Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH STUDI KASUS

FARMASI RUMAH SAKIT


DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING

Disusun Oleh:
Kelas B1 - Kelompok 3

JUMAIDIL KHAIRAD
JURAIDDIN

1620313322
1620313323

PROGRAM PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016

A. PENDAHULUAN
Menstruasi yang normal didefinisikan sebagai perdarahan dari endometrium
sekretori yang terkait dengan siklus ovulasi, tidak lebih dari lima hari. Pendarahan
yang tidak memenuhi kriteria ini disebut sebagai perdarahan uterus abnormal.
Pendarahan uterus abnormaldianggap salah satu yang masalah paling umum. Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai sistemikpenyakit, gangguan endokrin atau obatobatan. Di sisi lain, mungkin berhubungan dengan kehamilan, anovulasi,fibroid,
polip, adenomiosis atau neoplasia (Khare et al, 2012).
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah diagnosis eksklusi. Pendarahan
uterus disfungsional mungkin merupakan kondisi fisiologis normal atau dapat menjadi
tanda dari kondisi yang mendasarinya serius (Khare et al, 2012).
Perdarahan uterus disfungsional menggambarkan spektrum pola perdarahan
abnormal dalamabscence dari penyakit medis atau patologi pelvis. Hal ini
bertanggung jawab untuk sekitar setengah dari wanita dengan perdarahan uterus
abnormal pada usia reproduksi. Tanda umumnya yaitu menorrhagia, adalah sebuah
gangguan baik secara medis dan sosial. Selain itu, merupakan penyebab tersering
daridefisiensi besi di negara maju dan penyakit kronis di negara berkembang
(Corbacioglu, 2011).
B. DEFINISI
Perdarahan uterus disfungsional merupakan perdarahan uterus abnormal yang
terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi, penyakit medis tertentu atau
kehamilan. Diagnosis perdarahan uterus disfungsional (PUD) ditegakkan per
ekslusionam. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan
ireguler, menoragia dan perdarahan akibat penggunaan kontrasepsi.
C. PATOFISIOLOGI
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus ovulasi ataupun
anovulasi yang sebagian besar disebabkan oleh gangguan fungsi mekanisme kerja
pors hipotalamus hipofisis ovarium endometrium.
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu:
1) Perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi
Pada tipe ini ditandai oleh produksi estradiol-17 secara terus-menerus tanpa
pembentukan korpus luteum dan pelepasan progeseteron. Estrogen yang tidak
diimbangi mengarah pada proliferasi endometrium terus-menerus yang pada
akhirnya menghasilkan suplai darah berlebih dan dikeluarkan dengan mengikuti
pola irregular dan tidak dapat diprediksi. Pada perdarahan uterus disfungsional tipe
anovulasi, tidak terdapat pembentukan progesteron sehingga hanya terdapat satu

komponen hormonal, yaitu estrogen sehingga pertumbuhan endometrium berlanjut


terus-menerus tanpa batas.
2) Perdarahan uterus disfungsional tipe ovulasi
Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama haid. Penyebab
perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di endometrium.
Perdarahan uterus disfungsional tipe ini dapat digambarkan akibat korpus luteum
persisten atau insufisiensi. Korpus luteum persisten menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur (irregular shedding), sehingga insufisiensi korpus
luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, atau polimenorea.
Hal ini disebabkan oleh gangguan LH releasing factor sehingga produksi
progesteron berkurang.
3) Efek samping penggunaan kontrasepsi
Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK)
menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan. Progestin
menyebabkan

enometrium

mengalami

atrofi.

Kedua

kondisi

ini

dapat

menyebabkan perdarahan bercak. Sedangkan pada pengguna alat kontrasepsi


dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis.
D. POLA PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
a. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi,
penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis PUD ditegakkan per
ekslusionam.
b. Perdarahan akut dan banyak merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah
darah haid < 1 tampon per jam dan atau disertai dengan gangguan hipovolemik.
c. Perdarahan ireguler meliputi metroragia, menometroragia, oligomenore,
perdarahan haid yang lama (> 12 hari), perdarahan antara 2 siklus haid dan pola
perdarahan lain yang ireguler. Pasien usia perimenars yang mengalami gangguan
haid tidak dimasukkan dalam kelompok inikarena kelainan ini terjadi akibat
belum matangnya poros hypothalamus-hipifisis-ovarium.
d. Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah haid > 80 cc
atau lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya terjadi > 12
hari harus dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan ireguler.
e. Perdarahan karena efek samping kontrasepsi dapat terjadi pada pengguna PKK
suntikan depo medroksi progesterone asetat (DMPA) atau AKDR. Perdarahan
pada pengguna PKK dan suntikan DMPA kebanyakan terjadi karena proses
perdarahan sela. Infeksi Chlamydia atau Neissera juga dapat menyebabkan

perdarahan pada pengguna PKK. Sedangkan pada pengguna AKDR kebanyakan


perdarahan terjadi karena endometritis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan ireguler,
menoragia dan perdarahan akibat penggunaan kontrasepsi.
F. EVALUASI DIAGNOSTIK
Riwayat menstruasi rinci dapat menyediakan sebagian besar informasi yang
dibutuhkan untuk membedakan anovulasi perdarahan dari penyebab lain dari
perdarahan uterus abnormal. Intermenstrualinterval, volume dan durasi perdarahan,
pola menstruasi sebelumnya, terkait gejala dan asosiasi temporal, seperti postcoital
atau postpartum harus diminta. Obat-obatan terutama hormon eksogen dan penyakit
sistemik, seperti ginjal atau disfungsi hati harus dipertimbangkan selama evaluasi.
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan asal perdarahan dan untuk
mengecualikan patologi vagina dan serviks. Vaginadebit, ukuran rahim dan kontur,
dan nyeri uterus harus dicatat. Pencitraan mungkin diperlukan untuk diagnosis
diferensial.

USG

transvaginal

adalahlini

pertama

alat

diagnostik

untuk

mengidentifikasi kelainan struktural dalam uterus disfungsional perdarahan.


Inidilakukan

untuk

diagnosis

fibroid,

polip

endometrium,

intrauterin

dan

ektopikkehamilan. Saline infus sonografi adalah studi noninvasif yang memiliki


tinggisensitivitas dalam diagnosis polip endometrium dan myom submukosa.
Histeroskopi harus digunakan sebagai alat diagnostik hanya jika hasil USG tidak
dapat disimpulkan, misalnya diuntuk menentukan lokasi yang tepat dari fibroid atau
sifat yang tepat dari kelainan. Selain itu, CTdan MRI dapat digunakan untuk evaluasi
massa panggul dan keganasan.
G. PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai :
Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)
Tanda-tanda hiperandrogen
Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid
Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)
Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis)

Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida, hipertensi,


diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK)

b. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang/laboratorium diperlukakan untuk menyingkirkan
kelainan-kelainan lain yang menyebabkan pendarahan uterus abnormal, antara lain
adalah :
Tes kehamilan
Laboratorium darah dan fungsi homeostasis : Complete Blood cell Count
(CBC), Protrhrombin Time (PT), activated Partial Thromboplastin Time

(aPPT).
Pemeriksaan hormonal/endokrin (T2, T4, testosteron, DHEAS, uji glukosa)
Ultrasonografi (USG)
Biopsi endometrium (pada wanita yang sudah menikah)
Tes fungsi hati
Sonohisterografi : NaCl fisiologis dimasukkan ke dalam kavum uteri melalui
kateter sambil dilakukan USG transvaginal, digunakan untuk menilai kavum
uteri dan lapisan endometrium, serta dapat mempertajam diagnostik sebelum

dilakukan kuretase pada kasus pendarahan uterus.


Histeroskopi : Suatu prosedur pemeriksaan kavum uteri dengan menggunakan
alat hesteroskop (teleskop kecil) yang dimasukkan ke dalam kavum uteri
melalui kanalis servikalis. Gambaran yang didapat antara lain : sinekia
intrauteri, polip endometrium, mioma submukosum, atropik endometrii,
hiperplasia endometrium, dll.

H. TERAPI FARMAKOLOGI
Pada dasarnya tujuan penatalaksanaan PUD adalah untuk memperbaiki keadaan
umum, menghentikan perdarahan, mengembalikan fungsi hormon reproduksi serta
menghilangkan ancaman keganasan. Pertimbangan penatalaksanaan terapi antara lain
umur,status, fertilitas, berat,jenis dan lama perdarahan. Keadaan umum pasien ynag
harus diperbaiki meliputi pengatasan terhadap syok dengan resusitasi cairan serta HB
< 7 g/L dengan transfusi darah.

Penghentian perdarahan pada PUD dilini primer:


a)
b)
c)
d)
e)

Progesteron
Penghambat sintesis prostaglandin/anti cox
Asam mefenamat 3x500 mg / hari selam 5 hari
Naproxen 3 x 500 mg/hari
Asam salisilat
Anti fibrinolitik:

a) Asam traneksamat 3 x 1 gr
b) Hematinik
Tujuan terapi adalah mengontrol perdarahan, mencegah perdarahan berulang,
mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh, dan menjaga
kesuburan. Tatalaksana awal dari perdarahan akut adalah pemulihan kondisi
hemodinamik dari ibu. Pemberian estrogen dosis tinggi adalah tatalaksana yang sering
dilakukan. Regimen estrogen tersebut efektif di dalam menghentikan episode
perdarahan. Bagaimanapun juga penyebab perdarahan harus dicari dan dihentikan.
Apabila pasien memiliki kontraindikasi untuk terapi estrogen, maka penggunaan
progesteron dianjurkan.
Untuk perdarahan disfungsional yang berlangsung dalam jangka waktu lama,
terapi yanmg diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan,
dan pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya.
Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi
diberikan , dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.Terapi operasi
dapat disarankan untuk kasus yang resisten terhadap terapi obat-obatan.
1. Non Hormonal
a. Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin
degradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti
fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya
pembekuan darah, namun tidak akan menimbulkan kejadian trombosis.
b. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat.
AINS ditujukan untuk menekan pembentukan siklooksigenase, dan akan
menurunkan kadar prostaglandin pada endometrium. AINS dapat mengurangi

jumlah darah haid hingga 25-50 persen. Pemberian AINS dapat dimulai sejak haid
pertama dan dapat diberikan untuk 5 hari atau hingga haid berhenti.
2. Hormonal
a. Estrogen
Sediaan inidigunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang
digunakan adalah EEK (Estrogen ekuin konyugasi), dengan dosis 2.5 mg per oral
4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai
dengan pemberian obat anti-emetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra
muskular setiap 4 - 6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini
belum

jelas,

kemungkinan

aktivitasnya

tidak

terkait

langsung

dengan

endometrium. Obat ini bekerja untuk memicu vasospasme pembuluh kapiler


dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen,

faktor

IV, faktor

X,

proses

agregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor


progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan
menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat efek
estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.
b. PKK (Pil Kontrasepsi Kombinasi)
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah
4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan
dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu.
Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil
kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya
ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat

diberikan

secara

kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek
samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan,
payudara tegang, deep vein thrombosis, stroke dan serangan jantung.
c. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih
rendah dibandingkan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama
dapat memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi
endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu.

Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka dosis
progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi
sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14.
Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi apabila terdapat kontraindikasi. Sediaan progestin yang diberikan
antara lain MPA 1x10 mg, noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5

mg,

didrogesteron 2 x 5 mg atau nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus.

d. Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-etinil
testosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk
menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap
reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis
tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat digunakan untuk mengobati PUD. Efek
samping: peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.
e. Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) agonist
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH pada
hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca
reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon
gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan untuk membuat penderita
menjadi amenorea. Dapat diberikan leuprolide acetate 3,75 mg intra muskular
setiap 4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan.
Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi
estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy).
Gambar 1. Terapi farmakologi PUD (Corbacioglu, 2011)

Tabel 1. Daftar obat yang dapat digunakan untuk terapi PUD

Gambar 2. Algoritma terapi PUD menurut HIPERI-POGI (2007)

ANALISIS SOAP
KASUS 3. Menstruation Related Disorders
Dysfunctional uterine bleeding
Seorang wanita overweight (39 tahun) mengeluhkan perdarahan menstruasi yang sangat berat.
Wanita ini telah mengalami 3 kali operasi caesar dan telah melakukan sterilisasi laparoskopi.
Pemeriksaan ultra-sonografi menjelaskan bahwa ukuran uterus normal dan mengalami
penebalan endometrium. Ovarium juga terlihat normal. Dilakukan hysteroscopy atau saline
infusion sonog-raphy untuk mengetahui adanya submucous fibroids atau polyp yang besar yang
mungkin berkontribusi terhadap munculnya perdarahan dan ternyata didapati bahwa dinding
uterine normal .
Data Pemeriksaan Pasien

TTV
TD (mmHg)
HR (x/menit)
RR (x/menit)
Suhu (oC)
Keluhan
Nyeri Perut
Demam
Perdarahan
Lemas
Mual/Muntah

Tanggal
1/6
2/6
100/7 110/70
0
74
78
18
18
37
37
+
+
+
+

Parameter

+
+
+
+

Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit

Hasil
(1/6/15)
6,9 low
26 low
40000 low

Hasil
(2/6/15)
6,9 low
28 low
50000 low

Eritrosit

2,9 low

3,4 low

Management Terapi :
Obat
luteal-phase progestins 1x1

Nilai Normal
12-16 gr/dL
37-47 %
150000-450000
/uL
4,2-5,4 6 / -UL

1/6

2/6

Levonorgestrel (20g/24 j)

Gitas plus 1x1

Asam tranexamat 1x1

Sangobion 1x1

Ringer laktat infusa

Kata Kunci Kasus 3 :


1. Mengetahui definisi :
a. Overweight
b. Sterilisasi laparoskopi
c. Penebalan endometrium
d. Histeroskopi
e. Submukosa fibroids
2. Memahami arti data laboratorium yang abnormal
a. Hemoglobin
b. Hematokrit
c. Trombosit
d. Eritrosit
3. Memahami sistem saluran peranakan wanita
4. Mengetahui guide line terapi pada perdarahan disfungsi uterine
Memberikan konseling terhadap aturan pakai obat, kemungkinan efek samping yang muncul,
terapi non farmakologi dll.

FORM DATA BASE PASIEN


UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.

No Rek Medik

:-

Tempt/tgl lahir

: 39th

Dokter yg merawat : -

Alamat

:-

Ras

:-

Pekerjaan

:-

Sosial

:-

Data Pemeriksaan Pasien


TTV
TD (mmHg)
HR (x/menit)
RR (x/menit)
Suhu (oC)
Keluhan
Nyeri Perut
Demam
Perdarahan
Lemas
Mual/Muntah
Parameter
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit

Tanggal
1/6
2/6
100/7 110/70
0
74
78
18
18
37
37
+
+
+
+

+
+
+
+
Hasil
(1/6/15)
6,9 low
26 low
40000 low
2,9 low

Hasil
(2/6/15)
6,9 low
28 low
50000 low
3,4 low

Nilai Normal
12-16 gr/dL
37-47 %
150000-450000 /Ul
4,2-5,4 6 / -UL

OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI


Rute
No.

Nama obat

Indikasi

Dosis

Interaksi

pemberian
luteal-phase

Mencegah hyperplasia

1x1
progestins

IM

endometrium

S
Fenitoin,

barbiturate,

primidon,

karbamezapine,

rifampisin

Kontrasepsi
2

Levonorgestrel

20 g/24 jam

PO

m
(Antispasmodik)

Nyeri paroksismal
Gitas plus
(Hyoscine-N3

pada penyakit lambung

atau usus halus, nyeri

butylbromide 10 mg,

spastik pada saluran

paracetamol 500 mg)

empedu, saluran

1x1

PO

kemih, dan organ

genital wanita
4

Asam tranexamat

1x1

PO

Anti inhibitor
coagulant

Perdarahan
(Gol. Antifibrinolitik)

complex: Anti
fibrinolitik dapat
meningkatkan
efek trombogenik
dari anti inhibitor
coagulant

complex.
Sangobion
(Elemental Fe 30 mg,
manganese sulfat 0.2
5

Anemia hipokromik &

M
i

makrositik
(Suplemen zat besi)

mg, copper sulfat 0.2

1x1

PO

mg, vit C 50 mg, folic


acid 1 mg, vit B12 7.5
mcg, sorbitol 25 mg)

p
Asupan nutrisi

p
6

Ringer laktat infusa

IV

ASESSMENT
No
1.

Problem
Medik
Anovulatory
bleeding

Anemia

Subyektif

Obyektif

Terapi

Perdarahan
menstruasi,

Penebalan endometrium

luteal-phase
progestins

DRP

Plan
-

Diteruskan

Levonorgestrel

Penggunaan obat tidak tepat


Dihentikan
karena efek sampingnya nyeri
perut dan meningkatkan
perdarahan

Asam traneksamat

Dosis terlalu kecil

Diteruskan,
Dosis dinaikkan 3 x
1 gr secara IV

Mual muntah

Indikasi tanpa terapi

Diberikan
Promethazine 2,5mg
PO 2 kali sehari

Nyeri perut

Gitas plus

Belum mencapai efek terapi


dan terapi kurang tepat

Lemas

HB normal : 12-16 gr/dL


HB: tgl 1/6/15 : 6,9
HB: tgl 2/6/15 : 6,9

Ringer laktat infus

Dihentikan dan
diganti dengan Asam
mefenamat 3 x 500
mg
Diteruskan dan
direkomendasikan
oksigen 2
Liter/menit, untuk

Hb pasien < 7.5 g/dL


Sangobion

Terapi tidak efektif untuk


menangani Anemia yang
kadar Hb nya rendah < 7,5
g/dL.

Dihentikan dan
diganti dengan
pemberian transfusi
PRC

CARE PLAN
1. Kadar Hb < 7,5 gr/L sehingga perlu dilakukan infus RL dan pemberian oksigen
sebesar 2 liter/menit serta tranfusi darah PRC untuk meningkatkan kadar Hb pasien
dengan cepat serta memperbaiki hemodinamik.
2. Penggunaan obat sangobion dihentikan karena telah dilakukan transfusi darah PRC
untuk mempercepat peningkatan kadar Hb.
3. Penggunaan levonogestrel sebagai PKK (pil kontrasepsi kombinasi) dihentikan
karena terjadi kontraindikasi (efek samping nyeri perut dan dapat meningkatkan
perdarahan). Mekanisme kerja levonogestrel mencegah resiko stimulasi estrogen
tanpa menurunkan produksinya terhadap endometrium, dimana tujuan terapi adalah
untuk meningkatkan produksi progesterone. Terapi digantikan dengan pemberian
Luteal-phase progestins selama 14 hari, kemudian dihentikan setelah 14 hari. Hal
ini diulang selama 3 bulan. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi pengobatan.
4. Gitas plus belum mencapai efek terapi sehingga diganti dengan Asam mefenamat 3
x 500 mg karena pasien masih merasakan nyeri.
5. Promethazine 25 mg diberikan peroral 2x sehari untuk mengatasi mual muntah.
6. Asam traneksamat diganti penggunaannya secara intravena dengan dosis 3 x 1 gr.
7. Tambahkan antiemetik seperti promethazine 25 mg peroral 2x sehari untuk
menghilangkan keluhan mual muntah.

MONITORING

Monitoring parameter Fe, hemoglobin, hematokrit, angka retikulosit.


Monitoring frekuensi nyeri perut, perdarahan, mual dan muntah.
Monitoring fungsi hati untuk penggunaan asam tranexamat jangka panjang.

TERAPI NON FARMAKOLOGI


1. Diet
Diet yang dianjurkan yaitu perubahan kebiasaan makan World Health Organization
(WHO) merekomendasikan individu untuk : Batasi asupan energi dari lemak total dan
pergeseran konsumsi lemak dari lemak jenuh lemak tak jenuh dan menuju
penghapusan asam lemak trans. Meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayuran,
dan biji-bijian dan kacang-kacangan. Orang dewasa harus mengkonsumsi setidaknya
500 g buah segar dan sayuran sehari.Batasi asupan gula bebas dan garam (natrium)

konsumsi dari semua sumber. bimbingan Terbaru merekomendasikan makan kurang


dari 1.500 mg sodium per hari.
2. Operasi
prosedur bedah dilakukan bila terapi medis gagal atau ada terkaitgejala seperti nyeri.
Prosedur ini termasuk histerektomi, reseksi endometrium dan ablasi.Dilatasi dan
kuretase tidak lagi diterima sebagai terapi pengobatan.
a. Histerektomi
Histerektomi telah tradisional dianggap sebagai pengobatan bedah definitif
untukmenorrhagia dan gangguan menstruasi telah indikasi terkemuka
histerektomi. Ada tiga jenis histerektomi; laparoskopi dibantu,vagina dan
perut. histerektomi laparoskopi dibantu oleh yang kompeten danoperator yang
berpengalaman adalah teknik yang paling sesuai dengan kurang morbiditas.
b. Reseksi endometrium dan ablasi
Prosedur ini melibatkan penghancuran ketebalan penuh endometrium
bersama-sama dengan miometrium dangkal termasuk kelenjar basal dalam.
Pertama teknik generasi memanfaatkan hysteroscope, dan memerlukan
anestesi umum atau regional,keterampilan bedah dan masuk rumah sakit.
Kedua teknik generasi tidak menggunakan hysteroscope, tidak memerlukan
keterampilan bedah dan dapat dilakukansebagai salah satu hari atau bedah
rawat jalan dengan anestesi lokal. Dibandingkan denganhisterektomi, teknik
penghancuran endometrium memiliki waktu operasi lebih singkat dantinggal
di rumah sakit, pemulihan lebih cepat, dan komplikasi pasca operasi lebih
sedikit. Di sisi lain, histerektomi adalah lebih berhasil dalam peningkatan
berathaid perdarahan dan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ablasi endometrium.

DAFTAR PUSTAKA

Corbacioglu, A. 2011. The Management of Dysfunctional Uterine Bleeding, Update on


Mechanisms of Hormone Action - Focus on Metabolism, Growth and Reproduction,
Prof. Gianluca Aimaretti (Ed.), ISBN: 978-953-307-341-5.
Djaswadi, dkk. 2007. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD).
Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Perkumpulan Obsetri
dan Ginekologi Indonesia.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Dipiro, Joseph T, et al. Pharmacotherapy : A Pathopysiologic Approach, 7th Edition.
McGraw-Hill, New York.
Khare, A., R. Bansal, S.Sharma, P. Elhence, N. Makkar, Y. Tyagi. 2012. Morphological
Spectrum Of ndometrium in Patients Presenting With Dysfunctional Uterine
Bleeding. Peoples Journal of Scientific Research. 5(2).
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L. 2009. Drug Information
Handbook 18th edition. USA: Lexi Com Inc.

LAMPIRAN KATA KUNCI


1. Definisi
a. Overweight: adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal yang
dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau nonlemak.
b. Sterilisasi laparoskopi: merupakan salah satu cara untuk melihat isi perut secara
langsung serta melakukan operasi kecil padanya. Operasi kecil ini dilakukan
dengan memasukkan teropong khusus yang dilengkapi dengan alat untuk
melakukan sterilisasi. Sterilisasi dilaksanakan dengan menjepit saluran telur
(tuba faloppi) dengan klip, atau memotong dan menyumbat saluran ini dengan
alat listrik.
c. Penebalan endometrium: pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar dan stroma
disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada endometrium.
d. Histeroskopi: Suatu prosedur pemeriksaan kavum uteri dengan menggunakan
alat hesteroskop (teleskop kecil) yang dimasukkan ke dalam kavum uteri melalui
kanalis servikalis. Gambaran yang didapat antara lain: sinekia intrauteri, polip
endometrium, mioma submukosum, atropik endometri, hiperplasia endometrium,
dan lain-lain.
e. Submukosa fibroid: Fibroid yang tumbuh ke dalam rongga bagian dalam rahim
(fibroid submukosa) terutama bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan
menstruasi berat dan berkepanjangan dan merupakan masalah bagi wanita yang
menginginkan kehamilan.
2. Arti data laboratorium yang abnormal:
a. Hemoglobin
Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL
SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 9,9 mmol/L
Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia.
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan

asupan cairan, dan kehamilan.


Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada homokonsentrasi (polisitemia, luka
bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif.

b. Hematokrit
Nilai normal:

Pria : 40% - 50 %
SI unit : 0,4 - 0,5
Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.

Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab),


reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid.
Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang

hingga parah.
Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan
paru-paru kronik, polisitemia dan syok.

c. Trombosit
Nilai normal : 170 380. 103/mm3
SI : 170 380. 109/L
Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera,

trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.


Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura
(ITP), anemi hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple

myeloma dan multipledysplasia syndrome.


Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan
dalam

jangka

waktu

yang

lama,

peningkatan

waktu

perdarahan

petekia/ekimosis.
d. Eritrosit
Nilai normal: Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3
SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
6
3
Wanita: 3,8-5,0 x 10 sel/mm
SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan

fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus sistemik.


Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder,
diare/dehidrasi, olahraga berat, luka bakar.

Anda mungkin juga menyukai