Tn. P, 26 tahun, laki-laki, belum menikah, tidak bekerja, merupakan anak bungsu dari
9 bersaudara. Kedua orang tua klien sudah meninggal 6 tahun yang lalu. Sebelum msk rs
klien tinggal dengan kakak tertua, kakak ipar dan 4 orang keponakannya. Klien pernah
kuliah tapi pada semester 3 klien berhenti, karena tidak punya biaya. Klien ingin bekerja
dikantoran, tetapi sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Klien masuk RS seminggu yang lalu karena sering terlihat berbicara dan tertawa sendiri.
Satu bulan sebelum MRS, klien lebih sering berada di rumah dan mengurung diri dalam
kamar. Klien mengatakan tidak mau keluar rumah karena merasa malu dan iri dengan
teman-temannya yang ekonominya lebih mampu daripada klien. Kakak klien sering
memarahi klien dan menyuruh klien keluar dari rumah, sehingga klien mengamuk dan
mengancam akan membunuh kakak klien. Karena takut dengan klien, akhirnya kakak
klien membawa klien ke RS.
Saat pengkajian, klien terlihat sedih dan lebih sering mengurung diri dalam kamar.
Ketika didekati, klien tampak menghindar dan saat diberi pertanyaan klien tidak
menjawab dan kadang-kadang hanya menjawab ya dan tidak. Klien mengatakan tidak
mendengar suara atau melihat sesuatu yang aneh. Saat wawancara, kontak mata kurang,
klien lebih sering melihat ke lingkungan sekitarnya. Ketika ditanya tentang keluarganya,
ekspresi wajah klien biasa saja. Tapi ketika ditanyakan tentang kakaknya, wajah klien
tampak tegang dan langsung pergi meninggalkan perawat.
Penampilan klien tidak rapi, rambut klien kotor dan berkutu, kuku klien tampak panjang
dan hitam, baju seragam klien dipakai dengan benar tetapi tidak dikancingkan. Klien
mengatakan mandi 1 kali sehari, itupun kalau disuruh oleh perawat (klien mengatakan
malas mandi karena beranggapan mandi dengan tidak mandi sama saja). Klien
mengatakan orang yang paling dekat dengannya adalah ibunya, setelah ibunya meninggal
dunia, klien mengatakan bila ada masalah hanya memendamnya sendiri dan berdiam diri
saja.
A. KELUARGA
Sp1
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.
Berikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab isolasi
sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
Fase Orientasi:
Perawat
: Assalamualaikum, Pak!
: Perkenalkan saya perawat Mi, dari Stikes MB, saya yang merawat anak
bapak. Maaf nama Bapak siapa? Senang dipanggil siapa?
Keluarga(Bpk): Anak saya tidak mau bicara dengan saya dan mengurung dirinya di kamar.
Perawat
Keluarga(Bpk): Baik Suster. Saya juga sudah tidak tahu harus berbuat apa.
Perawat
Keluarga(Bpk): Ok!
Fase Kerja:
Perawat
Keluarga (Ibu) : Anak saya tidak mau berbicara dengan kami. Jadi, kami bingung harus
bagaimana bersikap dengan anak kami
Perawat
Keluarga(Ibu) : Kami sudah mengajak H bicara, tapi tetap saja H tidak mau bicara, jadi
kami biarkan H sendirian di kamar. Dan akhirnya kami memutuskan untuk
membawa H ke rumah sakit karena sudah tidak tahu harus bagaimana
dengan keadaan anak saya yang tidak mau berbicara dengan kami.
Perawat
: Masalah yang dialami oleh anak H disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu
gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa lain.
Tanda-tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung
diri, kalau pun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya
maslah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau
berpisah dengan orang-orang terdekat. Apabila masalah isolasi sosial ini
tidak diatasi maka seseorang dapat mengalami halusinasi, yaitu mendengar
suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.
: Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak/ Ibu dan anggota keluarga
lainnya harus bersabar menghadapi H. Dan untuk merawat H, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling
percaya dengan H, yang caranya adalah bersikap peduli dengan H dan tepati
janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada H
untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah
pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien. Selanjutnya, jangan
Keluarga(Bpk): Bapak lihat sekarang kamu sudah dapat bercakap-cakap dengan orang lain.
Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat
perkembangan kamu, Nak. Coba berbincang-bincang dengan saudara yang
lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di
rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat
bersama-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagaimana H, kamu mau
coba kan, Nak?
Perawat
: Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali. Sampai sini ada
yang ingin ditanyakan Pak?
Fase Terminasi:
Perawat
Keluarga
: Merasa lega, tenang, dan yakin kalau saya bisa membuat anak saya bicara.
Perawat
: Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tandatanda orang yang mengalami masalah isolasi sosial.
Keluarga(Bpk): Isolasi sosial adalah gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien
gangguan jiwa lain.Tanda-tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan
orang lain, mengurung diri, kalau pun berbicara hanya sebentar dengan wajah
menunduk. Biasanya maslah ini muncul karena memiliki pengalaman yang
mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak,
tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang terdekat. Apabila masalah
isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang dapat mengalami halusinasi,
yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.
Perawat
: Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada
H?
: Kita ketemu di rumah Bapak saja, pada pukul yang sama ya Pak!
Assalamualaikum.
SP 1 KELUARGA