Ekspl Langsung
Ekspl Langsung
BAB VI
METODE EKSPLORASI LANGSUNG
Pemetaan geologi/alterasi.
6.1
Pemetaan Geologi/Alterasi
VI - 1
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada
informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala
peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh
yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh
tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 :
25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi s/d
penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat
dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan
posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan
dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur,
uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan
dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane
table atau dengan teodolit.
6.1.1
Singkapan
Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
VI - 2
Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifatsifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmenfragmen, serta dimensi endapan.
6.1.2
Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasanlintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan.
Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum
seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah diketahui, agar
lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau
jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat
memperoleh variasi litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasanlintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat
mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse) pemetaan
ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka
mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan
tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh
dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam
melakukan korelasi (interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas
dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section
atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi
dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang
stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi
satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran
penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang
dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
6.1.3
VI - 3
Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar
geologi perlu diperhatikan, antara lain :
VI - 4
Gambar 6.1 Peta dan penampang geologi suatu daerah vulkanik yang ditandai
dengan munculnya beberapa tubuh intrusi (Graha, 1987)
6.2
6.2.1
Tracing float
VI - 5
Sungai
Gambar 6.2
VI - 6
ZONA
MI NERALI SASI
Gambar 6.3 Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing
with panning
6.2.2
VI - 7
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah,
sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).
30
TP-6
30
TP-5
HB IV-2
20
HB IV-1
TP-4
TR-D.3
TR-D.2
Garis singkapan
batubara
48
Singkapan
HB I-8
TR-C1
Pemboran dangkal
Paritan uji
HB III-3
30
TR-C.4
HB III-2
HB III-1
TR-C.3
48
TR-C.2
TP-3
TR-C1
TR-B2
Gambar 6.4
6.2.3
30
TR-D.1
HB I-8
HB I-7
48
TR-B1
TR-2
VI - 8
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau
pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini
dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya
suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan
dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang
berhubungan dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
Gambar 6.5
Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
:
VI - 9
6.3
6.3.1
Metode Sampling
Konsep sampling
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian
dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk
tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan
sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk
mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang
dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti
kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan
komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses
pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan
pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
VI - 10
VI - 11
b.
c.
VI - 12
d.
6.3.2
Grab sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan
cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material
(baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi
secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada
metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara
lain :
VI - 13
6.3.3
Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk
memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.
Bulk Sampling
Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara
mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan
pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase
sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui
kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum
dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan)
suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu
penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan
sumur uji (lihat Gambar 6.5).
6.3.4
Chip sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara
mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu
jalur (dengan lebar 15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan
menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang
horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu
kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik
ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat
yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan
kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar
tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade.
6.3.5
Channel sampling
VI - 14
Gambar 6.6 Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al.,
1987)
Gambar 6.7 Sketsa pembuatan channel sampling pada endapan yang berlapis
(Chaussier et al., 1987)
VI - 15
Pada urat bijih, dapat dibuat subchannel (P1, P2, dan P3) yang ditujukan
untuk mengetahui lebar bijih (kadar)
saja.
Dapat dilakukan juga pengambilan
conto pada keseluruhan lebar urat (bijih
dan
pengotornya)
dengan
tujuan
memperoleh kadar keseluruhan badan
bijih.
VI - 16
Gambar 6.9 Sketsa pembuatan channel pada bukaan stope untuk mineralisasi
berupa urat (Annels, 1991)
Channel
sampling
memotong
tegak lurus bidang perlapisan.
Gambar 6.10 Sketsa pembuatan channel pada sumur uji untuk endapan
berlapis.
Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap
alur adalah sebagai berikut :
Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau
tebal sebenarnya).
VI - 17
RW OW x (
dimana :
RW
OW
D1
D2
=
=
=
=
D1 3
)
D2
VI - 18
Sample untuk
dokumentasi
Sample untuk
dianalisis
Gambar 6.11 Prosedur umum (coning & quartering) preparasi conto untuk
analisis laboratorium dan dokumentasi (Chaussier et al., 1987)
Formula ini hanya dapat diterapkan pada conto yang telah mempunyai ukuran
relatif seragam. Jika distribusi tidak homogen, maka ukuran conto harus
dikurangi sampai dengan didapatkan ukuran yang paling ekonomis (secara
kadar). Sebagai ilustrasi dapat dilihat contoh hasil assay pada beberapa kondisi
ukuran (Tabel 6.1). Prosedur umum dalam proses reduksi ukuran conto dapat
dilihat pada Gambar 6.12.
VI - 19
Tabel 6.1 Hasil analisis pada masing-masing tahapan reduksi ukuran conto
(Chaussier et al., 1987)
Bagian
kasar
yang
dihancurkan
Rentang hasil analisis
Kadar rata-rata
Simpangan baku
Koefisien Variansi
Bagian
halus
yang
dihancurkan
Rentang hasil analisis
Kadar rata-rata
Simpangan baku
Koefisien Variansi
Bagian yang dihaluskan
Rentang hasil analisis
Kadar rata-rata
Simpangan baku
Koefisien Variansi
Conto-1
Conto-2
551 ppm
21,90 ppm
10,10 ppm
0,46
24106 ppm
61,2 0ppm
21,30 ppm
0,35
1031
ppm
21,80 ppm
3,90 ppm
0,18
3169 ppm
2026
ppm
23,80 ppm
1,00 ppm
0,04
4453 ppm
49,50 ppm
8,90 ppm
0,18
49,90 ppm
1,90 ppm
0,04
VI - 20
Gambar 6.12 Prosedur umum proses pengecilan ukuran (Chaussier et al., 1987)
Setelah ukuran dari conto terdistribusi pada fraksi yang seragam, kemudian
dilakukan pengurangan (reduksi) bobot/jumlah conto. Metode reduksi yang
umum digunakan adalah splitting dan quartering. Metode reduksi splitting
dapat dilihat pada Gambar 6.13 dan metode quartering dapat dilihat pada
Gambar 6.14.
Gambar 6.13 Reduksi jumlah conto dengan metode splitting (Chaussier et al.,
1987)
VI - 21
Gambar 6.14 Reduksi jumlah conto dengan metode quartering (Chaussier et al.,
1987)
6.3.7
Pada suatu kegiatan pengambilan conto (sampling) dan penentuan kadar ratarata dari lokasi pengambilan conto, dilakukan penentuan kadar dengan
menggunakan pembobotan kadar. Secara umum ada 2 (dua) metode
pembobotan dalam penentuan kadar, yaitu :
VI - 22
Pembobotan tebal-lebar-panjang
Jika semua blok mempunyai luas dan SG relatif sama (seragam)
n t .k
t1.k 1 t 2 .k 2 t 3 .k 3 ..... t n k n
i i
Persamaan : k
t1 t 2 t 3 .... t n
i 1
ti
Pembobotan luas
Jika semua blok mempunyai ketebalan dan SG relatif sama (seragam)
n A .k
t1.A 1 t 2 .A 2 t 3 .A 3 ..... t n A n
i i
Persamaan : k
A 1 A 2 A 3 .... A n
Ai
i 1
Pembobotan volume
Jika semua blok mempunyai SG relatif sama (seragam)
n V .k
t1.V1 t 2 .V2 t 3 .V3 ..... t n Vn
i i
Persamaan : k
V1 V2 V3 .... Vn
i 1
Vi
Pembobotan tonase
Jika semua blok mempunyai tonase yang berbeda-beda
n T .k
t1.T1 t 2 .T2 t 3 .T3 ..... t n Tn
i i
Persamaan : k
T1 T2 T3 .... Tn
i 1
Ti
6.4
Pemboran Eksplorasi
VI - 23
penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari
permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi
dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat
dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan
mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan
direncanakan dengan baik adalah :
spasi pemboran,
juru bor,
alat transportasi,
geometri endapan,
sampling, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling,
percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary
drilling terdapat tiga macam penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle,
rotary table, dan top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat bekerja
secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering
digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring)
ataupun diamond bit untuk pemboran inti (coring).
VI - 24
Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa
udara, air, lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya
berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge
ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari runtuhan.
6.4.1
DDH 02
S
Overburden
(tanah penutup)
40
Anomali
Weathered zone
(zona pelapukan)
50
"Fresh" bedrock
(batuan dasar segar)
EOH
a. Pola pemboran
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa
endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk
perhitungan cadangan. Metode pemboran yang akan digunakan bergantung
VI - 25
kepada akses permukaan. Pada daerah yang tidak mengalami kendala akses
pola pemboran yang digunakan adalah persegi panjang dengan bentuk teratur.
Lubang bor pertama digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah
permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali geokimia)
di bawah permukaan.
Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang
bor pada daerah target. Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran
target, atau pengalaman sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari
sejumlah kegiatan pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi
titik bor selanjutnya didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama.
Jika pemboran pada lubang pertama tidak memberikan keyakinan geologi yang
pasti maka daerah target lain harus dicoba.
Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona
mineralisasinya. Spasi antar lubang bor bergantung pada tipe mineralisasi dan
kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama
digunakan untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan
untuk penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat
dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk endapan urat adalah 25
50 m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya antara 100 m sampai
beberapa ratus meter.
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh.
Pada tahap pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara
jelas lokasi tsb maka lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi.
Untuk eksplorasi endapan uranium, batubara dan borat lubang pengamatan
dapat dibuat pada jarak 10 km dari formasi sedimen yang diamati. Lubang
berikutnya terletak beberapa km dari target dengan spasi 100200 m. Namun
demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari peta geologi, geokimia,
geofisika dan hasil geostatistik.
Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur
pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang baik
dan penampang geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat
pada jarak 200400 m dengan interval lubang antara 100200 m sehingga
memberikan ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus sangat
penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap arah kemiringan
rata-rata.
Sebelum membor sebuah lubang, disarankan untuk membuat penampang
memanjang hal ini bertujuan untuk deviasi lubang jika memungkinkan.
Pemboran sangat mahal dan memerlukan waktu yang banyak dalam kegiatan
VI - 26
eksplorasi karena obyeknya adalah jumlah lubang yang pasti dan dilengkapi
dengan data kadar dan tonase tiap level dari zona mineralisasi. Permasalahan
utama yang dihadapi dalam perhitungan cadangan adalah zona pengaruh tiap
conto belum dapat diketahui sampai setengah perkerjaan selesai.
Sebagai contoh, pada Gambar 6.16 dapat dilihat beberapa tahapan pemboran
berdasarkan anamoli geokimia :
Sedangkan titik bor ke-4 dan ke-5 merupakan titik bor yang ditujukan
untuk melihat kemenerusan zona mineralisasi ke arah jurus dari hasil
pemboran pada titik ke-1 dan ke-2.
Begitu juga dengan titik bor ke-6 dan ke-7, ditujukan untuk mengetahui
kemenerusan searah jurus hasil pemboran pada titik bor ke-3.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan titik bor ke-8 dan ke-9, yang ditujukan
untuk mengetahui kemenerusan titik bor sebelumnya, dan seterusnya
dengan pola yang sama sampai diperkirakan zona mineralisasi telah
tercakup secara keseluruhan.
N
Anomali
5
7
Drill lines
Titik bor
tambahan
(In fill drilling)
S
Gambar 6.16 Lay out pemboran berdasarkan anomali permukaan (Annels,
1991)
Sedangkan pada Gambar 6.17 dapat dilihat penampang hasil interpretasi suatu
series pemboran dalam penentuan zona bijih, dimana pemboran yang
dilakukan merupakan kombinasi antara bor tegak dan pemboran miring.
Metode Eksplorasi Langsung :
VI - 27
Gambar 6.17 Sketsa suatu hasil pemboran dalam penentuan badan bijih suatu
endapan (Evans, 1995)
b. Monitoring kegiatan pemboran
Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat
penting dalam rangka pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari
pemboran dibutuhkan seorang engineer disamping alat bor sehingga kegiatan
pemboran dapat berjalan dengan cepat.
Contoh :
VI - 28
Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu
zona mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi pada saat interpretasi
pemboran sering tidak dapat dilokalisasi sampai adanya data yang valid
tentang kondisi bawah permukaan. Contoh dapat dilihat pada Gambar 6.18
dimana terdapat tiga interpretasi yang berbeda dari data yang ada.
Kontur struktur.
Peta isopach.
Kontur kadar.
Peta ketebalan.
VI - 29
Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah
memutuskan kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengambil keputusan adalah :
d. Kontrak pemboran
Pemboran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sendiri atau
dengan
mengontrak
perusahaan/konsultan
pemboran.
Permasalahan
menyangkut kondisi pemboran, jumlah lubang yang diminta, dan harga akan
dijelaskan dalam surat kontrak.
Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target
yang ada dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor
sangat penting dan bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi
pemboran yang harus diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan
beberapa metode pemboran yang berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan.
Beberapa hal penting dari kontrak pemboran adalah :
VI - 30
Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail didalam kontrak.
Dalam hal pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan
sesuai dengan kedalaman lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist
dibayar sesuai dengan perjanjian mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target
tercapai.
a. Pemboran auger
Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral untuk
membawa material halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan
plaser. Kelebihan alat bor ini adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika
sumuran uji tidak praktis. Dengan auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m
tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada tanah yang halus pemboran dengan
auger biasanya cepat sehingga conto yang keluar harus dapat diorganisasikan
dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan untuk tanah
atau material yang keras dan berbongkah.
c. Rotary drilling
VI - 31
Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak sebanding jika
pemboran dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti
batugamping atau batulumpur. Tipe mata bor (bit) pada jenis pemboran ini
menggunakan tricone atau roller rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida.
Potongan atau kepingan batuan akan ditekan keluar oleh fluida bor yang ratarata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya digunakan oleh
industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman
ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.
d. Percussive drilling
Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya
bervariasi dari kecil (bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata
kedalaman pemboran ratusan meter.
Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :
Down-the-hole hammer drills
Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari lubang sampai
batas akhir dari stang bor dan digunakan untuk pemboran non-coring.
Lubang dengan diameter sampai 20 cm dan tekanan kedalaman sampai
200 m masih mungkin, tetapi biasanya kedalaman yang efisien antara
100150 m. Cutting bor ditekan keluar oleh kompresor udara. Pada tanah
yang basah daya angkat yang dihasilkan oleh kompresor dapat menjadi
tidak teratur.
Top hammer drills
Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk yang
diletakkan di bagian atas dari stang bor. Energi untuk pemboran noncoring ini dialirkan lewat stang bor, alat ini lebih baik dari Down-the-hole
hammer drills dan biasanya digunakan untuk lubang dengan diameter 10
cm dan kedalaman lebih dari 100 m, tapi biasanya 20 m. Percussive
drilling adalah metode yang paling cepat dan murah namun sering terjadi
data tidak lengkap dibanding dengan diamond drilling.
e. Reverse circulation
Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada pertengahan tahun 70an dan biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi
seperti pada endapan aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida
bor dan inti bor atau sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke
VI - 32
sludge lewat dua dinding pada stang bor dan kembali ke permukaan lewat
pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga tertransport ke
permukaan lewat tengah stang bor kemudian menuju ke cyclon dimana disana
ditampung conto bor (lihat Gambar 6.19). Kegunaan alat bor ini adalah untuk
mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger, rotary atau percussive
drilling. Conto dapat dikumpulkan dengan cepat dan kadar kontaminasinya
sedikit.
Skema dari beberapa metode pemboran yaitu diamond
circulation, dan rotary drlling ditunjukkan pada Gambar 6.20.
core,
reverse
VI - 33
a. Drill bit
Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa
semen metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan
mata bor ini digunakan untuk batuan yang sangat keras seperti rijang,
sedangkan mata bor intan tunggal digunakan untuk batuan yang lebih halus
seperti batugamping. Diamond bit dapat digunakan untuk batuan tertentu
tetapi karena harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan
pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya.
VI - 34
b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core
barrel oleh perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai
panjang inti bor yang ditampung biasanya 1,53 m namun dapat pula
mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua tabung dimana tabung luar untuk
menangkap inti bor dan tabung dalam dalam posisi tidak berputar. Triple-tube
dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor dapat
diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.
c. Sirkulasi
Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk
mencuci sludge, permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah
antara antara dinding lubang bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk
memberi pelumasan pada mata bor, mendinginkannya dan melepaskan
hancuran batuan yang menempel pada permukaan mata bor. Air dapat
dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan
daya angkat bagi material yang dibor.
d. Casing
Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan permukaan lubang bor.
Casing dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan
dengan aman. Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih
kecil dari itu (diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang
akan dibor.
VI - 35
bergantung kepada kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi
batuan yang dibor. Beberapa permasalahan (kendala) yang muncul dalam
pemboran dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2
Pada Tabel 6.3 dan 6.4 berikut ini secara berurutan diberikan ukuran wireline
drill rod dan wireline core barrel untuk seri Q.
Tabel 6.3 Ukuran wireline drill rod seri Q (dari Australian Drilling Industry, 1996)
Ukuran
O.D. mm (inci)
I.D. mm (inci)
AQ
44,5 (1 )
34,9 (1 3/8)
BQ
55,6 (2 3/16)
46,0 (1 13/16)
NQ
69,9 (2 )
60,3 (2 3/8)
HQ
88,9 (3 )
77,8 (3 1/16)
PQ
117,5 (4 5/8)
103,2 (4 1/16)
VI - 36
Tabel 6.4 Ukuran wireline core barrel seri Q/Q-3 (dari Australian Drilling
Industry, 1996)
Ukuran
Diamater lubang mm
Diameter inti mm (inci)
(inci)
AQ
48,0 (1 57/64)
27,0 (1 1/16)
BQ
59,9 (2 23/64)
35,4 (1 7/16)
BQ-3
59,9 (2 23/64)
33,5 (1 5/16)
NQ
75,7 (2 63/64)
47,6 (1 7/8)
NQ-3
75,7 (2 63/64)
45,1 (1 25/32)
HQ
96,0 (3 25/32)
63,5 (2 )
HQ-3
96,0 (3 25/32)
61,1 (2 13/32)
VI - 37
biasanya dibagi dalam dua bagian dengan gergaji intan, setengah untuk assay
dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk tujuan
lain.
Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama pemboran; keduanya
menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan
menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan
cutting atau sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan
pemboran inti sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting
lambat naik ke permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa untuk kedalaman 1000
m cutting dapat diambil dalam waktu 2030 menit ke permukaan sehingga
biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama pemboran.
b.
Pemboran non-corring
VI - 38
100 - i
Berikut ini dapat dilihat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam
penentuan kadar sampling dengan penggabungan core dan sludge.
Rumus Long Year :
(C x vol.C) (S x vol.S)
vol.C vol.S
VI - 39
i 2 i2
.C
S. 100 100 100
k
100
Jika sludge recovery > 100%, maka :
6.5
100
x Weight S teoritis x Assay S
Sludge Re c.
100
( Weight C
x Weight S teoritis )
Sludge Re c.
(C x Weight C)
Interpretasi dan kompilasi data hasil eksplorasi langsung secara umum dapat
berupa peta-peta atau penampang (profil). Hasil kompilasi data pemetaan
geologi atau alterasi tentu saja berupa peta penyebaran batuan/struktur atau
alterasi, serta penampang geologi/struktur atau alterasi (lihat contoh Gambar
6.23). Sementara kompilasi data tracing float berupa peta penyebaran
mineralisasi yang mengarah ke sumber primernya. Data-data dari uji sumuran
dan paritan umumnya digunakan untuk melengkapi data penyebaran
singkapan, misalnya pada endapan batubara.
Sedangkan dari kompilasi data bawah permukaan hasil pemboran dapat dibuat
penampang melintang untuk menggambarkan penyebaran dan model suatu
endapan atau badan bijih, baik model 2-D maupun 3-D. Sebagai contoh
interpretasi dan kompilasi data pemboran ditunjukkan pada Gambar 6.24
berupa model blok dan Gambar 6.25 berupa diagram Fence. Dari kedua
VI - 40
gambar tersebut terlihat dengan jelas pola dan arah penyebaran suatu
endapan bahan galian.
Gambar 6.23 Penampang melintang diagramatik dari potongan jalan raya di
Kentucky timur menunjukkan zona urutan transisi yang terbentuk
antara lingkungan dataran bawah dan atas hasil interpretasi
VI - 41
Gambar 6.25 Diagram Fence yang menunjukkan korelasi dan ketebalan seam
batubara utama di Campbell County, Wyoming ( Peters, 1978)
VI - 42