PENDAHULUAN
Menurut Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) nasional tahun 2013
melaporkan bahwa skor DMF-T (D: decayed: gigi yang karies, M: missed: gigi
yang hilang, F: filled: gigi yang ditumpat) di Indonesia mencapai 4,44.1
Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang dihadapi penduduk
Indonesia adalah tingginya penyakit jaringan keras gigi atau karies. 2 Karies gigi
merupakan suatu proses kerusakan yang dimulai dari email berlanjut ke dentin
yang disebabkan oleh beberapa faktor.2 Penyebab karies salah satunya disebabkan
oleh faktor internal yang meliputi host (gigi), agent (bakteri/mikroorganisme),
Environment (substrat), dan time (waktu).3 Saat karies terjadi proses bakterial
secara progresif dapat menyebabkan kerusakan pada struktur jaringan keras gigi.2
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu
email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas
suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat di ragikan.
Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. 3 Jika karies tidak
dirawat akan terjadi perubahan pada jaringan periapeks yang merupakan
penjalaran penyakit pulpa. Akibatnya, terjadi inflasi bakteri dan
kematian
pulpa
serta
penyebaran
infeksinya
ke
jaringan
1. Plak
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produkproduknya,yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri
Universitas YARSI
Universitas YARSI
Universitas YARSI
yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena
sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa
merupakan penyebab karies yang utama.3
3. Kerentanan Permukaan Gigi3
a. Morfologi gigi: daerah yang rentan3
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi
terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang
memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies.
Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah:
Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar;
pit bukal molar dan pit palatal insisif.
Gambar 2.3. Karies oklusal pada molar dengan fisur yang kehitamhitaman terlihat juga adanya kavitas3
Gambar 2.4. Satu lesi karies yang terdapat pada aspek distal 24.
Lesi kontras dengan ridge tapi telah berubah warna jadi abu-abu
kemerahan.3
Universitas YARSI
Universitas YARSI
Universitas YARSI
2. Remineralisasi
Remineralisasi merupakan kebalikan dari demineralisasi yaitu
penempatan kembali garam-garam mineral ke gigi. Proses
remineralisasi dapat terjadi jika pH saliva menjadi netral dan terdapat
ion Ca2+ dan PO43- yang cukup di lingkungan saliva. Pengembalian
mineral ini dapat terjadi dengan proses buffer, atau ion Ca2+ dan
PO43- pada saliva dapat menghalangi proses larutnya mineral melalui
efek ion yang biasa. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan kehadiran
ion fluoride pada tempat reaksi. Reaksi seluruhnya, yang mungkin
dapat dikarakteristikan sebagai proses demin/remin, dapat disimbolkan
sebagai berikut.10
Universitas YARSI
Universitas YARSI
10
Kelas 1
Kavitas pada semua pit dan fissure gigi, terutama pada premolar dan
molar.
Kelas 2
kavitas pada permukaan aproksimal gigi posterior yaitu pada
permukaan halus atau lesi mesial dan atau distal biasanya berada di
bawah titik kontak yang sulit dibersihkan. Bentuk lesi pada kelas ini
biasanya berbentuk elips. Dapat digolongkan sebagai kavitas MO
( mesio-oklusal ), DO ( disto-oklusal ), dan MOD ( mesio-oklusaldistal ).
Kelas 3
Kavitas pada permukaan aproksimal dari gigi anterior. Karies bisa
terjadi pada permukaan mesial atau distal dari incisivus atau caninus
yang juga terjadi dibawah titik kontak, bentuknya bulat dan kecil.
Kelas 4
Kelas ini merupakan lanjutan dari karies kelas 3. Karies yang meluas
ke incisal sehingga melemahkan sudut incisal edgenya dan dapat
menyebabkan fraktur pada gigi.
Kelas 5
Karies yang terjadi pada permukaan servikal gigi. Lesi lebih
dominan timbul dipermukaan yang menghadap kebibir/pipi daripada
lidah selain mengenai email, juga dapat mengenai sementum.
Kelas 6
Terjadi pada ujung gigi posterior dan ujung edge insisal incisive.
Biasanya pembentukan yang tidak sempurna pada ujung tonjol/edge
incisal rentan terhadap karies.
Universitas YARSI
11
rasa
sakit
dan
melenyapkan
peradangan.
Untuk
menghilangkan rasa sakit pada peradangan gigi yang masih vital dapat
dilakukan pemberian zinc oksid eugenol (ZnO). Untuk gigi yang non vital
lakukan trepanasi kemudian diberikan obat-obatan melalui oral (antibiotik,
Universitas YARSI
12
Universitas YARSI
13
bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses
apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti
meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan
mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon
sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.15
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi
destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak,
debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis
akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan
periapikal.15
Universitas YARSI
14
Universitas YARSI
15
Universitas YARSI
16
periapikal kronis tertutup oleh debris-debris, karena hal ini dapat menghalangi
eksudat untuk keluar, maka keadaan akut dapat terjadi.8
Adapun bakteri yang dominan pada abses periapikal adalah bakteri
anaerob seperti : Treponema denticola, Porphyromonas endodontalis, Dialister
pneumosintes, Tannerella forsythia, Porphyromonas gingivalis, Dialister
invisus, Filifactor alocis, Fusobacterium nucleatum, Streptococcus species,
Propionibacterium propionicum, Parvimonas micra, Pseudoramibacter
alactolyticus, Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens, Eikenella
corrodens, Treponea socranskii, Prevotella baroniae, Campylobacter gracilis,
Treponema socranskii, Prevotella baroniae, Campylobacter gracilis,
Treponema pectinovorum, Veillonella parvula, Treponema amylovorum,
Veillonella parvula, Treponema amylovorum, Catonella morbi, Centipeda
periodontii, Bacteroidetes clone Xo83, Campylobacter rectus, Granulicatella
adiacens, Actinomyces israelill, Olsenella uli, Enterococcus faecalis,
prevotella multisaccharivorax, dan Treponema Medium.7
2.10........................................................................ Pat
ogenesis Abses Periapikal
Kavitas yang terbuka karena karies dapat menyebabkan
masuknya bakteri kedalam pulpa sehingga pulpa menjadi
nekrosis. Bakteri yang berakumulasi didalam pulpa dapat
menyebar ke jaringan periapikal melalui foramen apikal
sehingga terjadi infeksi bakteri pada jaringan tersebut.
Bakteri dapat menghasilkan toksin masiv di daerah inflamasi
yang dilepaskan keseluruh tubuh dan menimbulkan reaksi
lokal terhadap infeksi. Apabila pertahanan tubuh rendah
maka virulensi bakteri dapat meningkat. Pus yang telah
terbentuk apabila tidak ditangani akan semakin meningkat
dalam jaringan sehingga pus menekan jaringan sekitar untuk
mencari jalan keluar dan menembus periosteum masuk ke
jaringan lunak.7
Patogenesis terbentuknya pus
Ketika bakteri patogen berada di jaringan periapikal, neutrofil
disekresikan pada jaringan tersebut dan terjadi perlawanan.
Bakteri patogen akan menghasilkan toksin masiv untuk
membunuh neutrofil. Neutrofil yang mati menghasilkan enzim
Universitas YARSI
17
dan
hydrogen
peroxide)
sehingga
trejadi
membatasi
infeksi
pada
tempat
tersebut
dan
kemudian
Universitas YARSI
18
Universitas YARSI
19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. X
Umur
: 24 tahun
Alamat
: tidak diketahui
No. Telepon
: tidak diketahui
Agama
: tidak diketahui
Pekerjaan
: tidak diketahui
Suku
: tidak diketahui
Tanggal Kunjungan
: tidak diketahui
Universitas YARSI
20
: tidak diketahui
Status Gizi
: tidak diketahui
Tanda Vital
: tidak diketahui
Status Lokalis
Ekstra Oral
Kelenjar Limfe : tidak diketahui
Asimetri muka : tidak diketahui
Intra Oral
Mukosa pipi kiri/kanan
Mukosa pharynx
Kelainan periodontal
Ginggiva RA
: bengkak,
berwarna kemerahan,
dan
terdapat fistula di mukosa sekitar
apeks gigi 1.6.
Ginggiva RB
Universitas YARSI
21
Universitas YARSI
22
3.3 DIAGNOSIS
Diagnosis Keluhan Utama
1) Gigi 1.6
2) Gigi 4.6
Diagnosis Banding
Gigi 1.6:
1) Abses periodontal
2) Periodontitis Apikalis
3) Kista Periapikal
4) Granuloma Periapikal
Gigi 4.6:
1) Karies mencapai email (D3)
Universitas YARSI
23
Universitas YARSI
24
Gigi 1.6:
1. Insisi abses pada mukosa di sekitar apeks gigi 1.6 (drainase).
2. Perawatan saluran akar pada gigi 1.6.
3. Restorasi onlay pada gigi 1.6.
Gigi 4.6:
1. Preparasi resin komposit kelas 2.
2. Tumpatan resin komposit kelas 2.
Universitas YARSI
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dari kasus diatas, pasien mengalami
pembengkakan sejak 3 hari yang lalu dan dahulu pasien pernah
mengalami pembengkakan gusi tersebut, lalu sembuh setelah
minum obat. Pasien mengeluhkan adanya pembengkakan pada
gusi kanan atas dan pasien mengeluhkan gigi bawah kanan yang
berlubang. Gigi tersebut kadang-kadangan ngilu dan sering
terselip makanan. Pada kasus ini ditemukan pemeriksaan klinis
berupa fistula, pembengkakan mukosa dan berwarna kemerahan
di sekitar apeks gigi 1.6 yang terdapat tumpatan amalgam di
oklusal. Selain itu, ditemukan karies D4 Site 2 Size 2 pada gigi
4.6.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan foto radiografi
periapikal pada gigi 1.6 dan gigi 4.6. Hasil foto radiografi
periapikal pada gigi 1.6 menunjukkan gambaran radiolusensi
daerah periapeks dengan diameter 0.5 cm dan tidak berbatas jelas.
Dan hasil foto periapikal gigi 4.6 menunjukkan adanya karies mencapai dentin.
Diagnosis gigi 1.6 dan 4.6 pada kasus ini ditegakkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien didiagnosis mengalami
abses periapikalis kronis et causa nekrosis pulpa ada gigi 1.6. Diagnosis banding
pada pasien ini yaitu terjadinya Abses periodontal, periodontitis apikals, kista
periapikal, dan granuloma pada gigi 1.6. Karena letak abses di apeks gigi maka
penyakit pada kasus ini bukan merupakan abses periodontal. Sedangkan pada
periodontitis apikalis tidak terdapat pus maka diagnosis kasus ini bukan
periodontitis apikalis. Diagnosis penyakit pada kasus ini bukan kista periapikal
dikarenakan pada radiografi didapatkan lesi yang tidak berbatas jelas dan diffuse.
Selain itu, diagnosis pada kasus ini bukan merupakan granuloma periapikal
karena lesi di pemeriksaan radiografi tidak berbentuk bulat. Dari keterangan diatas
diagnosis kasus pada gigi 1.6 kasus diatas bisa ditegakkan yaitu pasien mengalami
Universitas YARSI
26
abses periapikalis kronis disertai karies sekunder pada gigi 1.6 karena terdapat
fistula dan pasien mengalami rekurensi.
Diagnosis gigi 4.6 pada pasien yaitu karies mencapai dentin di proksimal
gigi 4.6 di sebelah mesio-oklusal. Diagnosis banding pada pasien ini adalah karies
mencapai email. Setalah didapatkannya hasil radiografi menunjukkan adanya
radiolusensi mencapai dentin pada gigi 4.6 sehingga ditegakkannya diagnosis gigi
4.6 yaitu karies mencapai dentin (D4 Site 2 Size 2).
Rencana perawatan pada gigi 1.6 pada pasien yaitu dilakukannya insisi
abses pada fistula mukosa di sekitar apeks gigi 1.6, selanjutnya pasien dilakukan
perawatan saluran akar (PSA) dan restorasi onlay. Sedangkan rencana perawatan
pada gigi 4.6 pada pasien yaitu dilakukannya restorasi resin komposit kelas 2.
Tahapan perawatan pada gigi 1.6:
1. Insisi abses
Tahapan prosedur insisi pada penatalaksanaan abses adalah sebagai
berikut:18
1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan
dilakukan dengan anestesi infiltrasi.
3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka
direncanakan insisi:
a. Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah
besar.
b. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian
superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari
sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.
c. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik
secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.
d. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat,
saat fluktuasi positif.
Universitas YARSI
27
antibiotik
(perawatan
pendukung);
peresepan
Universitas YARSI
28
Syring
Gunting.
2 locking pilers
X-ray
2) Lokal Anastesi
Anestesi lokal diperlukan untuk semua gigi yang mempunyai
sensitivitas. Tetapi apabila gigi sudah nekrotik,pasien tidak memiliki
sensasi, anestesi tidak diperlukan, tetapi mungkin akan diberikan
anestesi untuk kunjungan pertama. Tetapi apabila sudah nekrotik atau
tidak memiliki sensivitas lagi maka anstesi mungkin diperlukan atau
tidak diperlukan.19
3) Isolasi Gigi
Dental dam ditempatkan pada pasien untuk mencegah terjadinya
penelanan instrumen kecil atau bahan zat kimia, untuk memberikan
penglihatan yang lebih baik, dan mempertahankan bidang steril.
Asisten mempersiapkan dental dam clamp holder dan clamp untuk
mengukur dan mensesuaikan. Ketika clamp diterima dan telah dipilih,
asisten mempersiapkan dental dam, clamp, dan clamp holder.
Dental dam frame dipasang dan kemudian asisten menyesuaikan
bahan untuk frame. Dental floss, cord, atau dental dam, untuk
menahan. Injector saliva ditempatkan di mulut, dibawah dental dam.19
4) Desinfeksi Gigi dan Dam
5) Membuka Gigi
Universitas YARSI
29
Universitas YARSI
30
Universitas YARSI
31
Universitas YARSI
32
Universitas YARSI
33
kemudian
dibiarkan
mengering
sebelum
dilakukan
pencetakkan.20
Pengisolasian gigi; retraksi gingival
Bahan cetak elastomer bersifat hidrofobik dank arena itu,
permukaan gigi yang dipreparasi harus kering. Gigi diisolasi dengan
gulungan kapas dan disertai penghisap
saliva. Jaringan gingival harus dalam keadaan sehat sebelum
dilakukan preparasi. Jika tepi preparasi diperluas ke atau dibawah tepi
gingival, tepi gingival perlu diretraksi sebelum pencetakan agar
diperoleh cetakan bagian tepi yang akurat. Untuk tujuan ini digunakan
benang retraksi gingival yang dibasahi larutan stiptik seperti
alumanium klorida atau vasikonstriktor misalnya adrenalin. 20 Benang
ditekan perlahan-lahan ke leher gingival dengan alat plastic datar
dibiarkan 1-2 menit sebelum pencetakkan.
Pembuatan cetakan
Bahan cetak diaduk merata sesuai petunjuk pabrik. Benang retraksi
dilepas dan bahan cetak yang encer disuntikan kedalam preparasi dan
sekitar gigi. Bahan cetak yang lebih kental atau berbentuk padat
diletakkan pada sendok cetak dan sendok cetak ditempatkan diatas
bahan encer yang belum mengeras. Ini membantu bahan cetak
beradaptasi kesemua daerah preparasi dan leher gingiva. Sendok cetak
ditahan sampai bahan cetak mengeras dan dikeluarkan dari mulut.20
Pemeriksaan cetakan
Cetakan hasil preparasi harus diperiksa rinciannya untuk melihat
apakah semua bagian tepi terlihat dan tidak ada lubang kosong karena
gelembung udara yang terjebak. Rincian permukaan okusal dari
Universitas YARSI
34
Universitas YARSI
35
gingiva proksimal dan titik kontak yang lenih akurat. Pola malam
kemudian diberi sprue seperti biasa, tetapi biasanya digunakan sprue
malam atau plastik, bukan logam dan dicor. Sprue dilepas dan onlay
dipoles di laboratorium sebelum dikembalikan ke klinik.20
Oklusi di cek sewaktu pola malam dibuat dan selama pemolesan,
dengan mengartikulasikan model kerja dengan model antagonisnya.
Ini bisa dilakukan dengan tangan, tapi lebih baik bila model dioklusi
dengan
artikulator
sederahana.
Keuntungannya
adalah
bila
Universitas YARSI
36
Jika ketepatan bagian tepi baik tetapi titik kontak kurang memadai,
keadaan ini bisa diperbaiki dengan menambah solder logam pada
daerah tersebut. Setelah restorasi terpasang, spon bisa dikeluarkan dan
oklusi dicek pada semua gerak mandibula. Gunakanlah kertas
artikulasi untuk memeriksa titik kontak prematur. Sebelum melepas
onlay untuk untuk memperbaiki kontak ini, pasang kembali spon
kupu-kupu. Jika oklusi sudah diperbaiki, onlay dikeluarkan,
dihaluskan dan dipoles.20
Sebelum disemenkan, tepi restorasi harus diburnish ke email
dengan menggunakan instrumen genggam atau burnisher protatif.
Instrumen harus selalu digerakkan dari logam kearah gigi.20
c. Sementasi restorasi
Onlay bisa disemenkan dengan semen ionomer kaca atau seng
fosfat. Untuk ini kuadran rahang harus direstorasi dan dikeringkan.
Serta semen diaduk menurut petunjuk pabrik.21-22
Semen seng fosfat diaduk perlahan sampai seperti krim. Semen
ionomer kaca diaduk dengan cepat sampai konsistensinya agak kental.
Kavitas diisi dengan semen, menggunakan instrumen plastik datar,
dan inlay diletakkan dengan cepat dan ditekan. Pasien diminta untuk
menggigit gulungan kapas agar diperoleh tekanan yang mantap
sementara semen mengeras. Kelebihan semen baru boleh dibersihkan
setelah semen mengeras dan dilakukan hati-hati agar jangan ada
semen yang terjungkit dari tepi gingiva.20
Tahapan perawatan pada gigi 4.6:
1. Tahapan Isolasi
Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi
saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Gingiva yang berdarah
adalah masalah yang harus diatasi sebelum melakukan preparasi.
Beberapa metode tepat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja yaitu
saliva ejector, gulungan kapas atau cotton roll, dan isolator karet atau
rubber dam.12
a. Saliva Ejector
Universitas YARSI
37
Universitas YARSI
38
Universitas YARSI
39
Universitas YARSI
40
hidroksida berbentuk pasta yang terdiri dari basis dan katalis. Basisnya
terdiri dari calcium tungstate, tribasic calcium phosphate, dan zinc oxide
dalam glycol salycilate. Katalisnya terdiri dari calcium hydroxide, zinc
oxide, dan zinc stearate dalam ethylene toluene sulfonamide. Basis
kalsium hidroksida yang diaktivasi dengan sinar biasanya mengandung
calcium hydroxide dan barium sulfate yang terdispersi dalam resin
urethane dimethacrylate. Kalsium hidroksida sebagai basis mempunyai
kekuatan tensile dan kompresi yang rendah . dibandingkan dengan basis
dengan kekuatan dan rigiditas yang tinggi. Karena itulah, kalsium
hidroksida tidak diperuntukkan untuk menahan kekuatan mekanik yang
besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan tahanan terhadap
tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat. Untuk
memberikan perlindungan terhadap termis, ketebalan lapisan yang
dianjurka tidak lebih dari 0,5 mm. keuntungan dari penggunaan kalsium
hidroksida adalah sifat terapeutiknya yang mampu merangsang
pembentukan dentin sekunder. 12,24
5. Tahap etsa asam12,24
a. Ulaskan bahan etsa (asam phospat 30%-50%) dalam bentuk
Universitas YARSI
41
dan
dapat
menurunkan
kemungkinan
terjadinya
kegagalan batas tepi bahan adhesif dan dentin (marginal failure). Tetapi
seiring waktu tetap terjadi juga kegagalan tersebut. 12
Generasi IV mulai diperkenalkan awal tahun 1990-an. Mulai dipakai
bahan yang dapat mempenetrasi baik itu tubulus dentin yang terbuka
dengan pengetsaan maupun yang telah mengalami dekalsifikasi dan juga
berikatan dengan substrat dentin, membentuk lapisan hybrid.
Fusayama dan Nakabayashi menyatakan bahwa adanya penetrasi resin
akan memberikan kekuatan ikatan yang lebih tinggi dan juga dapat
membentuk lapisan pada permukaan dentin. Kekuatan ikatan bahan
adhesif ini rendah sampai dengan sedang sampai dengan 20 MPa dan
secara signifikan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya celah
marginal yang lebih baik daripada sistem adhesif sebelumnya. Sistem ini
memerlukan teknik pemakaian yang sensitif dan memerlukan keahlian
Universitas YARSI
42
Generasi VII mulai berkembang sekitar tahun 2002, generasi ini juga
dikenal sebagai generasi all in one adhesif, dikatakan demikian karena
pada generasi VII ini bahan etsa, primer dan bonding telah
dikombinasikan dalam satu kemasan saja, sehingga waktu pemakaian
bahan adhesif generasi VII ini menjadi lebih singkat.12
Berdasarkan jumlah kemasan atau tempat penyimpanan, bahan adhesif
dibagi menjadi tiga yakni sistem tiga botol, dua botol dan satu botol.
Pada sistem tiga botol, bahan adhesif terdiri dari tiga botol bahan yang
terpisah yakni etsa, primer dan bonding. Sistem ini diperkenalkan
pertama kali tahun 1990-an. Sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan
yang baik dan efektif. Namun, kekurangan sistem ini adalah banyaknya
kemasan yang ada di meja unit dan waktu pemakaian yang lama
dikarenakan sistem ini yang terdiri dari tiga botol dan tidak praktis.12
Sistem bahan adhesif lainnya yakni sistem dua botol yang terdiri dari
dua botol bahan yang terpisah yakni satu botol bahan etsa dan satu botol
yang merupakan gabungan antara primer dan bonding. Saat ini, sistem in
merupakan bahan adhesif yang paling banyak digunakan di praktek
dokter gigi. Hal ini dikarenakan sistem ini lebih simpel dan waktu
pemakaiannya lebih cepat. Disamping itu, ikatan yang dihasilkan cukup
kuat.12
Universitas YARSI
43
Sistem bahan adhesif terakhir yakni sistem satu botol yang hanya
terdiri satu botol yang merupakan gabungan etsa, primer dan bonding.
Sistem ini merupakan sistem bahan adhesif yang terakhir kali keluar.
Kelebihan sistem ini adalah waktu pemakaian yang lebih cepat dan
mudah pengaplikasiannya dibandingkan dengan sistem bahan adhesif
lainnya. Namun, kekurangan sistem ini adalah kekuatan ikatan yang
dihasilkan lebih rendah.12
7. Tumpatan Resin Komposit
Cara penumpatan kavitas klas II dilakukan dengan memberikan resin
komposit pada bagian proximal terlebih dahulu sehingga terbentuk
kavitas klas I. penumpatan bagian proksimal dilakukan secara
inkremental dan dilakuakn penyinaran light cured selama 20 detik setiap
kalinya. Setelah terbentuk kavitas klas I, dilakukan penumpatan pada
bagian
oklusal
secara
inkremental
dan
penyinaran
setiap
Universitas YARSI
44
Universitas YARSI
45
Universitas YARSI
46
Universitas YARSI
47
BAB V
KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang wanita berumur 24 tahun dengan diagnosis penyakit
abses periapikal kronis et causa nekrosis pulpa pada gigi 1.6 dan diagnosis
penyakit karies mencapai dentin pada gigi 4.6. penyebab terjadinya abses
periapikal kronis pada gigi 1.6 yaitu adanya karies sekunder dibawah umpatan
amalgam.
Penegakan diagnosis pada kasus ini selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik juga dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa foto radiografi periapikal.
Terapi yang dilakukan pada pasien ini berupa insisi abses pada fistula di mukosa
sekitar apeks gigi 1.6 dan selanjutnya diikuti perawatan saluran akar (PSA).
Terapi yang diberikan pada kasus gigi 4.6 yaitu melakukan tumpatan resin
komposit kelas 2 untuk memperbaiki estetika dan integritas fungsional gigi.
Universitas YARSI
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta; 2013.p.110-9.
2. Malohing D, Anindita PS, Gunawan PN. Status karies
pada gigi berjejal di SD Negeri 12 Tuminting. J e-GiGi
(eG) 2013;1(2):94-5.
3. Kidd EAM, Bechael SJ. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya. Jakarta: EGC; 1992.p.36-7.
4. Bence R. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia; 1990.p.10.
5. Regezi JA, Scuiba J. Oral Pathology Clinical-Pathologic
Correlation 2nd ed. Philadelpia: W.B. Saunders Company,
1993: 424-7.
6. Matthews,D.C.Sutherland,S,Basrani,13.2003. Emergency
Mangement of Acute Apical Abcesses in the Permanent
Dentition:A Systematic Review of the Literature. J Can
Dental Assicitation:69(10):660.
7. Hargreaves, K.M and Stephen, C. 2011. Cohens
pathways of the pulp. 10ed. Mosby Elsevier, China. P.
37, 540, 564 & 576.
8. Sitanggang, Ima RH. Abses periapikal sebagai salah satu
penyebab terjadinya osteomilitis supuratif akut. Medan :
USU; 2002.
9. Garg N, Garg A. Text Book of Operative Dentistry. 2 nd ed.
New delhi: Jaypee; 2013.p.53-5.
10. Mount GR, Hume WR. Preservation and Restoration of
Tooth Structure. 2nd ed. Queensland: Knowledge Books
and Software; 2005.p.35-6.
11. Caries Detection and Diagnosis: Novel technologies .
Iain A. Pretty. Dental Health Unit, 3A Skelton House,
Lloyd
Street
North,
Manchester
Science
Park,
Manchester M15 6SH, UK. J Of Dentistry 34 (2006 ) 727739.
12. Baum L, Philips RW, Lund MR. Buku Ajar Ilmu Konservasi
Gigi. Ed 3. Alih bahasa. Rasinta Tarigan. Jakarta: EGC,
1997 : 297-9.
Universitas YARSI
49
gigi.
Universitas YARSI
50
Universitas YARSI