infeksi saluran napas atas.2
Pityriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun, pada
wanita dan pria sama banyaknya.1
Seorang dokter umum sebagai lini pertama dalam pelayanan kesehatan pasien
dengan pitiriasis rosea dituntut mampu mendiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan tambahan serta dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan,
serta merujuk ke spesialis yang relevan. Adanya laporan kasus ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman akan proses penegakan diagnosis dan terapi pendahuluan
pitiriasis rosea.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai
dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. 1 Kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai
dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.1
2.2. Epidemiologi
Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama pada antara 15-40 tahun,
pada wanita dan pria sama banyaknya.1 Prevalensi yang dilaporkan dari pusat
dermatologi adalah 0,3-3 %. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan didapatkan
kira-kira sebanyak 20% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli
penyakit kulit. Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit lebih
banyak ditemukan pada wanita.6,10
2.3. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui, demikian pula cara infeksi.1 Ada yang
mengemukakan hipotesis bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini merupakan
penyakit swasima (self limiting disease), umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8
minggu.1 Diperkirakan penyebabnya adalah virus herpes tipe 7.3 Tidak menular dari
orang ke orang.3
2.4. Patofisiologi/ Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa
banding. Gambaran histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:4
a. Akantosis ringan
b. Parakeratosis fokal
c. Ekstravasasi eritrosit ke lapisan epidermis
2

d. Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut


e. Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis.
2.5. Bentuk Klinis Psoriasis
Gejala konstitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh
gatal ringan. Pitiriasis berarti skuama halus. Penyakit dimulai dengan lesi pertama
(herald patch), umumnya di badan, solitar, berbentuk oval, dan anular, diameternya
kira-kira 3 cm. Ruam teerdiri atas eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya
beberapa hari hingga beberapa minggu.1 Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan
Herald patch.5 Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan
pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya Herald
patch.5 Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk
melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan Hanging curtain
sign.5 Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi
ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar
dengan cepat.5

Gambar 1. Pitiriasis Rosea dengan herald patch

Gambar 2. Herald patch

Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang
khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan kosta,
hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau dalam
beberapa hari. Tempat predileksi pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha
atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dahulu.1
Kecuali bentuk lazim berupa eritroskuama, pitiriasis rosea dapat juga berbentuk
urtika, vesikel, dan papul yang lebih sering terdapat pada anak-anak.1
2.6. Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Kulit
Anamnesis dibutuhkan untuk mendukung penegakan diagnosis PR yaitu:
a. Pada PR klasik, pasien biasanya menggambarkan onset dari timbulnya lesi
kulit tunggal pada daerah badan, beberapa hari sampai minggu kemudian
diikuti timbulnya berbagai lesi kecil.(6)
b. Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR tanpa komplikasi, 50% lainnya
merasakan gatal dari yang ringan sampai sedang, dan 25% lainnya tidak
mengeluhkan rasa gatal.(6)
c. Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala prodromal seperti gejala flu,
demam, malaise, arthralgia, dan faringitis.(6,7)
Pada pemeriksaan terlihat:

a. Kelainan berupa bercak berskuama dengan batas tegas berbentuk oval atau
bulat (herald patch) yang meluas ke perifer, terlihat erupsi makulopapular
berwarna merah-coklat berukuran 0,5-4 cm.(6,7)
b. Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi, eritematosa dengan bagian
tengah berupa central clearing.(7)
c. Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah poplitea atau pada area yang
lembab dan hangat misalnya di area lipatan kulit.(6,7)
d. Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer, berbentuk pola pohon natal atau
pola pohon cemara.(6,7)
Biopsi biasanya tidak selalu diindikasikan untuk menggevaluasi pasien dengan
suspek PR. Karena bisa terjadi kesalahan untuk beberapa penyakit kulit, diagnosis
klinis PR mungkin kadang-kadang sulit, terutama di varian atipikal.(7)
2.7. Diagnosis Banding
1) Tinea korporis
Terdapat eritema dan skuama di pinggir dan bentuknya anular.
Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea
korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pada tinea
sediaan KOH akan positif.1
2) Sifilis stadium II
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya pada
sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki, membran
mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia. Tidak ada keluhan
gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat genital. Tes serologis terhadap sifilis perlu
dilakukan terutama jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald
patch.6,11

2.8. Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat simtomatik, untuk gatalnya dapat diberikan sedativa,


sedangkan sebagai obat topikal dapat diberikan bedak asam salisilat yang dibubuhi
mentol -1%.1
2.9. Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang serius yang terjadi pada pasien dengan pitiriasis
rosea. Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan eksema dan
infeksi sekunder akibat garukan. Pasien mungkin mengalami gejala seperti flu, tetapi
biasanya relatif ringan jika hal ini terjadi. Sekitar 1/3 pasien PR mengalami derajat
kecemasan dan depresi yang signifikan, yang diakibatkan ketidakpastian mengenai
durasi penyembuhan penyakitnya. Edukasi sangat penting pada pasien-pasien ini
bahwa tidak ada komplikasi yang serius yang akan terjadi. Namun, PR selama
kehamilan perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada 38 kasus kehamilan dengan
PR, Drago dkk melaporkan 9 kelahiran prematur, walaupun semua bayi lahir dari ibu
yang tidak memliki kelainan dalam kehamilannya. Lima ibu mengalami keguguran,
paling sering terjadi pada trimester pertama. Oleh karena itu perlu diwaspadai dan
terus diikuti perkembangannya secara teliti dan diberikan perhatian yang lebih.(6)
2.10. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8
minggu, dengan beberapa minngu pertama terkait dengan lesi kulit inflamasi yang
baru dan mungkin gejala seperti flu. Dapat terjadi hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi pasca inflamasi pada kasus pityriasis rosea. Relaps dan rekuren
jarang ditemukan.1, 6,9
2.11. Kompetensi Dokter Umum
Pitiriasis rosea adalah kasus dengan tingkat kemampuan 4A, yaitu dokter umum
dapat membuat diagnistik klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau X-

ray. Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri
hingga tuntas.

BAB III
7

KESIMPULAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.
Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa herald patch, kemudian
disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan
atas, badan atau leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya
PR. Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat
sembuh dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6
dan HHV-7, telah diusulkan sebagai penyebab erupsi.
Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang. Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena
sifatnya yang asimptomatik, Sangat penting bagi dokter untuk mengetahui spektrum
yang luas dari varian pityriasis rosea, sehingga manajemen yang tepat dan pasti dapat
dilakukan. Terutama pada anak-anak, diagnosis banding erupsi kulit lebih sulit
dibandingkan orang dewasa. Untuk erupsi yang atipikal tanpa diagnosis pasti, lebih
aman untuk mempertimbangkan melakukan biopsi pada lesi kulit dan pemeriksaan
lainnya sehingga diagnosis banding penting untuk tidak dilewatkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa: Psoriasis, in: Ilmu Penyakit Kulit Dan


Kelamin, Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2006. hal.
197.
2. Ardhie. Pitiriasis Rosea atau Dermatofitosis? Available at: http://indonesia.digital
journals.org/index.php/idnmed/article/download. Oktober 10, 2008 (Accessed:
November 9, 2015).
3. Chandra,

Legika.

Pityriasis

Rosea

Available

documents/laporan-kasus-i-finish-pityriasis-rosea.html.

at:

http://dokumen.tips/

November

9,

2009

(Accessed: November 9, 2015).


4. Elder D, Johnson B, Elenitsas R. Levers Histopathology of the Skin; edisi ke-9.
2006:193-4.
5. James William D, Berger Timothy G, Elston Dirk M. Andrews Disease of The
Skin Clinical Dermatology; edisi ke-10. Philadelphia, USA: Elsevier. 2006: 2089.
6. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K (eds),
Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, 7th ed. The McGraw Hill
Companies, 2008, Chapter 18. p. 97-102.
7. Ermertcan AT, zgven A, Ertan P, Bila C, Temiz P, eds. Childhood pityriasis
rosea inversa without herald patch mimicking cutaneous mastocytosis. Iranian
Journal of Pediatrics, Jun 2010;20(2):237241
8. Hall John C. Sauers Manual of Skin Disease; edisi ke-9. Philadelphia, USA:
Lippincott William and Wilkins. 2006: 157-61.
9. Sankararaman S, Velayuthan S. Multiple Recurrence in Pityriasis Rosea. Indian J
Dermatol 2014. 2012. 59: 316
10. Polat M, Yildirim Y, Makara A. Palmar Herald Patch in Pityriasis Rosea.
Australian Journal of Dermatology. 2012. 55: 64-5.

Anda mungkin juga menyukai