Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan


lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan
saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik
sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar.1,2 Traktus kortikobulbar berfungsi
untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.1
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari
korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya
ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron
motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem
saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan
fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN
menimbulkan kelumpuhan otot yang lemas, ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar
untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh
(paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah
ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). 1,2

Menurut perkiraan sekitar 93 juta anak atau 1 dari 20 anak usia 14 tahun
atau kurang hidup dalam keadaan disabilitas yang sedang atau parah, salah satu
penyebab disabilitas tersebut berupa kelumpuhan pada anak. Untuk penyebab
kelumpuhan tipe LMN terbanyak di dunia disebabkan oleh infeksi dari virus polio
terutama di Negara-negara seperti Afrika dan India dengan kasus terbanyak,
namun angka kejadian polio dapat di kendalikan dengan penggunaan vaksin,

Upaya eradikasi global telah berhasil menurunkan kasus poliomielitis secara


dramatis dari jumlah 350.000 per tahun pada tahun 1988 menjadi hanya 1267
pada tahun 2004 jumlah negara di mana polio endemik juga berkurang dari 125
tahun 1988 menjadi tinggal 6 saja di tahun 2003.3,4,5 Sedangkan untuk kelumpuhan
tipe UMN disebabkan oleh cerebral palsy. Insidensi dari cerebral palsy sebanyak
2 kasus per 1000 kelahiran hidup, dimana 5 dari 1000 anak memperlihatkan
defisit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy. Lima puluh persen kasus
termasuk ringan dan 10% termasuk kasus berat.3,5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Berdasarkan letak anatomis, motoneuron pada sistem saraf somatis terbagi
menjadi dua, yakni Upper Motor neurons dan Lower Motor neurons. Upper
motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik
di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan
perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan
piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus
kortikospinal dan traktus kortikobulbar.1,2
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7
tulang cervical, 12 tulang thorax, 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian
yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan
bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.1,2,6

Gambar 1. Tulang belakang

Foramen pada tulang belakang membentuk saluran sebagai tempat


sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis turun ke
bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan
cerebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta saraf yang mentransmisikan
informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, organ-organ tubuh dan kembali
ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang
mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer.3,4
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum sampai
konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut
menjadi Kauda Equina. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden yang
membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri
dan gerak posisi dan traktus descenden yang membawa informasi dari otak ke
anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh 1,6

Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra

Medula spinalis diperdarahi oleh dua susunan arteri yaitu arteri spinalis
dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan
posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi
menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus
vertebromedularis arteria interkostalis.1 Medula Spinalis disuplai oleh arteri
spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Ujung akhir dari medula spinalis
disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan L2. Setelah akhir medula
spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk cauda equina. 1,2,6,7
2.2 Fisilogi
Saraf Pusat terbagi menjadi Sistem Saraf Somatis (SSS) dan Sistem Saraf
Otonom (SSO). Sistem saraf somatis mengontrol kontraksi otot skelet secara
sadar (volunter). Sedangkan Sistem saraf otonom mengontrol gerak organ visceral
secara tidak sadar (involunter). Upper motor neuron adalah semua neuron yang
menyalurkan impuls motorik ke lower motor neuron dan terbagi menjadi susunan
piramidalis dan extrapiramidalis. Upper motor neuron berjalan dari korteks serebri
sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari upper motor neuron akan
mempengaruhi aktifitas dari lower motor neuron.1,7
Lower motor neuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls
motorik pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini,

yang

membedakan dengan upper motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi


serabut otot dengan berjalan melalui radix anterior, nervus spinalis dan saraf tepi.
Lower motorneuron memiliki dua jenis yaitu alfa motorneuron memiliki akson
yang besar, tebal dan menuju ke serabut otot ekstrafusal (aliran impuls saraf yang
berasal dari otak/medulla spinalis menuju ke efektor), sedangkan gamma
motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke serabut otot
intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak/medulla spinalis).
Begitu halnya dengan nervus cranialis merupakan dari bagian LMN karena
nervus-nervus cranialis ini sudah keluar sebelum medulla spinalis yaitu di pons
dan medulla oblongata.7,8,9
5

Traktus Piramidalis dan Ektrapiramidalis


Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron yang
disebut neuron desendens. Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di
sistem saraf pusat tempat impuls tersebut berasal. Neuron tingkat pertama
memiliki badan sel di dalam cortex cerebri atau berada di tempat asal impuls.
Neuron tingkat kedua adalah sebuah neuron yang terletak di medulla spinalis.
Akson neuron tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat ketiga
di columna grisea anterior. Secara fungsi klinis traktus desendens dibagi menjadi
trackus piramidails dan extrapiramidalis. Trackur piramidalis terdiri dari traktus
corticospinal dan traktus corticobulbar. Traktus extrapiramidalis dibagi menjadi
lateral pathway dan medial pathway. Lateral pathway terdiri dari traktus
rubrospinal dan medial pathway terdiri dari traktus vestibulospinal, traktus
tectospinal dan traktus retikulospina..

Gambar 3 Traktus Piramidalis dan Ektrapiramidalis

Traktus Corticospinal

Serabut traktus corticospinal berasal dari sel piramidal di cortex cerebri.


Dua pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus
postcentralis. Serabut desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata,
kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna. Pada medulla
oblongata traktus corticospinal nampak pada permukaan ventral yang disebut
pyramids. Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut 85% traktus
corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio pyramidalis
sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap
bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla spinalis.
Traktus corticospinalis yang menyilang pada ducassatio akan membentuk traktus
corticospinal lateral dan yang tidak menyilang akan membentuk traktus
corticospinal anterior.

.
Gambar 4. Traktus Piramidalis
Traktus Corticobulbar

Serabut traktus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama


dengan traktus corticospinal, namun traktus corticobulbar bersinaps pada motor
neuron nervus cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Traktus coricobulbar
menjalankan fungsi kontrol volunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu,
muka dan beberapa otot pada faring dan leher. Seperti halnya dengan traktus
corticospinal,

traktus

corticobulbar

pun

mengalami

persilangan

namun

persilangannya terdapat pada tempat keluarnya motor neuron tersebut.


Fungsi dan sifat keduabelas nervus kranialis dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Nervus Cranial
Olfactorius
(N. I)

Opticus
(N. II)
Occulomotorius
(N. III)

Anatomis
Asal: reseptor di epitel olfaktoris
Melalui:
lamina et foramina cribosa os ethmoidalis
Tujuan:
bulbus olfaktorius
Asal: retina mata
Melalui: kanalis optikus os sphenoidalis
Tujuan: diencephalon via chiasma opticum
Asal: Mesencephalon
Melalui: fissura orbitalis superior os

Sifat
Sensorik

Fungsi
Penghidu

Sensorik

Penglihatan

Motorik

Pergerakan bola
mata, pergerakan

sphenoidalis
Tujuan:
Somatis: otot rectus superior, medial et

pupil

inferior, otot obliqus inferior, otot levator

Trochlear
(N. IV)

palpebra superior
Visceral: otot intrinsik bola mata
Asal: Mesencephalon
Melalui: fissura orbitalis superior os

Trigeminus
(N. V)

sphenoidalis
Tujuan: otot obliqus superior
Asal:
Cabang oftalmika (sensori): struktur
orbitalis, nasal cavity, kulit dahi, kelopak
mata atas, alis, hidung
Cabang maxillaris (sensoris): kelopak mata
bawah, bibir atas, gusi dan gigi, pipi,
hidung, palatum dan faring
Cabang mandibularis (mixed):
Melalui:

Motorik

Pergerakan bola
mata

Sensorik

Mengatur refleks

dan

kornea, otot otot

motorik

pengunyah

Abducens
(N. VI)

Facial
(N. VII)

Cabang Oftalmika : fisura orbitalis superior


Cabang Maxillaris : foramen rotundum
Cabang Mandibularis : foramen ovale
Tujuan:
Sensori: pons
Motorik : otot mastikasi
Asal: Pons
Melalui: fissura orbitalis superior os
sphenoidalis
Tujuan: otot rectus lateralis
Asal:
Sensorik: reseptor pengecap pada 2/3
anterior lidah
Motorik : motor nuclei di pons
Melalui: kanalis akustikus interna, kanalis

Motorik

mata
Sensorik

Persarafi 2/3

dan

anterior lidah

motorik

(sensoris), otot
otot ekspresi

fasialis pada foramina stylomastoidea


Tujuan:
Sensorik: nuclei sensoris di pons
Gerak Somatis: otot ekspresi wajah
Gerak visceral: gland lakrimalis, gland
Vestibulocochlear

(N. VIII)

mukus nasalis, dll


Asal: reseptor keseimbangan pada telinga

Pergerakan bola

wajah, sekresi
kelenjar ludah

Sensorik

dalam
Melalui: kanalis akustikus internal os

Keseimbangan
dan pendengaran

temporalis
Tujuan: nuclei vestibular dan cochlear
Glossopharyngeal
(N. IX)

pada pons dan medulla oblongata


Asal:
Sensorik: 1/3 posterior lidah, sebagian
faring dan palatum, a. Carotis di leher
Motorik: motornuclei di medula oblongata
Melalui: foramina jugularis os osipitalis

Sensorik

Persarafi 1/3

dan

posterior lidah,

motorik

sebagai reseptor
tekanan darah

dan os temporalis
Tujuan:
Sensorik: nuclei sensoris medula oblongata
Gerak somatis: otot faring
Gerak visceral: gland parotidea
Vagus
(N. X)

Asal:
Sensorik: faring sebagian, aurikula, kanalis
akustikus eksternal, diafragma dan organ
viseral torax, abdominopelvic cavity
Motorik: motor nuclei di medula oblongata
Melalui: foramina jugularis antara os

Sensorik

Hearth rate,

dan

sistem digestif

motorik

osipitalis dan os temporalis


Tujuan:
Sensorik: nuclei sensoris dan pusat otonom
di medula oblongata
Gerak visceral: otot palatum, faring, organ
pencernaan, traktus respiratorius,
kardiovaskular sistem

Acessorius
(N. XI)

Asal: nuclei motorik di korda spinalis dan

Motorik

medula oblongata
Melalui: foramina jugularis di antara os

Musculus
trapezius,
musculus

osipitalis dan os temporalis


Tujuan:
Cabang internal: otot palatum, faring,

sternocleidomasto
ideus

laring,
Cabang eksternal: m.
sternocleidomastoideus dan . trapezius
Asal: nuclei motorik di medula oblongata

Hypoglossus
(N. XII)

Motorik

Pergerakan otot
intrinsik lidah

Tabel 1. Nervus kranialis, sifat dan fungsinya

Medial Pathway
Medial Pathway (jalur medial) mempersarafi dan mengendalikan tonus
otot dan pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal.
Upper motor neuron jalur medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus
superior dan formasio retikularis. Nukleus vestibularis menerima informasi dari N
VIII dari reseptor di vestibulum untuk mengontrol posisi dan pergerakan kepala.
Traktus

descendens

yang

berasal

dari

nukleus

tersebut

ialah

traktus

vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah untuk menjaga postur tubuh
dan keseimbangan. Colliculus superior menerima sensasi visual. Traktus
descendens yang berasal dari colliculus superior disebut traktus tectospinal.
Fungsi traktus ini ialah untuk mengatur refleks gerakan postural yang berkaitan
dengan penglihatan.

10

Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang


membentuk jejaring (retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan
saraf pusat dari medulla spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima
input dari hampir semua seluruh sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang
turun memengaruhi sel-sel saraf di semua tingkat susunan saraf pusat. Akson
motor neuron dari formatio retikularis turun melalui traktus retikulospinal tanpa
menyilang ke sisi kontralateral. Fungsi dari traktus reticulospinalis ini ialah untuk
menghambat atar memfasilitasi gerakan voluntar dan kontrol simpatis dan
parasimpatis hipotalamus.
Lateral Pathway
Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan
presisi pergerakan dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur
lateral ini terletak dalam nukleus ruber (merah) yang terletak dalam
mesencephalon. Akson motor neuron dari nukleus ruber ini turun melalui traktus
rubrospinal. Pada manusia traktus rubrospinal kecil dan hanya mencapai corda
spinalis bagian cervical.
2.3 Kelumpuhan
Kelumpuhan adalah hilangnya kekuatan yang dalam hal ini mempengaruhi
anggota tubuh yaitu kaki dan lengan ataupun kelompok otot. Setiap serabut otot
yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf , salah satunya
terdapat pada korteks motorik, serabut-serabutnya berada tepat pada traktus
piramidal yaitu penyilangan traktus piramidal, dan serat lainnya berada pada
ujung anterior medula spinalis, serat-seratnya berjalan menuju otot. Jaras motorik
dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak dibentuk oleh
UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak, menurun
melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak,
menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN.
LMN menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju
sambungan mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot.

11

Gejala klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :


o UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas
otot, tidak ada atrofi otot, reflek hiperaktif dan abnormal
o LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid
otot, atrofi otot, tidak ada atau penurunan reflek.
Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar menuju otot
yang disebut motor pathway. Fungsi otot yang normal membutuhkan
hubunganyang lengkap disepanjang semua motor pathway. Adanya kerusakan
pada ujungnya menurunkan kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan
-pergerakan otot. Hal ini menurunkan efesiensi disebabkan kelemahan, juga
disebut paresis. Kehilangan hubungan yang komplit menghalangi adanya
keinginan untuk bergerak lebih banyak. Ketiadaan kontrol ini disebut paralisis.
Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut. Keadaan yang menyebabkan
kelemahan mungkin berkembang menjadi kelumpuhan. Pada tangan yang lain,
kekuatan mungkin memperbaiki lumpuhnya anggota badan. Regenerasi saraf
untuk tumbuh kembali melalui satu jalan yang mana kekuatan dapat kembali
untuk otot yang lumpuh. Paralisis lebih banyak disebabkan perubahan sifat otot.
Lumpuh otot mungkin mebuat ototo lemah, lembek dan tanpa kesehatan yang
cukup, atau mungkin kejang, mengetat, dan tanpa sifat yang normal ketika otot
digerakkan.
Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap
atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan
terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih
kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.
Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu 6,7:

Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau

ekstremitas bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

12

Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu

ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari bahasa yunani sedangkan
quadra dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia
hilangnya sebagian

yang menyebabkan

fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan

kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan


tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan
diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada
keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan
ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena
penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida) 6,7
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan
dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih
dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih
dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan
tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas
tidaknyanya kerusakan 6,7,9
a. Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya 4:
13

a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
Lower motor neuron weakness

Upper motor neuron weakness

(LMN)
Flaccid
Decreased tone
Decreased muscle stretch reflexes
Profound muscle atrophy
Fasciculations present
Pathologic reflexes (-)

(UMN)
Spasticity
Increased tone
Increased muscle stretch reflexes
Minimal muscle atrophy
Fasciculations absent
Pathologic reflexes (+)

Table 2 Perbedaan antara UMN dan LMN


2.4 Pemeriksaan Fisik Neurologis
1. Pemeriksaan Kepala
Ubun-ubun besar dan sutura diraba secara lembut. Tentukan ukurannya dan
ketegangannya. Pemeriksaan dilakukan pada waktu pasien tenang, tidak
bolehpada waktu bangun dan menangis, dilakukan dengan satu atau dua jari. Bila
sutura lebar, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, mungkin ada tekanan
intrakranial meninggi, seperti pada hidrosefalus. Ubun-ubun besar yang tegang
tidak selalu abnormal, tetapi mungkin juga normal karena adanya edema, molding
yang berlebihan, perdarahan subgaleal atau bekas infus yang salah. Ubun-ubun
besar sudah menutup. Sutura menutup terdapat pada kraniosinostosis. Pengukuran
lingkaran

kepala

dan

transluminasi

dilakukan

belakangan

agar

tidak

membangunkan pasien.7,10,11
2. Pemeriksaan Kesadaran
Pasien dibangunkan dengan memegang dadanya dengan ibu jari dan telunjuk
sambil digoyang-goyang secara lembut. Pasien yang sadar akan membuka mata,
14

mengerutkan muka, menangis, dan menggerakkan anggota geraknya. Bayi dengan


masa kehamilan 34 minggu atau lebih sekali bangun akan tetap bangun selama
pemeriksaan. Bayi dengan masa kehamilan 28-33 minggu hanya bangun sebentar
kemudian tidur lagi, dan bayi dengan masa kehamilan 25- 27 minggu lebih sukar
lagi emmbangunkannya. Bila tidak dapat dibangunkan, dan tidak ada kerutan
muka dan gerakan anggota gerak berarti abnormal dengan kesadaran menurun.6-8,11
Tingkat kesadaran dapat dibagi menjadi sadar, apatik/letargi, somnolen, sopor,
dan koma ;

Apatik : Pasien mudah dibangunkan tetapi sukar mempertahankan


keadaan bangunnya
Somnolen : Pasien dapat dibangunkan dengan rangsang tidak sakit
(dengan menggoyang-goyang dada), tetapi reaksinya lambat, dan
hanya sebentar kemudian tertidur kembali
Sopor : Pasien dapat dibangunkan dengan rangsang sakit,
kemudian tidak sadar kembali. Gerakan tarikan tungkai
(withdrawal reflex) tidak dianggap, tapi yang dimaksud dengan
bangun disini berupa kerenyutan muka, gerakan umumu, atau
keduanya
Koma : Pasien tidak dapat dibangunkan sama sekali walaupun
dalam rangsang sakit

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis


Pemeriksaan saraf otak pada neonatus agak berbeda dengan pada anak dan
orang dewasa. Tidak usah urut mulai saraf otak I dan seterusnya, tetapi mana yang
lebih dahulu dapat dilakukan lebih dahulu. Pada waktu pasien bangun,
mengernyutkan muka dan menangis perhatikan mata dan sudut mulutnya untuk
memeriksa saraf otak VII. Pada paresis saraf fasialis akan terlihat mulut moncong
ke sisi sehat, mata tidak dapat menutup dan lipatan nasolabialis hilang pada sisi
yang paresis. Pada waktu menangis dan membuka mulut perhatikan lidah dan
langit-langit untuk emmeriksa saraf otak XII dan IX. Pada lidah perhatikan
ukurannya dan gerakkan simetris atau asimetris, apakah ada fasikulasi (saraf otak
XII). Pada langit-langit perhatikan gerakan arkus farings dan uvula. Pada paresis
saraf IX akan terlihat arkus sisi paresis tertinggal. Pada pasien yang sudah bangun

15

diusahakan agar tetap bangun selama pemeriksaan saraf otak dengan jalan
memberi kesempatan kepada pasien untuk mengisap.6-8,11
Refleks rooting diperiksa dengan menyentuhkan ujung jari di sudut mulut
pasien, maka pasien akan menengok ke arah rangsangan dan berusaha
memasukkan ujung jari tersebut ke mulutnya, kalau ujung jarinya dimasukkan ke
dalam mulutnya 3 cm akan diisap, dan disebut refleks hisap. Pemeriksaan refleks
rooting dan refleks isap digunakan untuk menentukan kelainan saraf otak V, VII,
XII. Reaksi refleks rooting sempurna terjadi pada bayi dengan umur kehamilan 28
minggu reaksinya lambat dan tidak sempurna. Pemeriksaan refleks rooting
reaksinya tidak selalu konstan, kalau diperiksa satu kali pada hari pertama pasca
lahir hasilnya negatif belum tentu abnormal.6-8
Pemeriksaan refleks menelan dilakukan untuk memeriksa saraf IX dan X.Pada
waktu mengisap mata pasien biasanya terbuka secara spontan, dan pada saat itu
kesempatan untuk memeriksa pergerakan bola mata untuk menilai saraf III, IV,
dan VI. Doll's eye maneuver dilakukan dengan memutar kepala pasien ke kiri dan
kanan untuk menilai gerakan bola mata ke lateral. Pada waktu kepala diputar ke
satu sisi, maka akan terjadi deviasi mata ke kontralateral. Doll's eye maneuver
juga dapat digunakan untuk memeriksa saraf VIII bagian vestibular. Pemeriksaan
saraf VIII bagian pendengaran sukar dilakukan secara obyektif, tetapi pada
bayibayi yang kalau ada suara keras menjadi kaget atua berkedip atau
menghentikan kegiatan motornya agaknya pendengarannya baik. Untuk
pemeriksaan

pendengaran

yang

lebih

teliti

dipergunakan

pemeriksaan

elektrofisiologi (brain stem auditory evoked response).6-8,11


Refleks pupil sebenarnya ada tetapi sukar dinilai, karena kalau ada cahaya
neonatus segera akan menutup mata dan sukar dibuka lagi. Pada waktu mata
terbuka segera perhatikan apakah pupilnya isokor/ anisokor. Penciuman pada
neonatus sukar diperiksa secara objektif, tetapi menurut beberapa ahli sebenarnya
penciuman sudah ada, hal ini terbukti apabila tercium bau yang menyenangkan
akan menghentikan aktivitasnya. Penglihatan sukar diperiksa secara obyektif,

16

tetapi penglihatan sebenarnya sudah ada. Dapat diperiksa dengan cahaya atua
benda-benda berwarna merah yang digerakgerakkan di depannya. Pada waktu ada
cahaya pasien berkedip atau menutup mata. Tes penciuman dan pengecap kurang
berguna, sedangkan pemeriksaan saraf XI sukar dilakukan pada neonatus.8,9,10
4. Pemeriksaan Refleks Primitif
Perkembangan sistem saraf pusat pada bayi dapat dinilai dengan
pemeriksaan otomatisme infantil, biasa disebut refleks primitif. Refleks-refleks ini
berkembang selama dalam kandungan, umumnya muncul setelah lahir, dan
menghilang pada umur tertentu. Kelainan pada refleks-refleks ini menandakan
penyakit neurologis dan mengindikasikan investigasi lebih intensif. 7,11
Uji refleks primitif yang rutin dilakukan pada pemeriksaan neourolgis:

17

Tabel 3 Pemeriksaan refleks primitif


Uji refleks primitif tambahan yang diperiksa bila diduga ada suatu
abnormalitas neurologis:1,7,11,12

18

Tabel 4 Pemeriksaan reflex primitive tambahan

19

5. Pemeriksaan Tonus Otot


Observasi motorik ditujukan pada posisi saat istirahat dan gerakan keempat
anggota gerak. Sikap bayi dapat mencerminkan adanya nyeri, fraktur, paresis, dan
gangguan tonus otot. Tindakan yang pertama dilakukan ialah pemeriksaan tonus
otot. Dalam menggerak-gerakan lengan dan tungkai bayi secara pasif hendaknya
tidak menggunakan tenaga kasar dan menjaga jangan sampai bayi menangis.
Melakukan pemeriksaan sambil bermain-main dengan si bayi akan memberikan
hasil yang sesuai. Tonus otot diperiksa dengan manipulasi sendi besar dan
ditentukan derajat tahanannya. Gerakkan setiap sendi-sendi besar untuk menilai
ada tidaknya spastisitas atau flasiditas. Peningkatan maupun penurunan tonus
dapat menandakan penyakit intrakranial. Pada balita dan bayi uji tonus otot
dengan cara pronasi dan supinasi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, dan
dorsofleksi dan plantar fleksi pergelangan kaki, dapat pula dengan memegang otot
yang diperiksa.1,7,8,11
Pada lengan, pemeriksaan dilakukan dengan memegang pergelangan tangan
bayi dan menggoyang-goyangkan lengan bawahnya. Bila tonus otot tinggi maka
tangan tidak akan ikut bergoyang secara luwes, melainkan kaku dan bersikap
mengepal. Uji hipoteonia yang sensitif pada anggota gerak atas ialah dengan tanda
pronator, yaitu pasien diminta angkat tangan, maka akan terjadi hiperpronasi ke
arah luar telapak tangan yang hipotonia disertai fleksi pada siku.7
Pemeriksaan tonus otot tungkai dilakukan dengan menggoyang-goyangkan
tungkai

bayi

yang

dipegang

pada

paha.

Tungkai

bawah

bayi

akan

bergoyanggoyang secara luwes jika otot bertonus normal. Tungkai bawah akan
jatuh lunglai dan tetap menjuntai bila tonus rendah, sebaliknya akan bersikap kaku
dan lurus dalam mengikuti gerakan pasif tungkai atasnya bila tonus meningkat.
Hipotonia dapat diteliti pula dengan menempatkan bayi dalam sikap telungkup di
atas tangan pemeriksa. Bila terdapat hipotonia maka lengan dan tungkai bayi jatuh
lunglai, sedangkan pada bayi normal lengan dan tungkainya akan fleksi ringan di
sendi siku dan lutut.7.8,11,12

20

Sikap kepala bayi sewaktu badannya diangkat dapat memberikan informasi


perkembangan motorik. Sebelum usia 5 bulan kepala jatuh lunglai bila badan
diangkat dari posisi berbaring dengan cara menarik kedua tangan ke atas. Setelah
usia 5 bulan bayi dapat menegakkan kepalanya baik sewaktu badannya hendak
didudukkan dengan mengangkat kedua lengannya, maupun pada waktu
didudukkan sambil dipegang. Bayi dengan hipotonia memperlihatkan leher yanag
lemas (head lag) yang mencirikan perkembangan motorik yang terbelakang atau
keadaan patologis oleh berbagai abnormalitas SSP dan kelainan motor neuron.12
6.

Pemeriksaan Kekuatan Otot

Sebelum melakukan pemeriksaan formal perhatikan posturnya pada waktu


berdiri, perhatikan jalannya, larinya, pada waktu bermain pasien disuruh
mengambil bola. Dari pengamatan ini sudah didapat diambil kesimpulan keadaan
motornya. Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara
formal, dan biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan
bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat
mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak
kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhan saja. Anak yang diperiksa dalam
posisi duduk dengan tungkai bawah tergantung. Ia diminta untuk menggerakkan
anggota badan yang diuji dan pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan
kinetik), dan setelah itu disuruh menahan anggota badan yang diuji tetap di
tempatnya dengan kekuatan terhadap gerakan-gerakan yang yang dilakukan
pemeriksa (kekuatan statik).1,12,13
Penilaian derajat kekuatan otot ini bermacam-macam. Ada yang menggunakan
nilai 100% sampai 0%, ada yang menggunakan huruf (N = normal;
G = Good; F = Fair, P = Poor; T = Trace dan O = Zero), ada yang menilai dengan
angka 5-0

5 = Normal
4 = Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat
dan melawan tahanan secara simultan

21

3 = Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat,


tetapi tidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawanan
tahanan pemeriksa.
2 = Dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan
berat dan tidak dapat melawan tahanan pemeriksa
1 = Terlihat atau teraba ada getaran kontraksi otot, tetapi tidak ada
gerakan sama sekali
0 = Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali

Pemeriksaan kekuatan otot biasanya dilakukan pada anggota gerak,


misalnya disuruh mengangkat bahu sambil ditekan pada bahu yang sama,
kemudian ditekan bahunya dan anak disuruh menahan. Cara lain dapat pula anak
diajak berjabat tangan dan disuruh pronasi dan supinasi sambil ditahan. Demikian
pula dengan anggota gerak yang lain. Pada uji ini kekuatan otot yang diperiksa
harus

selalu

dibandingkan

dengan

kekuatan

otot

analognya

yang

kontralateral.9,14,15
2.5 Kelainan yang Dapat Menyebabkan Kelumpuhan UMN
1. Acute Transverse Myelitis (ATM)
Acute Transverse Myelitis (ATM) merupakan penyakit yang jarang terjadi
pada masa anak-anak dan remaja dan insidensinya diperkirakan mencapai 1,34
pada 1.0000.000 orang. Tetapi belum ada evaluasi spesifik dari insidensi pada
anak-anak. Hal ini dikarakteristikan dengan disfungsi medulla spinalis bilateral
dengan menghasilkan kelemahan anggota gerak bawah dengan atau tanpa gejala
sensoris dan disfungsi kandung kemih. Secara tipikal bermanifestasi dari jam
hingga satu minggu.

Magnetic resonance imaging (MRI) spinalis, tes

electrophysiologis dan analisis cairan serebrospinal (CSF) dilakukan untuk


mendiagnosis ATM dan emngeluarkan kondisi yang bisa diterapi. ATM dapat
disebabkan oleh sejumlah kelainan termasuk trauma, lesi, malformasi vaskular,
kelainan vaskulitis oklusif yang menyebabkan infark medulla spinalis, penyakit
autoimmune dan infeksi lain baik bakteri, virus atau spirochaeta. ATM telah
dijabarkan setelah infeksi dengan virus Epstein-Barr virus, cytomegalovirus,

22

cytomegalovirus pada pasien kompromise imune, infeksi virus simpleks herpes


dan sitomegalo, rubella, chickenpox, infeksi mononukleosis, dan campak.15
ATM merupakan kelainan neurologis yang disebabkan oleh proses
inflamasi dari substansia putih dan abu-abu medulla spinalis, dan dapay
menyebaban demielinisasi aksonal. Demieliniasasi ini meningkat secara idiopatik
yang diikuti dengan infeksi atau vaksinasi, atau dikarenakan multiple sclerosis.
Satu teori utama yang menyebabkannya adalah inflamasi mediasi imun sebagai
hasil akibat terpapar dengan antigen viral. Lesi ini bersifat inflamasi dan
melibatkan medulla spinalis pada kedua sisinya. Dengan transverse myelitis akut,
onset terjadi mendadak dan berkembang dengan cepat dalam beberapa jam dan
beberapa hari. Lesi dapat tampak dimana saja di medulla spinalis, meskipun
demikian biasanya terbatas pada bagian kecil.15,16
Obat kortikosteroid secara umum digunakan sebagai terapi inflamasi
medulla

spinalis

dengan

pasien

TM.

Pertukaran

plasma

atau

terapi

immunosupressant radikal yang lebih dapat digunakan jika steroidnya tidak


bekerja. Semua terapi lain hanya menujukan gejala pada saat ini. Rehabilitasi,
terutama fisioterapi, sangat penting. Pasien sebaiknya mengikuti regimen
rehabilitasi untuk kerusakan spinal. 17
2. Cerebral palsy (CP)
Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif
sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan teori yang
disampaikan dalam The American Academy of Cerebral Paslsy Cerebral Palsy
adalah berbagai perubahan gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul
sebagai akibat kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat pada
rongga tengkorak.18,19 Dari pengertian tersebut di atas, cerebral palsy dapat
diartikan gangguan fungsi gerak yang diakibatkan oleh kecelakaan, luka, atau
penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Cerebral palsy

23

dapat diartikan sebagai kekakuan yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di otak.
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan sebagai berikut:18-20
a) Spasticity, yaitu kerusakan pada kortex cerebellum yang menyebabkan
hiperaktive reflex dan strech relex. Spasticity dapat dibedakan menjadi:
o Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai.
o Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai dan kedua
tangan.
o Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai
dengan terletak pada belahan tubuh yang sama.
b) Athetosis, yaitu kerusakan pada bangsal banglia yang mengakibatkan
gerakan-gerakan menjadi tidak terkendali dan terarah.
c) Ataxsia, yaitu kerusakan otot pada cerebellum yang mengakibatkan
gagguan pada keseimbangan.
d) Tremor, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang berakibat timbulnya
getaran-getaran berirama, baik yang bertujuan meupun yang tidak
bertujuan.
e) Rigiditi, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang mengakibatkan
kekakuan pada otot.
3. Lesi pada otot (Myopathies)
Miopati adalah kelainan otot yang bukan disebabkan oleh gangguan pada
saraf. Ia merupakan sekumpulan penyakit otot dimana fiber otot tidak dapat
berfungsi yang disebabkan oleh berbagai faktor yang menyebabkan kelemahan
otot. Kram otot, kekakuan dan spasme juga dapat dikaitkan dengan miopati.20

BAB III
KESIMPULAN
24

Kelumpuhan adalah hilangnya kekuatan yang dalam hal ini mempengaruhi


anggota tubuh yaitu kaki dan lengan ataupun kelompok otot. Setiap serabut otot
yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf , salah satunya
terdapat pada korteks motorik, serabut-serabutnya berada tepat pada traktus
piramidal yaitu penyilangan traktus piramidal, dan serat lainnya berada pada
ujung anterior medula spinalis, serat-seratnya berjalan menuju otot. Gangguan
fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN
menimbulkan kelumpuhan otot yang lemas, ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar
untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh
(paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah
ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia).

REFERENSI

25

1. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. Philadelphia: Elsevier. 2012
2. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. 6th ed. New York:
McGraw-Hill; 2010.
3. John TJ. Polar spectrum of problems in polio eradication. Indian J Med Res
2004; 120: 133- 5. 9.
4. Center for Disease Control and Prevention. Progress toward poliomyelitis
eradication - poliomyelitis outbreak in Sudan, 2004. MMWR 2005; 54: 97-9.
10.
5. World Health Organization. Poliomyelitis outbreak spreads across Yemen:
case confirmed in Indonesia. Wkly Epidemiol Rec 2005; 80: 157-64.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat;
2008: 26-7.
7. Pedoman Pelayanan Medis. Pneumonia. Jilid I. Jakarta: IDAI; 2010
8. Martin, J. H. 2003. Neuroanatomy Text and Atlas. Edisi ke-3, The Mac Graw
Hill Company. New York
9. Sidharta, P., Pemeriksaan Neurologik Pada Bayi dalam Tata Pemeriksaan
Klinis Dalam Neurologi, Cetakan keempat, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
10. Soetomenggolo TS & Ismael S., Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-3.
Jakarta: IDAI. 2010
11. Staf pengajar Ilmu

kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan

anak. Jakarta: Infomedika. 2010


12. Szilagyi P., Techniques of Examination for Newborns and Infants: The
Nervous System dalam Bates Guide to Physical Examination abd History,
Edisi ke-9, Lippincott Williams & Wilkins, New York, 2013.
13. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In :
Principles of Neurology. 5th ed. New York : Mc Graw Hill, 2006 : 1174-5
14. Mc Donald CM: Neuromuscular Diseases.Pediatric Rehabilitation (3rd
Edition). Edited by: Molnar EG. Philadelphia. 2000.
15. Defresne P, Meyer L, Tardieu M, Scalais E, Nuttin C, Bont B.D, et al: Efficacy
of high dose steroid therapy in children with severe acute transverse myelitis.
J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001;71:272-4
16. Yavuz H, Cakir M: Transverse myelopathy: an initial presentation of acute
leukemia. Pediatr-Neurol. 2001 May; 24(5): 382-4.

26

17. Krishnan C, Kaplin AL, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse
Myelitis: Pathogenesis, Diagnosis and Treatment. Frontiers in Bioscience
2004;9:1483-99
18. Miller &Bachrach. 1995. Cerebal Palsy A Complete Guide for Caregiving.
The Johns Hopkins University Press, Baltimore
19. Soekarno. 2002. Fisioterapi pada Cerebral Palsy modifikasi Metode Bobath
;Seksi fisioterapi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Soetomo Surabaya
20. Waspada, Edy. 2010. Fisioterapi Pediatri II. Jurusan Fisioterapi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai