Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan
Kata angina ini haruslah di bedakan dengan angina pectoris yang
merupakan keluhan nyeri akibat keadaan iskemik dari otot jantung.
Angina

Ludwig

atau

dikenal

juga

dengan

nama

Ludovici,merupakan salah satu bentuk abses leher dalam.

Angina
Abses

leher dalam sendiri merupakan abses yang terbentuk di dalam


ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat perjalanan
infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang
terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri tengorok,
demam dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Yang
termasuk

abses

leher

dalam

ialah

abses

peritonsil,

abses

parafaring, abses retrofaring dan angina ludovici (angina Ludwig)


atau abses submandibular.
Angina ludwig merupakan infeksi ruang sub mandibula (rahang
bawah) berupa peradangan selulitis dari bagian superior ruang
suprahioid (Sekitar leher), yang ditandai dengan pembengkakan
(edema) pada bagian bawah ruang submandibular, yang mencakup
jaringan yang menutupi otot-otot antara laring dan dasar mulut,
tanpa disertai pembengkakan pada limfonodus. Pembengkakan ini
biasanya

keras

dan

berwarna

kemerahan

atau

kecoklatan.

Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan


pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke
belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas secara potensial.

BAB II
Tinjauan Pustaka
1.1

Pengertian Angina Ludwig


Angina Ludwig merupakan selulitis diffusa yang potensial

mengancam nyawa yang mengenai dasar mulut dan region


submandibular bilateral dan menyebabkan obstruksi progresif
dari jalan nafas. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh
Wilhelm Frederick von Ludwig pada tahun 1836, deskripsi
didasarkan pada pengamatan dari 5 pasien dengan " Indurasi
gangren dari jaringan ikat leher dan melibatkan jaringan yang
menutupi otot kecil antara laring dan dasar mulut. " 1 angina
Ludwig dikenal dengan banyak

nama alternatif, termasuk

cynanche, gangraenosus carbuculus, angina maligna, morbus


strangularis, dan garotillo.(Patterson et all.1982)
Angina Ludwig diamati umumnya jarang terjadi saat praktek.
Namun, angina Ludwig berpotensi bahaya jika tidak ditangani.
Angina ludwigs membutuhkan intervensi langsung;

untuk

mudah mengidentifikasi penyakit umum ini dalam kondisi akut.


angina Ludwig termasuk bilateral progresif cepat menyebar dari
ruang submandibular terkait dengan elevasi dan perpindahan
posterior lidah biasanya terjadi pada orang dewasa dengan

infeksi gigi bersamaan. Angina Ludwig dikaitkan sebagai infeksi


ruang fasial yang hampir selalu fatal (Ugboko et al.2005).
Meskipun secara sederhana dikaitkan dengan rasa sakit
jantung, istilah " angina " berasal dari kata Latin untuk choke
( angere ) dan kata Yunani untuk mencekik ( ankhone ) 0,1
Dalam kasus angina Ludwig , itu mengacu pada perasaan
mencekik dan tersedak sekunder terkait obstruksi jalan napas ,
yang merupakan komplikasi potensial yang paling serius dari
kondisi ini. individu yang terkena biasanya berusia mulai dari 20
sampai 60 tahun , dengan lebih banyak terdapat pada laki-laki.
Kondisi

ini

jarang

terjadi

di

anak-anak.

kadang

tanpa

menunjukkan penyebab yang jelas . Sebelum pengembangan


penisilin oleh Alexander Fleming dan produksi massal pada 1950an, angka kematian terkait dengan angina Ludwig melebihi 50 %
0,3 Sebagai hasil dari arus terapi antibiotik dan teknik bedah ,
kematian saat perkiraan di kisaran 8 %.(Bansal et al. 2003)
1.2

Gejala klinis umum angina Ludwig


Karena angina Ludwigs paling sering berasal dari infeksi

odontogenic yaitu sebanyak 70% dari kasus.(kremer et al. 2006)


maka gejala awal yang timbul adalah inflamasi tanda-tanda dari
inflamasi awal seperti :
1. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan
timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke
daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia
atau

kongesti,

menyebabkan

warna

merah

lokal

karena

peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi


peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun
secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Abrams,
1995; Rukmono, 1973).
2. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari
reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh,
yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 C yaitu suhu di
dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas
dari

sekelilingnya

sebab

darah

yang

disalurkan

tubuh

kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang


disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak
terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam
tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu
inti

37C,

hyperemia

lokal

tidak

menimbulkan

perubahan

(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).


3. Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan
dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal
ion-ion

tertentu

dapat

merangsang

ujung-ujung

saraf.

Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat


merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang
meninggi

akibat

Pembengkakan

pembengkakan
jaringan

yang

jaringan
meradang

yang

meradang.

mengakibatkan

peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat


menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian
besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari

cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut


eksudat meradang. Pada

keadaan dini reaksi peradangan

sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada


lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian selsel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan
tertimbun

sebagai

bagian

dari

eksudat.

(Abrams,

1995;

Rukmono, 1973).
5. Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang
hilang

(Dorland,

2002).

Functio

laesa

merupakan

reaksi

peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui


secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan
yang meradang (Abrams, 1995).
Gejala klinis umum angina Ludwigs meliputi malaise, lemah,
lesu, nyeri leher yang berat dan bengkak, demam, malnutrisi,
dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau
kesulitan bernapas (Hartmann, 1999). Gejala klinis ekstra oral
meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti
papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan
jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia
(hot potato voice atau suara yang serak bahkan tidak ada suara
sama sekali dapat terjadi) akibat edema pada organ vocal.
Namun dapat disertai juga dengan dyspnea (rasa sesak nafas
mencekik), takipnea atau pernafasan yang dangkal dan cepat
dikarenakan adanya penumpukan CO2 pada paru-paru, Ontalgia
(nyeri tajam dan menusuk), disfagia atau kesulitan bernafas dan
dapat juga di sertai suara yang berdengung karena ketidak

mampuan mengontrol artikulasi atau disebut disartria.(Kremer et


al. 2006)

Pemeriksaan fisik pada penderita Angina Ludwig, dapat


memperlihatkan

adanya

demam

dan

takikardi

dengan

karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada


gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi
dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai
dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan
menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. (Lemonick,
2002)

1.3

Pemeriksaan angina Ludwig


Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pasien dengan

angina Ludwigs yang paling umum adalah pemeriksaan klinis


berupa pemeriksaan fisik, anamnesa pasien, pemeriksaan ekstra
oral (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi). Pemeriksaan intra
oral bagi pasien angina Ludwigs yang tidak trismus. Namun

kebanyakan

angina

Ludwig

disertai

sulit

membuka

mulut

(trismus) dikarenakan nyeri yang hebat dan edema besar yang


bila di raba seperti papan keras dan bagian otot membuka
seperti m. maseter.
Metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dapat
berguna untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah:
tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut.
Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan
tindakan insisi drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas
untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau
anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi
(Lemonick, 2002).
Menurut Lemonick (2002), penatalaksaan angina Ludwig
memerlukan tiga fokus utama, yaitu:
1. menjaga patensi jalan napas.
2. terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati
dan membatasi
3. penyebaran infeksi.
4. dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
1.4

Patofisiologi angina Ludwig


Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi.

Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan


periodontal

pocket

dalam

merupakan

jalan

bakteri

untuk

mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang


banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka
infeksi

akan

menembus

dan

masuk

ke

jaringan

lunak.

Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan


tubuh.

Odontogen

dapat

menyebar

melalui

jaringan

ikat

(perkontinuitatum),

pembuluh

darah

pembuluh limfe (limfogenous).


Yang paling sering terjadi

(hematogenous),

adalah

penjalaran

dan

secara

perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan


yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus atau nanah.
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses
palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk
abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses
submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan
ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat
melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam
mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan
membentuk

abses,

pusnya

dapat

menyebar

ke

ruang

submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringal.


Selain infeksi gigi abses ini juga dapat disebabkan pericoronitis,
yaitu suatu infeksi gusi yang disebabkan erupsi molar ketiga
yang tidak sempurna. Infeksi bakteri yang paling sering oleh
streptococcus

atau

staphylococcus.

Sejak

semakin

berkembangnya antibiotik, angina Ludwig menjadi penyakit yang


jarang di jumpai.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada
kesatuan yang keras dari fasia servikal profunda dengan
m.digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat
terbentuk dengan jelas.
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam
ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus
submaksilar Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju
ruang sublingual atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang

m.hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher. Pada infeksi ruang


sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian
superior dan posterior, sehingga menghambat jalan nafas.
Adapun golongan bakteri yang sering ditemukan pada angina
Ludwig

Penyebabnya

sering

merupakan

infeksi

bakteri

polymicrobial yang mencakup kelompok spesies A Streptococcus.


lainnya

yang

umum

organisme

berkelompok

termasuk

Staphylococcus Fusobacterium , dan Bacteroides spesies . Pasien


yang immunocompromised biasanya terinfeksi dengan atipikal
organisme , seperti Pseudomonas , Escherichia coli , Candida ,
atau Clostridium.
1.5

Faktor memperberat angina Ludwig

1.4.1 Diabetes mellitus


Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya

kadar

gula

darah

disertai

dengan

metabolisme karbohidrat, lipid dan protein

gangguan

sebagai akibat

insufisiensi fungsi insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).


1.4.1.1 Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan
populasi

penderita

diabetes. Diabetes

tipe

ini

disebabkan

kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh


reaksi otoimun.

Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas

terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel
memproduksi

insulin,

sedangkan sel-sel

sel-sel

memproduksi

memproduksi

hormon

glukagon,
somastatin.

Namun

demikian

serangan

autoimun

secara

selektif

menghancurkan sel-sel . Destruksi otoimun dari sel-sel pulau


Langerhans
defesiensi

kelenjar
sekresi

pankreas

insulin.

langsung

Defesiensi

mengakibatkan

insulin

inilah

yang

menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe


1. Selain defesiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas
pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada
penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan
oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia
akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada
penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi
walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah
kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini
adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis
diabetikapabila tidak mendapatkan terapi insulin.
1.4.1.2 Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih
umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe
1, terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang
juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal,

keadaan

ini

disebut

resietensi

insulin.

Disamping

resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul


gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik
yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan selsel langerhans secara autoimun sebagaimana terjadi pada DM
tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita

DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.

Obesitas yang

pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,


merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini,
dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh
gemuk. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin,
yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan pasien
diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu
defisiensi

jaringan

terhadap

insulin

maupun

kerusakan

respon sel terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan


meningkatya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat
diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang mengurangi
hiperglikemia tersebut (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
1.4.1.3 Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang
timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya
sementara. Keadaan ini terjadi karena pembentukan hormon
pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra,
2008).
Penatalaksanaan

diabetes

mellitus

Pada

penatalaksanaan

diabetes mellitus, langkah pertama yang harus dilakukan adalah


penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah
raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan
belum tercapai, dapat dikombinasi dengan langkah farmakologis
berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau
kombinasi keduanya.(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)

1.4.2 HIV dan AIDS


1.4.2.1 HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangka l infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang
yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c). Virus HIV diklasifikasikan ke dalam
golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus
RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel
mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus
ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi
berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami

mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan
lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
1.4.2.2 AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkaninfeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatangan berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006). HIV adalah jenis parasit
obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang
pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa
pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi
baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal
dengan infeksi oportunistik.(Zein, 2006)
1.4.3 Kekurangan gizi
Gizi
Kurang
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan
zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir, dan semua hal yang
berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi bersifat ringan sampai berat
banyak terjadi pada anak balita. Kondisi gizi kurang yang terus-menerus
menyebabkan kurang energi protein (KEP) yang merupakan salah satu penyakit
gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam
proporsi yang berbeda-beda,pada derajat yang ringan sampai berat.
Menurut Manjoer Arif (2000) KEP adalah keadaan dimana kurang gizi yang di
sebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari yang
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Batita gizi kurang adalah batita
dengan status gizi kurang yang berdasarkan indikator BB/U dengan nilai z-score < 2 SD sampai 3 SD

1.6

Penatalaksanaan angina Ludwig

1.6.1 Definisi tracheostomy


Trakeostomi adalah prosedur operatif dengan membuat lubang
untuk bernapas pada dinding depan trakea. Trakeostomi menurut
letak yaitu letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batasnya
adalah cincin trakea ketiga. Trakeostomi menurut waktu yaitu
trakeostomi darurat dan trakeostomi berencana.
1.6.2 Indikasi Trakeostomi
Alasan utama trakeostomi dilakukan, yaitu :
1. Obstruksi saluran napas atas
2. Insufisiensi mekanis respirasi

3. Kesulitan pernapasan akibat sekresi


4. Elektif: trakesotomi dilakukan untuk mempertahankan aliran
udara saat saluran napas atas tidak dapat dilakukan.
5. Untuk membantu pemasangan alat bantu pernapasan
6. Mengurangi ruang rugi /dead air space
1.6.3 Prosedur Trakeostomi
Alat-alat yang diperlukan, yaitu :
1. Spoit (semprit) dengan anestesi local (lidokain 2%)
2. Pisau (bisturi no. 11 & 15 dan penanganannya)
3. Pinset anatomi
4. Gunting panjang dengan tepi/ujung yang tumpul
5. Haak tumpul yang kecil, klem arteri (hemostat) lurus &
6.
7.
8.
9.

bengkok
Retraktor untuk membuka lumen trakea
Suction dan kauterisasi
Kanul trakea
Forceps.

10.
Kanul Trakheostomi
Terdiri dari 3 bagian yaitu kanul luar, kanul dalam dan abturator.
Kanul dalam dapat ditarik untuk dapat dibersihkan dalam waktu
yang singkat. Obturator hanya digunakan sebagai penuntun
untuk kanul luar dan dicabut kembali setelah kanul luar masuk
pada tempatnya. Bentuk-bentuk kanul dapat pula bervariasi
sesuai dengan jenis dan kegunaannya masing-masing.
Jenis-jenis

Kanula

Kanul

Dewasa dan Anak-anak


Kanul

Metal

Plastik

Tube Portex dan Tube Sheiley


1.6.4 Trakheostomi Elektif Pada Orang Dewasa
Penderita tidur terlentang dengan posisi kepala lebih tingga
daripada kaki untuk mengurangi tekanan aliran balik vena. Kulit
daerah leher dibersihkan secara asepsis dan antisepsis dan
ditutup dengan kain kasa steril.

Insisi

horisontal

direkomendasikan

pada

trakheostomi

elektif. Insisi kulit dilakukan pada daerah landmark sepanjang


5 cm,yaitu cincin ke-2 dan ke-4. Ikatan-ikatan otot dipisahkan
selapis demi selapis dan dijauhkan satu sama lain dengan dua
penarik kecil samapi cincin trachea tampak Isthmus ini bisa
diretraksi maka dapat ditarik ke atas dan ke bawah menjauhi
lapangan trakheostomi.
Irisan trakhea dilakukan pada jajaran setinggi cincin kedua
dan ketiga. Kanul trakheostomi disesuaikan dengan diameter
dari lumen trakhea dan panjangnya disesuaikan dengan panjang
trakhea. Setelah kanul terpasang, dilakukan fiksasi berupa
pengikatan dari kanul dan diikatkan disisi leher.
1.6.5 Trakheostomi Darurat
Indikasi: kondisi pasien sangat berat berupa hipoksia yang
semakin menghebat dimana tidak ada waktu untuk trakheostomi
terencana

dan

fasilitas

untuk

intubasi

endoktrakhea

dan

pemasukkan bronkhoskopi tidak memungkinkan.


Teknik dari trakheostomi darurat berbeda dari trakheostomi
terencana, yaitu insisi dilakukan secara vertikal.
Trakheostomi Pada Anak
Teknik trakheostomi pada anak prinsipnya sama dengan
pada orang dewasa. Anak harus lebih hati-hati karena anatomi
leher anak sedikit berbeda. Diperlukan pula suatu ventilasi
control dengan masker.
1.6.6 Perawatan Pasca Trakheostomi
1. Awasi tanda vital
2. Foto dada segera dilakukan dan 48 jam kemudian untuk
melihat komplikasi lambat yang mungkin ada.
3. Udara hangat yang lembab harus disediakan selama 48
sampai 72 jam

4. Aspirasi teratur harus dilakukan dalam beberapa hari segera


setelah operasi
1.6.7 Komplikasi
Immediate
1. Apneu, akibat lambatnya penanganan hipoksia
2. Perdarahan
3. Pneumothoraks dan pneumomediastinum
4. Trauma pada kartilago krikoid
5. Trauma pada struktur dekat trachea, seperti esophagus,
n.laringeal rekurens dan pleura.
Intermediate
1. Erosi trachea dan perdarahan
2. Disposisi dari kanul trakheostomi
3. Emfisema subkutan
4. Aspirasi dan abses paru
Late
1. Fistel trakheokutanes yang menetap
2. Stenosis dari laring dan trachea
3. Pembentukan jaringan ikat pada trachea
4. Fistel trakheaosofagus
1.6.8 Dekanulasi
Pastikan bahwa
trakeostomi

telah

penyakit

teratasi.

yang

Penutupan

mendasari
kanul

tindakan

trakeostomi

dilakukan secara bertahap. Mulai dari bagian stoma/lubang,


bagian dan terakhir ditutup penuh, atau dengan mengganti
kanul dengan diameter yang lebih kecil.
Syarat-syarat dilakukan dekanulasi
Hambatan atau kelainan neurologik sudah teratasi sehingga
airway melalui hidung sudah adekuat. Jika pasien dapat batuk
dengan adekuat dan disertai fungsi menelan yang sudah baik.
Sekret tidak ada tanda-tanda infeksi seperti mukopurulen. Stoma
terawat

baik

(faringokutan).

dan

tidak

ada

komplikasi

misalnya

fistel

Sumber

https://www.jevuska.com/2010/06/11/trakeostomi/

Artikel Kedokteran, Blog, Social Media, Tutorial dan Berita


1.6.9 Pemberian antibiotic
Dalam kasus ini pasien diberikan penicillin G
Indikasi:
infeksi tenggorokan, otitis media, endokarditis,

penyakit

meningokokus, pnemonia (lihat Tabel 5.1), selulitis, antraks,


profilaksis amputasi pada lengan atau kaki; lihat juga keterangan
di atas.
Peringatan:
riwayat alergi, hasil tes glukosa urin positif palsu, gangguan
fungsi ginjal.
Interaksi:
Kontraindikasi:
hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
Efek Samping:
reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
anafilaksis, serum sickness-like reaction; jarang, toksisitas sistem
saraf pusat termasuk konvulsi (terutama pada dosis tinggi atau
pada

gangguan

hemolitik,

ginjal

leukopenia,

berat),

nefritis

trombositopenia

interstisial,
dan

anemia

gangguan

pembekuan darah; juga dilaporkan diare (termasuk kolitis karena


antibiotik).
Dosis:
injeksi intramuskular atau intravena lambat atau infus, 2,4-4,8 g
sehari dalam 4 dosis terbagi, pada infeksi yang lebih berat dapat
ditingkatkan jika perlu (dosis tunggal di atas 1,2 g injeksi
intravena saja; lihat keterangan di bawah.
BAYI PREMATUR dan NEONATAL di bawah 1 minggu, 50 mg/kg bb
dalam 2 dosis terbagi;
BAYI 1-4 minggu: 75 mg/kg bb/hari, dalam 3 dosis terbagi;
ANAK 1 bulan-12 tahun: 100 mg/kg bb/hari dalam 4 dosis terbagi
(dosis lebih tinggi mungkin dibutuhkan) (lihat juga keterangan di

bawah); rute intravena direkomendasikan pada neonatal dan


bayi. Endokarditis (dalam kombinasi dengan bakteri lain jika
diperlukan): infus atau injeksi intravena lambat 7,2 gram/hari
dalam 6 dosis terbagi, tingkatkan jika perlu (contoh dalam
endokarditis enterokokus atau jika benzilpenisilin digunakan
tunggal) menjadi 14,4 g sehari dalam 6 dosis terbagi. Antraks
(dalam kombinasi dengan antibakteri lain), infus atau injeksi
intravena lambat, 2,4 g setiap 4 jam; Anak 150 mg/kg bb sehari
dalam 4 dosis terbagi. Profilaksis infeksi streptokokus grup B
intrapartum, infus atau injeksi intravena lambat, dosis awal 3 g
selanjutnya 1,5 g setiap 4 jam hingga saat melahirkan.Penyakit
meningokokus: injeksi intravena lambat atau infus, 2,4 gram
setiap 4 jam; BAYI PREMATUR dan NEONATAL di bawah 1 minggu,
100 mg/kg bb/hari, dalam 2 dosis terbagi; NEONATAL 1-4
minggu: 150 mg/kg bb/hari, dalam 3 dosis terbagi; ANAK 1 bulan
- 12 tahun 180-300 mg/kg bb/hari, dalam dosis 4 - 6
terbagi.Penting: Jika diduga menderita meningitis bakterial dan
terutama

penyakit meningokokus,

dokter dianjurkan untuk

memberikan injeksi tunggal benzilpenisilin secara intramuskular


atau intravena sebelum membawa pasien ke Rumah Sakit. Dosis:
DEWASA 1,2 g; BAYI di bawah 1 tahun, 300 mg; ANAK 1-9 tahun
600 mg; 10 tahun ke atas sama dengan dewasa. Pada pasien
alergi penisilin, sefotaksim (lihat 7.1.2.1) dapat merupakan
alternatif; kloramfenikol dapat digunakan bila ada riwayat
anafilaksis

pada

direkomendasikan.

penisilin.Injeksi

intratekal

tidak

Anda mungkin juga menyukai