Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
Menurut Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) nasional tahun 2013
melaporkan bahwa skor DMF-T (D: decayed: gigi yang karies, M: missed: gigi
yang hilang, F: filled: gigi yang ditumpat) di Indonesia mencapai 4,44.1
Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang dihadapi penduduk
Indonesia adalah tingginya penyakit jaringan keras gigi atau karies. 2 Karies gigi
merupakan suatu proses kerusakan yang dimulai dari email berlanjut ke dentin
yang disebabkan oleh beberapa faktor.2 Penyebab karies salah satunya disebabkan
oleh faktor internal yang meliputi host (gigi), agent (bakteri/mikroorganisme),
Environment (substrat), dan time (waktu).3 Saat karies terjadi proses bakterial
secara progresif dapat menyebabkan kerusakan pada struktur jaringan keras gigi.2
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu
email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas
suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat di ragikan.
Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. 3 Jika karies tidak
dirawat akan terjadi perubahan pada jaringan periapeks yang merupakan
penjalaran penyakit pulpa. Akibatnya, terjadi inflasi bakteri dan
kematian

pulpa

serta

penyebaran

infeksinya

ke

jaringan

periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.3


Jaringan periapeks yang terhubung dengan jaringan pulpa akan menjadi
iritasi jika dalam jaringan pulpa ada keradangan, degeneratif, atau mengalami
nekrosis.4 Banyak rangkaian yang dapat mengikuti kematian pulpa yang tidak
dirawat. Dari asalnya di dalam pulpa, proses inflamasi meluas ke jaringan
periapikal, dimana proses inflamasi tersebut jika dalam keadaan kronis dapat
menjadi granuloma atau kista dan jika keadaan akut dapat menjadi abses
periapial.5
Abses periapikal adalah Suatu kumpulan pus yang terlokalisir pada
jaringan periapikal dan merupakan respon inflamasi terhadap iritan mikroba dan
non mikroba dari pulpa yang nekrosis.6-8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1 Definisi Karies


Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi,yaitu
email,dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad
renik dalam suatu karbohidrat yang dapat di ragikan.Tandanya adalah
adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh
kerusakan bahan organiknya. Akibatnya,terjadi inflasi bakteri dan kematian
pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat
menyebabkan nyeri.Walaupun demikian, mengingat mungkinnya
remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat
dihentikan.3
2.2 Etiologi karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa,
dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH
plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit.penurunan pH
yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun
dimulai.paduan keempat faktor penyebab tersebut kadang-kadang
digambarkan sebagai 4 lingkaran yang bersitumpang. Karies baru bisa
terjadi hanya kalau keempat faktor tersebut ada.3

Gambar 2.1. Faktor local karies gigi 9

1. Plak
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produkproduknya,yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri

Universitas YARSI

ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian


tahapan.3
Jika email yang bersih terpapar dirongga mulut maka akan ditutupi
oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama
terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera
setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu
melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi.3
Bakteri yang mula-mula menghuni pelikel terutama yang berbentuk
kokus. Yang paling banyak adalah streptokokus. Organisme tersebut
tumbuh, berkembangbiak dan mengeluarkan gel ekstra-sel yang lengket
dan akan menjerat berbagai bentuk bakteri yang lain. Dalam beberapa hari
plak ini akan bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam
mikroorganisme. Akhirnya, floraplak yang tadinya didominasi oleh bentuk
kokus berubah menjadi flora campuran yang terdiri atas kokus, batang dan
filamen.3
Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman yang
kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang
dapat diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur dalam
suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena
kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari
karbohidrat makanan. Polisakarida ini, yang terutama terdiri dari polimer
glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti
gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta
saling melekat satu sama lain. Dan karena plak makin tebal maka hal ini
akan menghambat fungsi saliva dan menetralkan plak tersebut.3
Ternyata, dalam mulut pasien yang karies aktif, jumlah
streptococcus mutans dan lactobacillus lebih banyak ketimbang dalam
mulut orang yang bebas karies. Penyelidikan akhir-akhir ini juga
memperlihatkan bahwa S.mutans dapat dipindahkan dari ibu ke bayinya,
mungkin dengan kontak oral. Oleh karena itu karies harus dianggap sebagai
suatu penyakit yang dapat ditularkan dan dipindahkan.3

Universitas YARSI

Gambar 2.2 Produksi asam pada bakteri 9


2. Peran Karbohidrat Makanan
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan
demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk
pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun
demikian, tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat
yang kompleks misalnya pati relative tidak berbahaya karena tidak dicerna
secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat
molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap kedalam plak dan
dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan
minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat
sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan
tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal
sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak dibawah
normal dan menyebabkan demineralisasi email.3
Grafik perubahan pH plak beberapa saat setelah kumur-kumur
dengan larutan glukosa. Dalam grafik tersebut lengkung Stephan, mengikuti
nama orang yang pertama kali menunjukkan hal ini pada tahun 1944. Disini
Stephan memperlihatkan bahwa penurunan pH plak lebih besar pada
individu yang caries-active ketimbang individu yang bebas karies.3
Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang
glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula

Universitas YARSI

yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena
sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa
merupakan penyebab karies yang utama.3
3. Kerentanan Permukaan Gigi3
a. Morfologi gigi: daerah yang rentan3
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi
terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang
memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies.
Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah:
Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar;
pit bukal molar dan pit palatal insisif.

Gambar 2.3. Karies oklusal pada molar dengan fisur yang kehitamhitaman terlihat juga adanya kavitas3

Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah


titik kontak.

Gambar 2.4. Satu lesi karies yang terdapat pada aspek distal 24.
Lesi kontras dengan ridge tapi telah berubah warna jadi abu-abu
kemerahan.3

Universitas YARSI

Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit diatas tepi


gingiva.

Gambar 2.5. Email pada servikal gigi3

Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah


tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva
karena penyakit periodontium.
Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.
Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan
jembatan.

b. Lingkungan Gigi: Saliva, Cairan Sulkus Gingiva (GCF),


dan Flour3
Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh
saliva. Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak
bergantung kepada lingkungannya, maka peran saliva sangat
besar sekali. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang
masih dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan
fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi
meningkat jika ada ion flour. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme didalam plak, saliva juga mempengaruhi pH
nya. Karena itu, jika aliran saliva berkurang atau menghilang,
maka karies mungkin akan tidak terkendali.3
Pada daerah tepi gingiva, gigi dibasahi oleh cairan celah
gusi walaupun dengan tiadanya inflamasi gingiva volume

Universitas YARSI

cairan ini bisa diabaikan. Cairan celah gusi mengandung


antibodi yang didapat dari serum yang spesifik terhadap
S.mutans. peran antibodi ini sedang diteliti dan fungsi yang
pasti dari antibodi ini masih harus ditentukan.3
Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada
jaringan gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies
dalam beberapa cara. Kadar F yang bergabung dengan email
selama proses pertumbuhan gigi bergantung kepada
ketersediaan F (tersebut) dalam air minnum atau makanan lain
yang mengandung flour. Email yang mempunyai kadar F lebih
tinggi, tidak dengan sendirinya resisten terhadap serangan
asam. Akan tetapi, tersedianya F disekitar gigi selama proses
pelarutan email akan mempengaruhi proses remineralisasi dan
demineralisasi, terutama proses remineralisasi. Disamping itu,
F mempengaruhi bakteri plak dalam membentuk asam.3
4. Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral
selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies
tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti.
Oleh karena itu, bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari/minggu, melainkan dalam bulan
atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik
untuk menghentikan penyakit ini.3
2.3 Mekanisme Karies
1. Demineralisasi
Demineralisasi merupakan proses hilangnya atau terbuangnya garam
mineral yaitu hidroksiapatit pada gigi. Komponen mineral dari email,
dentin dan sementum adalah hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2). Pada
lingkungan netral, hidroksiapatit berada pada keseimbangan dengan
saliva yang banyak terdapat ion Ca2+ dan PO43-. Hidroksiapatit
sangat reaktif terhadap ion hydrogen pada pH 5,5 atau dibawahnya. H+
lebih bereaksi terhadap grup fosfat pada lingkungan cair yang
berdekatan dengan permukaan Kristal. Proses tersebut dapat
digambarkan sebagai konversi PO43- ke HPO42- dengan penambahan
H+ dan pada waktu yang bersamaan H+ mengalami buffer. HPO2kemudian tidak mampu untuk berkonstribusi pada keseimbangan
hidroksiapatit karena mengandung PO43-, daripada HPO42-, dan
kristal hidroksiapatit kemudian larut.10

Universitas YARSI

2. Remineralisasi
Remineralisasi merupakan kebalikan dari demineralisasi yaitu
penempatan kembali garam-garam mineral ke gigi. Proses
remineralisasi dapat terjadi jika pH saliva menjadi netral dan terdapat
ion Ca2+ dan PO43- yang cukup di lingkungan saliva. Pengembalian
mineral ini dapat terjadi dengan proses buffer, atau ion Ca2+ dan
PO43- pada saliva dapat menghalangi proses larutnya mineral melalui
efek ion yang biasa. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan kehadiran
ion fluoride pada tempat reaksi. Reaksi seluruhnya, yang mungkin
dapat dikarakteristikan sebagai proses demin/remin, dapat disimbolkan
sebagai berikut.10

Gambar 2.6. Siklus Demineralisasi dan Remineralisasi11

Gambar 2.7. Faktor Demineralisasi dan Remineralisasi9

Universitas YARSI

Gambar 2.8. Patogenesis karies gigi9

2.4 Klasifikasi karies


Klasifikasi Karies Menurut ICDAS:11
D1: Terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering.
D2: Terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah.
D3: Karies mencapai email.
D4: Karies hampir mencapai dentin (mencapai DEJ).
D5: Karies mencapai dentin.
D6: Karies mencapai pulpa

Gambar 2.9. Iceberg karies dan sistem deteksi11

Universitas YARSI

10

Klasifikasi Karies Menurut G.V Black:12

Kelas 1
Kavitas pada semua pit dan fissure gigi, terutama pada premolar dan
molar.

Kelas 2
kavitas pada permukaan aproksimal gigi posterior yaitu pada
permukaan halus atau lesi mesial dan atau distal biasanya berada di
bawah titik kontak yang sulit dibersihkan. Bentuk lesi pada kelas ini
biasanya berbentuk elips. Dapat digolongkan sebagai kavitas MO
( mesio-oklusal ), DO ( disto-oklusal ), dan MOD ( mesio-oklusaldistal ).

Kelas 3
Kavitas pada permukaan aproksimal dari gigi anterior. Karies bisa
terjadi pada permukaan mesial atau distal dari incisivus atau caninus
yang juga terjadi dibawah titik kontak, bentuknya bulat dan kecil.

Kelas 4
Kelas ini merupakan lanjutan dari karies kelas 3. Karies yang meluas
ke incisal sehingga melemahkan sudut incisal edgenya dan dapat
menyebabkan fraktur pada gigi.

Kelas 5
Karies yang terjadi pada permukaan servikal gigi. Lesi lebih
dominan timbul dipermukaan yang menghadap kebibir/pipi daripada
lidah selain mengenai email, juga dapat mengenai sementum.

Kelas 6
Terjadi pada ujung gigi posterior dan ujung edge insisal incisive.
Biasanya pembentukan yang tidak sempurna pada ujung tonjol/edge
incisal rentan terhadap karies.

Gambar 2.10. K1lasifikasi G.V. Black12

Universitas YARSI

11

Klasifikasi Karies Menurut G.J Mount and W.R Hume:


a. Berdasarkan Site (Lokasi)10
Site 1: Karies terletak pada pit dan fissure.
Site 2: Karies terletak di area kontak gigi (proksimal), baik
anterior maupun posterior.
Site 3: Karies terletak di daerah servikal, termasuk enamel
atau permukaan akar yang terbuka.
b. Berdasarkan Size (Ukuran)10
Size 0: Lesi dini.
Size 1: Kavitas minimal, melibatkan dentin namun belum
terjadi. Kavitas yang masih minim dapat dilakukan
perawatan remineralisasi.
Size 2: Ukuran kavitas sedang, dimana masih terdapat
struktur gigi yang cukup untuk menyangga restorasi yang
akan ditempatkan.
Size 3: Kavitas yang berukuran lebih besar, sehingga
preparasi kavitas diperluas agar restorasi dapat digunakan
untuk melindungi struktur gigi yang tersisa dari retak atau
patah.
Size 4: Sudah terjadi kehilangan sebagian besar struktur
gigi seperti cusp atau sudut incisal.
.
Karies juga bisa digolongkan berdasarkan keparahan atau kecepatan
berkembangnya. Gigi dan permukaan gigi yang terkena bisa berbeda-beda
bergantung kepada keparahan karies yang dihadapi. Oleh karena itu karies
disebut karies ringan jika yang terkena karies adalah daerah yang memang
sangat rentan terhadap karies misalnya permukaan oklusal gigi molar
permanen. Dikatakan moderat jika karies meliputi permukaan oklusal dan
proksimal, dan dikatakan parah jika karies telah menyerang gigi anterior,
suatu daerah yang biasanya bebas karies. Karies rampan adalah nama yang
diberikan kepada kerusakan yang meliputi beberapa gigi yang cepat sekali
terjadinya, seringkali meliputi permukaan gigi yang biasanya bebas karies.3
2.5 Penatalaksanaan karies (karies dentin)
1. Relief of pain (menghilangkan rasa sakit).
Tindakan yang dapat dilakukan pada kunjungan pertama adalah
menghilangkan

rasa

sakit

dan

melenyapkan

peradangan.

Untuk

menghilangkan rasa sakit pada peradangan gigi yang masih vital dapat
dilakukan pemberian zinc oksid eugenol (ZnO). Untuk gigi yang non vital
lakukan trepanasi kemudian diberikan obat-obatan melalui oral (antibiotik,

Universitas YARSI

12

analgetik). Bila dijumpai abses, berikan premedikasi terlebih dahulu,


kemudian lakukan insisi.13
2. Menghentikan proses karies.
Setelah rasa sakit hilang kavitas dipreparasi untuk membuang semua
jaringan yang nekrotik sehingga proses karies terhenti. Tiap kavitas
meskipun kecil mempunyai jaringan nekrotik. Dalam hal ini dilakukan
pembuangan karies dentin. Pada beberapa kasus yang tidak dapat ditambal
langsung, lakukan tambalan sementara lebih dahulu.13
3. DHE
Anjuran untuk melakukan diet kontrol dan jelaskan mengenai DHE dan
oral higene. Lakukan oral profilaksis pada gigi.13
4. Perawatan dan restorasi
Perawatan dan pembuatan restorasi tergantung pada diagnosa masingmasing gigi, misalnya restorasi gigi yang mengalami karies dentin dengan
tambalan glass ionomer untuk mengembalikan bentuk dan fungsi semula.13
5. Evaluasi
Evaluasi secara periodik setiap 3 bulan sampai diperoleh keadaan oral
higene yang baik dan diet yang sesuai dengan anjuran. Koreksi faktor
sistemik (bila ada), saliva (terutama bila berhubungan dengan stress) bila
perawatan yang telah dilakukan tidak berhasil.13
2.6 Definisi Abses (periapikal)
Abses periapikal merupakan lesi yang menyebar atau terlokalisir yang
menghancurkan jaringan periradikuler dan merupakan respon inflamasi parah
terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa nekrosis. Abses
periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang mengikuti karies
gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa
nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun
oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, dan dapat
berkembang secara langsung dari periodontitis akut.14
Klasifikasi Abses Periapikal/ Apikalis
1. Abses Apikalis Akut
Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi,
yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan
masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.
Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan
nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum

Universitas YARSI

13

bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses
apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti
meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan
mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon
sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.15
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi
destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak,
debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis
akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan
periapikal.15

Gambar 2.11. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut15


2. Abses Apikalis Kronis
Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang
berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses
apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan
periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi.
Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini
merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan
reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian
tubuh lainnya.15
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang
subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan
adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas

Universitas YARSI

14

dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang


terbentuk akibat drainasi abses.15
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan
respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.
Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura
hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler.15

Gambar 2.12. Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis15


2.7 Macam-macam lesi periapikal
1. Abses periodontal
Perbedaan: berdasarkan etiologi abses periodontal disebabkan oleh
peridontitis, impaksi benda asing (debris), letaknya tidak di apeks gigi
sedangkan abses periapikal disebabkan oleh gigi yang karies dan
letaknya di apeks gigi.
Persamaan: abses periapikal dan abses periodontal sama-sama terdapat
pus, palpasi (+), perkusi (+) pada daerah inflamasi.6
2. Periodontitis Apikalis
Perbedaan: pada periodontitis apikalis daerah inflmasi tidak terdapat
pus, sedangkan pada abses periapikal terdapat pus.16
Persamaan: periodontitis apikalis dan abses periapikal sama-sama
memiliki gejala klinis seperti sakit saat mengunyah, dan gambaran
radiograf yang sama seperti abses periapikal.16
3. Kista Periapikal, pada ujung apeks gigi yang jaringan pulpanya sudah
nonvital/mati. Merupakan lanjutan dari pulpitis (peradangan pulpa).16

Universitas YARSI

15

4. Granuloma Periapikal, lesi berbentuk bulat dengan perkembangan


yang lambat yang berada dekat dengan apeks dari akar gigi, biasanya
merupakan komplikasi dari pulpitis.16
2.8 Manifestasi Klinis Abses Periapikal
1. Abses periapikal akut6-8
-

Sakit saat mengunyah dengan intensitas yang berlevel, perkusi (+),


palpasi (+)
Rasa sakit pada abses periapikal akut disebabkan karena adanya
eksudat supuratif (yang baru terbentuk) didaerah periapikal, jaringan
disekitar itu mengalami peningkatan tekanan semacam stimulus
mekanis yang dapat mengaktivasi terminal nociceptive neuron dalam
jaringan periapikal yang terinflamasi.

Kadang pembengkakan intraoral & ekstraoral.

Mobilitas gigi, gigi sedikit ekstrusi dari soketnya.

erjadi demam, malaise, limfadenopati, immunocompromised.

2. Abses periapikal kronis


Abses periapikal kronis umumnya asimtomatik, namun ada juga yang
simtomatik. Tidak merespon pada tes vitalitas pulpa dan tidak sensitiv
pada tekanan.7
2.9 Etiologi abses periapikal
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang mengikuti
karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan
pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik
maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, dan
dapat berkembang secara langsung dari periodontitis akut.14
Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses periapikal
kronis yang mengalami eksaserbasi akut. Hal ini dapat terjadi oleh karena
beberapa faktor yaitu terganggunya keseimbangan antara pertahanan tubuh
pasien dan virulensi dari mikroorganisme yang mempertahankan keadaan
infeksi kronis. Jadi jika pertahanan tubuh pasien menurun, maka
mikroorganisme mampu menyerang jaringan dengan lebih mudah dan
menghasilkan abses yang akut. Faktor lain adalah pada saat sinus dari abses

Universitas YARSI

16

periapikal kronis tertutup oleh debris-debris, karena hal ini dapat menghalangi
eksudat untuk keluar, maka keadaan akut dapat terjadi.8
Adapun bakteri yang dominan pada abses periapikal adalah bakteri
anaerob seperti : Treponema denticola, Porphyromonas endodontalis, Dialister
pneumosintes, Tannerella forsythia, Porphyromonas gingivalis, Dialister
invisus, Filifactor alocis, Fusobacterium nucleatum, Streptococcus species,
Propionibacterium propionicum, Parvimonas micra, Pseudoramibacter
alactolyticus, Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens, Eikenella
corrodens, Treponea socranskii, Prevotella baroniae, Campylobacter gracilis,
Treponema socranskii, Prevotella baroniae, Campylobacter gracilis,
Treponema pectinovorum, Veillonella parvula, Treponema amylovorum,
Veillonella parvula, Treponema amylovorum, Catonella morbi, Centipeda
periodontii, Bacteroidetes clone Xo83, Campylobacter rectus, Granulicatella
adiacens, Actinomyces israelill, Olsenella uli, Enterococcus faecalis,
prevotella multisaccharivorax, dan Treponema Medium.7
2.10........................................................................ Pat
ogenesis Abses Periapikal
Kavitas yang terbuka karena karies dapat menyebabkan
masuknya bakteri kedalam pulpa sehingga pulpa menjadi
nekrosis. Bakteri yang berakumulasi didalam pulpa dapat
menyebar ke jaringan periapikal melalui foramen apikal
sehingga terjadi infeksi bakteri pada jaringan tersebut.
Bakteri dapat menghasilkan toksin masiv di daerah inflamasi
yang dilepaskan keseluruh tubuh dan menimbulkan reaksi
lokal terhadap infeksi. Apabila pertahanan tubuh rendah
maka virulensi bakteri dapat meningkat. Pus yang telah
terbentuk apabila tidak ditangani akan semakin meningkat
dalam jaringan sehingga pus menekan jaringan sekitar untuk
mencari jalan keluar dan menembus periosteum masuk ke
jaringan lunak.7
Patogenesis terbentuknya pus
Ketika bakteri patogen berada di jaringan periapikal, neutrofil
disekresikan pada jaringan tersebut dan terjadi perlawanan.
Bakteri patogen akan menghasilkan toksin masiv untuk
membunuh neutrofil. Neutrofil yang mati menghasilkan enzim

Universitas YARSI

17

lysozym & pembentukan radikal bebas turunan oksegen


(superoxide

dan

hydrogen

peroxide)

sehingga

trejadi

destruksi matrisk ekstraseluler konektif dan terbentuklah


pus.7
2.11..................................................................................................................Pena
talaksanaan Abses Periapikal
Perawatan ditujukan untuk mengobati dan melokalisir iridant selama periode
indurasi,

membatasi

infeksi

pada

tempat

tersebut

dan

kemudian

menghilangkan penyebab infeksi. Pemberian antibiotika yang tepat baik dosis


maupun waktunya dapat membantu mengatasi keadaan infeksi yang hebat
dan membahayakan. Untuk membantu melokalisasi infeksi dapat dilakukan
dengan kompres hangat dan sering kumur dengan air hangat. Setelah
terbentuk abses baru dilakukan insisi dan drainase. Secara fisiologis pada saat
ini tubuh telah membentuk barier disekeling abses, sehingga pada palpasi
dapat dirasakan adanya fluktuasi. Semakin dalam letak abses semakin sukar
untuk diketahui adanya fluktuasi dengan palpasi. Tindakan selanjutnya ialah
melakukan trepanasi gigi tersebut untuk mengurangi tekanan, namun apabila
dengan trepanasi tidak mengurangi rasa sakit, maka harus dilakukan
pencabutan gigi tersebut.17
Filosofi untuk tidak melakukan pencabutan gigi dalam keadaan infeksi
akut telah ditinggalkan. Harus disadari bahwa tulang alveolar itu padat,
sehingga satusatunya jalan untuk mempercepat pengeluaran pus yang
terkumpul di apeks gigi ialah dengan pencabutan. Bila pencabutan ditunda
tunda maka infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitarnya menimbulkan
septikemi atau osteomiolitis atau keduanya.17
Pencabutan gigi dengan infeksi akut harus dilakukan setelah pasen
dilindungi cukup dengan antibiotika sampai konsentrasi dalam darah cukup
tinggi. Antibiotika dipilih yang sesuai nituk mikroorganisme penyebab.
Ekstraksi gigi lebih dan satu atau pembedahan radikal harus dihindarkan
sampai infeksi reda.17
Untuk abses periapikal yang telah menembus tulang dan membentuk
abses di luar tulang harus dilakukan insisi dan drainase abses serta
pencabutan gigi sekaligus.17

Universitas YARSI

18

Bi1a gigi hendak dipertahankan, maka sebelumnya ditrepanasi dulu


dan di insisi untuk drainase abses. Insisi ekstra oral atau pun intra oral harus
dipilih tempat yang tidak merusak berkas neurovaskuler. Apabila sulit
mencari yang aman, insisi dilakukan hanya sampai submukus, kemudian
dilanjutkan dengan arteri klem sampai ke tulang, kemudian arteri klem dibuka
sehingga pus akan mengalir keluar.17

Universitas YARSI

19

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. X

Umur

: 24 tahun

Alamat

: tidak diketahui

No. Telepon

: tidak diketahui

Agama

: tidak diketahui

Pekerjaan

: tidak diketahui

Suku

: tidak diketahui

Tanggal Kunjungan

: tidak diketahui

3.2 DATA DASAR


A. SUBYEKTIF
Autoanamnesis dengan pasien (07 Februari 2016 pukul 11.30 WIB)
Keluhan utama :
1) Gusi di sebelah kanan atas bengkak sejak 3 hari yang
lalu. Gusi pernah bengkak, lalu sembuh setelah minum
obat.
2) Gigi bawah kanan berlubang, kadang-kadang ngilu dan
sering terselip makanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhan gusi di sebelah kanan atas bengkak sejak 3 hari yang
lalu. Dahulu, gusi tersebut juga pernah bengkak, lalu sembuh setelah
minum obat. Selain itu pasien juga mengeluhkan gigi bawah kanan yang
berlubang. Gigi tersebut kadang-kadang ngilu dan sering terselip
makanan.
Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita pernah mengalami bengkak pada gusi tersebut dan sembuh


setelah minum obat.

Universitas YARSI

20

Asupan gula dan asam pada pasien >2x/hari.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak diketahui
Riwayat Sosial Ekonomi
Tidak diketahui
B. OBYEKTIF (07 Februari 2016)
Keadaan Umum : tidak diketahui
Kesadaran

: tidak diketahui

Status Gizi

: tidak diketahui

Tanda Vital

: tidak diketahui

Status Lokalis
Ekstra Oral
Kelenjar Limfe : tidak diketahui
Asimetri muka : tidak diketahui
Intra Oral
Mukosa pipi kiri/kanan

: kanan tidak ada kelainan


kiri tidak ada kelainan

Mukosa palatum, durum-mole

: tidak ada kelainan

Mukosa dasar mulut/lidah

: tidak ada kelainan

Mukosa pharynx

: tidak ada kelainan

Kelainan periodontal

: tidak ada kelainan

Ginggiva RA

: bengkak,

berwarna kemerahan,

dan
terdapat fistula di mukosa sekitar
apeks gigi 1.6.
Ginggiva RB

: tidak ada kelainan

Universitas YARSI

21

Gambar 3.1. Pemeriksaan intraoral gigi 1.6

Gambar 3.2. Pemeriksaan intraoral gigi 4.6

Gigi 1.6 tumpatan amalgam pada permukaan oklusal, mukosa di


sekitar apeks bengkak dan bewarna kemerahan, terdapat
fistula, perkusi +, dan palpasi +.

Gigi 4.6 terdapat lesi karies D4 site 2 size 2, perkusi +, palpasi -.

Oklusi tidak diketahui

Torus palatinus tidak diketahui

Torus mandibularis tidak diketahui

Universitas YARSI

22

Palatum tidak diketahui

Supernumary teeth tidak diketahui

Diasterna tidak diketahui

Gigi anomali tidak diketahui

Lain-lain tidak diketahui

Hasil pemeriksaan faktor resiko karies:

Saliva tanpa stimulasi:

jernih dan cair, pH >6.8


Saliva dengan stimulasi: kec.aliran/5 mnt >5 ml, kapasitas

buffer 12, pH >6.8


Plak : pH 5, aktivitas biru keunguan
Fluor dari pasta gigi dan air minum
Asupan gula dan asam > 2x/hari

Tes hidrasi < 30 detik, viskositas

3.3 DIAGNOSIS
Diagnosis Keluhan Utama
1) Gigi 1.6
2) Gigi 4.6

Abses periapikal kronis et causa nekrosis pulpa.


Karies mencapai dentin.

Diagnosis Banding

Gigi 1.6:
1) Abses periodontal
2) Periodontitis Apikalis
3) Kista Periapikal
4) Granuloma Periapikal
Gigi 4.6:
1) Karies mencapai email (D3)

3.4 INITIAL PLAN


Pro X-foto periapikal untuk penegakan diagnosis
Pemeriksan Penunjang

: Radiologi X foto periapikal gigi 1.6 dan gigi 4.6

Universitas YARSI

23

Gambar 3.3. X-foto periapikal gigi 1.6


Hasil : Pemeriksaan radiologis gigi menunjukan gambaran radiolusensi
daerah periapeks dengan diameter 0.5 cm, tidak berbatas jelas padagigi 1.6.

Gambar 3.4. X-foto periapical gigi 4.6


Hasil : Pemeriksaan radiologis menunjukan karies mencapai dentin pada gigi
4.6.
Diagnosis Kerja :
1) Abses periapikalis kronis et causa nekrosis pulpa pada gigi 1.6
2) Karies mencapai dentin pada gigi 4.6
3.5 Rencana Terapi

Terapi non-invasif: memberikan DHE kepada pasien agar pasien dapat

mengurangi asupan gula dan asam per hari.


Terapi Invasif:

Universitas YARSI

24

Gigi 1.6:
1. Insisi abses pada mukosa di sekitar apeks gigi 1.6 (drainase).
2. Perawatan saluran akar pada gigi 1.6.
3. Restorasi onlay pada gigi 1.6.
Gigi 4.6:
1. Preparasi resin komposit kelas 2.
2. Tumpatan resin komposit kelas 2.

Universitas YARSI

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dari kasus diatas, pasien mengalami
pembengkakan sejak 3 hari yang lalu dan dahulu pasien pernah
mengalami pembengkakan gusi tersebut, lalu sembuh setelah
minum obat. Pasien mengeluhkan adanya pembengkakan pada
gusi kanan atas dan pasien mengeluhkan gigi bawah kanan yang
berlubang. Gigi tersebut kadang-kadangan ngilu dan sering
terselip makanan. Pada kasus ini ditemukan pemeriksaan klinis
berupa fistula, pembengkakan mukosa dan berwarna kemerahan
di sekitar apeks gigi 1.6 yang terdapat tumpatan amalgam di
oklusal. Selain itu, ditemukan karies D4 Site 2 Size 2 pada gigi
4.6.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan foto radiografi
periapikal pada gigi 1.6 dan gigi 4.6. Hasil foto radiografi
periapikal pada gigi 1.6 menunjukkan gambaran radiolusensi
daerah periapeks dengan diameter 0.5 cm dan tidak berbatas jelas.
Dan hasil foto periapikal gigi 4.6 menunjukkan adanya karies mencapai dentin.
Diagnosis gigi 1.6 dan 4.6 pada kasus ini ditegakkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien didiagnosis mengalami
abses periapikalis kronis et causa nekrosis pulpa ada gigi 1.6. Diagnosis banding
pada pasien ini yaitu terjadinya Abses periodontal, periodontitis apikals, kista
periapikal, dan granuloma pada gigi 1.6. Karena letak abses di apeks gigi maka
penyakit pada kasus ini bukan merupakan abses periodontal. Sedangkan pada
periodontitis apikalis tidak terdapat pus maka diagnosis kasus ini bukan
periodontitis apikalis. Diagnosis penyakit pada kasus ini bukan kista periapikal
dikarenakan pada radiografi didapatkan lesi yang tidak berbatas jelas dan diffuse.
Selain itu, diagnosis pada kasus ini bukan merupakan granuloma periapikal
karena lesi di pemeriksaan radiografi tidak berbentuk bulat. Dari keterangan diatas
diagnosis kasus pada gigi 1.6 kasus diatas bisa ditegakkan yaitu pasien mengalami

Universitas YARSI

26

abses periapikalis kronis disertai karies sekunder pada gigi 1.6 karena terdapat
fistula dan pasien mengalami rekurensi.
Diagnosis gigi 4.6 pada pasien yaitu karies mencapai dentin di proksimal
gigi 4.6 di sebelah mesio-oklusal. Diagnosis banding pada pasien ini adalah karies
mencapai email. Setalah didapatkannya hasil radiografi menunjukkan adanya
radiolusensi mencapai dentin pada gigi 4.6 sehingga ditegakkannya diagnosis gigi
4.6 yaitu karies mencapai dentin (D4 Site 2 Size 2).
Rencana perawatan pada gigi 1.6 pada pasien yaitu dilakukannya insisi
abses pada fistula mukosa di sekitar apeks gigi 1.6, selanjutnya pasien dilakukan
perawatan saluran akar (PSA) dan restorasi onlay. Sedangkan rencana perawatan
pada gigi 4.6 pada pasien yaitu dilakukannya restorasi resin komposit kelas 2.
Tahapan perawatan pada gigi 1.6:
1. Insisi abses
Tahapan prosedur insisi pada penatalaksanaan abses adalah sebagai
berikut:18
1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan
dilakukan dengan anestesi infiltrasi.
3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka
direncanakan insisi:
a. Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah
besar.
b. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian
superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari
sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi.
c. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik
secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.
d. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat,
saat fluktuasi positif.

Universitas YARSI

27

e. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam


rongga abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi
kemudian dikeluarkan dengan ujung terbuka. Bersamaan dengan
eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah
pengeluaran pus.
f. Penempatan drain karet di dalam rongga abses dan difiksasi
dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi
menutup dan kasa tidak terlepas.
g. Peresepan

antibiotik

(perawatan

pendukung);

peresepan

antibiotik penisilin atau erythromycin serta obat analgesik


(kombinasi narkotik/nonnarkotik). Dapat ditambah dengan
kumur larutan saline (1 sendok teh garam + 1 gelas air) yang
dikumurkan setiap setelah makan.
h. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.

Gambar 4.1. Prosedur insisi abses


2. Perawatan saluran akar (PSA)
1) Mempersiapkan alat dan mempersiapkan pasien: 19

Dasar dan susunanya, termasuk paper point dan aplikator

Universitas YARSI

28

Alat dan bahan lokal anastesi

Bahan dan alat

Handpiece dengan bur bulat, high-speed FG

Syring

Hydrogen peroxide, sodium hypochlorite, metaphen atau larutan


desinfektan.

Bahan restorasi sementara.

PFI instrumen, eksafator.

Gunting.

Reamers, files, and barbed broaches.

2 locking pilers

X-ray

Kaca atau gelas steril

2) Lokal Anastesi
Anestesi lokal diperlukan untuk semua gigi yang mempunyai
sensitivitas. Tetapi apabila gigi sudah nekrotik,pasien tidak memiliki
sensasi, anestesi tidak diperlukan, tetapi mungkin akan diberikan
anestesi untuk kunjungan pertama. Tetapi apabila sudah nekrotik atau
tidak memiliki sensivitas lagi maka anstesi mungkin diperlukan atau
tidak diperlukan.19
3) Isolasi Gigi
Dental dam ditempatkan pada pasien untuk mencegah terjadinya
penelanan instrumen kecil atau bahan zat kimia, untuk memberikan
penglihatan yang lebih baik, dan mempertahankan bidang steril.
Asisten mempersiapkan dental dam clamp holder dan clamp untuk
mengukur dan mensesuaikan. Ketika clamp diterima dan telah dipilih,
asisten mempersiapkan dental dam, clamp, dan clamp holder.
Dental dam frame dipasang dan kemudian asisten menyesuaikan
bahan untuk frame. Dental floss, cord, atau dental dam, untuk
menahan. Injector saliva ditempatkan di mulut, dibawah dental dam.19
4) Desinfeksi Gigi dan Dam
5) Membuka Gigi

Universitas YARSI

29

Membuka gigi denan menggunakan handpiece high-speed dengan bur


bulat. Ketika gigi sudah terbuka kamar atau ruang pulpa terpapar.
Dapat juga diperbesar untuk memdapatkan akses yang lebih mudah.19
6) Pengangkatan Jaringan Pulpa
Setelah daerah pulpa gigi terbuka, saraf dan jaringan pulpa
dihilangkan. Kondisi jaringan tergantung pada bagaimana
mengembangkan infeksi dan nekrosis telah berkembang. Dokter gigi
menyisipkan barbed broach dan memutar untuk menginstruksikan dan
menghilangkan jaringan, yang mungkin berwarna merah muda atau
nekrosis dengan flaky scab mater. Stelah itu berikan kapas steril.19
7) Membersihkan Saluran Pulpa
Ketika jaringan pulpa telah dihilangkan, setelh iyu memasukan syring
yang berisi sodium hypochlorite dan syringe yang berisi hydrogen
peroxide. Setelah itu melakukan pembersihan biomekanik dari ruang
dan akar. Menggunakan dengan cairan irigasi untuk membuang
jaringan nekrotik atau debris-debris yang ada. Semua debris yang ada
dihilangkan sebelum pembersihan dan penghalusan akar. paper point
di aplikasikan setelah kanal di irigasi (gambar ). Dalam menggunakan
instrument harus berhari-hati untuk tidak terlalu dalam ke kanal dan
kedalam dan pengisian dilakukan sekitar 1 sampai 2 mm.19

Gambar 4.2. Alat-alat untuk perawatan saluran akar.19

Universitas YARSI

30

Gambar 4.3. Stopper menunjukkan panjang kanal. instrumen berikut


ini harus disesuaikan dengn dengan panjang kanal untuk menghindari
menembus foramen apikal.19
8) Peawatan Saluran Pulpa
Dalam kasus infeksi bakteri, seperti kerusakan, abses, atau fraktur
dapat mensterilkan atu mengobati dengan menggunakan antibiotik
atau sterilisasi kimia seperti parachlorophenol atau camphor yang
dapat di masukan ke dalam saluran pulpa, dengan menggunkan cotton
pellet yang di masukan ke dalam saluran pulpa.19
9) Pengisian Bahan Sementara
10) Kunjungan ke 2
Kunjungan ke 2 mungkin dilakukan apabila ada infeksi. Kunjungan ke
2 prosedurnya sama dengan kunjungna pertama. Tetapi tidak
melakukan anastesi lokal.19
11) Kunjungan ke 3
Terapi kunjungan ke tiga sama dengan terapi perawatan saluran akar
pertama dan kedua, kecuali untuk penambahan:19
Gutta percha points, chloroform solvent.
Root canal cement
Root canal plugger.
Alat dan Bahan

Gambar 4.4. : A. Kaca mulut, B. Sonde half moon, C. Pinset, D.


Endodontik explorer, E. Endodontik spoon excavator, F. Locking
cotton pilers, G. Cotton rolls atau gauze sponge, H. bur block, I.
Anastesi setup, J. Dental dum set up, K. High-speed handpiece, L.

Universitas YARSI

31

Low-speed handpiece, M. Millimeter ruler, N. Paper points, O.


Barbed broach, assorted reamers dan files, P. Reamers, Q. Gatesgilden drills, R. Glick endodontik instrumen, S. Temporary filling
material. (Charline M, 1996)
3. Restorasi onlay (Onlay logam tuang indirek)
Kunjungan pertama
a. Preparasi bagi Onlay MO20
Merupakan macam inlay yang paling umum dilakukan. Prinsiprinsip ini diaplikasikan agak berbeda untuk memperhitungkan sifatsifat bahan yang digunakan, tetapi secara prinsip sama dengan prinsip
untuk restorasi plastis, yaitu:20
- Memperoleh akses ke karies atau membuang restorasi lama.
- Membuang karies.
- Mempertimbangkan dengan seksama langkah berikutnya.
Desain untuk onlay harus dipertimbangkan kembali ditahap ini dan
jika keputusannya telah dikonfirmasikan maka rencanakan rincian
desain:20
- Mempreparasi kavitas sehingga retentive dan resisten.
- Mempreparasi perlindungan tonjolnya.
- Mengecek undercut.
- Mempreparasi garis-garis akhir.
- Melapik kavitas.
b. Retensi bagi kavitas onlay
Retensi diperoleh dengan mempreparasi dinding yang saling
berhadapan menjadi separalel mungkin dan tanpa undercut. Hal ini
memungkinkan diperolehnya jalan masuk onlay dengan baik dari arah
oklusal, dan paling mudah dibuat dengan menggunakan bur fissure
karbida tungsten lurus mengguncup pada kecepatan tinggi. Agar
dinding-dinding kavitas bias separalel mungkin, bur harus diatur
kembali letaknya ketika berpindah dari sisi bukal ke sisi lingual
kavitas. Hilangnya retensi diarah lain dicegah dengan keberadaan
tonjol dan kunci oklusal dalam cara yang sama dengan retensi bagi
amalgam.20
c. Perlindungan tonjol
Aspek penting dari desain dan alasan utama untuk memilih tipe
restorasi ini adalah guna melindungi tonjol yang lemah agar tidak
patah karena tekanan oklusal. Untuk melakukan ini, tonjol yang lemah

Universitas YARSI

32

dikurangi ketinggiannya, sejajar dengan lereng tonjol. Dasar


pengasahan tergantung keadaan tetapi umumnya tidak lebih dari 0,5
mm. untuk beberapa kasus, pengasahan mungkin harus dilakukan
lebih banyak (sampai 1,5 mm), terutama jika tonjol yang akan di
lindungi berkontak pada gerak lateral mandibula (tonjol fungsional)
dan karena itu rawan terhadap tekanan lateral.20
d. Pemeriksaan undercut
Kavitas harus bebas dari undercut agar semua garis (line angle)
yang kecil dan titik sudut (point angle) bias dilihat sekaligus.
Undercut bias dicek dengan melihatnya langsung pada kavitas, atau
dengan kaca mulut (khususnya yang mempunyai permukaan
pemantul), pada arah pelepasan onlay. Tanpa memindahkan posisi
kepala, operator bisa memasukkan sonde dari pandangan, berarti
sonde masuk kedaerah undercut. Tindakan ini perlu dilakukan dengan
hati-hati pada kavitas MO, agar daerahnya bebas undercut. Semua
undercut yang ada harus dihilangkan, baik dengan mempreparasi lagi
gigi tersebut atau jika undercut didukung dengan baik oleh dentin,
dengan menutupinya dengan menggunakan semen.20
e. Garis pengakhir
Beberapa bentuk bevel atau chamfer merupakan garis pengakhir
yang umum dilakukan untuk restorasi tuang intrakorona. Penggunaan
bentuk ini menghasilkan sudut tepi kavitas (cavo-surface) 1350 dan
sudut tepi logam 450. Jika onlay dipasang, tepi logam yang tipis ini
bisa diburnis ke email.20
f. Pelapikan kavitas
Pada kavitas yan dalam harus digunakan sub pelapik dari semen
yang mengandung hidroksida kalsium. Bahan pelapik kedua
selanjutnya diletakkan diatas sub pelapik untuk menutup setiap
undercut, mendatarkan lantai oklusal dan dinding pulpa, dan sebagai
isolator panas bagi pulpa. Semen ionomer kaca merupakan bahan
pilihan untuk pelapik struktural ini karena adesif terhadap dentin.20-21
g. Pencetakan
Sendok cetak khusus
Sendok mendukung bahan disekitar gigi, ini berarti bahan di
sekitar gigi; ini berarti bahwa bahan cetak yang digunakan makin

Universitas YARSI

33

sedikit dan bisa diperoleh ketebalan bahan yang konsisten. Jika


diperlukan dapat pula dibuat sendok cetak khusus dari resin akrilik
pada model studi. Sendok harus menutupi semua gigi didalam
lengkung dan diperluas 2 mm melebihi tepi gingival. Sendok harus
berjarak 1-2 mm dari gigi-gigi tetapi berkontak dengan 3 gigi
disepanjang rahang sehingga bisa dipasang dengan tepat tanpa
menyentuh gigi yang dipreparasi. Bahan adhesive yang tepat untuk
pencetakkan diulaskan pada bagian dalam sendok dan sekitar tepitepinya,

kemudian

dibiarkan

mengering

sebelum

dilakukan

pencetakkan.20
Pengisolasian gigi; retraksi gingival
Bahan cetak elastomer bersifat hidrofobik dank arena itu,
permukaan gigi yang dipreparasi harus kering. Gigi diisolasi dengan
gulungan kapas dan disertai penghisap
saliva. Jaringan gingival harus dalam keadaan sehat sebelum
dilakukan preparasi. Jika tepi preparasi diperluas ke atau dibawah tepi
gingival, tepi gingival perlu diretraksi sebelum pencetakan agar
diperoleh cetakan bagian tepi yang akurat. Untuk tujuan ini digunakan
benang retraksi gingival yang dibasahi larutan stiptik seperti
alumanium klorida atau vasikonstriktor misalnya adrenalin. 20 Benang
ditekan perlahan-lahan ke leher gingival dengan alat plastic datar
dibiarkan 1-2 menit sebelum pencetakkan.
Pembuatan cetakan
Bahan cetak diaduk merata sesuai petunjuk pabrik. Benang retraksi
dilepas dan bahan cetak yang encer disuntikan kedalam preparasi dan
sekitar gigi. Bahan cetak yang lebih kental atau berbentuk padat
diletakkan pada sendok cetak dan sendok cetak ditempatkan diatas
bahan encer yang belum mengeras. Ini membantu bahan cetak
beradaptasi kesemua daerah preparasi dan leher gingiva. Sendok cetak
ditahan sampai bahan cetak mengeras dan dikeluarkan dari mulut.20
Pemeriksaan cetakan
Cetakan hasil preparasi harus diperiksa rinciannya untuk melihat
apakah semua bagian tepi terlihat dan tidak ada lubang kosong karena
gelembung udara yang terjebak. Rincian permukaan okusal dari

Universitas YARSI

34

seluruh cetakan harus diperiksa karena akibat gelembung udara


nantinya akan terisi gip dan menghalangi oklusi model.20
h. Onlay Sementara
Sementara Onlay tuangnya dibuat, dibutuhkan restorasi sementara
yang kuat untuk:20
a. Melindungi pulpa
b. Mencegah pertumbuhan kedalam dari jaringan gingiva
c. Mencegah perubahan kontak oklusal dan aproksimal
d. Merestorasi penampilan dan kenyamanan
Untuk ini, dibutuhkan onlay yang kuat yang bisa disemen dengan
bahan semen sementara tetapi mudah dilepas pada kunjungan berikut.
Bahan untuk mahkota sementara bisa dipergunakan sebagai bahan
inlay sementara.20
Kavitas dilumasi dengan Vaselin dan pita matriks dipasang pada
gigi. Pita diburnish untuk memperoleh kontak aproksimal yang akurat
dan baji dipasang untuk memperolah adaptasi servikal yang baik.
Resin diaduk dan setelah mencapai kekentalan seperti dempul,
diletakkan di dalam preparasi.20
Ketika resin mengeras, resin akan kehilangan plastisitasnya dan
pita serta onlay sementara sekarang sudah bisa dilepas. Onlay harus
dipasang dengan hati-hati dan dilepas beberapa kali sampai semen
mengeras. Kelebihan resin dibersihkan dari onlay diluar mulut,
dengan bur baja dan handpiece. Akhirnya onlay dipasang dan oklusi
dicek dengan kertas artikulasi serta disesuaikan sampai akurat apada
posisi intercuspal dan gerak lateral. Onlay sementara akahirnya
dihaluskan dengan roret sebelum disemen dengan semen sementara
oksida-seng eugenol. Sewaktu semen mengaras, kelebihannya dibuang
dengan sonde.20
i. Tahap Laboratorium
Pada dasarnya, cetakan kerja diisi dengan gips keras disertai pin
runcing atau alat
lain agar model gigi yang dipreparasi bisa dipotong terpisah dari
bagian model yang lain. Sedemikian rupa sehingga bisa dipasang
kembali keposisi yang sama. Inilah yang disebut die. Pola malam
dibuat pada die yang sudah dilumasi dan karena die dilepas dari model
induk, maka bisa diperoleh pola malam direct dengan adaptasi tepi

Universitas YARSI

35

gingiva proksimal dan titik kontak yang lenih akurat. Pola malam
kemudian diberi sprue seperti biasa, tetapi biasanya digunakan sprue
malam atau plastik, bukan logam dan dicor. Sprue dilepas dan onlay
dipoles di laboratorium sebelum dikembalikan ke klinik.20
Oklusi di cek sewaktu pola malam dibuat dan selama pemolesan,
dengan mengartikulasikan model kerja dengan model antagonisnya.
Ini bisa dilakukan dengan tangan, tapi lebih baik bila model dioklusi
dengan

artikulator

sederahana.

Keuntungannya

adalah

bila

menggunakan tangan sebagian besar gigi akan saling berkontak


meskipun pola malam kurang baik, tetapi dengan artikulator, kontak
yang terlalu tinggi dengan pola malam akan membuat gigi lain tidak
berkontak sehingga penyimpangan oklusi bisa dilihat dengan jelas.20
Kunjungan kedua
Sebelum pasien datang, periksa lebih dulu ketepatan hasil pengecoran
pada die dan permukaan cekatnya kalau-kalau ada kelebihan kecil yang
bisa membuat restorasi sulit dipasang.20
a. Melepas onlay sementara
Pada pemasangan restorasi perlindungan tonjol, pemakaian isolator
karet agak menggangu karena oklusi perlu dicek secermat mungkin.
Walaupun demikian, bisa digunakan gulungan spon basah untuk
mencegah agar onlay tidak tertelan atau terhirup. Skeler digunakan
untuk melepas inlay sementara dan semua sisa semen sementara
dibersihkan dengan sonde.20
b. Mencoba restorasi tuang
Setelah memastikan bahwa spon kupu-kupu melindungi faring,
pasanglah restorasi tuangnya dan periksa tepinya dengan sonde tajam
kalau-kalau ada bahan yang kurang atau ada ketidakteraturan. Jika
restorasi tidak mau duduk dengan baik, carilah penyebab kesalahan
dengan urutan sebagai berikut:20
1.
2.
3.
4.

Kotoran atau semen sementara masih ada dalam preparasi


Pertumbuhan berlebih dari gingiva kedalam preparasi
Kontur proksimal terlalu besar
jika restorasi tidak bisa juga dipasang mungkin penyebabnya
adalah perubahan bentuk pola malam atau cetakannya.

Universitas YARSI

36

Jika ketepatan bagian tepi baik tetapi titik kontak kurang memadai,
keadaan ini bisa diperbaiki dengan menambah solder logam pada
daerah tersebut. Setelah restorasi terpasang, spon bisa dikeluarkan dan
oklusi dicek pada semua gerak mandibula. Gunakanlah kertas
artikulasi untuk memeriksa titik kontak prematur. Sebelum melepas
onlay untuk untuk memperbaiki kontak ini, pasang kembali spon
kupu-kupu. Jika oklusi sudah diperbaiki, onlay dikeluarkan,
dihaluskan dan dipoles.20
Sebelum disemenkan, tepi restorasi harus diburnish ke email
dengan menggunakan instrumen genggam atau burnisher protatif.
Instrumen harus selalu digerakkan dari logam kearah gigi.20
c. Sementasi restorasi
Onlay bisa disemenkan dengan semen ionomer kaca atau seng
fosfat. Untuk ini kuadran rahang harus direstorasi dan dikeringkan.
Serta semen diaduk menurut petunjuk pabrik.21-22
Semen seng fosfat diaduk perlahan sampai seperti krim. Semen
ionomer kaca diaduk dengan cepat sampai konsistensinya agak kental.
Kavitas diisi dengan semen, menggunakan instrumen plastik datar,
dan inlay diletakkan dengan cepat dan ditekan. Pasien diminta untuk
menggigit gulungan kapas agar diperoleh tekanan yang mantap
sementara semen mengeras. Kelebihan semen baru boleh dibersihkan
setelah semen mengeras dan dilakukan hati-hati agar jangan ada
semen yang terjungkit dari tepi gingiva.20
Tahapan perawatan pada gigi 4.6:
1. Tahapan Isolasi
Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi
saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Gingiva yang berdarah
adalah masalah yang harus diatasi sebelum melakukan preparasi.
Beberapa metode tepat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja yaitu
saliva ejector, gulungan kapas atau cotton roll, dan isolator karet atau
rubber dam.12
a. Saliva Ejector

Universitas YARSI

37

Alat ini mempuyani diameter 4 mm. Digunakan untuk menghisap


saliva yang tertumpuk di dalam mulut. Penggunaan saliva ejector
adalah ujungnya dari diletakkan didasar mulut. Pada posisi ini
terkadang membuat pasien tidak nyaman karena diletakkan terus
menerus di dasar mulut, di bawah tekanan negatif yang konstan
dapat menarik jaringan lunak dan menimbulkan lesi jaringan
lunak.12,24

Gambar 4.5. Saliva ejector25

Gambar 4.6. Penggunaan saliva ejector25


b. Gulungan Kapas atau Cotton Roll
Cotton roll yang digunakan di kedokteran gigi memiliki beberpa
ukuran panjang dan besar. Namun yang sering digunakan adalah
cotton roll nomor 2 dengan panjang 11/2 inci dan diameter 3/8 inci.
Cotton roll dapat menyerap saliva cukup efektif sehingga
menghasilkan isolasi jangka pendek pada rongga mulut. Biasanya
cotton roll harus sering diganti karena akan sering terbashi oleh

Universitas YARSI

38

saliva. Penggunaan cotton roll bersama saliva ejector efektif dalam


meminimalkan aliran saliva.24
c. Isolator karet atau Rubber Dam
Dari semua metode isolasi daerah kerja tidak ada yang seefektif
dari rubber dam. Lembaran karet ini dengan gigi-gigi yang menonjol
melalui lubang pada lembaran itu memnerikan isolasi yang positif
dan jangka panjang pada gigi yang perlu dirawat. Penggunaan dari
rubber dam merupakan keharusan untuk prosedur operatif. Rubber
dam terdiri dari 2 bagian yaitu isolator karet dan klem.12,24

Gambar 4.7. Rubber dam26


2. Pembersihan Gigi
Gigi dibersihkan dengan rubber cups dan pumice yang dicampur
dengan air. Bila ada karang gigi dibersihkan terlebih dahulu.12
3. Tahap preparasi
Preparasi permukaan oklusal menggunakan bur diamond inverted
dengan outline form oklusal yang extensive. Bur diamond digerakkan
dari central groove kea rah tonjol dengan kedalaman 1,5 mm. Kemudian,
dilakukan preparasi proximal box dengan pertimbangan luas lesi karies
dan restorasi lama dalam perluasan preparasi proximal box ke arah fasial,
lingual, dan gingival.12,24

Universitas YARSI

39

Ketika preparasi telah diperluas sampai marginal ridge, dimulai


pemotongan parit proximal. Tahan bur diamond di atas dentoenamel
junction sedalam 0,2 mm. bur diamond diperluas kea rah fasial, lingual,
dan gingival untuk mencakup semua lesi karies atau bahan restorasi yang
lama. Pemotongan kea rah fasio-lingual dilakukan dengan gerakkan
perlahan mengikuri bentuk dentoenamel junction dengan bentuk agak
konveks disebelah luar. Dinding aksial sebaiknya 0,2 mm ke dalam
dentoenamel junction

dan sedikit konveks ke bagian luar. Bevel

ditempatkan pada margin enamel yang tersedia.12,24


4. Pemberian Liner/ Basis
Basis adalah lapisan tipis yang diletakkan antara dentin dan atau pulpa
dengan restorasi. Perbedaan antara basis dan liner adalah ketebalan dan
hal yang mampu ditahannya. Jika basis dengan ketebalan yang lebih
daripada liner mampu menahan tekanan mekanik dari bahan restorasi
selain juga sebagai penahan termal, listrik dan kimiawi. 12,24
Pada restorasi resin komposit, perlu diplikasikan basis atau liner
karena sifat dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga
perlu adanya perlindungan sehingga bahan restorasi resin komposit ini
tidak secara langsung mengenai struktur gigi. Bahan basis atau liner yang
biasanya digunakan adalah kalsium hidroksida, terutama karies yang
hampir mencapai pulpa, karena sifatnya yang mampu merangsang
pembentukan dentin sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) sebagai
liner berbentuk suspensi dalam liquid organik seperti methyl ethyl ketone
atau ether alcohol atau dapat juga dalam larutan encer seperti methyl
cellusose yang berfungsi sebagai bahan pengental. 12,24
Liner ini diaplikasikan dalam konsistensi encer yang mengalir
sehingga mudah diaplikasikan ke permukaan dentin. Larutan tersebut
menguap meninggalkan sebuah lapisa tipis yang berfungsi memberikan
proteksi pada pulpa di bawahnya.Selain liner, perlindungan lain dapat
berupa basis. Basis yang dapat digunakan adalah basis dari kalsium
hidroksida, semen ionomer kaca, dan seng fosfat. Sebagai basis, kalsium

Universitas YARSI

40

hidroksida berbentuk pasta yang terdiri dari basis dan katalis. Basisnya
terdiri dari calcium tungstate, tribasic calcium phosphate, dan zinc oxide
dalam glycol salycilate. Katalisnya terdiri dari calcium hydroxide, zinc
oxide, dan zinc stearate dalam ethylene toluene sulfonamide. Basis
kalsium hidroksida yang diaktivasi dengan sinar biasanya mengandung
calcium hydroxide dan barium sulfate yang terdispersi dalam resin
urethane dimethacrylate. Kalsium hidroksida sebagai basis mempunyai
kekuatan tensile dan kompresi yang rendah . dibandingkan dengan basis
dengan kekuatan dan rigiditas yang tinggi. Karena itulah, kalsium
hidroksida tidak diperuntukkan untuk menahan kekuatan mekanik yang
besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan tahanan terhadap
tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat. Untuk
memberikan perlindungan terhadap termis, ketebalan lapisan yang
dianjurka tidak lebih dari 0,5 mm. keuntungan dari penggunaan kalsium
hidroksida adalah sifat terapeutiknya yang mampu merangsang
pembentukan dentin sekunder. 12,24
5. Tahap etsa asam12,24
a. Ulaskan bahan etsa (asam phospat 30%-50%) dalam bentuk

gel/cairan dengan pinset dan gulungan kapas kecil (cutton pellet)


pada permukaan enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas (pada
bagian bevel).
b. Pengulasan dilakukan selama 30 detik dan jangan sampai mengenai
gusi.
c. Dilakukan pencucian dengan air sebanyak 20 cc, menggunakan
syiring.
d. Air ditampung dengan tampon atau cotton roll.
e. Setelah pencucian gigi dikeringkan dengan semprotan udara
sehingga permukaan tampak putih buram.
6. Tahap bonding
Ulaskan bahan bonding menggunakan spon kecil atau kuas / brush
kecil pada permukaan yang telah di etsa . Ditunggu 10 detik sambil di

Universitas YARSI

41

semprot udara ringan di sekitar kavitas (tidak langsung mengenai kavitas)


.Kemudian dilakukan penyinaran selama 20 detik. 12
Saat ini, pemakaian bahan adhesif pada dentin telah meluas ke seluruh
dunia dan perkembangannya pun bervariasi didasarkan pada tahun
pembuatan, jumlah kemasan dan sistem etsa. Berdasarkan tahun
pembuatan, bahan adhesif dibagi mulai dari generasi I sampai pada
generasi VII.12,
Generasi I dan II mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an dan 1970an yang tanpa melakukan pengetsaan pada enamel, bahan bonding yang
dipakai berikatan dengan smear layer yang ada. Ikatan bahan adhesif
yang dihasilkan sangat lemah (2 MPa-6MPa) dan smear layer yang ada
dapat menyebabkan celah yang dapat terlihat dengan pewarnaan pada
tepi restorasi. 12
Generasi III mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an, mulai
diperkenalkan pengetsaan pada dentin dan mulai dipakai bahan primer
yang dibuat untuk dapat mempenetrasi ke dalam tubulus dentin dengan
demikian diharapkan kekuatan ikatan bahan adhesif tersebut menjadi
lebih baik. Generasi III ini dapat meningkatkan ikatan terhadap dentin
12MPa15MPa

dan

dapat

menurunkan

kemungkinan

terjadinya

kegagalan batas tepi bahan adhesif dan dentin (marginal failure). Tetapi
seiring waktu tetap terjadi juga kegagalan tersebut. 12
Generasi IV mulai diperkenalkan awal tahun 1990-an. Mulai dipakai
bahan yang dapat mempenetrasi baik itu tubulus dentin yang terbuka
dengan pengetsaan maupun yang telah mengalami dekalsifikasi dan juga
berikatan dengan substrat dentin, membentuk lapisan hybrid.
Fusayama dan Nakabayashi menyatakan bahwa adanya penetrasi resin
akan memberikan kekuatan ikatan yang lebih tinggi dan juga dapat
membentuk lapisan pada permukaan dentin. Kekuatan ikatan bahan
adhesif ini rendah sampai dengan sedang sampai dengan 20 MPa dan
secara signifikan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya celah
marginal yang lebih baik daripada sistem adhesif sebelumnya. Sistem ini
memerlukan teknik pemakaian yang sensitif dan memerlukan keahlian

Universitas YARSI

42

untuk dapat mengontrol pengetsaan pada enamel dan dentin. Cara


pemakaiannya cukup rumit dengan beberapa botol sediaan bahan dan
beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan.12
Generasi V mulai berkembang pada tahun 1990-an. Pada generasi ini
bahan primer dan bonding telah dikombinasikan dalam satu kemasan.
Pada generasi ini juga mulai diperkenalkan pemakaian bahan adhesif
sekali pakai. Generasi VI mulai berkembang pada akhir tahun 1990-an
awal tahun 2000, pada generasi ini mulai dikenal pemakaian self
etching yang merupakan suatu terobosan baru pada sistem adhesif.12
Pada generasi VI ini tahap pengetsaan tidak lagi memerlukan pembilasan
karena pada generasi ini telah dipakai acidic primer, yaiu bahan etsa dan
primer yang dikombinasikan dalam satu kemasan. 12

Generasi VII mulai berkembang sekitar tahun 2002, generasi ini juga
dikenal sebagai generasi all in one adhesif, dikatakan demikian karena
pada generasi VII ini bahan etsa, primer dan bonding telah
dikombinasikan dalam satu kemasan saja, sehingga waktu pemakaian
bahan adhesif generasi VII ini menjadi lebih singkat.12
Berdasarkan jumlah kemasan atau tempat penyimpanan, bahan adhesif
dibagi menjadi tiga yakni sistem tiga botol, dua botol dan satu botol.
Pada sistem tiga botol, bahan adhesif terdiri dari tiga botol bahan yang
terpisah yakni etsa, primer dan bonding. Sistem ini diperkenalkan
pertama kali tahun 1990-an. Sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan
yang baik dan efektif. Namun, kekurangan sistem ini adalah banyaknya
kemasan yang ada di meja unit dan waktu pemakaian yang lama
dikarenakan sistem ini yang terdiri dari tiga botol dan tidak praktis.12
Sistem bahan adhesif lainnya yakni sistem dua botol yang terdiri dari
dua botol bahan yang terpisah yakni satu botol bahan etsa dan satu botol
yang merupakan gabungan antara primer dan bonding. Saat ini, sistem in
merupakan bahan adhesif yang paling banyak digunakan di praktek
dokter gigi. Hal ini dikarenakan sistem ini lebih simpel dan waktu
pemakaiannya lebih cepat. Disamping itu, ikatan yang dihasilkan cukup
kuat.12

Universitas YARSI

43

Sistem bahan adhesif terakhir yakni sistem satu botol yang hanya
terdiri satu botol yang merupakan gabungan etsa, primer dan bonding.
Sistem ini merupakan sistem bahan adhesif yang terakhir kali keluar.
Kelebihan sistem ini adalah waktu pemakaian yang lebih cepat dan
mudah pengaplikasiannya dibandingkan dengan sistem bahan adhesif
lainnya. Namun, kekurangan sistem ini adalah kekuatan ikatan yang
dihasilkan lebih rendah.12
7. Tumpatan Resin Komposit
Cara penumpatan kavitas klas II dilakukan dengan memberikan resin
komposit pada bagian proximal terlebih dahulu sehingga terbentuk
kavitas klas I. penumpatan bagian proksimal dilakukan secara
inkremental dan dilakuakn penyinaran light cured selama 20 detik setiap
kalinya. Setelah terbentuk kavitas klas I, dilakukan penumpatan pada
bagian

oklusal

secara

inkremental

dan

penyinaran

setiap

penumpatannya. Pengukiran pada tahap yang dini dapat dilakukan


dengan sonde dan plastis filling.12,24
8. Tahap finishing dan polishing komposit
Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi
mengkilat. Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi sinar
telah mengalami polimerisaasi atau sekitar 3 menit setelah pengerasan
awal.12,24

Alat-alat yang biasa digunakan antara lain: 12,24


1. Alat untuk shaping : sharp amalgam carvers dan scalpel blades,
seperti 12 atau12b atau specific resin carving instrument yang
terbuat dari carbide, anodized aluminium, atau nikel titanium.
2. Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs,
berbagai tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber point
dan cups, metal dan plastic finishing strips, dan pasta polishing.
a. Diamond dan carbide burs

Universitas YARSI

44

Digunakan untuk menghaluskan ekses-ekses yang besar pada resin


komposit dan dapat digunakan untuk membentuk anatomi pada
permukaan restorasi.
b. Discs
Digunakan untuk menghaluskan permukaan restorasi. Bagian yang
abrasive dari disk dapat mencapai bagian embrasure dan area
interproksimal. Disk terdiri dari beberapa jenis dari yang kasar
sampai yang halus yang bisa digunakan secara berurutan saat
melakukan finishing dan polishing.
c. Impregnated rubber points dan cups
Digunakan secara berurutan seperti disk. Untuk jenis yang paling
kasar digunakan untuk mengurangi ekses-ekses yang yang besar
sedangkan yang halus efektif untuk membuat permukaan menjadi
halus dan berkilau. Keuntungan yang utama dari penggunaan alat ini
adalah dapat membuat permukaan yang terdapat ekses membentuk
groove, membentuk bentuk permukaan yang diinginkan serta
membentuk permukaan yang konkaf pada lingual gigi anterior
d. Finishing stips
Digunakan untuk mengcontur dan memolish permukaan proksimal
margin gingival untuk membuat kontak interproksimal. Tersedia
dalam bentuk metal dan plastik. Untuk metal biasa digunakan untuk
mengurangi ekses yang besar namun dalam menggunakan alat ini
kita harus berhati-hati karena jika tidak dapat memotong enamel,
cementum, dan dentin. Sedangkan plastic strips dapat digunakan
untuk finishing dan polishing. Juga tersedia dalam beberapa jenis
dari yang kasar sampai halus yang dapat digunakan secara berurutan.
Prosedur finishing dan polishing resin komposit: 12,24
a. Sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan eksesekses di area proksimal, dan margin gingival dan untuk membentuk
permukaan proksimal dari resin komposit.
b. 12b scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin
komposit pada aspek distal.

Universitas YARSI

45

c. Alumunium oxide disk digunakan untuk membentu kontur dan untuk


polishing permukaan proksimal dari restorasi resin komposit.
d. Finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal .
e. Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan untuk
menghaluskan permukaan oklusal restorasi .
f. Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing atau
polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak proksimal.

Sebelum melakukan penanganan, dokter gigi harus mempertimbangkan


beberapa faktor penting, yaitu:23
1. Keadaan dan kesehatan umum pasien
2. Umum
3. Kooperatif dari pasien
4. Keadaan gigi dan jaringan sekitar
5. Keadaan sosial dan ekonomi
Pemberian antibiotik per oral pada kasus ini tidak diperlukan jika pasien
sehat tanpa tanda dan gejala infeksi sistemik walaupun pasien mengalami abses.
Karena pemberian antibiotik hanya diberikan jika pasien memang diindikasikan
dan perlu untuk diberikan antibiotik. Sesungguhnya, sebagian besar infeksi
endodonsia dapat dirawat tanpa antibiotik. Nyeri dan pembengkakan dapat
ditanggulangi dengan debridement ruang pulpa dan drainase jaringan lunak dan
keras.27-28
Jika pasien diindikasikan pemberian antibiotic, pasien dapat diberikan antibiotic,
yaitu:
1. Propenoxmetil penisilin 250-500 mg, 7-10 hari
2. Amoksilin 250-500mg, 7-10 hari untuk bb > 20kg, anak-anak <20kg 2040mg 3x sehari
3. Metronidazole 250mg, 7-10 hari . Dapat dikombinasikan dengan
amoksilin, contraindikasi untuk ibu hamil/ alkoholik
4. Tetrasiklin HCL 250 mg 7-14 hari
5. Doksisilin 100mg 7-10 hari
6. Berkumur dengan obat kumur yang dapat berefek pada bakteri anaerob
(hidrogen peroksida, perborate)

Universitas YARSI

46

Universitas YARSI

47

BAB V
KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang wanita berumur 24 tahun dengan diagnosis penyakit
abses periapikal kronis et causa nekrosis pulpa pada gigi 1.6 dan diagnosis
penyakit karies mencapai dentin pada gigi 4.6. penyebab terjadinya abses
periapikal kronis pada gigi 1.6 yaitu adanya karies sekunder dibawah umpatan
amalgam.
Penegakan diagnosis pada kasus ini selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik juga dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa foto radiografi periapikal.
Terapi yang dilakukan pada pasien ini berupa insisi abses pada fistula di mukosa
sekitar apeks gigi 1.6 dan selanjutnya diikuti perawatan saluran akar (PSA).
Terapi yang diberikan pada kasus gigi 4.6 yaitu melakukan tumpatan resin
komposit kelas 2 untuk memperbaiki estetika dan integritas fungsional gigi.

Universitas YARSI

48

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta; 2013.p.110-9.
2. Malohing D, Anindita PS, Gunawan PN. Status karies
pada gigi berjejal di SD Negeri 12 Tuminting. J e-GiGi
(eG) 2013;1(2):94-5.
3. Kidd EAM, Bechael SJ. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya. Jakarta: EGC; 1992.p.36-7.
4. Bence R. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia; 1990.p.10.
5. Regezi JA, Scuiba J. Oral Pathology Clinical-Pathologic
Correlation 2nd ed. Philadelpia: W.B. Saunders Company,
1993: 424-7.
6. Matthews,D.C.Sutherland,S,Basrani,13.2003. Emergency
Mangement of Acute Apical Abcesses in the Permanent
Dentition:A Systematic Review of the Literature. J Can
Dental Assicitation:69(10):660.
7. Hargreaves, K.M and Stephen, C. 2011. Cohens
pathways of the pulp. 10ed. Mosby Elsevier, China. P.
37, 540, 564 & 576.
8. Sitanggang, Ima RH. Abses periapikal sebagai salah satu
penyebab terjadinya osteomilitis supuratif akut. Medan :
USU; 2002.
9. Garg N, Garg A. Text Book of Operative Dentistry. 2 nd ed.
New delhi: Jaypee; 2013.p.53-5.
10. Mount GR, Hume WR. Preservation and Restoration of
Tooth Structure. 2nd ed. Queensland: Knowledge Books
and Software; 2005.p.35-6.
11. Caries Detection and Diagnosis: Novel technologies .
Iain A. Pretty. Dental Health Unit, 3A Skelton House,
Lloyd
Street
North,
Manchester
Science
Park,
Manchester M15 6SH, UK. J Of Dentistry 34 (2006 ) 727739.
12. Baum L, Philips RW, Lund MR. Buku Ajar Ilmu Konservasi
Gigi. Ed 3. Alih bahasa. Rasinta Tarigan. Jakarta: EGC,
1997 : 297-9.

Universitas YARSI

49

13. Irma Damayanti Suryana. 2012. Konservasi


Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

gigi.

14. Ima R. H. Sitanggang. 2002. Abses periapikal sebagai


salah satu penyebab terjadinya osteomyelitis superatif
akut. Medan: Universitas Sumatera Utara.
15. Ingle J.I. 2008. Endodontics 5th ed. Hamilton: BC
Decker.Inc.
16. Akbar S. M., 2003, Perawatan Saluran Akar, Pradnya
Paramitha, Jakarta.p.21-130.
17. Prof. H. Sunardi Mangundjaja, drg., SpBM. (K)., DSS.
2013. Abses di rongga mulut. Bandung: Universitas
Padjajaran.
18. Peterson, LJ. 2003. Complex Odontogenic Infections.
Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4 th.
Missouri: Mosby.p.367-378.
19. Charline, M. 1996. Competency Skills for the Dental
Assistant. America, A division of International Thomson
Publishing Inc.
20. Kidd AM et al, 2000. Manual Konservasi Restoratif. Ed 6.
Jakarta: Widya Medika.
21. Anusavice, Kenneth J. 2003. Buku Ajar Ilmu Bahan
Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.
22. Baum L. dkk. 1985. Textbook of Operative Dentistry,
Philadelphia: W. B. Saunders.
23. Nurliza, Cut. 2004. Perawatan Lesi Periapikal Secara
Beda Endodonti dengan Tekhnik Kuretase Periapikal.
FKG USU. Medan, Indonesia.p. 1-4.
24. Roberson, Theodore M. IV Heymann, Harald. V Swift, Edward J. VI.
Sturdevant, Clifford M. 2001. Sturdefante's Art and Science of
Operative Dentistry-4th ed. Library of Congress Cataloging in
Publication Data: United States of America.
25. Frias, Mark. 2014. markrdh.com. Diakses tanggal 9 Februari 2016.
26. Cooray, Upul.2011.www.dentallecnotes.blogspot.co.id/2011/08/noteon-rubber-dam isolationwith.html. Diakses tanggal 9 Februari 2016.
27. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih
Bahasa. Sumawinata N, Juwono L. Jakarta: EGC; 2008.p.243.
28. Grossman LI, Oliet S, Rio CED. Ilmu endodontic dalam
praktik. Jakarta: EGC; 1995.p.23.

Universitas YARSI

50

29. Patel et al. 2011. Periodontal Abscess: Areview. Journal


of Clinical and Diagnostic Research:5(2):p.404-409.

Universitas YARSI

Anda mungkin juga menyukai