Ensefalopati hepatikum yang paling umum ditemukan adalah pada keadaan gagal hati kronik
pada sirosis hepatis, proses yang terjadi berjalan lambat seiring dengan perjalanan penyakitnya.
Varises esophagus yang rupture merupakan predisposisi utama yang meningkatkan kejadian
ensefalopati hepatikum, Darah yang mengalir dalam saluran cerna berjumlah cukup banyak
karena berasal dari tempat bertekanan tinggi akibat hipertensi porta, sehingga banyak pula
protein globin darah yang akan metabolisme oleh bakteri usus menjadi amonia kemudian
diserap oleh tubuh.
1. Hipotesis Toksisitas sinergik
Neurotransmitter lain yang mempunyai efek sinergis dengan ammonia seperti merkaptan, asam
lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain lain. Merkaptan yang dihasilkan dari metionin
oleh bakteri usus akan berperan menghambat NaK ATP-ase . asam lemak rantai pendek seperti
oktanoid mempunyai efek metabolic seperti gangguan oksidasi, fosforilasi, dan penghambatan
konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK ATP-ase sehingga dapat mengakibatkan
ensefalopati hepatikum reversible.
Fenol sebagia hasil metabolism tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas otak dan enzim
hati monoamine oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehirogenase, prolin oksidase yang
berpotensi dengan zat lain seperti ammonia yang mengakibatkan ensefalopati hepatikum.
Senyawa senyawa tersebut akan memperkuat toksisitas dari ammonia.
1. Hipotesis Neurotransmitter palsu
Pada kerusakan hati, neurotranmiter otak , dopamine dan nor-adrenalin, akan diganti oleh
neurotransmitter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin yang lebih lemah dari
neurotransmitter aslinya. Keadaan ini yang akan menyebabkan ensefalopati hepatikum. Beberapa
factor yang mempengaruhi adalah :
a)
Pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi oktapamin
yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak.
b)
Penurunan asam amino rantai cabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin, isoleusin
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam amino aromatic (AAA) seperti tirosin,
fenilalanin, dan triptopan karena penurunan ambilan hati. Rasio normal BCAA : AAA (Fisischer
ratio) adalah 3 3,5 bisa mencapai 1,0 pada gagal hati, ratio ini penting dipertahankan untuk
konsentrasi neurotransmitter pada susunan saraf.
1. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Ketidakseimbangan antara asam amino dari neurotransmitter yang akan merangsang dan
menghambat fungsi otak akan menyebabkan ensefalopati hepatikum. Dalam hal ini terjadi
penurunan neurotransmitter perangsang seperti glutamate, aspartat dan dopamine sebagai akibat
meningkatnya ammonia dan gama aminobutirat (GABA) yang menghambat transmisi impuls.
Efek GABa meningkat bukan akibat meningkatnyan influx otak tetapi akibat perubahan reseptor
GABA oleh suatu substansi yang mirip benzodiazepine (benzodiasepin-like substances)
1. Glukagon
Tingginya glucagon berperan pada peningkatan beban nitrogen, karena hormone ini melepas
asam amino aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya glukoneogenesis. Kadar
glucagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme pada penyakit hati terutama jika
terdapat sirkulasi kolateral.
1. 6. Diagnosis
Diagnosis mulai ditegakkan jika telah tampak tanda tanda Klinis berupa kekacauan tingkah
laku, atau untuk kasus yang gawat, diagnosis harus ditelusuri dengan pemeriksaan amonia rutin
karena perkembangan perburukan yang cepat (misalnya pada hepatitis fulminan).
Pemeriksaan fisik yang menyokong diagnosis adalah :
1. pemeriksaan tingkat kesadaran : pola tidur penderita, komunikasi dengan penderita
2. menilai fungsi kortikal penderita : berbahasa, tingkah laku.
3. Menilai tremor generalisata
4. Menilai flapping tremor : rutin dilakukan. Posisi tangan pasien lurus di sisi tubuhnya,
terletak di atas tempat tidur dalam posisi tubuh berbaring, kemudian lengan pasien di
fiksasi didekat pergelangan tangan, jari jari tangan penderita diregangkan dan
diekstensikan pada pergelangan tangan, kemudian minta penderita menahan tangannya
dalam posisi tersebut. Tes positif terganggu jika perasat ini menyebabkan gerakan fleksi
dan ekstensi involunter cepat dari pergelangan tangan dan sendi metakarpofalang (seperti
gerakan kaku dan mengepak)
5. Menilai apraksia kontitusional : penderita tidak dapat menulis dan menggambar dengan
baik pada penderita yang sebelumnya normal bisa menulis dan menggambar sederhana.
6. Tes Psikometri dengan Number Connection Test, untuk menilai tingkat intelektual pasien
yang mungkin telah terjadi EH subklinis. Tes ini cukup mudah, sederhana dan tidak
membutuhkan biaya serta dapat menilai tingkat EH pada pasien sirosis yang rawat jalan.
Cara : menghubungkan angka angka dengan berurutan dari 1 hingga 25. Interpretasi :
Normal
Lama penyelesaian UHA : 15 30 detik
Tingkat I
31 50 detik
Tingkat II
51 80 detik
Tingkat III
81 120 detik
Tingkat IV
> 120 detik
Sanyal, 1994
1. 7. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
1.
Elektro Ensefalografi
Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitude dan menurunnya jumlah sikllus
gelombang per detik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8 12Hz)
Frekuensi gelombang EEG: frekuensi gelombang
Tingkat ensefalopati
Alfa
Tingkat 0
8,5 12 siklus per detik
Tingkat I
7 8 siklus per detik
Tingkat II
5 7 siklus per detik
Tingkat III
3 5 siklus per detik
Tingkat IV
3 siklus per detik atau negative
1. Pemeriksaan Kadar Amonia Darah
Tingkat ensefalopati
Kadar ammonia darah dalam g/dl
Tingkat 0
< 150
Tingkat 1
151 200
Tingkat 2
201 250
Tingkat 3
251 300
Tingkat 4
> 300
1. 8. Diagnosis Banding
1.
Koma akibat intoksikasi obat obatan dan alcohol
2.
Koma akibat gangguan metabolisme lain seperti uremic ensefalopati, koma
hipoglikemia, koma hiperglikemia.
2. 9. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu harus diperhatikan apakah EH tersebut terjadi primer atau sekunder akibat factor
pencetus.
Prinsip penatalaksanaan :
1)
Mengobati penyakit dasar hati
Jika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis virus. Jika telah terjadi
sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini sulit dilakukan, karena seluruh parenkim hati
telah rusak dan digantikan oleh jaringan fibrotic, terapi terakhir adalah transplantasi hati.
2)
Mengidentifikasi dan menghilangkan factor factor pencetus.
3)
Mengurangi produksi ammonia :
1. Mengurangi asupan protein makanan
2. Antibiotik Neomycin : adalah antibiotic yang bekerja local dalam saluran pencernaan
merupakan obat pilihan untuk menghambat bakteri usus. Dosis 4x 1 2 g/hari (dewasa)
atau dengan Rifaximin (derivate Rimycin) dosis : 1200mg per hari selama 5 hari
dikatakan cukup efektif.
3. Laktulosa : berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi asam organic
oleh bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3 dalam kolon dan
merubahnnya menjadi ion ammonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion
ammonium diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari: 30 50 cc per jam
hingga terjadi diare ringan.
4. Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 0,5 gram / hari.
5. Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari : dapat dipakai katartik osmotic
seperti MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan neomysin 1 %
sehingga didapat pH asam = 4 ) Membersihkan saluran cerna bagian bawah.
4)
Upaya suportif III dan IV perlu perawatan supportif yang intensif : perhatikan posisi
berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter foley untuk balance cairan.
Jika terdapat rupture varises esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.
1. Penderita stadium
2. Diet tinggi kalori : jus buah atau infuse dextrose IV. 2000 kal/hari.
3. Pemberian Vit B
4. Mencegah dehidrasi : cukupkan asupan cairan (hitung balance cairan)
5. Asupan protein dikurangi atau dihentikan sementara. Stadium I II diet rendah protein
(beri nabati) 20 gram/hari. Stadium III IV tanpa protein.Pemberian protein setelah fase
kritis disesuaikan dengan klinis penderita dan ditingkatkan perlahan mulai 10 gram
hingga maintenance (40 -60 gram/hari). Sumber protein utama dari asam amino rantai
cabang yang diharapkan akan menyeimbangkan neurotransmitter asli dan palsu. Tujuan
lainnya yaitu : 1) untuk mendapatkan energy tanpa memperberat fungsi hati.
2)mengurangi asam amino aromatic dalam darah . 3)memperbaiki sintesis katekolamin
pada jaringan perifer. 4) asam amino rantai cabang dengan dekstrose hipertonik akan
mengurangi hiperaminosidemia.
6. Rincian pemberian nutrisi parenteral :
Cairan dextrose 10% atau maltose 10%
AARC = Comafusin hepar atau campuran AAA dalam AARC (Aminoleban) : 1000cc/
hari.
1. Metildopa : 0,5 gram tiap 4 jam .
2. Hindari pemakaian sedative, jika pasien sangat gelisah dapat diberikan dimenhidrinat
50mg i.m. bila perlu diulang tiap 6-8 jam.
3. Vit K 10 20 mg/hari i.m. atau per oral.
4. Bromokriptin (dopamine reseptor antagonis dalam dosis 15 mg/hari dapat member
perbaikan klinis, psikometrik, dan EEG (dalam taraf eksperimental)
5. Antagonis benzediazepin reseptor (flumazenil) member hasil memuaskan pada stadium I
dan II (dalam taraf eksperimental)
6. 10. Prognosis
Prognosis penderita EH tergantung dari :
1. Penyakit hati yang mendasarinya
2. Faktor faktor pencetus
3. Usia
4. Keadaan gizi
5. Derajat kerusakan parenkim hati
6. Kemampuan regenerasi hati.
Pada EH sekunder, jika faktor faktor pencetus teratasi, umumnya 80% penderita akan kembali
sadar. Pada EH primer prognosis akan diperburuk jika disertai hipoalbuminemia, ikterus, serta
asites. Sementara EH akut akibat hepatisis virus fulminan kemungkinan hanya 20% yang pulih
setelah dirawat pada pusat kesehatan dengan perawatan intensif yang maju